PERSETUJUAN ANTARA
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH KERAJAAN DENMARK
MENGENAI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN
PAJAK PENGHASILAN
 

PEMERINTAHREPUBLIK INDONESIA DAN  PEMERINTAHKERAJAAN DENMARK
 
BERHASRAT mengadakan suatu Persetujuan mengenai Penghindaran Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelakan Pajak atas Penghasilan,
 
TELAH MENYETUJUI SEBAGAI BERIKUT :
 
Pasal 1
ORANG DAN BADAN YANG TERCAKUP
DALAM PERSETUJUAN INI
 
Persetujuan ini berlaku terhadap orang dan badan yang merupakan penduduk salah satu atau kedua Negara Pihak pada Persetujuan.
 
Pasal 2
PAJAK-PAJAK YANG TERCAKUP OLEH PERSETUJUAN INI

1. Persetujuan ini berlaku terhadap pajak-pajak atas Penghasilan yang dikenakan oleh masing masing Negara pihak pada Persetujuan atau oleh bagian ketatanegaraannya ataupun pemerintah daerahnya, tanpa memperhatikan cara pemungutan pajak-pajak tersebut.

2. Sebagai pajak-pajak atas penghasilan dianggap semua pajak yang dikenakan atas seluruh penghasilan atau atas unsur-unsur penghasilan, termasuk pajak-pajak atas keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan harta gerak atau harta tidak bergerak dan pajak-pajak atas jumlah upah atau gaji yang dibayarkan oleh perusahaan-perusahaan, demikian pula pajak pajak atas pertambahan nilai kekayaan.

3. Pajak-pajak yang berlaku menurut persetujuan ini, pada khususnya adalah :
(a) sepanjang mengenai Indonesia :
  pajak penghasilan yang dikenakan berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 (Undang-undang No.7 Tahun 1983) dan sejauh dinyatakan dalam undang-undang pajak penghasilan tersebut, pajak perseroan yang dikenakan berdasarkan Ordonansi Pajak Perseroan 1925 (Lembaran Negara No. 319 Tahun 1925 terakhir diperbaharui dengan Undang-undang No. 8 Tahun 1970) dan pajak yang dikenakan berdasarkan Undang undang Pajak atas Bunga, Dividen dan Royalti 1970 (Undang-undang No. 10 Tahun 1970),
  (selanjutnya disebut pajak Indonesia).
(b) di Denmark :
(i) pajak penghasilan negara (the income tax to the State);
(ii) Pajak penghasilan kota (the municipal income tax);
(iii) pajak penghasilan kabupaten (the income tax to the country municipalities);
(iv) konstribusi pensiun usia lanjut (the old age pension contribution);
(v) pajak pelaut (seamens tax);
(vi) pajak penghasilan khusus (the special income tax);
(vii) pajak gereja (the church tax);
(viii) pajak dividen (the tax on dividend);
(ix) konstribusi dana belanja harian untuk orang sakit (the contribution to the sickness per diem fund);
(x) pajak-pajak yang dikenakan berdasarkan Undang-undang Pajak Hidrokarbon (taxes imposed under the hydrocarbon Tax Act),
  (selanjutnya disebut pajak Denmark)
 
4. Persetujuan ini berlaku pula bagi setiap pajak yang serupa atau pada hakekatnya sejenis yang dikenakan setelah tanggal penandatanganan Persetujuan ini sebagai tambahan terhadap ataupun sebagai pengganti dari, pajak-pajak yang ada. Pejabat-pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan akan memberitahukan satu sama lain setiap perubahan penting yang terjadi dalam perundang-undangan pajak masing-masing.
 
Pasal 3
PENGERTIAN-PENGERTIAN UMUM
 
1. Kecuali jika dari hubungan kalimat diartikan lain, maka yang dimaksud dalam persetujuan ini dengan :
(a) istilah-istilah suatu Negara pihak pada Persetujuan dan Negara pihak pada Persetujuan lainnya berarti Indonesia atau Denmark sesuai dengan hubungan kalimatnya;
(b) istilah Indonesia meliputi wilayah Republik Indonesia sebagaimana dirumuskan dalam perundang-undangannya dan bagian-bagian dari landas kontinen dan lautan sekitarnya, dimana Republik Indonesia memiliki kedaulatan, hak-hak kedaulatan ataupun hak-hak lainnya sesuai dengan hukum internasional, diperlakukan sebagai suatu hukum untuk tujuan perpajakan.
(c) istilah Denmark berarti Kerajaan Denmark termasuk setiap daerah di luar wilayah laut Denmark sesuai dengan hukum internasional yang telah digariskan dalam undang-undang Denmark sebagai suatu daerah di mana Denmark dapat melaksanakan hak-hak kedaulatan berkenaan dengan eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber alam dari dasar laut ataupun lapisan tanah dibawahnya; istilah tersebut tidak meliputi Kepulauan Faroe dan Greenland;
(d) istilah orang dan badan meliputi orang pribadi, perseroan dan setiap kumpulan lain dari orang dan badan;
(e) istilah perseroan berarti setiap badan hukum atau setiap kesatuan hukum yang untuk tujuan pemungutan pajak diperlakukan sebagai suatu badan hukum;
(f) istilah pajak berarti pajak Indonesia atau pajak Denmark sesuai dengan hubungan kalimatnya;
(g) istilah perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari perusahaan dari Negara pihak Persetujuan lainnya berarti berturut-turut suatu perusahaan yang dijalankan oleh seorang penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya.
(h) istilah warganegara berarti :
(1) setiap orang pribadi yang memiliki kewarganegaraan suatu Negara pihak pada Persetujuan;
(2) semua badan hukum, usaha bersama dan assosiasi yang statusnya diperoleh berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di suatu Negara pihak pada Persetujuan.
(i) istilah lalu lintas internasional berarti setiap pengangkutan oleh kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan oleh suatu perusahaan yang dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, kecuali apabila kapal laut dan pesawat udara tersebut semata-mata dioperasikan antara tempat-tempat yang berada di Negara pihak pada Persetujuan lainnya.
(j) istilah Pejabat yang berwenang berarti :
(1) dalam hal Indonesia, Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah;
(2) dalam hal Denmark, Menteri Penerimaan Negara, Bea dan Cukai (the Minister for Inland Revenue, Customs and Excise) atau wakilnya yang sah;
 
2. Untuk penerapan Persetujuan ini oleh salah satu negara pihak pada Persetujuan, setiap istilah yang tidak dirumuskan, kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain, akan mempunyai arti menurut perundang-undangan Negara pihak pada Persetujuan itu sepanjang mengenai pajak-pajak yang ditentukan dalam Persetujuan ini.
 
Pasal 4
DOMISILI FISKAL
 
1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan berarti setiap orang dan badan yang berdasarkan Perundang-undangan di negara tersebut dapat dikenakan pajak berdasarkan domisili, tempat kediaman, tempat kedudukan manajemen ataupun kriteria lain yang sifatnya serupa. Namun istilah ini tidak mencakup orang dan badan yang dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan itu, hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber-sumber yang berada ataupun dari modal yang terletak di negara tersebut.

2. Jika berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1 seorang pribadi menjadi penduduk di kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka statusnya akan ditentukan sebagai berikut :
(a) ia akan dianggap sebagai penduduk Negara pihak pada Persetujuan dimana ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya. Apabila ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di kedua Negara pihak pada Persetujuan, ia akan dianggap sebagai penduduk di Negara pihak pada Persetujuan dimana ia mempunyai hubungan pribadi dan hubungan ekonomi yang lebih erat (pusat kepentingan-kepentingan pokok).
(b) jika Negara pihak pada Persetujuan dimana ia mempunyai pusat kepentingan-kepentingan pokoknya tidak dapat ditentukan, atau jika ia tidak mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di kedua Negara pihak pada Persetujuan, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara pihak pada Persetujuan dimana ia menurut kebiasaannya berdiam.
(c) jika ia mempunyai tempat dimana ia biasanya berdiam di kedua Negara pihak pada Persetujuan atau tidak mempunyainya di kedua Negara itu, maka pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan menyelesaikan persoalan tersebut melalui persetujuan bersama.
 
3. Jika berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1, orang dan badan, selain dari orang pribadi, merupakan penduduk di kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka orang dan badan itu akan dianggap sebagai penduduk Negara pihak pada Persetujuan di mana tempat kedudukan manajemen yang efektif berada. Jika kedudukan manajemen yang efektif dianggap terletak di kedua Negara pihak pada Persetujuan, pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan menyelesaikan masalahnya berdasarkan persetujuan bersama.
 
Pasal 5
BENTUK USAHA TETAP
 
1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah bentuk usaha tetap berarti suatu tempat kedudukan tetap dimana seluruh atau sebagian usaha perusahaan dijalankan.

2. Istilah bentuk usaha tetap terutama meliputi :
(a) suatu tempat kedudukan manajemen;
(b) suatu cabang;
(c) suatu kantor;
(d) suatu pabrik;
(e) suatu bengkel;
(f) suatu pertambangan, suatu ladang minyak atau gas, suatu tempat penggalian atau tempat penambangan sumber alam lainnya.
 
3. Istilah bentuk usaha tetap meliputi pula :
(a) Suatu lokasi bangunan atau proyek konstruksi atau kegiatan pengawasan yang berhubungan dengan itu, di mana lokasi, proyek ataupun kegiatan semacam itu berlangsung dalam suatu masa yang melebihi 6 bulan;
(b) Suatu proyek perakitan atau instalasi yang berlangsung untuk masa lebih dari 3 bulan.
(c) pemberian jasa, termasuk jasa konsultan, oleh suatu perusahaan melalui karyawannya atau personil lainnya yang ditunjuk oleh perusahaan untuk tujuan itu, tapi hanya apabila kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung (untuk proyek yang sama atau yang ada kaitannya) dalam suatu Negara dalam masa atau masa-masa yang berjumlah lebih dari 3 bulan dalam jangka waktu 12 bulan.
 
4. Istilah bentuk usaha tetap tidak dianggap meliputi :
(a) penggunaan fasilitas semata-mata untuk maksud menyimpan atau memamerkan barang barang atau barang dagangan milik perusahaan;
(b) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan;
(c) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan lainnya;
(d) pengurusan suatu tempat tetap semata-mata untuk maksud membeli barang-barang atau barang dagangan, ataupun untuk mengumpulkan keterangan untuk kepentingan perusahaan;
(e) pengurusan suatu tempat tetap semata-mata untuk tujuan periklanan, untuk memberikan keterangan, untuk melakukan riset ilmiah, ataupun untuk kegiatan-kegiatan yang serupa yang bersifat persiapan atau penunjang bagi kepentingan perusahaan.
 
5. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan pada ayat 1 dan 2 huruf (a) sampai dengan huruf (f), jika orang dan badan - selain dari agen yang berdiri sendiri dimana berlaku ayat 6 - bertindak di negara pihak pada Persetujuan atas nama perusahaan dari negara pihak pada Persetujuan lainnya, maka perusahaan tersebut akan dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Negara pihak pada Persetujuan yang disebut pertama berkenaan dengan setiap kegiatan yang dilakukan oleh orang dan badan tersebut untuk kepentingan perusahaan, jika orang dan badan itu :
(a) Memiliki kuasa dan biasa melaksanakannya untuk menutup kontrak di Negara tersebut atas nama perusahaan, kecuali jika kegiatan orang dan badan itu dibatasi pada hal-hal yang diatur dalam ayat 4, yang meskipun dilakukan melalui suatu tempat tetap tidak akan menjadikan tempat tetap itu suatu bentuk usaha tetap tidak berdasarkan ketentuan dalam ayat tersebut; atau
(b) Tidak memiliki kuasa semacam itu, tetapi mempunyai kebiasaan untuk mengurus persediaan barang-barang atau barang dagangan di Negara yang disebut pertama dan secara teratur menyerahkan barang-barang atau barang dagangan itu atas nama perusahaan tersebut.
 
6. Suatu perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan tidak akan dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Negara pihak pada Persetujuan lainnya hanya karena perusahaan itu menjalankan usahanya di Negara lainnya itu melalui makelar, komisioner umum ataupun agen lainnya yang berdiri sendiri, sepanjang mereka bertindak dalam rangka kegiatan usahanya. Namun demikian, apabila kegiatan-kegiatan mereka itu seluruhnya atau hampir seluruhnya dilakukan untuk perusahaan tersebut, maka mereka tidak akan dianggap sebagai agen yang berdiri sendiri dalam pengertian ayat ini.

7. Suatu perusahaan asuransi dari Negara pihak pada Persetujuan, kecuali dalam hal reasuransi, akan dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di negara pihak pada Persetujuan lainnya jika perusahaan tersebut memungut premi di wilayah Negara lainnya itu atau menanggung risiko yang terjadi disana melalui seorang pegawai ataupun melalui wakilnya yang bukan merupakan agen yang berdiri sendiri sebagaimana dimaksud dalam ayat 6.

8. Jika suatu perseroan yang merupakan penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan menguasai atau dikuasai oleh suatu perseroan yang merupakan penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya, atau yang menjalankan usaha di Negara lainnya itu (baik melalui bentuk usaha tetap ataupun dengan cara lainnya), maka hal itu tidak dengan sendirinya menyatakan bahwa salah satu dari perseroan itu merupakan bentuk usaha tetap dari perseroan lainnya.
 
Pasal 6
PENGHASILAN DARI HARTA TAK GERAK
 
1. Penghasilan dari harta tak gerak termasuk penghasilan dari pertanian, kehutanan, ataupun perkebunan dapat dikenakan pajak Negara pihak pada Persetujuan dimana harta tersebut berada.

2. Istilah harta tak gerak mempunyai arti menurut perundang-undangan Negara pihak pada Persetujuan di mana harta yang bersangkutan berada. Namun demikian, istilah itu meliputi pula benda-benda yang menyertai harta tak gerak, ternak dan perlengkapan yang digunakan dalam usaha pertanian dan kehutanan, hak-hak dimana ketentuan-ketentuan hukum perdata mengenai tanah berlaku, hak pakai hasil atas harta tak gerak, hak untuk mengeksplorasi atau untuk mengeksploitasi bahan tambang, sumber-sumber dan sumber alam lainnya dan hak atas pembayaran yang dihitung berdasarkan jumlah ataupun nilai produksi dari sumber-sumber tersebut; kapal laut dan pesawat udara tidak dianggap sebagai harta tak gerak.

3. Ketentuan-ketentuan ayat 1 berlaku terhadap penghasilan yang diperoleh dari penggunaan langsung, penyewaan, atau penggunaan dalam bentuk lainnya dari harta tak gerak tersebut.

4. Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 dan 3 berlaku pula terhadap penghasilan dari harta tak gerak suatu perusahaan dan terhadap penghasilan dari harta tak gerak yang dipergunakan untuk menjalankan pekerjaan bebas.
 
Pasal 7
LABA USAHA
 
1. Laba perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara itu kecuali jika perusahaan tersebut menjalankan usaha di Negara pihak pada Persetujuan lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap. Apabila perusahaan itu menjalankan usaha seperti dimaksud di atas, maka laba perusahaan itu dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tetapi hanya sebesar bagian laba yang dianggap berasal dari :
(a) bentuk usaha tetap;
(b) penjualan barang-barang atau barang dagangan di Negara lainnya itu, yang sejenisnya sama atau serupa seperti yang dijual melalui bentuk usaha tetap tersebut; atau
(c) kegiatan usaha lainnya yang dilakukan di Negara lain yang sejenisnya sama atau serupa seperti yang dilakukan di Negara lain yang sejenisnya sama atau serupa seperti yang dilakukan melalui bentuk usaha tetap tersebut.
 
2. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat 3, jika suatu perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara pihak pada Persetujuan lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada disana, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap di masing-masing Negara pihak pada Persetujuan ialah laba yang dianggap berasal dari bentuk usaha tetap tersebut, seandainya bentuk usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan lain yang terpisah dan berdiri sendiri, yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau sejenis dalam keadaan yang sama atau serupa dan mengadakan hubungan dalam keadaan yang sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang mempunyai bentuk usaha tetap itu.

3. Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk  usaha tetap, dapat dikurangkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan bentuk usaha tetap itu, termasuk biaya-biaya pimpinan dan biaya-biaya administrasi umum, baik yang dikeluarkan di Negara di mana bentuk usaha tetap itu berada ataupun di tempat lain.

4. Sepanjang merupakan kelaziman di suatu Negara pihak pada Persetujuan untuk menentukan besarnya laba yang dianggap berasal dari bentuk usaha tetap berdasarkan pembagian secara perbandingan atas seluruh laba perusahaan terhadap berbagai bagian perusahaan tersebut, maka ketentuan ayat 2, tidak akan menutup kemungkinan bagi Negara pihak pada Persetujuan itu untuk menentukan besarnya laba yang akan dikenakan pajak berdasarkan pembagian secara perbandingan tersebut seperti yang lazim digunakan, namun demikian, pembagian tersebut harus sedemikian rupa sehingga hasilnya akan sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pasal ini.

5. Pembelian barang-barang atau barang dagangan yang semata-mata dilakukan oleh bentuk usaha tetap untuk perusahaan, tidak akan dianggap menimbulkan laba untuk bentuk usaha tetap tersebut.
 
Pasal 8
PENGANGKUTAN LAUT DAN UDARA
 
1. Laba yang berasal dari pengoperasian kapal laut atau pesawat-pesawat udara dalam lajur lalu lintas internasional yang dilakukan oleh perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di negara itu.

2. Ketentuan-ketentuan ayat 1 berlaku pula bagi laba yang diperoleh dari penyertaan dalam suatu gabungan perusahaan, usaha kerjasama atau dalam perwakilan usaha internasional.

3. Berkenaan dengan laba yang diperoleh konsorsium pengangkutan udara Negara-negara Denmark, Norwegia, dan Swedia, yang dikenal dengan sebutan Scandinavian Airlines System (SAS), maka ketentuan ayat 1 hanya berlaku terhadap bagian laba yang sesuai dengan penyertaan saham di dalam konsorsium itu yang dimiliki oleh Det Danske Luftfartsselskab (DDL), yang merupakan mitra dari Denmark dalam Scandinavian Airlines System (SAS) tersebut.
 
Pasal 9
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN
ISTIMEWA
 
1. Apabila :
(a) suatu perusahaan dari negara pihak pada Persetujuan baik secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan dari Negara pihak pada persetujuan lainnya, atau
(b) orang dan badan yang sama baik secara langsung ataupun tidak langsung turut serta dalam manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan dari bentuk usaha tetap Negara pihak pada Persetujuan dan dalam suatu perusahaan dari negara pihak pada Persetujuan lainnya, dan dalam kedua hal itu, syarat-syarat yang dibuat atau diterapkan dalam hubungan dagang atau keuangan antara kedua perusahaan tersebut berbeda dengan syarat-syarat yang dibuat antara perusahaan-perusahaan yang berdiri sendiri, maka laba yang seharusnya diperoleh oleh salah satu perusahaan itu, namun tidak diperolehnya karena adanya syarat-syarat yang berbeda, maka laba tersebut dapat ditambahkan ke dalam laba dari perusahaan tersebut dan dikenakan pajak.
 
2. Jika laba suatu perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan yang telah dikenakan pajak di negara itu termasuk laba perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan lainnya, yang memang seharusnya diperoleh perusahaan dari Negara lainnya itu seandainya syarat-syarat yang dibuat antara kedua perusahaan tersebut adalah syarat-syarat yang berdiri sendiri, maka Negara yang disebutkan pertama akan membuat penyesuaian yang seharusnya atas jumlah pajak yang dikenakan pada laba tersebut di Negara yang disebut pertama tadi. Dalam menentukan penyesuaian tersebut, harus diperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini sehubungan dengan sifat dari penghasilan dan untuk kepentingan ini, apabila perlu pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan saling berkonsultasi.
 
Pasal 10
DIVIDEN
 
1. Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan kepada penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lainnya itu.

2. Namun demikian, dividen tersebut dapat juga dikenakan di negara pihak pada Persetujuan dimana perseroan yang membayarkan dividen itu berkedudukan dan sesuai dengan perundang-undangan di Negara tersebut, tetapi apabila penerima dividen memperoleh hasil tersebut dari saham-saham yang dimilikinya, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi:
(a) 10 % dari jumlah kotor dividen, jika penerima dividen adalah suatu perseroan (tidak termasuk usaha bersama) yang memiliki secara langsung sekurang-kurangnya 25 % dari modal perseroan yang membayarkan dividen itu;
(b) dalam hal lainnya, 20 % dari jumlah kotor dividen.
  Pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan menetapkan dengan persetujuan bersama cara penerapan mengenai pembatasan tarip ini. Ayat ini tidak akan mempengaruhi pengenaan pajak atas laba suatu perseroan yang menjadi dasar pembayaran dividen.
 
3. Istilah dividen yang dipergunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan dari saham-saham, atau hak-hak lainnya, yang bukan merupakan surat tagihan piutang, namun berhak atas pembagian laba, demikian pula penghasilan dari hak-hak perseroan lainnya yang dalam pengenaan pajaknya diperlakukan sebagai penghasilan dari saham-saham oleh undang-undang perpajakan di Negara dimana perseroan yang melakukan pembagian laba itu berkedudukan.

4. Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila penerima dividen yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap atau melakukan pekerjaan bebas melalui suatu tempat tetap di Negara pihak pada Persetujuan lainnya dimana perseroan yang membayarkan dividen berkedudukan, dan memiliki saham yang menghasilkan dividen itu mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut. Dalam hal demikian tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14.

5. Apabila suatu perseroan yang merupakan penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan memperoleh laba atau penghasilan dari Negara pihak pada Persetujuan lainnya, maka Negara lainnya itu tidak boleh mengenakan pajak apapun atas dividen yang dibayarkan oleh perseroan tersebut, kecuali apabila dividen itu dibayarkan kepada penduduk Negara lainnya atau apabila penguasaan saham yang menghasilkan dividen itu mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap yang berada di Negara lainnya itu, demikian pula tidak boleh mengenakan pajak atas laba perseroan yang belum dibagikan, sekalipun jika dividen yang dibayarkan ataupun laba yang belum dibagikan terdiri seluruhnya atau sebagian dari laba atau penghasilan yang berasal dari Negara lainnya itu.

6. Apabila suatu perseroan yang merupakan penduduk suatu negara pihak pada Persetujuan mempunyai bentuk usaha tetap di negara pihak pada Persetujuan lainnya, maka laba bentuk usaha tetap ini, setelah dikenakan pajak perseroan bisa dikenakan pajak sesuai dengan perundang-undangan di negara lainnya itu, dengan tarip pajak yang tidak melebihi 15 %.

7. Ketentuan pada ayat 6 Pasal ini tidak mempengaruhi ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam suatu kontrak bagi hasil dan kontrak karya (atau kontrak-kontrak lainnya yang serupa) berkenaan dengan sektor minyak dan gas atau sektor pertambangan lainnya yang disetujui oleh pemerintah Indonesia yang menjadi perantaranya, perusahaan minyak dan gas Negara-nya ataupun kesatuan lainnya dengan orang dan badan yang merupakan penduduk Denmark pada atau sebelum tanggal 31 Desember 1983.
 
Pasal 11
B U N G A
 
1. Bunga yang timbul di suatu Negara pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lainnya itu.

2. Namun demikian, bunga tersebut dapat pula dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana bunga itu timbul berdasarkan undang-undang di negara itu, tapi apabila penerima bunga adalah pemilik pinjaman atas nama bunga itu dibayarkan, maka pajak yang dikenakan tidak boleh melebihi 10 % dari jumlah bunga. Pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan menetapkan cara penerapan mengenai pembatasan ini melalui suatu persetujuan bersama.

3. Menyimpang dari ketentuan ayat 2, bunga yang timbul di Negara pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada pemerintah Negara pihak pada Persetujuan lainnya atau pemerintah daerahnya, ataupun perwakilan yang sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah atau pemerintah daerahnya itu, dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara pihak pada Persetujuan yang disebut pertama. Disepakati pula bahwa ayat ini berlaku bagi lembaga-lembaga di Denmark berikut ini :
1) The National Bank of Denmark;
2) The Industrialzation Fund for Developing countries;
3) The Danish Export Credit Council;
4) The Danish Export Finance Corporation;
5) The Ship Credit Fund of Denmark;
 atas pinjaman atau kredit yang diberikan dengan persetujuan kementrian di Indonesia yang bertanggung jawab atas keuangan dan perencanaan. Pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan dapat menetapkan setiap lembaga pemerintahan lainnya terhadap mana ayat ini akan diberlakukan, melalui suatu persetujuan bersama.
 
4. Istilah bunga yang digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan dari semua jenis tagihan atau piutang, baik yang dijamin dengan hipotik atau tidak, baik yang mempunyai hak atas pembagian laba atau tidak, dan pada khususnya, penghasilan dari surat-surat berharga pemerintah dan penghasilan dari obligasi atau surat-surat piutang termasuk premi dan hadiah yang terikat pada obligasi dan surat-surat piutang tersebut.

5. Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila penerima bunga, yang menjadi penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan, menjalankan usaha di Negara pihak pada Persetujuan lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada disana, atau menjalankan pekerjaan bebas dari suatu tempat tetap yang berada disana, dan tagihan piutang yang menghasilkan bunga itu mempunyai hubungan yang efektif dengan
(a) bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut, atau dengan
(b) kegiatan usaha seperti dimaksud dalam huruf c ayat 1 Pasal 7.
 Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 dan Pasal 14.
 
6. Bunga dianggap timbul di suatu Negara pihak pada Persetujuan apabila yang membayarkan bunga adalah Negara itu sendiri, bagian ketatanegaraan, pemerintah daerah atau penduduk Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang dan badan yang membayarkan bunga, apakah ia menjadi penduduk Negara pihak pada Persetujuan ataupun tidak, yang memiliki suatu bentuk usaha tetap atau tempat tetap di Negara pihak pada Persetujuan lainnya dalam hubungan mana piutang yang menjadi pokok pembayaran bunga itu telah dibuat, dan bunga yang dibayarkan itu menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut, maka bunga itu dianggap timbul di negara dimana bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu terletak.

7. Apabila dikarenakan adanya suatu hubungan istimewa antara pembayar dan penerima atau antara kedua-duanya dengan orang dan badan lainnya, dengan memperhatikan tagihan atas piutang yang menjadi dasar pembayaran bunga itu, jumlah bunga yang dibayarkan yang dengan alasan apapun melebihi jumlah yang seharusnya disepakati oleh pembayar dan penerima seandainya tidak ada hubungan istimewa semacam itu maka bunga menurut ketentuan dalam Pasal ini hanya berlaku bagi jumlah yang disebut terakhir.
 Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran itu akan tetap dikenakan pajak berdasarkan perundang-undangan di masing-masing Negara dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.
 
Pasal 12
R O Y A L T I
 
1. Royalti yang timbul di suatu Negara pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya, dapat dikenakan pajak di Negara lainnya itu.

2. Namun demikian, royalti itu dapat pula dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana royalti itu timbul, dan sesuai dengan perundang-undangan Negara itu, tetapi apabila penerima royalti memperoleh hasil tersebut dari hak yang dimilikinya, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 15 % dari jumlah kotor royalti tersebut.

3. Istilah royalti yang digunakan dalam Pasal ini berarti semua bentuk pembayaran yang diterima sebagai balas jasa atas penggunaan, atau hak untuk menggunakan setiap hak cipta kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah termasuk film, sinematografi, setiap paten, merek dagang, pola atau model, perencanaan, resep atau cara pengolahan yang dirahasiakan, atau penggunaan ataupun hak untuk menggunakan alat-alat perlengkapan industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan, atau untuk informasi mengenai pengalaman di bidang industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan.

4. Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila penerima royalti yang menjadi penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di negara pihak pada persetujuan lainnya dimana royalti timbul melalui bentuk usaha tetap yang berada disana, atau menjalankan pekerjaan bebas dari suatu tempat tetap yang berada disana, dan hak atau milik yang menghasilkan royalti itu mempunyai hubungan yang efektif dengan (a) bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu, atau dengan (b) kegiatan usaha seperti dimaksud dalam huruf  (c) ayat 1 Pasal 7.
 Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan pada Pasal 7 atau Pasal 14.
 
5. Royalti dianggap timbul di suatu Negara pihak pada Persetujuan jika pembayaran royalti adalah Negara itu sendiri, bagian ketatanegaraan, pemerintah daerahnya atau penduduk Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang dan badan yang membayarkan royalti itu, baik yang menjadi penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan ataupun tidak, mempunyai bentuk usaha tetap atau tempat tetap di Negara pihak pada Persetujuan lainnya dimana kewajiban membayar royalti itu timbul, dan royalti tersebut dibebankan kepada bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu, maka royalti tersebut dianggap timbul di Negara dimana bentuk usaha tetap itu berada.

6. Apabila dikarenakan adanya suatu hubungan istimewa antara pembayar dan penerima royalti atau antara keduanya dengan pihak ketiga lainnya dengan memperhatikan penggunaan, hak atau informasi yang mengakibatkan pembayaran royalti itu, jumlahnya dengan alasan apapun melebihi jumlah yang seharusnya akan disepakati oleh pembayar dan penerima seandainya hubungan istimewa itu tidak ada, maka ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini hanya berlaku bagi jumlah royalti yang disebut terakhir.
 
Pasal 13
KEUNTUNGAN DARI PEMINDAHTANGANAN HARTA
 
1. Keuntungan dari pemindahtanganan harta tak gerak sebagaimana di definisikan dalam ayat 2 Pasal 6, dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana harta tersebut terletak.

2. Keuntungan dari pemindahtanganan harta tak gerak yang merupakan bagian dari milik perusahaan suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh perusahaan lain dari suatu Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya atau dari harta tak gerak milik suatu tempat tetap yang tersedia bagi penduduk Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya untuk maksud melakukan pekerjaan bebas, termasuk keuntungan dari pemindahtanganan bentuk usaha tetap (tersendiri atau dengan seluruh perusahaan) atau dari pemindahtanganan tempat tetap, dapat dikenakan di Negara lainnya itu.

3. Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan kapal laut atau pesawat udara yang beroperasi dalam jalur lalulintas internasional atau dari harta tak gerak yang berkenaan dengan pengoperasian kapal laut atau pesawat udara tersebut, hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana perusahaan yang mengoperasikan kapal laut dan pesawat udara tersebut menjadi penduduk.

4. Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan setiap harta selain dari yang dimaksudkan dalam ayat 1, 2 dan 3 hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana yang memindahtangankan menjadi penduduk.
 
Pasal 14
PEKERJAAN BEBAS
 
1. Penghasilan yang diperoleh penduduk Negara pihak pada Persetujuan berkenaan dengan jasa jasa profesional atau kegiatan lainnya dengan sifat yang bebas yang hanya dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali dalam keadaan berikut ini, dimana penghasilan tersebut dapat pula dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan lainnya.
(a) apabila ia memiliki suatu tempat tetap yang secara teratur tersedia baginya di negara pihak pada Persetujuan lainnya untuk tujuan menjalankan kegiatannya tersebut; dalam hal demikian, hanya bagian penghasilan yang berasal dari tempat usaha tetap tersebut yang dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan lainnya itu; atau
(b) apabila ia tinggal di negara pihak pada Persetujuan lainnya untuk masa atau masa-masa yang berjumlah atau melewati jumlah 91 hari dalam masa 12 bulan; dalam hal demikian, hanya bagian penghasilan yang diperoleh dari kegiatannya yang dilaksanakan di Negara lainnya yang dapat dikenakan pajak di negara lainnya itu.
 
2. Istilah jasa-jasa profesional pada khususnya meliputi kegiatan-kegiatan ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, pendidikan atau pengajaran yang sifatnya bebas, dan demikian pula halnya dengan kegiatan-kegiatan bebas dari dokter, ahli hukum, ahli teknik, arsistek, dokter gigi dan akuntan.
 
Pasal 15
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA
 
1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal 16, 18, dan 19, gaji, upah dan balas jasa lain yang sejenis yang diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan dalam suatu hubungan pekerjaan hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali jika hubungan pekerjaan itu dilakukan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya. Dalam hal demikian, balas jasa yang diperoleh dari Negara lainnya dapat dikenakan pajak di negara lainnya tersebut.

2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, pembayaran yang diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan dalam suatu hubungan kerja yang dilaksanakan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya, hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama apabila :
(a) penerima berada di Negara lainnya untuk masa atau masa-masa yang tidak melebihi jumlah 183 hari dalam masa 12 bulan, dan
(b) balas jasa itu dibayarkan oleh, atau atas nama pemberi kerja yang bukan penduduk Negara lain tersebut, dan
(c) balas jasa itu tidak menjadi beban usaha tetap atau tempat tetap yang dimiliki oleh si pemberi kerja di Negara lainnya.
 
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan terdahulu dalam pasal ini, balas jasa berkenaan dengan suatu hubungan pekerjaan yang dilakukan diatas kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam lalu lintas internasional dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana perusahaan yang mengoperasikan kapal laut atau pesawat udara itu merupakan penduduk.
 
Pasal 16
PENGHASILAN DIREKTUR
 
Penghasilan direktur dan pembayaran yang sejenis yang diperoleh penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan dalam kedudukannya sebagai anggota Dewan Komisaris suatu perusahaan yang menjadi penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lainnya itu.
 
Pasal 17
SENIMAN DAN OLAH RAGAWAN
 
1. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal 14 dan 15, penghasilan yang diperoleh para entertainer seperti para artis teater, film, radio atau televisi, dan pemain musik, dan olahragawan dari kegiatan-kegiatan pribadinya dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan.

2. Apabila penghasilan berkenaan dengan kegiatan-kegiatan pribadi para entertainer atau olahragawan dibayarkan tidak kepada entertainer atau olahragawan tersebut melainkan kepada orang dan badan lainnya, maka menyimpang dari ketentuan dalam Pasal-pasal 7, 14 dan 15 penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana dilakukan kegiatan-kegiatan dari entertainer ataupun olahragawan tersebut.

3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat 1, pembayaran atau laba, dan upah, gaji dan penghasilan lainnya yang serupa yang diperoleh entertainer dan olahragawan dari kegiatan pribadinya di Negara pihak pada Persetujuan hanya dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan lainnya jika kunjungannya di Negara pihak pada Persetujuan yang disebut pertama didukung dengan dana publik Negara pihak pada Persetujuan lainnya, salah satu dari bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya atau dari bahan-bahan kenegaraan lainnya.

4. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat 2, apabila penghasilan berkenaan dengan kegiatan pribadi dari para entertainer dan olahragawan di Negara pihak pada Persetujuan diberikan tidak kepada para entertainer dan olahragawan itu melainkan kepada orang dan badan lainnya, maka menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7, 14, dan 15, penghasilan tersebut hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan lainnya jika orang dan badan tersebut disokong dengan dana publik Negara pihak pada Persetujuan lainnya, salah satu bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya atau dari badan badan kenegaraan lainnya.
 
 
 
 
Pasal 18
PENSIUN, JAMINAN SOSIAL, TUNJANGAN HARI TUA
DAN ALIMONI
 
1. Pembayaran pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan sosial yang timbul di Negara pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama.

2. Alimoni dan pembayaran lainnya yang serupa yang timbul di Negara pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya yang merupakan subjek pajak di Negara lainnya ini atas pembayaran alimoni dan pembayaran lainnya itu hanya akan dikenakan pajak di Negara lainnya itu.
 
Pasal 19
JABATAN DALAM PEMERINTAH
 
1. (a)    Balas jasa, ecuali pensiun, yang dibayarkan oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan, atau bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya kepada orang pribadi sehubungan dengan jasa yang diberikannya kepada Negara tersebut atau bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya hanya dikenakan pajak di Negara itu.
(b) Namun demikian, balas jasa tersebut hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan lainnya, apabila jasa-jasa tersebut diberikan di Negara lain itu dan orang pribadi tersebut adalah penduduk Negara itu yang :
(i) memiliki kewarganegaraan Negara itu; atau
(ii) tidak menjadi penduduk negara itu semata-mata karena bermaksud untuk memberikan jasa disana.
 
2. Ketentuan-ketentuan dalam Pasal-pasal 15 dan 16 berlaku bagi balas jasa berkenaan dengan jasa yang diberikan sehubungan dengan usaha yang dijalankan oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya.
 
Pasal 20
S I S W A
 
1. Pembayaran yang diterima siswa atau karya siswa yang pada saat atau sebelum mengadakan kunjungan ke suatu Negara pihak pada Persetujuan adalah penduduk Negara pihak pada Persetujuan, dan kehadirannya di Negara yang disebut pertama semata-mata untuk tujuan pendidikan atau latihannya tidak akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama tersebut sepanjang pembayaran yang diberikan kepada mereka berasal dari sumber-sumber di luar Negara tersebut.
2. Menyimpang dari ketentuan dalam ayat 1, balas jasa yang diterima oleh siswa atau karya siswa, yang pada saat itu atau saat sebelumnya merupakan penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan dan yang kehadirannya di Negara pihak pada Persetujuan lainnya semata-mata untuk maksud pendidikan atau latihannya, dan jasa-jasa yang diberikan di Negara lainnya itu sepanjang tidak akan dikenakan pajak di Negara lainnya itu sepanjang jasa tersebut berkaitan dengan pendidikan atau latihannya atau balas jasa atas jasa yang diberikan itu diperlukan untuk menambah sumber-sumber yang tersedia untuk keperluan hidupnya.
 
Pasal 21
GURU DAN PENELITI
 
1. Dosen atau guru yang mengadakan kunjungan ke Negara pihak pada Persetujuan untuk suatu masa yang tidak melebihi 2 tahun tujuan mengajar atau mengadakan penelitian pada suatu universitas, akademi, sekolah atau lembaga pendidikan di Negara pihak pada Persetujuan tersebut dan yang pada saat itu atau saat sebelum mengadakan kunjungan tersebut merupakan penduduk Negara pihak pada persetujuan lainnya akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara pihak pada Persetujuan yang disebut pertama atas setiap balas-balas jasa yang diterimanya dari mengajar atau penelitiannya dalam hubungan mana ia merupakan subjek pajak di Negara pihak pada Persetujuan lainnya.

2. Pasal ini tidak berlaku bagi penghasilan dari penelitian jika penelitian tersebut dilakukan bukan untuk kepentingan umum melainkan dilakukan terutama untuk kepentingan pribadi dari orang atau badan tertentu atau orang-orang atau badan-badan.
 
Pasal 22
PENGHASILAN LAINNYA
 
1. Pos-pos penghasilan, dimanapun timbulnya, yang tidak diatur dalam pasal-pasal sebelumnya dalam Persetujuan ini, yang diterima oleh penduduk Negara pihak pada Persetujuan, hanya dikenakan pajak di Negara itu.

2. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 tidak berlaku bagi penghasilan, kecuali penghasilan dari harta tak gerak sebagaimana didefinisikan dalam ayat 2, Pasal 6, jika penerima penghasilan tersebut, yang menjadi penduduk di negara pihak pada Persetujuan, menjalankan usaha di Negara pihak pada Persetujuan lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada disana, atau melakukan pekerjaan bebas melalui suatu tempat tetap disana, dan hak atas milik yang memberikan penghasilan itu mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan ketentuan dalam Pasal 7 atau Pasal 14.

3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan pada ayat 1 dan 2 pos-pos penghasilan dari penduduk Negara pihak pada Persetujuan yang tidak diatur dalam pasal-pasal terdahulu dalam Persetujuan ini dan timbul di Negara pihak pada Persetujuan lainnya, dapat juga dikenakan pajak di Negara lainnya itu.

Pasal 23
PENGHAPUSAN PAJAK BERGANDA
 
1. Undang-undang masing-masing Negara pihak pada Persetujuan akan melanjutkan pengaturan mengenai perpajakan atas penghasilan, baik yang diperoleh dari Negara pihak pada Persetujuan ataupun dari tempat lainnya, kecuali jika ketentuan-ketentuan yang ada bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang dibuat dalam Persetujuan ini. Apabila penghasilan yang diperoleh dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, maka keringanan dari pajak berganda atas penghasilan tersebut akan diberikan berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini.

2. Dalam hal Indonesia, pajak berganda akan dihindarkan seperti berikut :
(a) Indonesia, jika mengenakan pajak kepada penduduk Indonesia, dapat memasukkan pos-pos penghasilan yang berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini dapat dikenakan pajak di Denmark ke dalam dasar pengenaan pajaknya.
(b) Apabila penduduk Indonesia memperoleh penghasilan dari Denmark, dimana Penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Denmark berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini, maka jumlah pajak Denmark yang terhutang atas penghasilan itu diperkenankan untuk dikurangkan dari pajak Indonesia yang dikenakan pada penduduk tersebut. Namun demikian, jumlah pajak yang boleh dikurangkan itu tidak akan melebihi bagian dari pajak Indonesia yang memadai untuk penghasilan tersebut.
 
3. Dalam hal Denmark, pajak berganda akan dihindarkan seperti berikut :
(a) Dengan memperhatkan ketentuan-ketentuan dalam huruf (c), jika penduduk Denmark memperoleh penghasilan yang berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini dapat dikenakan pajak di Indonesia, maka Denmark akan memperkenankan jumlah pajak penghasilan yang dibayar di Indonesia untuk dikurangkan dari pajak atas penghasilan dari orang dan badan tersebut.
(b) Namun demikian, pengurangan tersebut tidak akan melebihi bagian pajak penghasilan yang dihitung sebelum diberikan pengurangan itu yang memadai untuk penghasilan yang dapat dikenakan pajak di Indonesia tersebut.
(c) Jika penduduk Denmark memperoleh penghasilan yang berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan dapat dikenakan pajak di Indonesia, maka Denmark dapat memasukkan penghasilan ini kedalam dasar pengenaan pajak, tetapi akan memperkenankan suatu pengurangan dari pajak penghasilan dimana bagian dari pajak penghasilan itu memadai untuk penghasilan yang diperoleh dari Indonesia tersebut.
(d) Jika pajak Indonesia yang dikenakan terhadap dividen diberikan keringanan dibawah tarip sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 10 ayat 2 dengan suatu perangsang khusus berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, sepanjang undang-undang ini masih berlaku, dan tidak mengalami perubahan sejak penandatanganan Persetujuan ini diperkenankan untuk dikreditkan terhadap pajak penghasilan Denmark. Namun demikian, kredit tersebut tidak akan melebihi jumlah pajak Indonesia yang seharusnya terhutang apabila tidak ada keringanan tersebut.
  Ketentuan ini tidak berlaku lagi setelah tanggal 31 Desember 1992.
 
Pasal 24
NON-DISKRIMINASI
 
1. Warganegara dari suatu Negara pihak pada Persetujuan tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun sehubungan dengan itu di Negara pihak pada Persetujuan lainnya yang berlainan atau lebih memberatkan dari pengenaan pajak atau kewajiban-kewajiban yang bersangkutan dengan itu yang dikenakan atau dapat dikenakan terhadap warganegara dari Negara lainnya itu dalam keadaan yang sama. Ketentuan-ketentuan, menyimpang dari ketentuan dalam Pasal 1, akan diterapkan juga terhadap orang dan badan yang bukan penduduk salah satu atau kedua Negara pihak pada Persetujuan.

2. Pengenaan pajak suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh suatu perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya tidak akan dilaksanakan dengan cara yang kurang menguntungkan di Negara lainnya itu jika dibandingkan dengan pengenaan pajak atas perusahaan-perusahaan di Negara lainnya yang menjalankan kegiatan-kegiatan yang serupa. Ketentuan ini tidak akan diartikan sebagai mewajibkan suatu Negara pihak pada Persetujuan untuk memberikan kepada penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya suatu potongan pribadi, keringanan-keringanan dan pengurangan untuk kepentingan pengenaan pajak yang berdasarkan status sipil, dan tanggung jawab keluarga yang diberikan kepada penduduknya sendiri.

3. Perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, dimana seluruh atau sebagian modalnya dimiliki atau dikendalikan baik secara langsung maupun tak langsung oleh satu atau lebih penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya, tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun yang berhubungan dengan itu di Negara pihak pada Persetujuan yang disebut pertama yang berlainan atau lebih memberatkan daripada pengenaan pajak ataupun kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan itu yang telah atau dapat dikenakan terhadap perusahaan dari negara pihak pada Persetujuan yang disebut pertama.

4. Dalam Pasal ini, istilah pengenaan pajak diartikan sebagai pajak-pajak yang menjadi pokok persoalan dalam Persetujuan ini.
 
Pasal 25
TATACARA PERSETUJUAN BERSAMA
 
1. Apabila penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan menganggap bahwa tindakan tindakan salah satu atau kedua Negara pihak pada Persetujuan mengakibatkan atau akan mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini kepadanya, terlepas dari cara-cara penyelesaian yang diatur dalam perundang-undangan nasional di masing  masing Negara tersebut, maka ia dapat mengajukan masalahnya kepada pejabat yang berwenang di Negara pihak pada Persetujuan dimana ayat 1 Pasal 24, terhadap Negara pihak pada Persetujuan dimana ia menjadi warganegara. Masalah tersebut harus diajukan dalam waktu tiga tahun sejak tanggal diterimanya pemberitahuan mengenai tindakan yang menimbulkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini.

2. Pejabat yang berwenang, apabila keberatan yang diajukan itu beralasan dan apabila ia tidak dapat mencapai suatu penyelesaian yang memuaskan, akan berusaha menyelesaikan masalah itu melalui persetujuan bersama dengan pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan lainnya dengan maksud untuk menghindarkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini. Setiap persetujuan yang telah disepakati akan diterapkan tanpa memperhatikan batasan waktu di dalam perundang-undangan nasional di Negara pihak pada Persetujuan.

3. Pejabat yang berwenang dari suatu Negara pihak pada Persetujuan akan berusaha untuk menyelesaikan setiap kesulitan ataupun keragu-raguan yang timbul dalam menafsirkan atau menerapkan Persetujuan dengan suatu persetujuan bersama.

4. Pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan dapat saling berhubungan secara langsung dengan tujuan untuk mencapai persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat-ayat terdahulu. Apabila tampak bahwa untuk mencapai persetujuan sebaiknya diadakan suatu pertukaran pendapat secara lisan, maka pertukaran pendapat tersebut dapat dilakukan melalui suatu Panita yang terdiri dari wakil-wakil dari pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan.
 

Pasal 26
PERTUKARAN INFORMASI
 
1. Pejabat yang berwenang dari suatu Negara yang terikat Persetujuan akan melakukan pertukaran informasi yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini ataupun perundang-undangan dalam negeri di Negara pihak pada Persetujuan sehubungan dengan pajak-pajak yang dicakup dalam Persetujuan ini sepanjang pengenaan pajak tersebut tidak bertentangan dengan Persetujuan ini. Pertukaran informasi tidak dibatasi oleh Pasal 1. Setiap informasi yang diterima oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan akan dirahasiakan dan diperlakukan sama sebagaimana informasi yang diperoleh berdasarkan perundang-undangan dalam negeri di Negara tersebut, hanya akan diungkapkan kepada orang dan badan atau para pejabat (termasuk pengadilan dan badan-badan administratif) yang terlibat di dalam penetapan atau pemungutan, pemaksaan atau penuntutan sehubungan dengan itu atau pengambilan keputusan mengenai banding sehubungan dengan pajak-pajak yang menjadi pokok persoalan dalam Persetujuan ini. Orang atau badan atau para pejabat ini dapat mengungkapkan informasi tersebut didalam acara peradilan umum atau dalam keputusan keputusan hukum.

2. Dalam hal apapun, ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tidak akan ditafsirkan sedemikian rupa yang membebankan Negara pihak pada Persetujuan berkewajiban untuk :
(a) melaksanakan tindakan-tindakan administratif yang bertentangan dengan perundang undangan atau praktek administrasi di Negara tersebut ataupun di Negara pihak pada Persetujuan lainnya;
(b) memberikan informasi yang tidak dapat diperoleh berdasarkan perundang-undangan atau dalam pelaksanaan administrasi  yang lazim di Negara tersebut ataupun di Negara pihak pada Persetujuan lainnya;
(c) memberikan informasi yang akan mengungkapkan suatu perdagangan, usaha, industri, perniagaan atau keahlian yang dirahasiakan, atau proses perdagangan, atau informasi perdagangan, yang pengungkapannya akan bertentangan dengan kebijaksanaan umum.
 
Pasal 27
PEJABAT DIPLOMATIK DAN KONSULAT
 
Persetujuan ini tidak akan mempengaruhi hak-hak isitimewa dibidang perpajakan dari para pejabat diplomatik dan konsuler berdasarkan peraturan umum dalam hukum internasional ataupun berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam suatu persetujuan khusus.
 

Pasal 28
PERLUASAN WILAYAH
 
Persetujuan ini dapat diperluas, baik keseluruhannya maupun dengan penyesuaian seperlunya, terhadap setiap bagian dari wilayah Denmark yang secara khusus dikeluarkan dari penerapan Persetujuan ini dan yang mengenakan pajak yang sifatnya serupa dengan pengenaan pajak dalam Persetujuan ini.
Setiap perluasan tersebut akan berlaku sejak tanggal tersebut dan tunduk kepada penyesuaian dan persyaratan-persyaratan, termasuk persyaratan penghentian Persetujuan, yang dapat diperinci dan disetujui antara Negara-negara pihak pada Persetujuan dalam suatu nota untuk dipertukarkan melalui saluran-saluran diplomatik.
 
Pasal 29
SAAT BERLAKUNYA PERSETUJUAN
 
1. Pemerintah Negara pihak pada Persetujuan akan saling memberitahukan satu sama lainnya bahwa persyaratan konstitusional untuk memberlakukan Persetujuan ini telah dipenuhi.

2. Persetujuan ini akan diberlakukan pada tanggal dari pemberitahuan yang terakhir oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan sebagaimana disebutkan dalam ayat 1 dan ketentuan ketentuannya berkenaan dengan pajak-pajak untuk tahun diperolehnya penghasilan akan berlaku bersamaan dengan atau menggantikan tahun takwim berikutnya dimana Persetujuan ini mulai diberlakukan dan tahun-tahun diperolehnya penghasilan berikutnya.
 
Pasal 30
SAAT BERAKHIRNYA PERSETUJUAN
 
Persetujuan ini akan tetap berlaku sampai dihentikan oleh salah satu Negara pihak pada Persetujuan. Salah satu dari kedua Negara pihak pada Persetujuan dapat mengakhir Persetujuan ini melalui saluran-saluran diplomatik, dengan menyampaikan pemberitahuan penghentian pada atau sebelum tanggal 30 Juni pada suatu tahun yang berikutnya setelah masa lima tahun sejak tahun diberlakukannya Persetujuan ini. Dalam hal demikian, Persetujuan ini akan tidak berlaku lagi sehubungan dengan pajak-pajak untuk tahun diperolehnya penghasilan yang bersamaan dengan atau menggantikan tahun takwim yang berikutnya dimana pemberitahuan penghentian Persetujuan diberikan dan tahun-tahun diperolehnya penghasilan berikutnya.
 
DENGAN KESAKSIAN para penandatangan dibawah ini, yang telah diberi kuasa yang sah oleh masing-masing Pemerintahnya, telah menandatangani Persetujuan ini.
 
 DIBUAT dalam rangkap dua di Jakarta, tanggal 28 Desember 1985 dalam Bahasa Inggeris.
 
UNTUK PEMERINTAH                                                 UNTUK PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA                     KERAJAAN DENMARK
                 ttd          ttd
   ATMONO SURYO            ANDERS BRANDSTRUP
 
PROTOKOL
 
Pada saat penandatanganan Persetujuan antara Republik Indonesia dengan Kerajaan Denmark untuk penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak berkenaan dengan pajak penghasilan, para penandatanganan di bawah ini telah sepakat mengenai ketentuan-ketentuan berikut ini yang akan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Persetujuan :
 
Tambahan - Pasal 5 ayat 1
 
Menyimpang dari ayat 1 Pasal 5, dapat dipahami bahwa kegiatan-kegiatan yang terdiri dari survey pendahuluan atau eksplorasi hidrokarbon yang dijalankan dengan kapal laut, pengeboran dan instalasi-instalasi adalah merupakan bentuk usaha tetap.
 
Tambahan - Pasal 5 ayat 3
 
Dapat dipahami bahwa batas waktu 6 bulan akan berlaku bagi suatu proyek perakitan atau instalasi yang dilakukan oleh kontraktor utama berkaitan dengan lokasi bangunan atau proyek konstruksi.
 
Tambahan - Pasal 15 ayat 3
 
Dapat dipahami bahwa apabila penduduk Denmark memperoleh balas jasa berkenaan dengan suatu hubungan kerja yang dilakukan diatas pesawat udara yang beroperasi dalam lalu-lintas internasional oleh konsorsium Scandinavian Airlines System (SAS), maka balas jasa tersebut hanya akan dikenakan pajak di Denmark.
 
DENGAN KESAKSIAN para penandatanganan dibawah ini, yang telah diberi kuasa yang sah oleh masing-masing Pemerintahnya, telah menandatangani Protokol ini.
 
DIBUAT dalam rangkap dua di jakarta, tanggal 28 Desember 1985 dalam Bahasa Inggeris.
 
UNTUK PEMERINTAH                     UNTUK PEMERINTAH
 REPUBLIK INDONESIA             KERAJAAN DENMARK
                   ttd                     ttd
    ATMONO SURYO              ANDERS BRANDSTRUP