PERSETUJUAN ANTARA
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH JEPANG TENTANG PENGHINDARAN
PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK
YANG BERHUBUNGAN DENGAN PAJAK-PAJAK ATAS PENDAPATAN
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Jepang,
Berhasrat untuk mengadakan suatu Persetujuan mengenai penghindaran
pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak yang berhubungan dengan
pajak-pajak atas pendapatan.
Telah mufakat sebagai berikut.
Pasal 1
Persetujuan ini berlaku terhadap orang-orang dan badan-badan yang merupakan
penduduk salah satu atau kedua Negara yang terkait Persetujuan.
Pasal 2
Pajak-pajak yang tunduk dalam Persetujuan ini adalah:
1. (a) di Indonesia
(i) Pajak Pendapatan
dan
(ii) Pajak Perseroan
termasuk setiap pajak yang dipungut pada sumbernya, pembayaran
dimuka atau pembayaran terlebih dahulu terhadap pajak-pajak tersebut diatas;
(iii) Pajak atas Bunga, Dividen dan Royalti
(selanjutnya disebut pajak Indonesia);
(b) di Jepang
(i) Pajak Pendapatan (the income tax); dan
(ii) Pajak Perseroan (the corporation tax)
(selanjutnya disebut pajak Jepang).
2. Persetujuan ini berlaku pula terhadap semua pajak yang serupa atau
pada hakekatnya sama yang dikenakan setelah tanggal penandatanganan Persetujuan
ini sebagai tambahan terhadap ataupun sebagai pangganti dari pajak-pajak
tersebut pada ayat 1.
Pejabat-Pejabat yang berwenang dari Negara yang terkait Persetujuan
ini akan memberitahukan satu sama lain setiap perubahan-perubahan yang
telah diadakan dalam perundang-undangan pajak masing-masing dalam jangka
waktu yang layak setelah terjadinya perubahan-perubahan tersebut.
Pasal 3
1. Kecuali jika hubungan kalimat harus diartikan lain, maka yang dimaksud
dalam Persetujuan ini dengan :
(a) istilah Indonesia meliputi wilayah Republik Indonesia seperti dirumuskan
di dalam undang-undangnya dan bagian-bagian dari landas kontinen dan lautan
sekitarnya yang berbatasan, dimana Republik Indonesia mempunyai kedaulatan,
hak-hak kedaulatan atau hak-hak lainnya sesuai dengan hukum international;
(b) istilah Jepang, jika dipergunakan dalam pengertian ilmu bumi, berarti
seluruh wilayah Jepang, termasuk wilayah laut, dimana perundang-undangan
pajak Jepang berlaku, dan seluruh wilayah diluar wilayah laut, termasuk
dasar laut dan lapisan tanah sebelah bawah dimana Jepang mempunyai hak
hukum sesuai dengan hukum internasional dan dimana perundang-undangan pajak
Jepang berlaku.
(c) istilah suatu negara yang terikat Persetujuan dan suatu Negara
lainnya yang terikat Persetujuan berarti Indonesia atau Jepang, menurut
hubungan kalimatnya;
(d) istilah pajak berarti pajak Indonesia atau pajak Jepang,
menurut hubungan kalimatnya;
(e) istilah orang meliputi orang pribadi, perseroan dan setiap gabungan
lain dari orang orang atau badan-badan;
(f) istilah perseroan berarti setiap badan hukum atau setiap kesatuan
yang untuk tujuan perpajakan diperlukan sebagai badan hukum;
(g) Istilah-istilah Perusahaan dari suatu Negara yang terikat Persetujuan
dan perusahaan dari Negara lainnya yang terikat Persetujuan berarti, berturut-turut
suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk dari suatu Negara yang terikat
Persetujuan dan suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk dari Negara
lainnya yang terikat persetujuan;
(h) istilah warganegara berarti semua orang pribadi yang memiliki warganegara
dari salah satu Negara dan semua badan hukum yang didirikan atau diatur
menurut undang-undang Negara itu dan semua perkumpulan yang untuk tujuan
perpajakan dari Negara itu dianggap sebagai badan hukum yang didirikan
atau diatur menurut undang-undang dari Negara tersebut;
(i) istilah lalu lintas international berarti setiap pengakuan oleh
kapal laut atau pesawat udara yang dilakukan oleh perusahaan dari suatu
Negara, kecuali apabila kapal laut atau pesawat udara tersebut semata-mata
dioperasikan antara tempat-tempat di Negara lainnya;
(j) istilah Pejabat yang berwenang sehubungan dengan Persetujuan ini
berarti Menteri Keuangan dari masing-masing Negara atau wakilnya yang syah.
2. Untuk penerapan persetujuan ini oleh suatu Negara, istilah-istilah
yang tidak dirumuskan, kecuali dari hubungan kalimatnya harus diartikan
lain, akan mempunyai arti menurut perundang-undangan Negara itu menyangkut
pajak-pajak yang berlaku dalam Persetujuan ini.
Pasal 4
1. Untuk kepentingan persetujuan ini, istilah penduduk dari suatu negara
berarti setiap orang atau badan yang menurut perundang-undangan Negara
itu dapat dikenakan pajak berdasarkan tempat tinggal, tempat kediaman,
kantor pusat atau kantor besar, tempat ketatalaksanaan atau patokan lainnya
yang serupa.
2. Jika berdasarkan ketentuan ayat 1, seseorang atau suatu badan merupakan
penduduk dari kedua Negara, maka untuk tujuan persetujuan ini pejabat yang
berwenang dari masing-masing Negara, berdasarkan permufakatan kedua belah
pihak akan menentukan tempat kedudukan seseorang atau badan tersebut.
Pasal 5
1. Untuk tujuan Persetujuan ini, istilah pendirian tetap berarti suatu
tempat usaha tertentu dimana seluruh atau sebagian usaha suatu perusahaan
dijalankan.
2. Istilah pendirian tetap terutama meliputi :
(a) suatu tempat ketatalaksanaan;
(b) suatu cabang;
(c) suatu kantor;
(d) suatu pabrik;
(e) suatu tempat kerja;
(f) suatu pertanian atau perkebunan;
(g) suatu pertambangan, suatu sumur minyak atau gas, suatu tempat penggalian
atau tempat lainnya untuk pengembalian sumber kekayaan alam.
3. Suatu lokasi bangunan atau tempat pekerjaan konstruksi atau proyek
instalasi merupakan suatu pendirian tetap jika kegiatannya berlangsung
lebih dari enam bulan.
4. Istilah pendirian tetap tidak dianggap termasuk :
(a) penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud untuk
menyimpan atau memamerkan barang-barang atau barang dagangan kepunyaan
perusahaan;
(b) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan
kepunyaan perusahaan semata-mata dengan maksud untuk penyimpanan atau untuk
pameran.
(c) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan
kepunyaan perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan
lain;
(d) pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata maksud untuk
melakukan pembelian barang-barang atau barang dagangan atau untuk pengumpulan
keterangan bagi keperluan perusahaan.
(e) pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata dengan maksud
untuk keperluan reklame, untuk pemberian keterangan-keterangan, untuk penelitian
ilmiah atau kegiatan kegiatan serupa yang bersifat persiapan atau penunjang
bagi perusahaan.
(f) pengurusan tempat usaha tertentu semata-mata untuk setiap kegiatan-kegiatan
gabungan dari yang disebut dalam sub ayat (a) sampai (c), asal saja keseluruhan
kegiatan ditempat usaha tertentu itu bersifat persiapan atau penunjang.
5. Perusahaan dari suatu Negara akan dianggap mempunyai pendirian tetap
di Negara lainnya apabila perusahaan tersebut memberikan jasa konsultan
atau jasa pengawasan sehubungan dengan pendirian bangunan, konstruksi atau
proyek instalasi melalui pekerja-pekerja atau pegawai lainnya kecuali oleh
agen yang berdiri sendiri dimana ketentuan ayat 8 berlaku dimana kegiatan-kegiatan
itu berlangsung (untuk dua atau lebih proyek yang sama atau yang berhubungan)
dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan dalam suatu tahun pajak.
Namun apabila pemberian jasa-jasa tersebut dilakukan sebagai
akibat adanya perjanjian antara kedua Negara yang menyangkut kerjasama
ekonomi atau tehnik, maka perusahaan tersebut tidak dianggap mempunyai
pendirian tetap di Negara lain tersebut.
6. Orang atau badan disuatu Negara (kecuali agen yang berdiri
sendiri, dimana ketentuan ayat 8 berlaku) yang bertindak untuk kepentingan
suatu perusahaan dari Negara lain, maka perusahaan itu akan dianggap mempunyai
pendirian tetap di Negara itu sehubungan dengan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan untuk perusahaan tersebut, apabila:
(a) orang atau badan untuk memiliki kuasa untuk menutup kontrak atas
nama perusahaan dan biasa menjalankan kuasa itu di Negara tersebut kecuali
bila kegiatan-kegiatan yang dilakukan terbatas pada yang disebut dalam
ayat 4, atau
(b) orang atau badan itu mengurus di Negara tersebut persediaan barang-barang
atau barang kepunyaan perusahaan, dimana ia secara teratur memenuhi pesanan-pesanan
atau nama perusahaan dimaksud.
7. Perusahaan asuransi di salah satu Negara akan dianggap mempunyai
pendirian tetap di Negara apabila perusahaan tersebut memungut premi atau
menanggung risiko yang terjadi di Negara itu melalui seorang pegawai atau
perwakilan yang bukan merupakan agen yang berdiri sendiri dalam arti menurut
ayat 8.
Ketentuan ini tidak berlaku terhadap reasuransi.
8. Suatu perusahaan dari suatu Negara tidak dianggap mempunyai pendirian
tetap di Negara lain hanya karena menjalankan usaha di Negara lain tersebut
melalui makelar, komisioner umum atau agen lainnya yang berdiri sendiri,
sepanjang mereka bertindak dalam rangka usahanya yang lazim.
9. Kenyataan bahwa badan yang berkedudukan di suatu Negara menguasai
atau dikuasai badan yang berkedudukan di Negara lain, atau menjalankan
usaha di Negara lain itu (baik melalui suatu pendirian tetap atau tidak),
tidak dengan sendirinya bahwa salah satu dari badan itu merupakan suatu
pendirian tetap dari yang lainnya.
Pasal 6
1. Pendapatan yang diterima oleh seorang penduduk suatu Negara yang
berasal dari harta tak gerak dapat dikenakan pajak di Negara dimana harta
itu berada.
2. Istilah harta tak gerak akan diartikan sesuai dengan Undang-undang
Negara yang terikat Persetujuan, dimana harta yang bersangkutan berada.
Bagaimanapun istilah ini akan termasuk benda-benda yang menyertai harta
tak gerak, ternak dan peralatan yang digunakan dalam pertanian dan kehutanan,
hak-hak yang diberlakukan terhadap ketentuan-ketentuan hukum umum mengenai
tanah, hak memetik hasil dari harta tak gerak dan hak-hak terhadap macam
macam pembayaran-pembayaran atau pembayaran-pembayaran yang ditetapkan
sebagai alasan atau pekerjaan, atau hak mengerjakan, penggalian-penggalian
tambang, sumber-sumber dan sumber kekayaan alam lainnya; kapal-kapal, perahu-perahu
dan pesawat udara tidak akan dianggap sebagai harta tak gerak.
3. Ketentuan-ketentuan ayat 1 akan berlaku untuk pendapatan yang diperoleh
dan penggunaan langsung sewa atau setiap bentuk penggunaan lainnya dan
harta tak gerak.
4. Ketentuan-ketentuan dari ayat 1 dan 3 juga akan berlaku bagi pendapatan
dan harta tak gerak suatu perusahaan dan bagi pendapatan dari harta tak
gerak yang digunakan untuk pelaksanaan jasa-jasa profesi.
Pasal 7
1. Laba perusahaan disuatu Negara hanya akan dikenakan pajak di Negara
itu kecuali perusahaan itu menjalankan usahannya di Negara lainnya, melalui
suatu pendirian tetap yang berkedudukan disitu.
Jika perusahaan menjalankan usahannya seperti yang dikatakan
sebelumnya, laba dari perusahaan itu bisa dikenakan pajak di Negara lain
itu, tetapi hanya mengenai bagian laba yang dianggap berasal dari pendirian
tetap tersebut.
2. Mengikuti ketentuan-ketentuan pada ayat 3, jika suatu perusahaan
dari suatu Negara menjalankan usahannya di Negara lain melalui suatu pendirian
tetap yang berkedudukan disitu, masing-masing Negara akan memperhitungkan
laba pendirian tetap itu sama dengan laba seandainya pendirian tetap tersebut
merupakan suatu perusahaan lain yang terpisah dan berdiri sendiri, yang
melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau sejenis dalam keadaan
yang sama atau serupa, dan yang mengadakan hubungan sepenuhnya bebas dengan
perusahaan yang mempunyai pendirian tetap tersebut.
3. Dalam menentukan laba suatu pendirian tetap, akan diijinkan pengurangan-pengurangan
seperti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan-kepentingan pendirian
tetap itu termasuk biaya untuk para pimpinan dan biaya administrasi umum,
baik yang dikeluarkan di Negara tempat pendirian tetap itu berkedudukan
maupun tempat lainnya.
4. Selama menjadi kebiasaan di suatu Negara untuk menetapkan laba yang
diperkirakan diperoleh suatu pendirian tetap berdasarkan suatu pembagian
laba dari keseluruhan laba perusahaan terhadap pelbagai bagiannya, ketentuan-ketentuan
dalam ayat 2 tidak akan menutup kemungkinan bagi perusahaan di Negara
itu untuk menetapkan laba yang dikenakan pajak atas suatu pembagian laba
seperti itu yang mungkin merupakan kebiasaan; bagaimanapun cara penghitungan
pembagian yang dianut, akan menjadikan hasilnya sesuai dengan azas-azas
yang terkandung dalam pasal ini.
5. Tidak ada laba yang diperoleh suatu pendirian tetap hanya karena
pembelian barang-barang atau barang-barang dagangan oleh pendirian tetap
itu bagi perusahaannya.
6. Untuk kepentingan-kepentingan ayat-ayat terdahulu, laba yang diperoleh
suatu pendirian tetap akan ditentukan dengan cara perhitungan yang sama
dari tahun ke tahun kecuali bila ada alasan yang cukup kuat untuk melakukan
penyimpangan.
7. Jika dalam jumlah laba termasuk unsur-unsur pendapatan yang diatur
secara tersendiri oleh Pasal-pasal lain dari Persetujuan ini, maka ketentuan-ketentuan
dalam Pasal-pasal itu tidak akan terpengaruh oleh ketentuan-ketentuan dalam
Pasal ini.
Pasal 8
1. Keuntungan yang diperoleh dari pengoperasian kapal laut atau pesawat
udara dalam jalur lalu lintas internasional oleh perusahaan dari
suatu Negara, hanya dikenakan pajak di Negara itu.
2. Ketentuan-ketentuan ayat 1 juga berlaku bagi keuntungan yang diperoleh
karena ikut serta dalam suatu gabungan perusahaan-perusahaan, suatu
usaha kerjasama atau suatu keagenan usaha internasional, tetapi hanya sebesar
keuntungan yang seimbang dengan penyertaan dalam usaha kerjasama itu.
Pasal 9
Apabila :
(a) suatu perusahaan dari salah satu Negara, baik secara langsung
maupun tidak langsung turut serta dalam pimpinan, pengawasan atau modal
suatu perusahaan dari Negara lainnya, atau
(b) orang atau badan yang sama baik secara langsung maupun tidak langsung
turut serta dalam pimpinan, pengawasan atau modal suatu perusahaan dari
salah satu Negara dan dalam suatu perusahaan dari Negara lainnya,
dan tiap kedua hal itu, diantara kedua perusahaan itu di dalam hubungan
dagangan atau hubungan keuangannya diadakan atau diterapkan syarat-syarat
yang menyimpang dari yang lazimnya terjadi diantara perusahaan-perusahaan
yang bebas, maka setiap keuntungan yang seharusnya jatuh pada salah satu
perusahaan, tetapi tidak diperolehnya karena adanya syarat syarat tersebut,
dapat ditambahkan ke dalam laba perusahaan tersebut dan dikenakan pajak.
Pasal 10
1. Dividen yang dibayarkan oleh suatu badan yang berkedudukan di suatu
Negara kepada penduduk Negara lainnya dikenakan pajak di Negara lainnya
itu.
2. Namun demikian, dividen itu dapat dikenakan pajak di Negara dimana
badan yang membayarkan dividen itu berkedudukan sesuai dengan perundang-undangan
Negara itu, tetapi apabila sipenerima dividen adalah pemilik yang menikmatinya,
maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi :
(a) 10 persen dari jumlah kotor dividen jika penerima dividen adalah,
suatu badan yang selama 12 bulan pada akhir masa pembukuan dimana pembagian
keuntungan dilakukan, memiliki sekurang-kurangnya 25 persen modal dari
badan yang membayarkan dividen.
(b) 15 persen dari jumlah kotor dividen dalam hal lainnya.
Ketentuan-ketentuan dari ayat ini tidak akan mempengaruhi pengenaan
pajak terhadap badan itu atas laba dimana dividen dibayarkan.
3. Istilah dividen yang digunakan dalam Pasal ini berarti pendapatan
dari saham-saham atau hak-hak lainnya yang bukan merupakan surat-surat
hutang namun turut serta dalam pembagian keuntungan, demikian halnya pendapatan
dari hak-hak perseroan lainnya yang dalam hal pengenaan pajaknya diperlakukan
sama sebagai pendapatan dari saham menurut perundang-undangan pajak Negara
dimana badan yang melakukan pembayaran berkedudukan.
4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila penerima
dividen yang merupakan penduduk suatu Negara, menjalankan usaha di negara
lainnya dimana badan yang membayarkan dividen berkedudukan, melalui suatu
pendirian tetap atau menjalankan pekerjaaan bebas dengan suatu tempat tertentu,
dan penguasaan saham-saham atas nama dividen itu dibayarkan, mempunyai
hubungan efektif dengan pendirian tetap atau tempat tertentu itu. Dalam
hal demikian, melihat pada masalahnya, ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau
Pasal 14 berlaku.
5. Jika suatu badan yang berkedudukan disuatu Negara memperoleh keuntungan
atau pendapatan dari Negara lain, Negara lain tersebut tidak akan mengenakan
pajak atas dividen yang dibayarkan oleh badan itu, kecuali sepanjang dividen-dividen
tersebut dibayarkan kepada penduduk Negara lain itu atau sepanjang penguasaan
saham-saham atas mana dividen dibayarkan mempunyai hubungan efektif dengan
suatu pendirian tetap atau tempat tertentu yang berada di Negara lain itu,
juga tidak dikenakan pajak atas keuntungan-keuntungan badan yang tidak
dibagikan, sekalipun dividen-dividen yang dibayarkan atau keuntungan keuntungan
yang tidak dibagikan terdiri dari seluruhnya atau sebagian dari keuntungan
atau pendapatan yang berasal dari Negara lain itu.
Pasal 11
1. Bunga yang berasal dari suatu Negara dan dibayarkan kepada penduduk
Negara lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.
2. Namun demikian, bunga itu dapat juga dikenakan pajak di negara tempat
asal bunga sesuai dengan perundang-undangan pajak Negara itu, akan tetapi
jika sipenerima bunga adalah pemilik yang menikmati bunga tersebut, maka
pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 10 persen dari jumlah kotor bunga
itu.
3. Walaupun ada ketentuan-ketentuan ayat 2, bunga yang berasal dari
suatu Negara diterima oleh Pemerintah Negara lainnya termasuk Pemerintah
Daerah dan lokal, Bank Sentral atau setiap lembaga keuangan milik Pemerintah,
atau yang diterima oleh setiap penduduk Negara sehubungan dengan surat-surat
hutang yang dijamin atau secara tidak langsung dibiayai oleh Pemerintah
Negara lainnya itu termasuk Pemerintah Daerah dan lokal, Bank Sentral atau
Lembaga keuangan milik Pemerintah, akan dibebaskan dari Pengenaan pajak
oleh negara tersebut terdahulu.
4. Untuk tujuan-tujuan ayat 3, istilah-istilah Bank Sentral dan Lembaga
keuangan milik Pemerintah berarti
(a) Untuk Jepang.
(i) the Bank of Japan,
(ii) the Export Import Bank of Japan,
(iii) the Japan International Cooperation Fund,
(iv) lembaga keuangan lainnya yang modalnya milik Pemerintah Jepang
yang dimufakati dari waktu kewaktu antara kedua Negara.
(b) untuk Indonesia
(i) Bank Indonesia dan
(ii) lembaga keuangan lainnya yang modalnya milik Pemerintah Republik
Indonesia yang dimufakati dari waktu kewaktu antara kedua Negara.
5. Istilah bunga yang digunakan dalam Pasal ini berarti Pendapatan
dari semua jenis tagihan hutang, baik yang dijamin dengan hipotik maupun
tidak dan baik yang berhak ikut serta dalam bagian keuntungan sipeminjam
atau tidak, dan khususnya pendapatan dari surat-surat hutang, termasuk
premi dan hadiah yang terikat pada surat-surat perbendaharaan Negara, obligasi
atau surat-surat hutang tersebut diatas.
6. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila penerima
bunga yang merupakan penduduk suatu Negara, melakukan usaha di Negara lainnya
dimana bunga itu berasal, melalui suatu pendirian tetap atau menjalankan
pekerjaan bebas dengan tempat tertentu dan tagihan hutang sehubungan dengan
mana bunga itu dibayar mempunyai hubungan efektif dengan pendirian tetap
atau tempat tertentu itu.
Dalam hal demikian, melihat pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan
Pasal 7 atau Pasal 14.
7. Bunga akan dianggap berasal dari suatu Negara, jika yang membayar
bunga adalah Negara itu sendiri, Pemerintah Daerah/Lokal atau penduduk
dari Negara tersebut, namun demikian, orang atau badan yang membayar bunga,
tanpa memandang apakah ia merupakan penduduk suatu Negara atau tidak, memiliki
suatu pendirian tetap disuatu Negara atau suatu tempat tertentu dalam hubungan
mana hutang yang menjadi pokok pembayaran bunga itu dan bunga itu dibebaskan
pada pendirian tetap atau tempat tertentu tersebut., maka bunga itu akan
dianggap berasal dari Negara dimana pendirian tetap atau tempat tertentu
itu berada.
8. Apabila, karena adanya suatu hubungan istimewa antara pembayar
bunga dengan penerima bunga atau antara keduanya dengan pihak ketiga, besarnya
jumlah bunga yang dibayarkan, dengan memperhatikan besarnya tagihan hutang
yang menjadi pokok pembayaran itu, melebihi jumlah yang seharusnya disepakati
oleh pembayar dan penerima bunga seandainya tidak ada hubungan istimewa
semacam itu, maka keuntungan-keuntungan Pasal ini akan berlaku hanya terhadap
jumlah bunga yang disebut terakhir.
Dalam hal ini, jumlah pembayaran selebihnya akan tetap dikenakan
pajak menurut perundang undangan masing-masing Negara, dengan memperhatikan
ketentuan-ketentuan lainnya dalam persetujuan ini.
Pasal 12
1. Royalti yang berasal dari suatu Negara dan dibayarkan kepada penduduk
Negara lainnya, dikenakan pajak di Negara lainnya itu.
2. Namun demikian, royalti tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara
dimana royalti itu berasal, sesuai dengan perundang-undangan Negara itu,
tetapi apabila sipenerima adalah pemilik royalti yang menikmatinya, pajak
yang dikenakan tidak akan melebihi 10 persen dan jumlah kotor royalti.
3. Istilah royalti yang digunakan dalam Pasal ini berarti segala bentuk
pembayaran yang diterima sebagai balas jasa atas penggunaan, atau hak menggunakan
setiap hak cipta kesusasteraan, kesenian atau karya ilmiah termasuk film-sinematografi
dan film atau pita-pita untuk siaran radio atau televisi, paten, merek
dagang, pola atau model, rencana, rumus rahasia atau pengolahan, atau penggunaan
atau hak menggunakan perlengkapan-perlengkapan industri, perdagangan atau
ilmu pengetahuan, atau untuk keterangan mengenai pengalaman dibidang industri,
perdagangan atau ilmu pengetahuan.
4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila penerima
royalti yang merupakan penduduk suatu Negara menjalankan usaha di Negara
lainnya dimana royalti itu berasal, melalui pendirian tetap, atau melakukan
pekerjaan bebas dengan suatu tempat tertentu, dan hak atau milik sehubungan
dengan mana royalti itu dibayarkan, mempunyai hubungan efektif dengan pendirian
tetap atau tempat tertentu itu.
Dalam hal demikian, melihat pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan
Pasal 7 atau Pasal 14
5. Royalti dianggap berasal dari suatu Negara, jika pembayaran royalti
itu adalah Negara itu sendiri, Pemerintah Daerah/Lokal atau penduduk Negara
tersebut.
Namun demikian apabila pembayaran royalti, tanpa memandang apakah
ia merupakan penduduk suatu Negara atau bukan mempunyai pendirian tetap
atau tempat tertentu di Negara lain dimana kewajiban membayar royalti timbul
dan royalti itu dibebankan pada pendirian tetap atau tempat tertentu itu,
maka royalti itu dianggap berasal dari Negara dimana pendirian tetap atau
tempat tertentu itu berada.
6. Apabila karena adanya suatu hubungan istimewa antara pembayar dan
penerima royalti atau antara keduanya dengan pihak ketiga maka jumlah royalti,
dengan memperhatikan penggunaan, hak dan keterangan untuk mana royalti
itu dibayar melebihi jumlah yang seharusnya disepakati oleh pembayar dan
penerima seandainya tidak terdapat hubungan istimewa, maka ketentuan-ketentuan
pasal ini hanya akan berlaku terhadap jumlah yang disebut terakhir.
Dalam hal demikian, jumlah pembayaran selebihnya tetap dikenakan
pajak menurut perundang-undangan masing-masing Negara dengan memperhatikan
ketentuan-ketentuan lain dalam Persetujuan ini.
Pasal 13
1. Keuntungan yang diterima oleh penduduk suatu Negara dari pemindahtanganan
harta tak gerak sebagaimana disebut pada pasal 6 yang terletak di Negara
lain, dapat dikenakan pajak di Negara lain itu.
2. Keuntungan dari pemindahtanganan dari harta lainnya yang bukan harta
tak gerak, yang merupakan bagian kekayaan daripada suatu pendirian tetap
atau pemindahtanganan harta lainnya dari suatu tempat tertentu untuk tujuan
melaksanakan pekerjaan bebas di Negara lain, termasuk keuntungan dari pemindahtanganan
pendirian tetap itu (tersendiri atau bersama dengan seluruh perusahaan)
atau pemindahtanganan tersebut tertentu itu, dapat dikenakan pajak oleh
Negara lain tersebut.
3. Keuntungan yang diterima oleh penduduk suatu Negara dari pemindahtanganan
Kapal atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalulintas internasional
dan pemindahtanganan harta yang bukan harta tak gerak yang ada hubungannya
dengan pengoperasian kapal atau pesawat udara, hanya akan dikenakan pajak
di Negara itu.
4. Keuntungan-keuntungan dari pemindahtanganan harta lainnya yang tidak
diatur dalam ayat terdahulu, hanya dikenakan pajak di Negara dimana orang/badan
yang memindahtangankan merupakan penduduk/berkedudukan.
Pasal 14
1. Pendapatan yang diterima seorang penduduk suatu Negara sehubungan
dengan pekerjaan bebas atau pekerjaan lain yang bersifat sama, hanya akan
dikenakan pajak di Negara itu, kecuali ia mempunyai tempat tertentu yang
secara teratur dipergunakan untuk melakukan pekerjaannya di Negara lain
atau ia berada di Negara lain itu untuk suatu masa atau masa masa yang
tidak melebihi jumlah 183 hari dalam suatu tahun takwim, apabila ia mempunyai
tempat tertentu atau tinggal di Negara lain seperti disebut diatas, maka
pendapatannya dikenakan pajak di Negara lain itu, tetapi hanya bagian pendapatan
yang dianggap berasal dari tempat tertentu itu atau pendapatan yang diterima
selama masa ia berada di Negara lain tersebut.
2. Istilah pekerjaan bebas meliputi terutama, pekerjaan bebas dibidang
ilmu pengetahuan, kesusastraan, kesenian pendidikan atau pengajaran demikian
pula pekerjaan bebas yang dilakukan oleh dokter, ahli hukum, ahli tehnik,
arsitek, dokter gigi dan akuntan.
Pasal 15
1. Tunduk pada ketentuan-ketentuan Pasal 16, 18, 19, 20 dan 21, gaji
upah dan jasa lainnya yang serupa yang diterima oleh seorang penduduk dari
suatu Negara berkenaan dengan pekerjaan dalam hubungan perburuhan hanya
akan dikenakan pajak di negara itu, kecuali jika pekerjaan itu dilakukan
di negara lain jika demikian, maka balas jasa yang diterima dari pekerjaan
itu dikenakan pajak di Negara lain itu.
2. Walaupun ada ketentuan-ketentuan ayat 1, balas jasa yang diperoleh
seorang penduduk disuatu Negara dari pekerjaan yang dilakukan di Negara
lain, hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama, jika:
(a) sipenerima berada di Negara lain itu selama suatu masa atau masa-masa
yang jumlahnya tidak melebihi 183 hari dalam suatu tahun takwim;
dan
(b) balas jasa dibayar oleh atau nama majikan yang bukan merupakan
penduduk Negara lainnya itu;
dan
(c) balas jasa tidak menjadi beban suatu ayat 1 dan 2, balas jasa yang
berkenaan dengan pekerjaan dalam hubungan perburuhan yang dilakukan di
atas kapal atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalulintas
internasional oleh perusahaan dari suatu Negara, dikenakan pajak di Negara
itu.
Pasal 16
Pendapatan para pengurus dan pembayaran-pembayaran sejenis lainnya
yang diperoleh seorang penduduk suatu Negara dalam kedudukannya sebagai
anggota pengurus dari suatu perusahaan yang berkedudukan di Negara lain,
dikenakan pajak di Negara lainnya itu.
Pasal 17
1. Walaupun ada ketentuan-ketentuan Pasal 14 dan 15, pendapatan yang
diperoleh seorang seniman penghibur, seperti artis teater, film, radio
atau televisi, dan pemain musik, atau oleh seorang atlit, dari kegiatan-kegiatan
pribadi mereka diatas, dikenakan pajak di Negara dimana kegiatan-kegiatan
tersebut dilakukan.
Bagaimanapun pendapatan itu dibebaskan dari pengenaan pajak di
Negara tersebut apabila kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
yang menjadi penduduk Negara lain, berdasarkan suatu program khusus pertukaran
kebudayaan yang dimufakati oleh Pemerintah kedua Negara.
2. Bila pendapatan sehubungan dengan kegiatan pribadi demikian dari
penghibur atau atlit tidak jatuh kepada mereka tetapi kepada orang
lain walaupun ada ketentuan-ketentuan Pasal 7, 14 dan 15, dikenakan pajak
di Negara dimana kegiatan-kegiatan mereka dilakukan.
Bagimanapun pendapatan itu dibebaskan dari pengenaan pajak di
Negara tersebut, apabila kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
yang merupakan penduduk Negara lain berdasarkan suatu program khusus pertukaran
kebudayaan yang dimufakati oleh Pemerintah kedua Negara dan jatuh kepada
orang lain yang merupakan penduduk dari Negara lainnya itu.
Pasal 18
Tunduk pada ketentuan-ketentuan Pasal 19 ayat 2, pensiun dan pembayaran
sejenis lainnya yang dibayarkan kepada seorang penduduk suatu Negara akibat
suatu hubungan kerja masa lalu, hanya dikenakan pajak di Negara itu.
Pasal 19
1. (a) Balas jasa, selain pensiun, yang dibayar oleh suatu Negara,
Pemerintah/Lokal kepada seseorang sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan
kepada Negara atau Pemerintah Daerah/Lokal itu, dalam rangka pelaksanaan
tugas-tugas Pemerintah, hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.
(b) Namun demikian, balas jasa itu hanya akan dikenakan pajak
di Negara lainnya apabila jasa-jasa tersebut diberikan di Negara lainnya
itu dari pemberi jasa adalah penduduk Negara tersebut yang :
(i) mempunyai kewarganegaraan Negara lain itu, atau
(ii) tidak menjadi penduduk Negara lain itu semata-mata dengan tujuan
melaksanakan pemberian jasa-jasa di maksud.
2. (a) Setiap pensiun yang dibayar oleh atau dari dana-dana yang diadakan
oleh suatu Negara atau Pemerintah Daerah/Lokal kepada seseorang sehubungan
dengan pemberian jasa kepada Negara, atau Pemerintah Daerah/Lokal itu,
hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.
(b) Namun demikian pensiun itu hanya akan dikenakan pajak di
Negara lainnya apabila orang tersebut merupakan penduduk dan berkewarganegaraan
Negara lainnya itu.
3. Ketentuan-ketentuan Pasal 15, 16, 17 dan 18 akan berlaku terhadap
balas jasa atau pensiun dari jasa yang diberikan kepada perusahaan yang
dijalankan oleh suatu Negara atau Pemerintah Daerah/Lokal.
Pasal 20
Seorang guru besar atau guru yang mengadakan kunjungan untuk sementara
ke suatu Negara dalam jangka waktu yang tidak melebihi 2 tahun dengan maksud
untuk mengajar atau melakukan riset di suatu Universitas, Akademi, Sekolah
atau Lembaga pendidikan yang diakui Pemerintah, dan yang sebelum kunjungan
itu ia adalah penduduk Negara lainnya, hanya akan dikenakan pajak di Negara
lainnya itu atas balas jasa yang diperolehnya dari mengajar dan melakukan
riset itu.
Pasal 21
1. Seseorang yang merupakan penduduk suatu Negara sebelum melakukan
kunjungan ke Negara lainnya dan untuk sementara berada di Negara lain itu
semata-mata:
(a) sebagai seorang mahasiswa atau pelajar pada suatu Universitas,
Akademi, Sekolah atau Lembaga pendidikan lainnya yang diakui Pemerintah
di Negara lain itu.
(b) sebagai seorang yang menerima bantuan, tunjangan atau hadiah dari
Pemerintah, organisasi-organisasi keagamaan, sosial, ilmu pengetahuan,
kesusasteraan atau pendidikan, dengan tujuan pokok untuk belajar atau melakukan
riset, atau
(c) sebagai seorang yang sedang belajar diperusahaan, akan dibebaskan
dari pengenaan pajak di Negara lain itu, untuk suatu jangka waktu yang
tidak melebihi 5 tahun pajak terhitung dari tanggal kedatangannya yang
pertama di Negara lain tersebut, atau pendapatan yang diperoleh dari
(i) pengiriman uang dari luar negeri untuk maksud keperluan hidupnya,
pendidikan, pelajaran, riset atau latihan.
(ii) bantuan, tunjangan atau hadiah.
(iii) pemberian jasa perorangan di Negara lainnya itu yang dibayar
oleh majikan yang merupakan penduduk dari Negara yang disebut pertama,
dan
(iv) pemberian jasa perorangan di Negara lainnya itu selain pendapatan
yang disebut dalam sub-ayat (iii), tidak melebihi jumlah 600.000 yen apabila
Negara lainnya itu Jepang, atau 900.000, rupiah apabila Negara lainnya
itu adalah Indonesia, selama satu tahun takwim.
2. Seseorang yang merupakan penduduk suatu Negara sebelum mengadakan
kunjungan ke Negara lainnya dan berada untuk sementara di Negara lainnya
itu selama suatu jangka waktu yang tidak melebihi 12 bulan sebagai pegawai
dari, atau dalam ikatan kerja dengan suatu perusahaan dari Negara yang
disebut pertama, atau suatu organisasi seperti tersebut pada ayat 1 (b),
semata-mata untuk mendapatkan pengalaman dibidang tehnik, keahlian atau
usaha, akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara lainnya itu atas
pendapatan selama jangka waktu tersebut diatas untuk jasa-jasa yang langsung
diberikannya untuk mendapatkan pengalaman itu, jika jumlah seluruhnya yang
diterima dari luar negeri oleh orang tersebut dan yang dibayarkan di negara
lainnya itu tidak melebihi jumlah 1.800.000 Yen apabila Negara lainnya
itu adalah Jepang, atau 2.700.000 Rupiah apabila Negara lainnya itu adalah
Indonesia, selama suatu tahun takwim.
3. Seseorang yang merupakan penduduk suatu Negara sebelum mengadakan
kunjungan ke Negara lainnya dan berada untuk sementara di Negara itu selama
suatu jangka waktu yang tidak melebihi 12 bulan berdasarkan rencana Pemerintah
Negara lainnya itu, semata-mata dengan maksud untuk belajar, riset atau
latihan, akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara lainnya itu atas
pendapatan dari jasa-jasa yang langsung diberikannya sehubungan dengan
maksud tersebut di atas.
4. Walaupun ada ketentuan-ketentuan ayat 1, 2 dan 3, dimana seseorang
memenuhi persyaratan untuk pembebasan pajak sehubungan dengan jangka waktu
berdasarkan dua atau semua ayat ayat itu, namun ia hanya mempunyai hak
pembebasan pajak berdasarkan satu ayat saja yang dapat ia pilih.
5. Untuk tujuan-tujuan dari Pasal ini, istilah Pemerintah akan dianggap
termasuk setiap Pemerintah Daerah/Lokal dari suatu Negara.
Pasal 22
1. Bagian-bagian dan pendapatan dari seorang penduduk suatu Negara,
darimanapun asalnya, yang tidak diatur dalam Pasal-pasal terdahulu dari
persetujuan ini hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.
2. Ketentuan-ketentuan ayat 1 tidak akan berlaku terhadap pendapatan
yang berasal dari harta tak gerak seperti dirumuskan dalam Pasal 6 ayat
2, jika penerimaan pendapatan itu merupakan penduduk dari suatu Negara,
menjalankan perusahaan dengan suatu pendirian tetap di Negara
lain, atau melakukan pekerjaan bebas dengan suatu tempat tertentu di Negara
lain, dan hak atau kekayaan sehubungan dengan mana pendapatan itu dibayarkan
mempunyai hubungan efektif dengan pendirian tetap atau tempat tertentu
itu.
Dalam hal demikian, melihat pada masalahnya berlaku ketentuan-ketentuan
Pasal 7 atau Pasal 14
Pasal 23
1. Tunduk kepada perundang-undangan Jepang mengenai kelonggaran sebagai
suatu pengurangan terhadap pajak di Jepang, yaitu pajak yang dibayar di
Negara lain di luar Jepang
(a) jika penduduk Jepang memperoleh pendapatan dari Indonesia dan pendapatan
itu dikenakan pajak di Indonesia sesuai dengan ketentuan-ketentuan Persetujuan
ini, maka jumlah pajak yang dibayar atas pendapatan itu akan diperhitungkan
dengan pajak terhutang yang dikenakan di Jepang terhadap penduduk
itu.
Bagaimanapun jumlah pajak yang diperhitungkan itu tidak akan
melebihi jumlah pajak yang dikenakan di Jepang atas bagian pendapatan itu.
(b) jika pendapatan itu berupa dividen yang dibayarkan oleh suatu badan
yang berkedudukan di Indonesia kepada suatu badan yang berkedudukan di
Jepang dan yang memiliki tidak kurang dari 25 persen dari hak suara dari
badan yang membayar dividen atau dari seluruh saham yang dikeluarkan oleh
badan itu, maka pajak yang dibayar di Indonesia oleh badan yang memberikan
dividen itu akan diperhitungkan.
2. (a) untuk tujuan ayat 1 (a), pajak yang dikenakan di Indonesia akan
selalu dianggap telah dibayar menurut tarip 10 persen terhadap dividen
seperti yang diatur menurut pasal 11 ayat 2, dan royalty seperti yang diatur
menurut Pasal 12 ayat 2, dan dengan tarip 15 persen terhadap dividen seperti
yang diatur menurut Pasal 10 ayat 2 (b), jika
(i) dividen, bunga atau royalti itu dibayar oleh suatu badan
yang berkedudukan di Indonesia dan yang pada saat pembayaran, mengambil
bagian dalam penanaman modal berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 1967
mengenai Penanaman Modal Asing, seperti telah dirubah dan ditambah dengan
Undang-undang No. 11 tahun 1970, dan sepanjang belum ada perubahan sejak
tanggal penandatanganan Persetujuan ini, atau perubahan tersebut tidak
berarti sehingga tidak mempengaruhi ciri umumnya;
(ii) dividen, bunga atau royalti yang menurut perpajakan Indonesia
dibebaskan atau diberi kelonggaran berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat
3, Undang-undang No. 1 tahun 1967 setelah dirubah, seperti disebut pada
(i) diatas, atau
(iii) dividen, bunga atau royalti yang menurut perpajakan Indonesia
dibebaskan atau diberi kelonggaran berdasarkan fasilitas-fasilitas pajak
lainnya yang ditujukan untuk memajukan perkembangan ekonomi Indonesia yang
mungkin ditetapkan dalam perundang-undangan Indonesia sesudah tanggal penandatanganan
Persetujuan itu, dan yang dapat dimufakati oleh Pemerintah kedua Negara.
(b) untuk tujuan-tujuan ayat 1 (b), istilah pajak yang dibayar
di Indonesia akan dianggap termasuk jumlah pajak Indonesia yang seharusnya
telah dibayar seandainya pajak Indonesia itu tidak dibebaskan atau diberi
kelonggaran berdasarkan:
(i) ketentuan-ketentuan Pasal 16 ayat 1, 2 dan 3 undang-undang
No. 1 tahun 1967 setelah dirubah, seperti disebut pada sub ayat (a) (i);
(ii) ketentuan-ketentuan Pasal 15 ke 4 d Undang-undang No. 1
tahun 1967 setelah dirubah, seperti disebut pada sub-ayat (a) (i); atau
(iii) setiap fasilitas pajak lainnya yang ditujukan untuk memajukan
perkembangan ekonomi Indonesia yang mungkin ditetapkan dalam perundang-undangan
Indonesia sesudah tanggal penandatanganan Persetujuan ini, dan yang dapat
dimufakati oleh Pemerintah kedua Negara.
3. Di Indonesia, pajak ganda akan dihindarkan dengan cara sebagai berikut.
(a) Indonesia, ketika mengenakan pajak kepada penduduknya, dapat menggabungkan
dalam pendapatan kena pajak, bagian-bagian dari pendapatan yang dikenakan
pajak di Jepang menurut ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini;
(b) Jika penduduk Indonesia memperoleh pendapatan dari Jepang dan pendapatan
itu dikenakan pajak di Jepang menurut ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan
ini, jumlah pajak yang dibayar di Jepang atas pendapatan itu akan diperkenankan
untuk diperhitungkan dengan pajak terhutang yang dikenakan terhadap penduduk
itu.
Bagaimanapun jumlah pajak yang diperhitungkan itu tidak akan
melebihi jumlah pajak yang dikenakan Indonesia atas bagian pendapatan itu.
Pasal 24
1. Warganegara dari suatu Negara tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban
apapun sehubungan dengan itu oleh Negara lainnya, yang berlainan atau lebih
memberatkan daripada pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban yang bersangkutan
dengan itu dibandingkan dengan warganegara dari Negara lainnya itu dalam
keadaan yang sama.
2. Pengenaan pajak atas suatu pendirian tetap di Negara lain yang merupakan
milik suatu perusahaan di suatu Negara tidak akan diperlakukan dengan cara
yang kurang menguntungkan oleh Negara lainnya itu, dibandingkan dengan
pemungutan pajak atas perusahaan dari Negara lainnya yaitu yang menjalankan
kegiatan-kegiatan yang sama.
Ketentuan ini tidak akan ditafsirkan sebagai mewajibkan suatu
Negara untuk memberikan kepada penduduk Negara lainnya potongan pribadi,
keringanan dan pengurangan untuk tujuan pengenaan pajak berdasarkan status
sipil atau tanggungan keluarga sebagaimana yang diberikan kepada penduduk
Negara itu sendiri.
3. Kecuali dimana ketentuan-ketentuan Pasal 9, Pasal 11 ayat 8, atau
pasal 12 ayat 6 berlaku, bunga, royalti dan lain-lain pengeluaran yang
dibayarkan oleh suatu perusahaan disuatu Negara kepada penduduk di Negara
lainnya, maka untuk tujuan menentukan laba kena pajak perusahaan itu akan
dapat dikurangkan berdasarkan keadaan yang sama, seolah-olah bunga, royalti
dan lain-lain pengeluaran itu telah dibayarkan kepada penduduk dari Negara
yang disebut pertama.
4. Perusahaan dari suatu Negara, yang modalnya baik seluruhnya ataupun
sebagian dimiliki atau diawasi, langsung atau tidak langsung, oleh penduduk
atau penduduk-penduduk dari Negara lainnya, tidak akan dikenakan pajak
atau kewajiban apapun sehubungan dengan itu di Negara tersebut pertama
yang berlainan atau lebih memberatkan dari pada pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban
yang bersangkutan dengan itu, yang dikenakan atau dapat dikenakan atas
perusahaan-perusahaan lainnya yang serupa di negara tersebut pertama.
5. Meskipun ada ketentuan-ketentuan pada ayat-ayat terdahulu, Indonesia
dapat membatasi warganegaranya menikmati fasilitas pajak yang diberikan
berdasarkan :
(a) Undang-undang No. 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal dalam Negeri,
sepanjang belum dirubah sejak tanggal penandatanganan Persetujuan ini,
atau perubahan tersebut tidak berarti, sehingga tidak mempengaruhi ciri
umumnya; atau
(b) Undang-undang lainnya yang akan diumumkan oleh Indonesia mengenai
program pengembangan ekonomi dan mengenai hal itu Pemerintah kedua Negara
dapat mengadakan pemufakatan bahwa ketentuan-ketentuan dari ayat terdahulu
tidak berlaku.
6. Dalam Pasal ini pengertian pengenaan pajak berarti pengenaan pajak-pajak
yang diatur oleh persetujuan ini.
Pasal 25
1. Apabila seseorang atau suatu badan beranggapan bahwa tindakan-tindakan
satu atau kedua Negara mengakibatkan atau akan mengakibatkan baginya pengenaan
pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan. Persetujuan ini ia
dapat terlepas dari cara-cara penyelesaian yang diatur oleh undang-undang
nasional masing-masing Negara, mengajukan masalahnya kepada pejabat
yang berwenang dan Negara dimana ia merupakan penduduk atau apabila masalahnya
menyangkut Pasal 24 ayat 1, kepada Negara dimana ia merupakan warganegara,
masalah itu harus diajukan dalam waktu 3 tahun sejak pemberitahuan pertama,
mengenai tindakan yang mengakibatkan pengenaan pajak tidak sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Persetujuan ini.
2. Pejabat yang berwenang akan berusaha, bila keberatan yang ditujukan
kepadanya itu beralasan dan ia tidak dapat menemukan pemecahan yang memuaskan
menyelesaikan masalah itu melalui permufakatan bersama antara pejabat yang
berwenang dan kedua Negara, dengan tujuan mencegah pengenaan pajak yang
tidak sesuai dengan Persetujuan ini. Meskipun terdapat pembatasan waktu
dalam undang-undangan nasional. Negara masing-masing, setiap permufakatan
yang telah dicapai harus dilaksanakan.
3. Pejabat-pejabat yang berwenang dan kedua Negara akan berusaha menyelesaikan
melalui permufakatan setiap kesulitan-kesulitan dan keraguan-keraguan yang
timbul mengenai penafsiran atau penerapan Persetujuan ini.
Mereka dapat pula berunding bersama untuk meniadakan pajak berganda
dalam hal-hal yang diatur dalam Persetujuan ini.
4. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara dapat berhubungan
satu sama lain secara langsung guna mencapai suatu persetujuan seperti
dimaksud pada ayat-ayat terdahulu.
Pasal 26
1. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara akan mengadakan
tukar-menukar bahan keterangan yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan
Persetujuan ini atau untuk pencegahan pengelakan pajak atau untuk pelaksanaan
ketentuan undang undang terhadap penghindaran pajak yang sehubungan dengan
pajak-pajak yang diatur oleh Persetujuan ini.
Setiap keterangan yang dipertukarkan akan dirahasiakan dan tidak
akan diundangkan kepada orang atau badan lain atau pejabat-pejabat selain
dari mereka yang (termasuk pengadilan) berkepentingan dengan penerapan
dan penagihan pajak-pajak itu atau penentuan banding, dan orang atau badan
yang bersangkutan dengan keterangan itu.
2. Ketentuan-ketentuan ayat 1 tidak boleh ditafsirkan sedemikian rupa
sehingga membebankan suatu Negara kewajiban:
(a) melaksanakan tindakan administratif yang berlawanan dengan undang-undang
dan praktek administrasi dari Negara tersebut atau Negara lainnya:
(b) memberikan ketentuan-ketentuan yang tidak dapat diperoleh berdasarkan
undang undang atau dalam pelaksanaan administrasi yang lazim dari Negara
tersebut atau Negara lainnya; atau
(c) memberikan keterangan yang akan mengungkapkan setiap rahasia dibidang
perniagaan, usaha industri perdagangan atau rahasia keahlian atau tata-cara
perniagaan, atau keterangan yang pengungkapannya akan bertentangan dengan
kebijaksanaan umum.
Pasal 27
Tidak ada sesuatupun dalam Persetujuan ini akan ditafsirkan untuk menghalangi
Pemerintah kedua Negara membuat pengaturan yang khusus dibidang perpajakan
seperti pembebasan pajak sehubungan dengan kerjasama ekonomi atau kerjasama
tehnik antara kedua Negara.
Pasal 28
Tidak ada sesuatupun dalam Persetujuan ini akan mempengaruhi hak-hak
khusus dibidang fiskal dari para anggota misi diplomatik atau pegawai-pegawai
konsuler berdasarkan ketentuan umum hukum internasional atau berdasarkan
ketentuan-ketentuan persetujuan yang khusus.
Pasal 29
1. Persetujuan ini akan diratifisir dan instrumen ratifikasi akan dipertukarkan
di Jakarta secepat mungkin.
2. Persetujuan ini akan syah berlaku pada hari ke-30 setelah tanggal
pertukaran instrumen ratifikasi dan akan diterapkan di kedua Negara, terhadap
pendapatan yang diterima selama suatu tahun pajak yang dimulai atau setelah
1 Januari tahun takwim berikutnya sesudah Persetujuan ini syah berlaku.
Pasal 30
Persetujuan ini akan berlaku tanpa batas waktu, tetapi salah satu dari
kedua Negara dapat, pada tanggal atau sebelum 30 Juni suatu tahun setelah
berakhirnya jangka waktu 3 tahun terhitung tanggal berlakunya mengirimkan
surat pemberitahuan tertulis mengenai penghentian Persetujuan kepada Negara
lainnya melalui saluran diplomatik.
Dalam hal demikian Persetujuan ini tidak berlaku lagi dikedua Negara
sehubungan dengan pendapatan yang diperoleh selama tahun pajak yang dimulai
atau setelah 1 Januari tahun takwim berikutnya sesudah pemberitahuan itu.
Dengan kesaksian para pendatanganan dibawah ini yang telah diberi kuasa
syah untuk ini oleh masing-masing Pemerintahnya telah menandatangani Persetujuan
ini.
Dibuat dalam rangkap dua di Tokyo tanggal 3 Maret 1982 dalam bahasa
Inggeris.
Untuk Pemerintah Untuk Pemerintah
Republik Indonesia
Jepang
PROTOKOL
Pada saat penandatanganan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia
dan Pemerintah Jepang untuk Penghindaran Pajak Berganda dan Pencegahan
Pengelakan Pajak yang menyangkut Pajak atas pendapatan (selanjutnya disebut
Persetujuan), penandatangan dibawah ini telah mufakat mengenai ketentuan-ketentuan
berikut ini yang merupakan bagian yang perlu untuk dilengkapi Persetujuan
itu.
1. Sehubungan dengan Pasal 5 ayat 8 dari Persetujuan, dimana makelar,
agen komisioner umum dan agen lainnya disuatu negara seluruhnya atau hampir
seluruhnya berusaha untuk kepentingan suatu perusahaan di Negara lain,
maka ia tidak akan dianggap mempunyai status yang berdiri sendiri dalam
pengertian ayat tersebut.
2. Berkenaan dengan Pasal 8 dari Persetujuan, keuntungan-keuntungan
yang diperoleh dari pengoperasian kapal laut dalam pengertian Pasal tersebut
akan terdiri hanya dari keuntungan-keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan
dari suatu Negara yang menjalankan usaha perkapalan atas dasar perhitungan
dan tanggung jawabnya sendiri.
3. Sehubungan dengan Pasal 16 dari Persetujuan, istilah, anggota pengurus
dari suatu perusahaan akan termasuk anggota pengurus dan anggota dewan
komisaris dari suatu perusahaan yang berkedudukan di Indonesia.
4. Untuk tujuan-tujuan Pasal 23 ayat 2 (b) Persetujuan, istilah pajak
yang dibayar di Indonesia tidak termasuk jumlah pajak Indonesia yang seharusnya
telah dibayar seandainya kerugian-kerugian yang diderita suatu badan yang
berkedudukan di Indonesia tidak diperhitungkan, karena penerapan perangsang
penanaman sesuai dengan ketentuan ketentuan atau langkah-langkah yang berkenaan
dengan ayat tersebut, kecuali dalam hal suatu badan yang berkedudukan di
Indonesia dibebaskan dari pengenaan pajak Indonesia atau diberi kelonggaran
sesuai dengan ketentuan-ketentuan pasal 16 ayat 3 Undang-undang No. 1 tahun
1967 setelah dirubah, yang berkenaan dengan Pasal 23 yat 2 (a) (i) Persetujuan.
5. (a) Tidak ada suatupun dalam Persetujuan ini akan ditafsirkan untuk
menghalangi Indonesia mengenakan pajak atas bagian laba sesuai dengan ketentuan-ketentuan
Pasal 7 Persetujuan dari Pajak atas Bunga, Dividen dan Royalti yang
ada hubungannya dengan Pasal 3 b ke-b Undang-undang Pajak Dividen 1959
setelah dirubah dan ditambah dengan Undang-undang No. 10 tahun 1970, sepanjang
belum ada perubahan sejak tanggal penandatanganan protokol ini, atau perubahan
tersebut tidak berarti sehingga tidak mempengaruhi ciri umumnya, atas laba
setelah pajak Perseroan (kecuali untuk pengoperasian kapal laut atau pesawat
udara dalam jalur lalulintas internasional) dari suatu badan yang berkedudukan
di Jepang yang mempunyai pendirian tetap di Indonesia; tetapi jumlah pajak
tersebut tidak akan melebihi 10 persen dari sisa laba tersebut, kecuali
sisa laba itu merupakan laba yang diperoleh dari badan-badan yang melakukan
kontrak bagi hasil dibidang perminyakan dan gas alam dengan Pemerintah
Republik Indonesia atau dengan perusahaan minyak milik Negara Indonesia.
(b) Pajak tersebut diatas yang sehubungan dengan laba setelah
Pajak Perseroan dari suatu badan yang berkedudukan di Jepang yang mempunyai
pendirian tetap di Indonesia, yang diperoleh dari kontrak bagi hasil dibidang
perminyakan dan gas alam dengan Pemerintah Republik Indonesia atau dengan
perusahaan minyak milik Negara Indonesia tidak akan diperlakukan dengan
cara yang kurang menguntungkan dibandingkan dengan perlakukan terhadap
badan yang berkedudukan di Negara ketiga yang mempunyai pendirian tetap
di Indonesia yang memperoleh laba dari kontrak bagi hasil dibidang perminyakan
dan gas alam dengan Pemerintah Republik Indonesia atau perusahaan minyak
milik Negara Indonesia.
(c) Untuk tujuan-tujuan daripada ayat ini, laba setelah pajak
Perseroan berarti jumlah sisa dari keuntungan-keuntungan yang merupakan
pendirian tetap dari suatu badan yang tidak berkedudukan di Indonesia,
dikurangi jumlah pajak Indonesia selain daripada yang dimaksud dalam (a)
diatas, yang dikenakan atas keuntungan keuntungan tersebut.
Dengan kesaksian para penandatangan dibawah ini, yang telah diberi
kuasa syah untuk ini oleh masing-masing Pemerintahnya, telah menandatangani
Protokol ini.
Dibuat dalam rangkap dua di Tokyo tanggal 3 Maret 1982 dalam bahasa
Inggeris.
Untuk Pemerintah Untuk Pemerintah
Republik Indonesia
Jepang