PERSETUJUAN ANTARA
REPUBLIK INDONESIA DAN KANADA MENGENAI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK ATAS PENDAPATAN DAN ATAS KEKAYAAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KANADA
Berhasrat mengadakan suatu Persetujuan untuk Penghindaran Pajak Berganda
dan Pencegahan Pengelakan Pajak mengenai pajak-pajak atas Pendapatan dan
atas Kekayaan,
TELAH MENYETUJUI SEBAGAI BERIKUT :
BAB I
RUANG LINGKUP PERSETUJUAN
Pasal 1
ORANG-ORANG DAN BADAN-BADAN YANG TERCAKUP
OLEH PERSETUJUAN INI
Persetujuan ini berlaku terhadap orang-orang dan badan-badan yang merupakan
penduduk salah satu atau kedua Negara yang mengadakan kemufakatan.
Pasal 2
PAJAK-PAJAK YANG TERCAKUP OLEH PERSETUJUAN INI
(1) Persetujuan ini berlaku terhadap pajak-pajak atas pendapatan dan
atas kekayaan yang dikenakan oleh masing-masing Negara yang mengadakan
kemufakatan, tanpa memandang cara pemungutan pajak-pajak tersebut.
(2) Sebagai pajak-pajak atas pendapatan dan atas kekayaan dianggap semua pajak yang dikenakan atas seluruh pendapatan, atas seluruh kekayaan, ataupun atas unsur-unsur pendapatan atau kekayaan, termasuk pajak-pajak atas keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan harta gerak atau tak gerak, pajak-pajak atas gunggungan upah atau gaji yang dibayarkan oleh perusahaan-perusahaan, begitu pula pajak-pajak atas pertambahan nilai kekayaan.
(3) Pajak-pajak yang berlaku sekarang ini terhadap mana Persetujuan
ini berlaku, teristimewa :
(a) sepanjang mengenai Indonesia :
(i) pajak perseroan (the company tax);
(ii) pajak pendapatan (the income tax);
(iii) pajak kekayaan (the capital tax);
(iv) pajak atas bunga, dividen dan royalty (the tax on interest, dividend
and royalties);
(selanjutnya disebut pajak Indonesia);
Dipahami bahwa Menghitung Pajak Orang(M.P.O.) termasuk dalam
pajak perseroan dan pajak pendapatan;
(b) Sepanjang mengenai Kanada :
pajak-pajak pendapatan yang dikenakan oleh Pemerintah Kanada;
(selanjutnya disebut pajak Kanada)
(4) Persetujuan ini berlaku pula terhadap semua pajak yang serupa atau
pada hakekatnya sejenis dengan pajak atas pendapatan dan pajak atas kekayaan
yang dikenakan oleh salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan setelah
tanggal penandatanganan Persetujuan ini, sebagai tambahan terhadap, ataupun
sebagai pengganti dari, pajak-pajak yang sekarang berlaku. Negara-negara
yang mengadakan kamufakatan akan memberitahukan satu sama lain setiap perubahan-perubahan
penting yang telah diadakan dalam perundang-undangan pajak masing-masing.
BAB II
PENGERTIAN-PENGERTIAN
Pasal 3
PENGERTIAN UMUM
(1) Kecuali jika dari hubungan kalimat harus diartikan lain, maka yang
dimaksud dalam Persetujuan ini dengan :
(a) (i) istilah Indonesia meliputi wilayah Republik Indonesia seperti
dirumuskan dalam Undang-undangnya dan bagian-bagian dari landas kontinen
dan lautan sekitarnya yang berbatasan atas mana Republik Indonesia memiliki
kedaulatan, hak-hak kedaulatan atau hak-hak lainnya sesuai dengan hukum
internasional;
(b) Istilah salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan berarti Indonesia
atau Kanada tergantung dari hubungan kalimatnya;
(c) Istilah orang meliputi orang pribadi, suatu badan, suatu usaha
bersama, suatu budel warisan, suatu yayasan (trust) atau setiap kumpulan
lain dari orang atau badan-badan;
(d) Istilah badan berarti setiap badan hukum atau setiap kesatuan hukum
lainnya yang untuk tujuan perpajakan diperlukan sebagai badan hukum; dalam
bahasa Prancis istilah societe juga berarti suatu badan hukum menurut pengertian
hukum Kanada;
(e) Istilah-istilah perusahaan dari salah satu Negara lainnya yang
mengadakan kemufakatan dan perusahaan dari Negara lainnya yang mengadakan
kemufakatan berarti berturut-turut suatu perusahaan yang dijalankan oleh
penduduk dari salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan dan suatu perusahaan
yang dijalankan oleh penduduk Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan;
(f) Istilah pejabat yang berwenangberarti :
(i) di Indonesia, Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah;
(ii) di Kanada, Minister of National Revenue atau wakilnya yang
syah;
(g) Istilah pajak berarti pajak Indonesia atau pajak Kanada, tergantung
dari hubungan kalimatnya;
(h) Istilah warganegaraberarti :
(i) setiap orang pribadi yang memiliki kewarganegaraan dari salah
satu Negara yang mengadakan kemufakatan;
(ii) setiap badan hukum, usaha bersama dan persekutuan yang statusnya
diperoleh berdasarkan hukum yang berlaku di salah satu Negara yang mengadakan
kemufakatan.
(2) Untuk penerapan Persetujuan ini oleh salah satu Negara yang mengadakan
kemufakatan, setiap istilah yang tidak diartikan lain, akan mempunyai arti
menurut perundang-undangan Negara yang mengadakan kemufakatan itu mengenai
pajak-pajak yang merupakan pokok dari persetujuan, kecuali jika dari hubungan
kalimat yang bersangkutan harus diartikan lain.
Pasal 4
DOMISILI FISKAL
(1) Untuk tujuan Persetujuan ini, istilah penduduk salah satu Negara
yang mengadakan kemufakatan berarti setiap orang yang menurut perundang-undangan
Negara tersebut dapat dikenakan pajak di Negara itu atas dasar domisilinya,
tempat kediamannya, tempat pimpinannya ataupun atas dasar lainnya yang
serupa.
(2) Jika seorang pribadi atas dasar ketentuan-ketentuan pada ayat 1
merupakan penduduk kedua Negara yang mengadakan kemufakatan, maka statusnya
akan ditentukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
(a) ia dianggap sebagai penduduk Negara yang mengadakan kemufakatan
di mana baginya tersedia suatu tempat tinggal tetap. Apabila baginya tersedia
tempat tinggal tetap di kedua Negara yang mengadakan kemufakatan, maka
ia dianggap sebagai penduduk Negara yang mengadakan kemufakatan dengan
mana hubungan-hubungan pribadi dan ekonominya adalah paling erat (selanjutnya
disebut sebagai pusat kepentingan kepentingan pokoknya);
(b) jika tidak dapat ditentukan di Negara yang mengadakan kemufakatan
mana terletak pusat kepentingan-kepentingan pokoknya, atau jika ia tidak
mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di salah satu Negara
yang mengadakan kemufakatan, maka ia akan dianggap sebagai penduduk Negara
yang mengadakan kemufakatan di mana ia mempunyai tempat di mana ia biasanya
berdiam;
(c) jika ia mempunyai tempat di mana ia biasanya berdiam di kedua Negara
yang mengadakan kemufakatan, atau tidak mempunyainya di salah satu Negara
tersebut, maka ia akan dianggap sebagai penduduk Negara yang mengadakan
kemufakatan dimana ia merupakan warganegara;
(d) jika ia adalah warganegara kedua Negara yang mengadakan kemufakatan
atau bukan warganegara dari salah satu Negara tersebut, maka pejabat-pejabat
yang berwenang dari Negara-negara yang mengadakan kemufakatan akan menyelesaikan
masalahnya atas dasar persetujuan bersama.
(3) Apabila atas dasar ketentuan-ketentuan ayat 1, orang yang bukan
orang pribadi, merupakan penduduk kedua Negara yang mengadakan kemufakatan,
maka pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara yang mengadakan kemufakatan
akan berusaha menyelesaikan masalahnya berdasarkan persetujuan bersama
dan menetapkan cara penerapan Persetujuan bagi orang tersebut.
Pasal 5
TEMPAT USAHA TETAP
(1) Untuk tujuan Persetujuan ini, ialah tempat usaha tetap berarti
suatu tempat usaha tertentu di mana seluruh atau sebagian perusahaan di
jalankan.
(2) Istilah tempat usaha tetap terutama meliputi :
(a) suatu tempat di mana pimpinan dilakukan;
(b) suatu cabang;
(c) suatu kantor;
(d) suatu pabrik;
(e) suatu tempat kerja;
(f) suatu pertambangan, suatu sumber minyak, tempat penggalian atau
tempat lainnya untuk pengambilan sumber kekayaan alam;
(g) suatu pertanian atau perkebunan;
(h) suatu tempat pembuatan bangunan, suatu proyek konstruksi, instalasi
atau perakitan atau kegiatan-kegiatan pengawasan sehubungan dengan itu,
jika tempat, proyek atau kegiatan itu berlangsung untuk suatu masa yang
melebihi 183 hari;
(i) pemberian jasa, termasuk jasa-jasa konsultan oleh suatu perusahaan
melalui seorang pegawainya atau orang lain (lain daripada suatu perwakilan
yang berdiri sendiri sesuai dengan pengertian ayat 6) jika kegiatan-kegiatan
itu berlangsung dalam salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan untuk
masa yang melebihi 183 hari dalam setiap jangka waktu dua belas bulan.
(3) Istilah tempat usaha tetap tidak akan dianggap meliputi :
(a) penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud untuk
penyimpanan atau memamerkan barang-barang atau barang dagangan kepunyaan
perusahaan;
(b) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan
kepunyaan perusahaan semata-mata dengan maksud untuk penyimpanan atau untuk
dipamerkan;
(c) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan
kepunyaan perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan
lain;
(d) pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata dengan maksud
untuk pembelian barang-barang atau barang dagangan atau untuk mengumpulkan
keterangan bagi keperluan perusahaan;
(e) pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata dengan maksud
untuk keperluan reklame, untuk memberikan keterangan-keterangan, untuk
melakukan riset ilmiah ataupun untuk kegiatan -kegiatan serupa yang bersifat
kegiatan persiapan atau kegiatan penunjang, bagi keperluan perusahaan.
(4) Orang - lain dari suatu agen yang berdiri sendiri terhadap siapa
ayat 6 berlaku - yang di salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan
bertindak untuk kepentingan suatu perusahaan dari Negara lainnya yang mengadakan
kemufakatan akan dianggap sebagai suatu tempat usaha tetap di Negara yang
disebut pertama jika :
(a) ia memiliki kuasa untuk menutup kontrak-kontrak atas nama perusahaan
tersebut dan biasa menjalankan kuasa itu di Negara tersebut, kecuali jika
kegiatannya hanya terbatas kepada pembelian barang-barang atau barang dagangan
bagi keperluan perusahaan; atau
(b) ia Negara yang disebut pertama mengadakan suatu persediaan barang-barang
atau barang dagangan kepunyaan perusahaan dari mana ia secara teratur memenuhi
pesanan pesanan untuk kepentingan perusahaan tersebut.
(5) Suatu perusahaan asuransi dari salah satu Negara yang mengadakan
kemufakatan, kecuali yang mengenai reasuransi, akan dianggap mempunyai
suatu tempat usaha tetap di Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan
jika perusahaan tersebut memungut premi di wilayah Negara lainnya itu atau
menanggung risiko yang terjadi melalui seorang pegawai atau melalui suatu
perwakilan yang bukan merupakan agen yang berdiri sendiri terhadap siapa
ayat 6 berlaku.
(6) Suatu perusahaan dari salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan tidak akan dianggap mempunyai suatu tempat usaha tetap di Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan semata-mata karena perusahaan itu menjalankan usaha di Negara lain tersebut melalui makelar, komisioner umum, atau agen lainnya yang berdiri sendiri, atau semata mata karena perusahaan tersebut di Negara lainnya mengadakan suatu persediaaan barang-barang pada suatu agen yang berdiri sendiri yang melakukan penyerahan dari persediaan barang tersebut apabila makelar atau agen itu bertindak menurut kelaziman dalam rangka usahannya. Walaupun demikian, bilamana kegiatan agen yang dimaksud seluruhnya atau hampir seluruhnya dilakukan untuk usaha perusahaan itu, maka ia tidak akan dianggap sebagai agen yang berdiri sendiri dalam arti ayat ini.
(7) Jika suatu badan penduduk salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan
menguasai suatu badan atau dikuasai oleh suatu badan yang merupakan penduduk
Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan, ataupun menjalankan usaha di
Negara lainnya itu (baik melalui suatu tempat usaha tetap ataupun dengan
cara lain), maka hal itu tidak dengan sendirinya merupakan suatu fakta
bahwa salah satu dari badan itu merupakan suatu tempat usaha tetap dari
yang lainnya.
BAB III
PENGENAAN PAJAK ATAS PENDAPATAN
Pasal 6
PENDAPATAN DARI HARTA TAK GERAK
(1) Pendapatan dari harta tak gerak termasuk pendapatan yang diperoleh
dari hasil pertanian atau kehutanan dapat dikenakan pajak di Negara yang
mengadakan kemufakatan dimana harta itu terletak.
(2) Untuk tujuan Persetujuan ini, istilah Harta tak Gerak akan diartikan menurut Undang undang perpajakan Negara yang mengadakan kemufakatan di mana harta yang bersangkutan terletak. Namun bagaimanapun juga, istilah itu meliputi benda-benda yang menyertai harta tak gerak, ternak dan peralatan yang dipergunakan dalam usaha pertanian dan kehutanan, hak-hak terhadap mana ketentuan-ketentuan hukum perdata mengenai tanah berlaku, hak pakai hasil atas harta tak serta hak atas pembayaran-pembayaran tetap ataupun tidak tetap sebagai balas jasa untuk pengerjaan atau hak untuk mengerjakan bahan-bahan galian, sumber-sumber dan sumber-sumber kekayaan alam lainnya; kapal laut, kapal-kapal dan pesawat udara tidak dianggap sebagai harta tak gerak.
(3) Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 berlaku terhadap pendapatan yang diperoleh dari penggunaan secara langsung, dari penyewaan atau dari setiap penggunaan secara lain daripada harta tak gerak dan terhadap keuntungan-keuntungan dari pemindahtanganan harta tersebut.
(4) Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 dan 3 berlaku pula terhadap pendapatan
dari harta tak gerak suatu perusahaan dan terhadap pendapatan dari harta
tak gerak yang dipergunakan untuk menjalankan pekerjaan bebas.
Pasal 7
LABA USAHA
(1) Laba suatu perusahaan dari salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan
hanya akan dikenakan pajak di Negara itu, kecuali jika perusahaan tersebut
menjalankan usaha di Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan melalui
suatu tempat usaha tetap terletak di sana. Jika perusahaan itu menjalankan
atau telah menjalankan usaha sebagai dimaksud di atas, maka laba perusahaan
itu dapat dikenakan pajak di Negara lainnya itu, tetapi hanya sepanjang
mengenai bagian laba yang dapat dianggap berasal dari tempat usaha tetap
tersebut atau sepanjang telah diperoleh di Negara lainnya itu., dari penjualan
barang-barang atau barang dagangan yang sama jenisnya dengan yang dijual
atau dari transaksi-transaksi dagang yang jenisnya seperti yang dilakukan
melalui tempat usaha tetap tersebut.
(2) Dengan tunduk pada ketentuan-ketentuan ayat 3, jika suatu perusahaan dari salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan melakukan usaha di Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan melalui suatu tempat usaha tetap yang terletak di sana, maka yang akan di perhitungkan sebagai laba adalah laba yang dapat dianggap akan diperoleh tempat usaha tetap tersebut, seandainya tempat usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan lain yang terpisah dan berdiri sendiri, yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau sejenis dalam keadaan-keadaan yang sama atau serupa dan mengadakan hubungan dalam suasana sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang mempunyai tempat usaha tetap tersebut.
(3) Dalam menetapkan besarnya laba suatu tempat usaha tetap, dapat dikurangkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan tempat usaha tetap itu, termasuk biaya-biaya pimpinan serta biaya-biaya pengelolaan umum, baik yang dikeluarkan di Negara di mana tempat usaha tetap itu terletak ataupun di tempat lain.
(4) Sepanjang merupakan kelaziman di salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan, sesuai dengan perundang-undangannya, untuk menetapkan besarnya laba yang dapat dianggap berasal dari suatu tempat usaha tetap dengan cara menentukan bagian laba berbagai bagian perusahaan tersebut atas keseluruhan laba perusahaan itu, maka ketentuan pada ayat 2 Pasal ini tidak akan menutup kemungkinan bagi Negara yang mengadakan kemufakatan itu untuk menetukan besarnya laba yang akan dikenakan pajak berdasarkan rumus pembagian tersebut yang lazim dipakai, namun cara pembagiannya itu harus sedemikian rupa, sehingga hasil akhirnya akan tetap sesuai dengan azas-azas yang terkandung di dalam Pasal ini.
(5) Semata-mata pembelian barang-barang atau barang dagangan untuk perusahaan oleh suatu tempat usaha tetap, tidak akan dianggap sebagai menimbulkan laba untuk tempat usaha tetap tersebut.
(6) Untuk penerapan ayat-ayat terdahulu, besarnya laba yang dianggap berasal dari tempat usaha tetap itu setiap tahun akan ditetapkan dengan cara perhitungan yang sama kecuali jika terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk menyimpang.
(7) Jika didalam jumlah laba ada termasuk unsur-unsur pendapatan yang
diatur secara tersendiri oleh Pasal-pasal lain dari persetujuan ini, maka
ketentuan-ketentuan dalam Pasal-pasal itu tidak akan terpengaruh oleh ketentuan-ketentuan
dalam Pasal ini.
Pasal 8
PERKAPALAN DAN PENGANGKUTAN UDARA
(1) Keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan dari pengusahaan kapal-kapal
atau pesawat pesawat udara dalam lalu lintas internasional hanya dapat
dikenakan pajak di Negara yang mengadakan kemufakatan di mana perusahaan
itu berkedudukan.
(2) Ketentuan-ketentuan ayat 1 juga akan berlaku terhadap keuntungan-keuntungan
yang diperoleh suatu perusahaan dari pengikut sertaannya dalam suatu gabungan
perusahaan, suatu usaha kerjasama atau dari suatu perwakilan usaha internasional,
tetapi hanya sebesar keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh sebagai
bagian si peserta dalam hubungan kerjasama internasional yang seimbang
dengan andilnya dalam usaha bersama itu.
Pasal 9
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG BERHUBUNGAN
ERAT SATU SAMA LAIN.
(1) Apabila :
(a) suatu perusahaan dari salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan
baik secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam pimpinan,
pengawasan atau modal suatu perusahaan dari Negara lainnya yang mengadakan
kemufakatan, atau
(b) orang yang sama baik secara langsung maupun tidak langsung turut
serta dalam pimpinan, pengawasan atau modal suatu perusahaan dari salah
satu Negara yang mengadakan kemufakatan dan dalam suatu perusahaan
dari Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan, dan di dalam kedua hal
itu, diantara kedua perusahaan termaksud di dalam hubungan dagangnya atau
hubungan keuangannya diadakan atau diterapkan syarat-syarat yang menyimpang
daripada syarat-syarat yang lazimnya diadakan di antara perusahaan perusahaan
yang sama sekali bebas satu sama lainnya, maka setiap keuntungan yang seharusnya
jatuh pada salah satu perusahaan tersebut, jika syarat-syarat tersebut
tidak ada, namun tidak jatuh kepadanya karena adanya syarat-syarat tersebut,
dapat ditambahkan ke dalam laba perusahaan tersebut dan dikenakan pajak
yang sesuai dengan itu.
(2) Salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan tidak akan merubah
jumlah keuntungan suatu perusahaan dalam keadaan dimaksud ayat 1 setelah
lewatnya jangka waktu yang ditentukan dalam perundang-undangan nasionalnya,
dan setidak-tidaknya setelah lewat lima tahun terhitung mulai akhir tahun
dalam mana keuntungan-keuntungan yang merupakan pokok perubahan itu diperoleh
perusahaan dari Negara tersebut. Ayat ini tidak berlaku dalam hal penipuan,
kesalahan yang disengaja atau kelalaian.
Pasal 10
DIVIDEN
(1) Dividen yang dibayarkan oleh suatu badan yang merupakan penduduk
salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan kepada penduduk Negara lainnya
yang mengadakan kemufakatan dapat dikenakan pajak di Negara lainnya itu.
(2) Namun demikian, dividen itu dapat dikenakan pajak di Negara yang
mengadakan kemufakatan di mana badan yang membayarkan dividen tersebut
merupakan penduduk, dan sesuai dengan perundang-undangan Negara itu; akan
tetapi apabila penduduk dari Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan
itu adalah yang menikmati dividen itu, maka pajak yang dikenakan tidak
boleh melebihi 15 perseratus dari jumlah kotor dividen.
Ketentuan-ketentuan dalam ayat ini tidak mempengaruhi pengenaan
pajak terhadap badan itu atas laba dari dari mana dividen dibayarkan.
(3) Istilahdividen yang dipergunakan dalam pasal ini berarti pendapatan
dari saham-saham jouissance atau hak-hak, saham-saham pertambangan, saham-saham
pendiri atau hak-hak lainnya yang bukan merupakan surat-surat piutang,
namun berhak atas pembagian laba, demikian pula pendapatan yang dipersamakan
dengan pendapatan dari saham-saham, atau diperlakukan sama seperti dividen
oleh perundang-undangan pajak Negara di mana badan yang melaksanakan pembagian
itu merupakan penduduk.
(4) Ketentuan-ketentuan ayat 2 tidak berlaku apabila si penerima dividen
yang merupakan penduduk salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan,
melakukan kegiatan di Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan di mana
badan yang membayarkan dividen itu merupakan penduduk, suatu perniagaan
atau usaha melalui suatu tempat usaha tetap yang terletak di sana atau
menjalankan pekerjaan bebas di Negara lainnya itu dari suatu basis tetap
yang terletak di sana dan penguasaan saham-saham berdasarkan mana dividen
itu dibayarkan, mempunyai hubungan efektif dengan tempat usaha tetap atau
basis tetap tersebut.
Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan
Pasal 7 atau Pasal 14.
(5) Apabila suatu badan merupakan pendudukl dari hanya salah satu Negara
yang mangadakan pemufakatan, maka Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan
itu tidak boleh mengenakan pajak atas dividen yang dibayarkan oleh badan
tersebut, kecuali sepanjang dividen itu dibayarkan oleh badan tersebut,
kecuali sepanjang dividen itu dibayarkan kepada penduduk dari Negara lainnya
yang mengadakan kemufakatan itu, atau sepanjang penguasaan saham-saham
atas dasar mana dividen dibayarkan mempunyai hubungan efektif dengan tempat
usaha tetap atau basis tetap yang terletak di Negara lainnya itu, ataupun
mengenakan pajak atas keuntungan yang tidak dibagikan dari badan tersebut
dengan suatu pajak atas keuntungan badan tersebut yang tidak dibagikan,
meskipun dividen yang dibayarkan atau keuntungan yang tidak dibagikan terdiri
seluruhnya atau sebagian dari keuntungan-keuntungan atau pendapatan yang
timbul di Negara lainnya itu.
(6) Apabila suatu badan yang merupakan penduduk salah satu Negara yang
mengadakan kemufakatan mempunyai suatu tempat usaha tetap di Negara lainnya
yang mengadakan kemufakatan, maka keuntungan yang dapat dianggap diperoleh
tempat usaha tetap tersebut, dapat dikenakan pajak tambahan di Negara lainnya
itu sesuai dengan perundang undangannya, namun pajak tambahan yang dikenakan
itu tidak akan melebihi 15 perseratus dari jumlah laba tersebut setelah
dipotong dari padanya pajak perseroan dan lain-lain pajak atas pendapatan
yang dikenakan di Negara lainnya itu.
Pasal 11
BUNGA
(1) Bunga yang berasal dari salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan
dan dibayarkan kepada penduduk Negara lainnya yang
mengadakan kemufakatan dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.
(2) Namun demikian bunga itu dapat dikenakan pajak di Negara mengadakan kemufakatan tempat asal bunga itu dan menurut Undang-undang Negara tersebut, akan tetapi pajak yang dikenakan itu tidak akan melebihi 15 perseratus daripada jumlah kotor bunga, asalkan bunga itu dapat dikenakan pajak di Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan itu.
(3) Istilah bunga yang digunakan dalam Pasal ini berarti pendapatan dari segala macam tagihan hutang, baik yang dijamin dengan hipotik maupun tidak, dan baik yang berhak atas bagian laba si debitur ataupun tidak dan pada khususnya pendapatan dari surat-surat perbendaharaan Negara dan pendapatan dari obligasi atau surat-surat hutang, termasuk premi dan hadiah yang terikat pada surat-surat perbendaharaan, obligasi atau surat-surat hutang tersebut, demikian pula pendapatan yang menurut Undang-undang pajak Negara di mana pendapatan itu timbul, dipersamakan dengan pendapatan dari peminjaman uang. Namun demikian istilah bunga tidak meliputi pendapatan yang diatur dalam Pasal 10.
(4) Ketentuan-ketentuan ayat 2 tidak akan berlaku, jika penerima bunga, yang merupakan penduduk salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan, melakukan kegiatan di Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan di mana bunga itu timbul, suatu perniagaan atau usaha melalui suatu tempat usaha tetap yang terletak di sana, atau menjalankan pekerjaan bebas di Negara lainnya itu dari suatu basis tetap yang terletak di sana, dan tagihan hutang sehubungan dengan mana bunga itu dibayar mempunyai hubungan efektif dengan tempat usaha tetap atau basis tetap tersebut. Dalam hal demikian tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14.
(5) Bunga dianggap berasal dari salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan,
jika yang membayar bunga adalah Negara itu sendiri, salah satu bagian ketatanegaraannya,
salah satu pemerintah daerahnya, ataupun salah seorang penduduknya.
Namun demikian jika orang yang membayar bunga itu tanpa memandang
apakah ia merupakan penduduk salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan
atau tidak, mempunyai suatu tempat usaha tetap atau basis tetap di salah
satu Negara yang mengadakan kemufakatan, dalam hubungan mana hutang yang
menjadi pokok pembayaran bunga itu telah dibuat, dan bunga itu adalah atas
beban tempat usaha tetap atau basis tetap tersebut, maka bunga itu dianggap
berasal dari Negara yang mengadakan kemufakatan di mana tempat usaha tetap
atau basis tetap itu terletak.
(6) Apabila, karena adanya suatu hubungan istimewa antara pembayar
bunga dengan penerimanya atau diantara keduanya dengan pihak ketiga besarnya
jumlah bunga yang dibayarkan, dengan memperhatikan besarnya tagihan hutang
yang menjadi besar pembayaran itu, melebihi jumlah yang seharusnya disepakati
oleh pembayar dan penerima bunga seandainya tidak ada hubungan istimewa
semacam itu, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini akan berlaku hanya terhadap
jumlah bunga yang disebut terakhir. Dalam hal itu jumlah kelebihan pembayaran-pembayaran
tersebut tetap akan dikenakan pajak menurut Undang-undang masing-masing
Negara yang mengadakan kemufakatan, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan
lainnya dalam Persetujuan ini.
(7) Walaupun ada ketentuan-ketentuan ayat 2, bunga yang berasal dari
Kanada hanya dapat dikenakan pajak di Indonesia jika bunga itu dibayarkan
kepada :
(a) pemerintah Indonesia atau suatu bagian ketatanegaraannya;
(b) suatu badan hukum publik dari pemerintah Indonesia yang melakukan
fungsi-fungsi yang bersifat kepemerintahan;
(c) lembaga-lembaga keuangan umum Indonesia sebagaimana diperinci dan
disepakati dalam surat menyurat antara pejabat-pejabat yang berwenang dari
kedua Negara yang mengadakan kemufakatan; atau
(d) suatu perusahaan Indonesia atas pinjaman-pinjaman atau kredit-kredit
yang diberikan dengan pengikut sertaan suatu lembaga keuangan umum Indonesia
dengan persetujuan pejabat yang berwenang dari Kanada.
(8) Walaupun ada ketentuan-ketentuan ayat 2, bunga yang berasal dari
Indonesia hanya dapat dikenakan pajak di Kanada jika bunga itu dibayarkan
kepada :
(a) pemerintah Kanada atau suatu bagian ketatanegaraannya;
(b) suatu badan hukum publik dari pemerintah Kanada yang melakukan
fungsi-fungsi yang bersifat kepemerintahan;
(c) Export Development Corporation; atau
(d) suatu perusahaan Kanada atas pinjaman-pinjaman atau kredit-kredit
yang diberikan dengan pengikutsertaan dari Export Development Corporation
dengan persetujuan Menteri yang ditugaskan urusan keungan atau perencanaan
di Indonesia, sehubungan dengan penjualan setiap peralatan industri atau
ilmiah atau sehubungan dengan penelitian, instalasi atau penyerahan kawasan
perindustrian atau ilmiah atau pekerjaan umum.
Pasal 12
ROYALTY
(1) Royalty yang berasal dari salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan
dan dibayarkan kepada penduduk Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan
dapat dikenakan pajak di Negara lainnya itu.
(2) Namun demikian, royalty itu dapat dikenakan pajak di Negara yang mengadakan kemufakatan tempat asal royalty itu, dan menurut Undang-undang di Negara itu, tetapi pajak yang dikenakan, tidak akan melebihi 15 perseratus dari jumlah kotor royalty, asalkan royalty tersebut dapat dikenakan pajak di Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan.
(3) Istilah royalty yang digunakan dalam Pasal ini berarti segala jenis pembayaran pembayaran yang diterima sebagai balas jasa pemakaian, atau hak untuk memakai, setiap hak cipta atas karya kesusasteraan, kesenian atau ilmu pengetahuan termasuk film-film bioskop, setiap hak patent, merek dagang, desain atau model, rencana, rumus atau cara pengolahan yang dirahasiakan atau untuk pemakaian, atau hak untuk memakai perlengkapan perindustrian, perniagaan atau ilmu pengetahuan, atau untuk keterangan mengenai pengalaman di bidang industri, perniagaan atau ilmu pengetahuan.
(4) Ketentuan-ketentuan ayat 2 tidak berlaku, jika si penerima royalty, yang merupakan penduduk salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan, menjalankan usaha di Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan tempat asal royalty itu, suatu perniagaan atau usaha melalui suatu tempat usaha tetap yang terletak di sana, atau menjalankan pekerjaan bebas di Negara lainnya itu dari suatu basis tetap yang terletak di sana, dan hak atau milik sehubungan dengan mana royalty itu dibayarkan mempunyai hubungan efektif dengan tempat usaha tetap atau basis tetap tersebut. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14.
(5) Royalty dianggap berasal dari salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan, jika yang membayarkan royalty itu adalah Negara itu sendiri, salah satu bagian ketatanegaraannya, salah satu pemerintah daerahnya atau salah seorang penduduknya. Namun demikian, apabila pembayar royalty itu, tanpa memandang apakah ia merupakan penduduk salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan atau bukan, memiliki suatu tempat usaha tetap atau basis tetap di salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan, sehubungan dengan mana kewajiban untuk membayar royalty itu dibuat, dan royalty tersebut adalah atas beban tempat usaha tetap atau basis tetap tersebut, maka royalty itu akan dianggap berasal dari Negara yang mengadakan kemufakatan di mana tempat usaha tetap atau basis tetap itu terletak.
(6) Apabila, karena adanya suatu hubungan istimewa antara pembayar dengan
penerima royalty atau diantara keduanya dengan pihak ketiga, besarnya jumlah
royalty yang dibayarkan, dengan memperhatikan pemakaian, hak atau keterangan
untuk mana royalty itu dibayar, melebihi jumlah yang seharusnya telah disepakati
oleh pembayar dan penerima seandainya tidak ada hubungan istimewa semacam
itu, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini akan berlaku hanya terhadap jumlah
yang disebut terakhir.
Dalam hal ini, jumlah kelebihan pembayaran-pembayaran tersebut
akan tetap dikenakan pajak menurut Undang-undang masing-masing Negara yang
mengadakan kemufakatan, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya
dalam Persetujuan ini.
Pasal 13
KEUNTUNGAN DARI PEMINDAHTANGANAN HARTA
(1) Keuntungan dari pemindahtanganan harta tak gerak, dapat dikenakan
pajak di Negara yang mengadakan kemufakatan di mana harta itu terletak.
(2) Keuntungan dari pemindahtanganan harta gerak yang merupakan bagian daripada kekayaan perusahaan suatu tempai usaha tetap yang dimiliki oleh suatu perusahaan dari salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan, atau dari harta gerak yang termasuk dalam suatu basis tetap yang tersedia bagi seorang penduduk dari salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan di Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan untuk tujuan pelaksanaan pekerjaan bebas, termasuk di dalamnya keuntungan demikian yang di peroleh dari, pemindahtanganan tempat usaha tetap itu (baik pemindahtanganan secara tersendiri maupun bersama-sama dengan pemindahtangan seluruh perusahaan) ataupun dari pemindahtanganan basis tetap itu, dapat dikenakan pajak di Negara lainnya. Namun demikian, keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan kapal-kapal dan pesawat udara yang diusahakan dalam lalu lintas internasional dan keuntungan dari harta gerak yang termasuk dalam pengusahaan kapal-kapal dan pesawat udara tersebut hanya akan dikenakan pajak di Negara yang mengadakan kemufakatan di mana atas kekayaan tersebut dapat di kenakan pajak sesuai dengan ketentuan Pasal 22 ayat 3.
(3) Keuntungan dari pemindahtanganan saham-saham suatu badan, yang kekayaannya terutama terdiri dari harta tak gerak yang terletak di salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan, dapat dikenakan pajak di Negara tersebut. Keuntungan pemindahtanganan suatu kepentingan dalam suatu usaha bersama atau suatu trust yang kekayaannya terutama terdiri dari dari harta tak gerak yang terletak di salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan, dapat dikenakan pajak di Negara itu.
(4) Keuntungan dari pemindahtanganan setiap harta lain dari pada yang di sebutkan dalam ayat 1,2 dan 3, hanya akan dikenakan pajak di Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan di mana pihak yang memindahtangankan itu merupakan penduduknya.
(5) Ketentuan-ketentuan ayat 4 tidak akan mempengaruhi hak dari kedua
Negara yamg mengadakan kemufakatan untuk mengenakan pajak sesuai dengan
Undang-undang nasionalnya atas keuntungan dari setiap pemindahtanganan
harta yang diperoleh seorang pribadi yang merupakan penduduk dari Negara
lainnya yang mengadakan kemufakatan dan pernah menjadi penduduk dari Negara
yang disebut pertama pada suatu saat selama enam tahun sebelumnya, terhitung
sejak saat pemindahtanganan harat tersebut.
Pasal 14
PEKERJAAN BEBAS
(1) Pendapatan yang diperoleh seorang penduduk salah satu Negara yang
mengadakan kemufakatan sehubungan dengan suatu pekerjaan bebas atau kegiatan-kegiatan
bebas lainnya yang serupa, hanya akan dikenakan pajak di Negara itu, kecuali
jika ia di Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan mempunyai suatu basis
tetap yang secara teratur tersedia baginya untuk menjalankan kegiatan-kegiatannya.
jika ia mempunyai basis tetap demikian, maka pendapatannya dapat dikenakan
pajak di Negara lainnya yang mengadakan kemufaktan, tetapi hanya sepanjang
mengenai bagian pendapatan yang dapat dianggap berasal dari basis tetap
itu.
(2) Istilah pekerjaan bebas meliputi pekerjaan bebas di bidang ilmu
pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, pendidikan atau pengajaran, demikian
pula pekerjaan bebas oleh para dokter, akhli hukum, tekhnisi, arsitek,
dokter gigi dan akuntan.
Pasal 15
TENAGA PRIBADI DALAM HUBUNGAN
PERBURUHAN
(1) Dengan tunduk pada ketentuan-ketentuan Pasal 16,18 dan 19, gaji,
upah dan balas jasa lainnya yang sejenis yang diperoleh seorang penduduk
salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan berkenaan dengan suatu pekerjaan
dalam hubungan perburuhan hanya akan dikenakan pajak di Negara itu, kecuali
jika pekerjaan itu dilakukan di Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan.
Jika pekerjaan itu dilakukan demikian, maka balas jasa yang diperoleh dari
pekerjaan itu dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.
(2) Walaupun ada ketentuan-ketentuan ayat 1, balas jasa yang diperoleh
seorang penduduk salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan sehubungan
dengan pekerjaan dalam hubungan perburuhan yang dilakukan di Negara lainnya
yang mengadakan kemufakatan hanya akan dikenakan pajak di Negara yang mengadakan
kemufakatan tersebut pertama, jika sipenerima balas jasa berada di Negara
lainnya yang mengadakan kemufakatan selama suatu masa atau masa-masa yang
gunggungannya tidak melebihi 183 hari dalam suatu jangka waktu duabelas
bulan, dan juga :
(a) balas jasa yang diperoleh di Negara yang mengadakan kemufakatan
lainnya dalam jangka waktu duabelas bulan itu tidak melebihi jumlah duaribu
limaratus dollar kanada ($2,500) atau nilai bandingnya dalam rupiah, atau
dalam nilai lain sebagai diperinci dan disepakati dalam surat menyurat
yang dipertukarkan antara pejabat-pejabat yang berwenang di Negara-negara
yang mengadakan kemufakatan itu, atau
(b) balas jasa tersebut dibayar oleh, atau untuk seorang majikan yang
tidak merupakan penduduk Negara lainnya itu, dan balas jasa tersebut tidak
menjadi beban suatu tempat usaha tetap atau suatu basis tetap yang dipunyai
oleh majikan di Negara lainnya itu.
(3) Walaupun ada ketentuan-ketentuan terdahulu dalam Pasal ini, balas
jasa sehubungan dengan pekerjaan dalam hubungan perburuhan yang dilakukan
di atas sebuah kapal atau pesawat udara yang diusahakan dalam lalu lintas
internasional oleh suatu perusahaan dari salah satu Negara yang mengadakan
kemufakatan hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.
Pasal 16
PENDAPATAN SELAKU PENGURUS ATAU KOMISARIS
Pendapatan selaku pengurus atau komisaris serta pembayaran-pembayaran
sejenis yang diperoleh penduduk salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan
dalam kedudukannya sebagai anggota pengurus atau anggota dewan komisaris
atau suatu bentuk pengurusan yang sejenis dengan itu dari suatu badan yang
berkedudukan di Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan dapat dikenakan
pajak di Negara lainnya itu.
Pasal 17
SENIMAN DAN OLAHRAGAWAN
(1) Walaupun ada ketentuan-ketentuan Pasal 7,14 dan15, pendapatan yang
diperoleh para seniman penghibur seperti artis-artis teater, film, radioatau
televisi, dan pemain musik, dan oleh olahragawan, dari kegiatan pribadi
mereka tersebut dapat dikenakan pajak di Negara yang mengadakan kemufakatan
di mana kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan.
(2) Apabila pendapatan sehubungan dengan kegiatan-kegiatan pribadi seorang penghibur tersebut atau olahragawan jatuhnya bukan kepada penghibur atau olahragawan itu sendiri tetapi kepada orang lain, maka pendapatan itu dapat dikenakan pajak di Negara yang mengadakan kemufakatan di mana kegiatan penghibur atau olahragawan itu dilakukan, walaupun ada ketentuan-ketentuan Pasal 7, 14 dan 15.
(3) Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak berlaku :
(a) atas pendapatan yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan
oleh seniman penghibur atau olahragawan di salah satu Negara yang mengadakan
kemufakatan, jika kunjungan mereka ke Negara yang mengadakan kemufakatan
itu mendapat tunjangan untuk sebagian besar dari dana umum Negara lainnya
yang mengadakan kemufakatan tersebut, termasuk bagian ketatanegaraannya,
pemerintah daerahnya atau dari badan hukum publiknya;
(b) atas pendapatan yang diperoleh di salah satu Negara yang mengadakan
kemufakatan oleh suatu organisasi yang tidak mencari keuntungan dari Negara
lainnya yang mengadakan kemufakatan yang mendapat tunjangan untuk sebagian
besar dari dana umum Negara lainnya tersebut, termasuk bagian ketatanegarannya,
pemerintah daerahnya atau dari badan hukum publiknya.
Pasal 18
PENSIUN DAN PEMBAYARAN BERKALA
(1) Pensiun dan pembayaran berkala yang berasal dari salah satu Negara
yang mengadakan kemufakatan dan dibayarkan kepada seorang penduduk dari
Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan dapat dikenakan pajak di Negara
itu.
(2) Pensiun yang berasal dari salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan
dan dibayarkan kepada seorang penduduk Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan
dapat dikenakan pajak di Negara di mana pensiun berasal dan sesuai dengan
Undang-undang dari Negara tersebut. Namun demikian, dalam hal pembayaran
pensiun berkala, maka pajak yang di kenakan tidak akan melebihi jumlah
yang terendah dari :
(a) 15 perseratus dari jumlah kotor pembayaran tersebut, dan
(b) tarif yang ditentukan atas dasar jumlah pajak yang si penerima
pembayaran tersebut akan seharusnya memabayar dalam tahun itu atas seluruh
jumlah pembayaran pensiun berkala yang diterimanya dalam tahun yang bersangkutan,
jika ia merupakan penduduk Negara yang mengadakan kemufakatan di mana pembayaran
itu berasal.
(3) Pembayaran-pembayaran berkala yang berasal dari salah satu Negara
yang mengadakan kemufakatan dan dibayarkan kepada seorang penduduk Negara
lainnya yang mengadakan kemufakatan dapat dikenakan pajak di Negara di
mana pembayaran-pembayaran itu berasal, dan sesuai dengan Undang-undang
Negara itu, tetapi pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 15 perseratus
dari jumlah kotor pembayaran. Namun demikian, pembatasan ini tidak berlaku
terhadap pembayaran-pembayaran lump-sum yang timbul dari pelepasan hak,
pembatalan, pembebasan, penjualan atau pemindahtanganan lainnya dari suatu
hak berkala, atau pembayaran-pembayaran macam apapun di bawah suatu perjanjian
pembayaran berkala yang berdasarkan pendapatan rata-rata.
(4) Walau apapun ditentukan dalam Persetujuan :
(a) pensiun dan tunjangan-tunjangan yang diterima dari Kanada berdasarkan
pension Act, The Civilian War Pensions and Allowances Act ata uthe War
Veterans Allowances Act dan ganti rugi yang diterima berdasarkan Section
7 dari the Aeronautics Act tidak akan dikenakan pajak di Kanada.
(b) pensiun dan tunjangan-tunjangan yang dibayarkan oleh atau yang
dikeluarkan dari dana dana yang diadakan oleh Indonesia atau suatu bagian
ketatanegaraannya atau suatu pemerintah daerahnya, hanya akan dikenakan
pajak di Indonesia;
(c) tunjangan nafkah dan pembayaran yang serupa yang berasal dari salah
satu Negara yang mengadakan kemufakatan dan dibayarkan kepada seorang penduduk
Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan yang merupakan subyek pajak
di sana atas pembayaran pembayaran tersebut hanya akan dikenakan pajak
di Negara yang lainnya itu.
Pasal 19
JABATAN PEMERINTAH
(1) Balas jasa, lain daripada pensiun, yang dibayarkan oleh salah satu
Negara yang megadakan kemufakatan atau oleh salah satu bagian ketatanegaraannya
atau oleh salah satu pemerintah daerahnya kepada seseorang pribadi sehubungan
dengan pemberian jasa-jasa kepada Negara itu atau bagian ketatanegaraannya
atau pemerintah daerahnya hanya akan dikenakan pajak di Negara itu. Namun
demikian balas jasa itu hanya akan dikenakan pajak di Negara lainnya yang
mengadakan kemufakatan, jika si penerima balas jasa itu tidak menjadi penduduk
Negara lainnya itu, semata-mata dengan tujuan untuk melakukan jasa-jasa
tersebut di sana.
(2) Ketentuan-ketentuan ayat 1 tidak berlaku terhadap balas jasa berkenaan
dengan pemberian jasa-jasa sehubungan dengan suatu perniagaan atau perusahaan
yang dilakukan oleh salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan atau
salah satu bagian ketatanegaraannya atau salah satu pemerintah daerahnya.
Pasal 20
PARA SISWA
Pembayaran-pembayaran yang diterima oleh seorang siswa pendidikan kejuruan
atau siswa kejuruan perusahaan yang merupakan penduduk, atau segera sebelumnya
mengunjungi salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan merupakan penduduk,
dari Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan dan yang berada di Negara
yang mengadakan kemufakatan yang disebut pertama semata-mata untuk maksud
pendidikan atau latihannya, untuk keperluan biaya hidupnya, pendidikan
atau latihannya, tidak akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama
itu, asalkan pembayaran-pembayaran tersebut diberikan kepadanya dari sumber-sumber
di luar Negara itu.
Pasal 21
PENDAPATAN YANG TIDAK SECARA
TEGAS DIATUR
Bagian-bagian pendapatan seorang penduduk salah satu Negara yang mengadakan
kemufakatan yang tidak diatur secara tegas dalam Pasal-pasal terdahulu
dari Persetujuan ini hanya akan dikenakan pajak di Negara yang mengadakan
kemufakatan itu, kecuali bahwa jika pendapatan tersebut diperoleh dari
sumber pendapatan di Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan, maka pendapatan
itu dapat dikenakan pajak juga di Negara lainnya itu.
BAB IV
PENGENAAN PAJAK ATAS KEKAYAAN
Pasal 22
HARTA KEKAYAAN
(1) Kekayaan berupa harta tak gerak dapat dikenakan pajak di Negara
yang mengadakan kemufakatan di mana harta demikian itu terletak.
(2) Kekayaan berupa harta gerak yang merupakan bagian daripada harta perusahaan suatu tempat usaha tetap dari suatu perusahaan, atau berupa harta gerak yang termasuk suatu basis tetap yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan bebas, dapat dikenakan pajak di Negara yang mengadakan kemufakatan di mana tempat usaha tetap atau basis tetap itu terletak.
(3) Kapal-kapal dan pesawat-pesawat udara yang diusahakan oleh suatu perusahaan dari salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan dalam lalu lintas internasional serta harta gerak yang termasuk dalam pengusahaan kapal-kapal dan pesawat-pesawat udara tersebut, hanya akan dikenakan pajak di Negara itu di mana perusahaan tersebut berkedudukan.
(4) Semua bagian lain dari kekayaan seorang penduduk salah satu Negara
yang mengadakan kemufakatan hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
.
BAB V
CARA UNTUK PENGHINDARAN PAJAK
BERGANDA
Pasal 23
PENGHAPUSAN PAJAK BERGANDA
(1) Sepanjang mengenai Indonesia, pajak berganda akan dihindarkan sebagai
berikut :
(a) Indonesia, dalam mengenakan pajak terhadap penduduknya, dapat memasukkan
ke dalam basis atas mana dikenakan pajak tersebut, bagian-bagian pendapatan
atau kekayaan yang menurut ketentuan-ketentuan dari Persetujuan ini dapat
dikenakan pajak di Kanada.
(b) Dengan tunduk pada ketentuan-ketentuan sub ayat (c), Indonesia
akan memperkenankan pengurangan atas pajak yang dihitung menurut sub ayat
(a) sebesar suatu bagian daripada pajak itu yang perbandingannya terhadap
keseluruhan pajak itu adalah sama seperti perbandingan antara bagian dari
pendapatan atau kekayaan itu yang termasuk dalam dasar pengenaan pajak
tersebut dan dapat dikenakan pajak di Kanada menurut ketentuan-ketentuan
Persetujuan ini, terhadap seluruh pendapatan atau kekayaan yang merupakan
dasar bagi pengenaan pajak di Indonesia.
(c) Bila seorang penduduk Indonesia memperoleh pendapatan yang dapat
dikenakan pajak di Kanada menurut ketentuan-ketentuan Pasal 10 ayat 2,
Pasal 11 ayat 2, dan Pasal 12 ayat 2, Indonesia akan memperkenankan suatu
pengurangan dari pajak Indonesia atas pendapatan orang itu suatu jumlah
yang sama besarnya dengan pajak yang dibayar di Kanada atas pendapatan
itu. Namun, Pengurangan tersebut tidak akan melebihi bagian dari pajak
Indonesia yang dihitung menurut ketentuan sub ayat (a) yang sesuai untuk
pendapatan yang diperoleh dari Kanada itu.
(2) Sepanjang mengenai Kanada, pajak berganda akan dihindarkan sebagai
berikut :
(a) Dengan tunduk kepada ketentuan-ketentuan yang berlaku dari Undang-undang
Kanada mengenai pengurangan pajak yang terhutang di suatu wilayah di luar
Kanada dari Pajak yang seharusnya dibayar di Kanada dan tunduk pada setiap
perubahan selanjutnya dari ketentuan-ketentuan tersebut yang mana tidak
akan mempengaruhi prinsip umum daripada ini dan terkecuali diberikan pengurangan
atau keringanan yang lebih besar dalam perundang-undangan Kanada, maka
pajak yang seharusnya dibayar menurut Undang-undang Indonesia dan sesuai
dengan Persetujuan ini atas laba, pendapatan atau keuntungan yang berasal
dari Indonesia akan dikurangkan dari setiap pajak Kanada yang seharusnya
dibayar berkenaan dengan laba, pendapatan atau keuntungan tersebut.
(b) Dengan tunduk kepada ketentuan-ketentuan yang berlaku dari Undang-undang
Kanada mengenai penentuan exempt surplus dari suatu affiliasi asing dan
tunduk pada setiap perubahan selanjutnya dari ketentuan-ketentuan tersebut
yang mana tidak akan mempengaruhi prinsip umum daripada ini maka untuk
maksud penghitungan pajak Kanada suatu badan berkedudukan di Kanada akan
diperkenankan dalam menghitung pendapatan kena pajaknya untuk mengurangkan
setiap dividen yang diterimanya dari exempt surplus suatu affiliasi asing
yang berkedudukan di Indonesia.
(c) Untuk tujuan sub ayat (a), pajak yang seharusnya dibayar menurut
Undang-undang Indonesia oleh suatu badan yang berkedudukan di Kanada.
(i) Sehubungan dengan laba yang dapat dianggap diperoleh suatu
usaha atau niaga yang dilakukan di Indonesia, atau
(ii) Sehubungan dengan dividen, bunga dan royalty yang diterimanya
dari suatu badan yang merupakan penduduk Indonesia, akan dianggap meliputi
setiap jumlah yang seharusnya akan harus dibayar sebagai pajak Indonesia
dalam suatu tahun, andaikata tidak ada pembebasan pajak atau pengurangan
pajak yang diberikan untuk tahun tersebut atau bagian daripadanya berdasarkan
:
(iii) Salah satu dari pada ketentuan-ketentuan berikut yaitu
:
- Pasal 15 ayat (5),16 ayat (1) dan 16 ayat (2) Undang-undang
No. 1tahun 1967 mengenai Penanaman Modal Asing sebagaimana dirubah dengan
Pasal 1 Undang undang No.11 tahun 1970 mengenai perubahan dan Tambahan
dari Undang undang No. 1 tahun 1967 mengenai Penanaman Modal asing sepanjang
ini berlaku, dan tidak mengalami perubahan setelah itu, pada tanggal penandatanganan
Persetujuan ini, atau telah dirubah hanya mengenai hal-hal kecil yang tidak
mempengaruhi sifat umumnya.
(iv) Setiap ketentuan lain yang mungkin dikeluarkan setelah
itu yang memberikan suatu pembebasan atau pengurangan pajak yang disepakati
oleh pejabat yang berwenang dari kedua Negara yang mengadakan kemufakatan
yang pada hakekatnya bersifat sama, jika ini kemudian telah tidak mengalami
perubahan atau telah mengalami perubahan hanya mengenai hal-hal kecil yang
tidak mempengaruhi sifat umumnya.
(3) Untuk tujuan Pasal ini, laba, pendapatan atau keuntungan yang diperoleh
penduduk salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan yang dikenakan pajak
di Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan sesuai dengan Persetujuan
ini akan dianggap berasal dari sumber sumber di Negara lainnya itu.
BAB VI
KETENTUAN-KETENTUAN KHUSUS
Pasal 24
NON DISKRIMINASI
(1) Warganegara dari salah satu negara yang mengadakan kemufakatan
tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun sehubungan dengan itu
di Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan yang berlainan atau lebih
memberatkan daripada pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban yang bersangkutan
dengan itu yang dikenakan atau dapat dikenakan terhadap warganegara dari
Negara lainnya dalam keadaan yang sama.
(2) Pengenaan pajak atas suatu tempat usaha tetap yang dipunyai perusahaan dari salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan di Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan, tidak akan dilaksanakan dengan cara yang kurang menguntungkan di Negara lainnya itu jika dibandingkan dengan pemungutan pajak atas perusahaan-perusahaan di Negara lainnya itu yang menjalankan kegiatan-kegiatan yang sama.
(3) Ketentuan di dalam Pasal ini tidak akan diartikan sebagai mewajibkan salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan untuk memberikan kepada penduduk Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan, potongan pribadi, keringanan dan pengurangan apapun untuk keperluan pemajakan berdasarkan status sipil atau beban keluarga sebagaimana yang diberikan kepada penduduk Negara itu sendiri.
(4) Perusahaan-perusahaan dari salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan yang modalnya baik seluruhnya ataupun sebagian dimiliki atau diawasi secara langsung ataupun tidak langsung oleh seorang penduduk atau lebih dari Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan itu, tidak akan dikenakan pajak menurut Undang-undang dari Negara yang disebut pertama atau kewajiban apapun sehubungan dengan itu yang berlainan atau lebih memberatkan dari pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban sehubungan dengan itu atas perusahaan-perusahaan dari Negara yang disebut pertama, yang pada hakekatnya berada dalam keadaan yang sama, dan modalnya baik seluruhnya maupun sebagian dimiliki atau diawasi, secara langsung atau tidak langsung oleh seorang penduduk atau lebih dari suatu Negara ketiga.
(5) Ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini tidak dapat diartikan sebagai mencegah Indonesia untuk membatasi terhadap warganegaranya untuk menikmati keringanan pajak yang diberikan Undang-undang tahun 1968 mengenai Penanaman Modal Dalam Negeri, sebagaimana itu berlaku pada tanggal penandatanganan Persetujuan ini, dan tidak mengalami perubahan setelah itu, atau telah dirubah dalam hal-hal kecil yang tidak mempengaruhi sifat umumnya.
(6) Dalam Pasal ini istilah pajak berarti pajak-pajak yang merupakan
pokok Persetujuan ini.
Pasal 25
PROSEDUR PERSETUJUAN BERSAMA
(1) Apabila seorang penduduk dari salah satu Negara yang mengadakan
kemufakatan beranggapan bahwa tindak salah satu atau kedua Negara yang
mengadakan kemufakatan mengakibatkan atau akan mengakibatkan baginya pengenaan
pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini, maka walaupun ada cara-cara
penyelesaian yang diatur dalam Undang undang nasional dari Negara-negara
tersebut, ia dapat mengajukan masalahnya kepada pejabat yang berwenang
dari Negara yang mengadakan kemufakatan di mana ia merupakan penduduk,
yang memuat alasan-alasan untuk menuntut suatu perubahan pengenaan pajak
itu. Untuk dapat diizinkan, permohonan tersebut harus diajukan dalam jangka
waktu 2 tahun sejak pemberitahuan pertama tentang tindakan yang menyebabkan
pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan.
(2) Jika keberatan tersebut dilihatnya beralasan dan apabila ia sendiri tidak dapat mencapai suatu penyelesaian yang tepat, maka pejabat yang berwenang tersebut dalam ayat 1 akan berusaha menyelesaikan masalah ini melalui persetujuan bersama dengan pejabat yang berwenang dari Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan dengan tujuan untuk menghindarkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan.
(3) Salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan tidak akan menaikkan
pokok pajak seorang penduduk kedua Negara yang mengadakan kemufakatan dengan
memasukan di dalamnya bagian-bagian dari pendapatan yang juga telah dikenakan
pajak di Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan, setelah habisnya batas-batas
waktu yang diatur menurut Undang-undang nasionalnya dan setidak-tidaknya
setelah 5 tahun sejak berakhirnya masa pajak di mana pendapatan yang bersangkutan
diperoleh.
Ayat ini tidak berlaku dalam hal penggelapan, kesalahan dan kelalaian
yang disengaja.
(4) Pejabat-pejabat yang berwenang dari Negara-negara yang mengadakan
kemufakatan akan berusaha untuk menyelesaikan dengan persetujuan bersama
setiap kesulitan atau keragu raguan yang timbul mengenai penafsiran atau
penerapan Persetujuan ini. Terutama, para pejabat yang berwenang dari Negara-negara
yang mengadakan kemufakatan dapat berunding bersama untuk berusaha mencapai
persetujuan.
(a) untuk cara penerapan jumlah laba yang sama yang dianggap diperoleh
seorang penduduk dari salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan dan
tempat usaha tetapnya yang terletak di Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan;
(b) untuk cara penerapan bagian pendapatan yang sama di antara penduduk
salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan dan setiap orang yang mempunyai
hubungan dengannya sebagaimana diatur dalam Pasal 9.
Pasal 26
TUKAR MENUKAR BAHAN KETERANGAN
(1) Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara yang mengadakan
kemufakatan, akan mengadakan tukar menukar bahan-bahan keterangan yang
diperlukan untuk melaksanakan Persetujuan ini atau Undang-undang nasional
dari kedua Negara yang mengadakan kemufakatan, dan untuk pencegahan pengelakan
pajak, mengenai pajak-pajak yang tercakup dalam Persetujuan ini sepanjang
pemajakan menurut Undang-undang tersebut adalah sesuai dengan Persetujuan
ini. Setiap bahan keterangan yang dipertukarkan akan dirahasiakan dan tidak
akan diungkapkan kepada orang-orang atau pejabat-pejabat selain daripada
mereka yang berkepentingan dengan penetapan atau penagihan pajak-pajak
yang menjadi pokok dari Persetujuan ini.
(2) Tukar-menukar bahan keterangan itu akan dilakukan baik atas dasar rutin ataupun mengenai permohonan sehubungan dengan hal-hal yang khusus. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara yang mengadakan kemufakatan dapat mengadakan persetujuan mengenai bahan keterangan yang akan diberikan secara rutin.
(3) Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 tidak boleh ditafsirkan sedemikian
sehingga mewajibkan kepada salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan
untuk :
(a) melaksanakan tindakan-tindakan administrasi yang berlawanan dengan
Undang-undang atau praktek administrasi dari Negara tersebut atau Negara
lainnya yang mengadakan kemufakatan;
(b) memberikan keterangan-keterangan khusus yang tidak dapat diperoleh
menurut Undang-undang atau dalam pelaksanaan administrasi yang lazim dari
Negara tersebut atau Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan;
(c) memberikan keterangan yang akan mengungkapkan suatu rahasia di
bidang perdagangan, usaha, industri, perniagaan atau keahlian yang dirahasiakan
atau tata cara perniagaan, atau bahan keterangan, yang mengungkapkan akan
bertentangan dengan tata tertib umum (ordre public).
Pasal 27
PEJABAT-PEJABAT DIPLOMATIK DAN KONSULER
(1) Persetujuan ini tidak akan mempengaruhi hak-hak istimewa di bidang
fiskal dari para anggota misi diplomatik atau konsuler berdasarkan peraturan
umum hukum internasional ataupun berdasarkan ketentuan-ketentuan dari persetujuan-persetujuan
khusus.
(2) Walaupun ada ketentuan-ketentuan Pasal 4, seorang pribadi yang merupakan anggota suatu misi diplomatik, konsuler atau misi tetap salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan yang berada di Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan atau di suatu Negara ketiga, akan dianggap untuk tujuan Persetujuan ini sebagai penduduk dari Negara yang mengirimnya jika ia dikenakan kewajiban-kewajiban yang sama seperti penduduk Negara yang mengirimnya mengenai pajak atas pendapatannya di seluruh dunia.
(3) Persetujuan ini tidak berlaku bagi organisasi internasional, bagi
pejabat-pejabat atau badan badannya dan orang-orang yang merupakan anggota
suatu misi diplomatik, konsuler atau misi tetap dari suatu Negara ketiga,
yang berada di salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan dan tidak
dikenakan kewajiban-kewajiban yang sama di salah satu Negara yang mengadakan
kemufakatan seperti penduduk Negara yang mengadakankemufakatan tersebut
mengenai pajak atas pendapatannya di seluruh dunia.
Pasal 28
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
(1) Ketentuan-ketentuan Persetujuan ini tidak akan diartikan sebagai
pembatasan apapun terhadap setiap pengecualian, pembebasan, pengurangan,
potongan (credit), atau hak-hak yang diberikan saat ini atau kemudian :
(a) oleh Undang-undang salah satu Negara yang mengadakan kemufakatan
dalam menetapkan pajak yang dikenakan oleh Negara yang mengadakan kemufakatan
itu, atau
(b) oleh setiap Persetujuan yang diadakan oleh salah satu Negara yang
mengadakan kemufakatan.
(2) Pejabat-pejabat yang berwenang dari Negara yang mengadakan kemufakatan
dapat saling berhubungan satu sama lain secara langsung untuk tujuan penerapan
Persetujuan ini.
BAB VII
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
SAAT BERLAKUNYA PERSETUJUAN
(1) Persetujuan ini akan disyahkan dan piagam-piagam pengesyahan itu
akan dipertukarkan di JAKARTA.
(2) Persetujuan ini akan mulai berlaku pada hari setelah hari pertukaran
piagam-piagam pengesyahan, dan ketentuan-ketentuannya akan mulai berlaku
:
(a) mengenai pajak yang dipungut pada sumbernya atas jumlah-jumlah
yang dibayarkan atau yang dikreditkan terhadap bukan penduduk pada atau
setelah hari pertama bulan Januari dalam tahun takwim di mana pertukaran
piagam-piagam pengesyahan dilakukan; dan
(b) mengenai pajak-pajak lainnya untuk masa-masa pajak yang dimulai
pada atau setelah hari pertama bulan Januari dalam tahun takwim di mana
pertukaran piagam-piagam pengesyahan dilakukan.
Pasal 30
BERAKHIRNYA PERSETUJUAN
Persetujuan ini akan tetap berlaku tanpa batas waktu namun kedua Negara
yang mengadakan kemufakatan dapat menyampaikan pemberitahuan penghentian
Persetujuan kepada Negara lainnya yang mengadakan kemufakatan pada atau
sebelum 30 Juni dalam setiap tahun takwim setelah tahun 1980, dan dalam
hal demikian Persetujuan akan berhenti berlaku :
(a) mengenai pajak yang dipungut pada sumbernya atas jumlah jumlah
yang dibayarkan atau yang dikreditkan terhadap bukan penduduk pada atau
setelah hari pertama bulan Januari dalam tahun takwim berikutnya di mana
pemberitahuan itu diberikan, dan
(b) mengenai pajak-pajak lainnya untuk masa-masa pajak yang dimulai
pada atau setelah hari pertama bulan Januari dalam tahun takwim berikutnya
di mana pemberitahuan itu diberikan.
SEBAGAI TANDA Persetujuan, para penandatanganan dibawah ini, yang telah
diberi kuasa syah untuk itu, telah menandatangani Persetujuan ini.
DIBUAT di JAKARTA tanggal 16 Januari 1979.
dalam bahasa Indonesia, Perancis dan Inggris dalam rangkap dua, ketiga-tiganya
adalah naskah resmi.
UNTUK PEMERINTAH UNTUK PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA KANADA