PERSETUJUAN ANTARA
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SUDAN
TENTANG PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA YANG BERHUBUNGAN DENGAN PAJAK ATAS
PENGHASILAN
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Sudan
Berhasrat mengadakan suatu Persetujuan mengenai penghindaran pajak
berganda yang berhubungan dengan pajak atas penghasilan,
TELAH MENYETUJUI SEBAGAI BERIKUT :
Pasal 1
ORANG DAN BADAN YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN
Persetujuan ini berlaku terhadap orang dan badan yang menjadi penduduk
salah satu atau kedua Negara pihak pada Persetujuan.
Pasal 2
PAJAK-PAJAK YANG DICAKUP DALAM PERSETUJUAN INI
(1) Persetujuan ini berlaku terhadap pajak-pajak atas penghasilan yang
dikenakan oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan atau pemerintah daerahnya
tanpa memperhatikan cara pemungutan pajak-pajak tersebut.
(2) Dianggap sebagai pajak-pajak atas penghasilan adalah semua pajak
yang dikenakan atas seluruh penghasilan atau bagian-bagian penghasilan,
termasuk pajak-pajak atas keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan
harta gerak atau harta tak gerak.
(3) Persetujuan ini diterapkan terhadap pajak-pajak yang berlaku sekarang
ini, yaitu :
a) di Republik Indonesia :
pajak penghasilan yang dipungut berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan
1984 (Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah);
(selanjutnya disebut sebagai "pajak Indonesia");
b) di Republik Sudan :
(i) pajak atas penghasilan;
(ii) pajak atas keuntungan pengalihan harta;
(selanjutnya disebut sebagai "pajak Sudan").
(4) Persetujuan ini berlaku pula terhadap setiap pajak yang serupa
atau pada hakekatnya sama yang dikenakan setelah tanggal penandatanganan
Persetujuan ini sebagai tambahan atau sebagai pengganti dari pajak-pajak
yang sekarang berlaku. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara
pihak pada Persetujuan harus saling memberitahukan satu sama lain mengenai
setiap perubahan-perubahan penting yang terjadi dalam perundang-undangan
perpajakan mereka.
Pasal 3
PENGERTIAN-PENGERTIAN UMUM
(1) Kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain, yang
dimaksud dalam Persetujuan ini dengan :
(a) (i) Istilah "Indonesia", berarti wilayah Republik Indonesia
sebagaimana ditentukan dalam perundang-undangannya;
(ii) Istilah "Sudan" berarti wilayah Republik Sudan sebagaimana
ditentukan dalam perundang-undangannya;
(b) istilah "orang/badan" meliputi orang pribadi, perseroan dan
setiap kumpulan dari orang-orang dan/atau badan-badan;
(c) istilah "perseroan" berarti setiap badan hukum atau setiap
entitas yang untuk tujuan pemungutan pajak diperlakukan sebagai suatu badan
hukum;
(d) istilah "perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan"
dan "perusahaan dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan" masing-masing
berarti suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk dari suatu Negara
pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk
dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan;
(e) istilah "lalu lintas internasional" berarti setiap pengangkutan
oleh kapal laut atau pesawat udara yang dilakukan oleh suatu perusahaan
dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, kecuali jika kapal atau pesawat
udara itu semata-mata dioperasikan antara tempat-tempat di Negara pihak
lainnya pada Persetujuan;
(f) istilah "pejabat yang berwenang" berarti :
(i) dalam hal Indonesia, Menteri Keuangan atau wakilnya yang
sah;
(ii) dalam hal Sudan, Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah.
(g) istilah "warganegara" berarti :
(i) setiap orang pribadi yang memiliki kewarganegaraan dari
suatu Negara pihak pada Persetujuan;
(ii) setiap badan hukum, usaha bersama dan persekutuan yang
statusnya mereka peroleh berdasarkan hukum yang berlaku pada salah satu
Negara pihak pada Persetujuan.
(2) Sehubungan dengan penerapan Persetujuan pada setiap waktu oleh
salah satu Negara pihak pada Persetujuan, setiap istilah yang tidak dirumuskan
dalam Persetujuan ini mempunyai arti
menurut perundang-undangan Negara itu sepanjang mengenai pajak-pajak
yang diatur dalam
Persetujuan ini.
Pasal 4
PENDUDUK
(1) Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "penduduk suatu Negara
pihak pada Persetujuan" berarti setiap orang dan badan, yang menurut perundang-undangan
Negara tersebut dapat dikenakan pajak di Negara itu berdasarkan domisilinya,
tempat kediamannya, tempat kedudukan manajemennya, ataupun atas dasar lainnya
yang sifatnya serupa.
(2) Jika seseorang menurut ketentuan-ketentuan pada ayat 1 menjadi
penduduk di kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka statusnya akan ditentukan
sebagai berikut :
(a) ia hanya akan dianggap sebagai penduduk Negara di mana ia
mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya; apabila ia mempunyai
tempat tinggal tetap yang tersedia di kedua Negara, ia akan dianggap sebagai
penduduk Negara di mana terdapat hubungan-hubungan pribadi dan ekonomi
yang lebih erat (pusat kepentingan-kepentingan pokok);
(b) jika Negara di mana pusat kepentingan-kepentingan pokoknya
tidak dapat ditentukan, atau jika ia tidak mempunyai tempat tinggal tetap
yang tersedia baginya di salah satu Negara, maka ia hanya akan dianggap
sebagai penduduk Negara di mana ia biasanya berdiam;
(c) jika ia mempunyai tempat kebiasaan berdiam di kedua Negara
atau atau sama sekali tidak mempunyainya di salah satu Negara tersebut,
maka pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan
akan menyelesaikan masalahnya berdasarkan persetujuan bersama.
(3) Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1, suatu badan
mempunyai tempat kedudukan di kedua Negara pihak pada persetujuan, maka
badan tersebut hanya akan dianggap berkedudukan di Negara dimana tempat
kedudukan manajemen yang efektif berada.
Pasal 5
BENTUK USAHA TETAP
(1) Untuk kepentingan Persetujuan ini istilah "bentuk usaha tetap"
berarti suatu tempat usaha tetap
di mana seluruh atau sebagian usaha suatu perusahaan dijalankan.
(2) Istilah "bentuk usaha tetap" terutama meliputi :
(a) suatu tempat kedudukan manajemen;
(b) suatu cabang;
(c) suatu kantor;
(d) suatu pabrik;
(e) suatu bengkel;
(f) suatu gudang yang digunakan sebagai tempat penjualan;
(g) suatu pertanian atau perkebunan;
(h) suatu tambang, sumur minyak atau gas, suatu penggalian atau
suatu tempat penggalian atau eksplorasi atau eksploitasi sumber alam daya
alam, tempat atau kapal pengeboran.
(3) Istilah "bentuk usaha tetap" juga meliputi :
(a) suatu bangunan atau proyek konstruksi, perakitan atau instalasi
atau kegiatan pengawasan yang ada hubungan dengan proyek tersebut, asalkan
kegiatan tersebut berlangsung lebih dari 6 bulan.
(b) pemberian jasa, termasuk jasa konsultan yang dilakukan oleh
suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan melalui karyawannya
atau orang lain yang dipekerjakan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan,
apabila kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung untuk proyek yang sama atau
proyek yang ada kaitannya untuk
suatu masa atau masa-masa yang berjumlah lebih dari 3 bulan dalam periode
12 bulan.
(4) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dari Pasal
ini, istilah "bentuk usaha tetap" tidak meliputi :
(a) penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud
untuk menyimpan, memamerkan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan;
(b) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan
milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk disimpan, dipamerkan;
(c) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan
milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan
lain;
(d) pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud
untuk pembelian barang-barang atau barang dagangan atau untuk mengumpulkan
informasi bagi keperluan perusahaan;
(e) pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud
untuk pemasaran, atau penyediaan informasi;
(f) pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud
menjalankan setiap kegiatan lainnya yang bersifat persiapan atau penunjang
bagi perusahaan;
(g) pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata ditujukan
untuk melakukan gabungan kegiatan-kegiatan seperti disebutkan pada sub
ayat (a) sampai dengan sub ayat (f), asalkan hasil penggabungan seluruh
kegiatan-kegiatan tersebut bersifat persiapan atau penunjang.
(5) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2, apabila
orang atau badan, kecuali agen yang bertindak bebas sebagaimana berlaku
ayat 6, bertindak di Negara pihak pada persetujuan atas nama perusahaan
dari suatu perusahaan Negara pihak lainnya pada persetujuan, maka perusahaan
tersebut harus dianggap mempunyai suatu bentuk usaha tetap di negara yang
disebutkan pertama sehubungan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
orang atau badan untuk perusahaan, jika orang atau badan tersebut :
(a) mempunyai dan biasa melakukan wewenang untuk menutup kontrak
atas nama perusahaan tersebut kecuali apabila kegiatan-kegiatan yang dilakukan
orang atau badan tersebut terbatas pada kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat 4 yang apabila dilakukan melalui tempat usaha tetap tidak akan membuat
tempat usaha tetap ini menjadi bentuk usaha tetap menurut ketentuan-ketentuan
ayat tersebut; atau
(b) tidak mempunyai wewenang untuk menutup kontrak, tetapi mempunyai
kebiasaan di Negara pihak pada Persetujuan menyimpan persediaan barang
yang dikirimkan atas nama perusahaan oleh orang atau badan tersebut; atau
(c) membuat atau mengolah barang yang dimiliki oleh perusahaan
di Negara pihak pada Persetujuan atau menjual barang tersebut pada perusahaan.
(6) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini, suatu
perusahaan asuransi selain reasuransi di Negara pihak pada persetujuan
akan dianggap memiliki suatu bentuk usaha tetap di Negara pihak pada persetujuan
lainnya jika perusahaan tersebut menghimpun premi di Negara pihak pada
persetujuan lainnya atau menanggung resiko melalui orang atau badan selain
suatu agen yang bertindak bebas sebagaimana diatur dalam Pasal 7.
7) Suatu perusahaan tidak akan dianggap mempunyai suatu bentuk
usaha tetap di suatu Negara pihak pada Persetujuan hanya semata-mata karena
perusahaan itu menjalankan usaha di Negara itu melalui makelar, komisioner
umum, atau agen lainnya yang bertindak bebas, sepanjang orang atau badan
tersebut bertindak dalam rangka kegiatan usahanya yang lazim. Namun demikian,
apabila aktivitas dari suatu agen tersebut seluruhnya atau hampir seluruhnya
diperuntukkan atas nama perusahaan, ia akan dianggap sebagai agen bebas
sesuai dengan yang dimaksud ayat ini.
(8) Jika suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak
pada Persetujuan menguasai atau dikuasai oleh perseroan yang berkedudukan
di Negara pihak lainnya pada Persetujuan ataupun menjalankan usaha di Negara
pihak lainnya itu (baik melalui suatu bentuk usaha tetap ataupun dengan
suatu cara lain), maka hal itu tidak dengan sendirinya akan berakibat bahwa
salah satu dari perseroan itu merupakan bentuk usaha tetap dari yang lainnya.
Pasal 6
PENGHASILAN DARI HARTA TAK GERAK
(1) Penghasilan yang diperoleh seorang penduduk dari suatu Negara pihak
pada Persetujuan dari harta tak gerak (termasuk penghasilan yang diperoleh
dari pertanian atau kehutanan) yang berada di Negara pihak lainnya pada
Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
(2) Istilah "harta tak gerak" akan mempunyai arti sesuai dengan perundang-undangan
Negara pihak pada Persetujuan dimana harta yang bersangkutan berada. Istilah
tersebut meliputi juga benda-benda yang menyertai harta tak gerak, ternak
dan peralatan yang dipergunakan dalam usaha pertanian dan kehutanan, hak-hak
terhadap mana berlaku ketentuan-ketentuan dalam hukum umum mengenai pemilikan
atas lahan, hak memungut hasil atas harta tak gerak, serta
hak atas pembayaran-pembayaran tetap atau tak tetap sebagai balas jasa
untuk pengerjaan, atau hak untuk mengerjakan kandungan mineral, sumber-sumber
dan sumber-sumber kekayaan alam lainnya. Kapal laut dan pesawat udara tidak
dianggap sebagai harta tak gerak.
(3) Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 berlaku juga terhadap penghasilan
yang diperoleh dari penggunaan secara langsung, dari penyewaan, atau dari
penggunaan harta tak gerak dalam bentuk apapun.
(4) Ketentuan-ketentuan dalam ayat-ayat 1 dan 3 berlaku juga terhadap
penghasilan yang diperoleh dari harta tak gerak suatu perusahaan dan terhadap
penghasilan dari harta tak gerak yang digunakan dalam menjalankan pekerjaan
bebas
Pasal 7
LABA USAHA
(1) Laba suatu perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan hanya
dikenakan pajak di Negara itu kecuali jika perusahaan itu menjalankan usaha
di Negara pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap.
Apabila perusahaan tersebut menjalankan usahanya sebagai dimaksud di atas,
maka laba perusahaan itu dapat dikenakan pajak di negara lainnya tetapi
hanya atas bagian laba yang berasal dari (a) bentuk usaha tetap tersebut;
(b) penjualan barang yang sama dan sejenis dengan barang yang dijual melalui
bentuk usaha tersebut; atau (c) kegiatan usaha lainnya yang dilakukan di
Negara lain yang sama dan sejenis dengan kegiatan usaha yang dilakukan
melalui bentuk usaha tersebut.
(2) Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat 3, jika suatu perusahaan
dari suatu Negara pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara pihak
lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di
sana, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap itu
oleh masing-masing Negara pihak pada Persetujuan ialah laba yang diperolehnya
seandainya bentuk usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan yang
terpisah
dan bertindak bebas yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau
serupa, dalam keadaan yang sama atau serupa, dan mengadakan hubungan yang
sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang memiliki bentuk usaha tetap itu.
(3) Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap, dapat
dikurangkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan dari bentuk
usaha tetap itu termasuk biaya-biaya pimpinan dan biaya-biaya administrasi
umum baik yang dikeluarkan di Negara di mana bentuk usaha tetap itu berada
ataupun di tempat lain. Namun demikian tidak diperkenankan untuk dikurangkan
pembayaran-pembayaran yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap kepada kantor
pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya (selain dari penggantian
biaya yang benar-benar dikeluarkan) berupa royalty, biaya atau pembayaran-pembayaran
serupa lainnya karena penggunaan patent atau hak-hak lain, atau berupa
komisi, untuk jasa-jasa tertentu yang dilakukan atau untuk manajemen, atau,
kecuali dalam hal usaha perbankan, berupa bunga atas pinjaman yang diberikan
kepada bentuk usaha tetap. Sebaliknya tidak diperhitungkan sebagai laba
bentuk usaha tetap adalah jumlah-jumlah yang dibebankan oleh bentuk usaha
tetap kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya
(selain penggantian yang benar-benar dikeluarkan) berupa royalty, biaya
atau pembayaran-pembayaran serupa lainnya karena penggunaan patent atau
hak-hak lain, atau berupa komisi, untuk jasa-jasa tertentu yang dilakukan
atau untuk manajemen, atau, kecuali dalam hal usaha perbankan, berupa bunga
atas pinjaman yang diberikan kepada kantor pusatnya atau kantor lainnya
milik kantor pusatnya.
(4) Demi penerapan ayat-ayat terdahulu, besarnya laba bentuk usaha
tetap harus ditentukan dengan cara yang sama dari tahun ke tahun, kecuali
jika terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk melakukan penyimpangan.
(5) Jika dalam jumlah laba tersebut termasuk bagian-bagian penghasilan
yang diatur secara tersendiri pada Pasal-pasal lain dalam Persetujuan ini,
maka ketentuan pasal-pasal tersebut tidak akan terpengaruh oleh ketentuan-ketentuan
Pasal ini.
Pasal 8
PERKAPALAN DAN PENGANGKUTAN UDARA
(1) Laba yang diperoleh oleh perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan
yang berasal dari pengoperasian kapal-kapal laut atau pesawat udara di
jalur lalu lintas internasional hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
(2) Ketentuan-ketentuan ayat 1 berlaku pula terhadap laba dari penyertaan
dalam suatu gabungan perusahaan, suatu usaha bersama atau dari suatu perwakilan
untuk operasi internasional.
Pasal 9
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA
(1) Apabila :
a) suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan
baik secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam manajemen,
pengawasan atau modal suatu perusahaan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan,
atau
b) orang atau badan yang sama baik secara langsung maupun tidak
langsung turut serta dalam manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan
dari Negara pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan dari Negara pihak
lainnya pada Persetujuan.
dan dalam kedua hal itu antara kedua perusahaan dimaksud dalam hubungan
dagangnya atau hubungan keuangannya diadakan atau diterapkan syarat-syarat
yang menyimpang dari yang lazimnya berlaku antara perusahaan-perusahaan
yang sama sekali bebas satu sama lain, maka setiap laba yang seharusnya
diterima oleh salah satu perusahaan jika syarat-syarat itu tidak ada, namun
tidak diterimanya karena adanya syarat-syarat tersebut, dapat ditambahkan
pada laba perusahaan itu dan dikenakan pajak.
(2) Apabila suatu Negara pihak pada Persetujuan melakukan pembetulan
atas laba suatu perusahaan di negara itu dan dikenakan pajak, sedang bagian
laba yang dibetulkan itu adalah juga merupakan laba perusahaan yang telah
dikenakan pajak di negara pihak lainnya pada Persetujuan dan laba tersebut
adalah laba yang memang seharusnya diperoleh perusahaan di Negara yang
disebut pertama seandainya berdasarkan syarat-syarat yang dibuat antara
kedua perusahaan yang sepenuhnya bebas, Negara pihak lainnya pada Persetujuan
akan melakukan penyesuaian-penyesuaian atas jumlah laba yang dikenakan
pajak dari perusahaan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan tersebut.
Dalam melakukan penyesuaian-penyesuaian itu, diharuskan untuk memperhatikan
ketentuan-ketentuan lain dalam persetujuan ini dan apabila dianggap perlu
pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara saling berkonsultasi.
(3) Negara pihak pada Persetujuan tidak akan melakukan
pembetulan laba perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, apabila batas
waktu yang diberikan oleh masing-masing undang-undang pajaknya telah dilampaui.
Pasal 10
D I V I D E N
(1) Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang berkedudukan
di suatu Negara pihak pada Persetujuan kepada penduduk Negara pihak lainnya
pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut.
(2) Namun demikian, jika penerima dividen adalah penduduk dari Negara
pihak lainnya pada Persetujuan, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi
10% dari jumlah bruto dividen.
(3) Istilah "dividen" sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti
penghasilan dari saham-saham atau hak-hak lainnya yang bukan merupakan
surat-surat piutang, yang berhak atas pembagian laba, maupun penghasilan
lainnya dari hak-hak perseroan yang oleh undang-undang perpajakan Negara
dimana perseroan yang membagikan dividen itu berkedudukan, dalam pengenaan
pajaknya diperlakukan sama dengan penghasilan dari saham-saham.
(4) Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila pemilik
saham yang menikmati dividen, yang merupakan penduduk dari suatu Negara
pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara pihak lainnya
pada Persetujuan, dimana perseroan yang membayarkan dividen itu berkedudukan,
melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, atau menjalankan
pekerjaan bebas dengan suatu tempat usaha tetap yang berada di sana dan
pemilikan saham-saham yang menghasilkan dividen itu mempunyai hubungan
yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap itu. Dalam
hal demikian, tergantung pada masalahnya berlaku ketentuan-ketentuan Pasal
7 atau Pasal 14.
(5) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini,
apabila suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan
mempunyai bentuk usaha tetap di Negara pihak lainnya pada Persetujuan,
maka keuntungan bentuk usaha tetap tersebut dapat dikenakan pajak tambahan
di Negara lainnya itu sesuai dengan undang-undangnya, namun pajak tambahan
tersebut tidak akan melebihi 10% dari jumlah keuntungan setelah dikurangi
dengan pajak penghasilan dan pajak-pajak lainnya atas penghasilan yang
dikenakan di Negara lain tersebut.
(6) Ketentuan-ketentuan dari ayat 5 Pasal ini tidak akan mempengaruhi
ketentuan yang terdapat dalam setiap kontrak bagi hasil dan kontrak-kontrak
karya (atau kontrak lainnya yang serupa) di sektor minyak dan gas bumi
atau sektor pertambangan lainnya yang disetujui oleh Pemerintah Indonesia,
badan-badan pemerintahnya, perusahaan minyak dan gas milik negara, atau
badan-badan lainnya yang merupakan penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan.
Pasal 11
B U N G A
(1) Bunga yang berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan
dibayarkan kepada penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat
dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut.
(2) Tarip yang dikenakan oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan terhadap
bunga yang bersumber dari Negara tersebut dan merupakan hak dari penduduk
Negara pihak lainnya pada Persetujuan tidak akan melebihi 15 persen dari
jumlah bruto bunga.
(3) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 2, bunga yang berasal
disuatu Negara pihak pada Persetujuan dan diterima oleh Pemerintah Negara
pihak lainnya pada Persetujuan termasuk Pemerintah daerahnya, Bank Sentral
atau setiap lembaga keuangan yang diawasi oleh Pemerintah, yang seluruh
modalnya dimiliki oleh Pemerintah dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan,
yang dari waktu ke waktu disetujui diantara pejabat-pejabat berwenang dari
Negara-negara pihak pada Persetujuan, akan dibebaskan dari pengenaan pajak
di Negara yang disebut pertama.
(4) Istilah "bunga" yang digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan
dari semua jenis tagihan hutang, baik yang dijamin dengan hipotik maupun
yang tidak dan baik yang mempunyai hak atas pembagian laba maupun yang
tidak dan khususnya penghasilan dari surat-surat perbendaharaan Negara
dan surat-surat obligasi atau surat-surat hutang, termasuk premi dan hadiah
yang terikat pada surat-surat berharga, obligasi atau surat-surat hutang
tersebut termasuk pula penghasilan dari hutang yang dimaksud undang-undang
Negara dimana penghasilan tersebut berasal, termasuk bunga atas keterlambatan
pembayaran.
(5) Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan ayat 2 tidak akan berlaku apabila
pemberi pinjaman yang menikmati bunga tadi berkedudukan di suatu Negara
pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara pihak lainnya
pada Persetujuan dimana tempat bunga itu berasal melalui suatu bentuk usaha
tetap yang berada di sana, atau menjalankan pekerjaan bebas di Negara lainnya
melalui suatu tempat usaha tetap yang berada di sana, dan tagihan hutang
yang menghasilkan bunga itu mempunyai hubungan yang efektif dengan (a)
bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap itu, atau dengan (b) kegiatan
usaha yang dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1 huruf c. Dalam hal demikian, tergantung
pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14.
(6) Bunga dianggap berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan
apabila yang membayarkan bunga adalah Negara itu sendiri, pemerintah daerahnya
atau penduduk Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang atau badan
yang membayar bunga itu, tanpa memandang apakah ia penduduk suatu Negara
pihak pada Persetujuan atau tidak, mempunyai bentuk usaha tetap atau tempat
usaha tetap di suatu Negara pihak pada Persetujuan di mana bunga yang dibayarkan
menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap tersebut, maka
bunga itu akan dianggap berasal dari Negara pihak pada Persetujuan dimana
bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap itu berada.
(7) Jika karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar bunga
dengan pemilik yang menikmati bunga atau antara keduanya dengan orang atau
badan lain dengan memperhatikan besarnya tagihan hutang yang menghasilkan
bunga itu, jumlah bunga yang dibayarkan melebihi jumlah yang seharusnya
disetujui antara pembayar dan pemilik yang menikmati bunga seandainya hubungan
istimewa itu tidak ada, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini akan berlaku
hanya atas jumlah yang telah disetujui tersebut. Dalam hal demikian,
jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak sesuai
dengan perundang-undangan masing-masing Negara pihak pada Persetujuan,
dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.
Pasal 12
ROYALTI
(1) Royalti yang berasal dari Negara pihak pada Persetujuan dan dibayarkan
kepada penduduk dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan
pajak di Negara pihak lainnya tersebut.
(2) Tarip yang dikenakan oleh Negara pihak pada Persetujuan terhadap
royalty yang bersumber dari Negara tersebut dan merupakan hak dari penduduk
Negara pihak lainnya pada Persetujuan tidak akan melebihi 10% dari jumlah
bruto royalty sebagaimana dimaksud dalam ayat 3.
(3) Istilah "Royalti" dalam Pasal ini berarti setiap jenis pembayaran,
baik secara periodik atau tidak, dan dalam bentuk atau nama apapun yang
diterima sebagai imbalan untuk :
(a) penggunaan atau, hak untuk menggunakan, mengcopy patent,
pola atau model, rencana rumus atau cara pengolahan yang dirahasiakan,
merk dagang ataupun kekayaan atau hak lainnya; atau
(b) penggunaan, atau hak untuk mengunakan alat-alat perlengkapan,
industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan; atau
(c) penyediaan pengetahuan, teknik, industri atau pengetahuan
di bidang perdagangan atau informasi; atau
(d) penyerahan berbagai bantuan yang merupakan pelengkap atau
kekayaan tambahan atau
hak seperti yang disebut pada sub ayat a, setiap perlengkapan seperti
dalam sub ayat b
atau setiap pengetahuan atau informasi seperti disebutkan pada sub
ayat c; atau
(e) penggunaan dari, atau hak untuk menggunakan :
(i) film-film gambar hidup; atau
(ii) film-film atau video yang digunakan dalam hubungannya dengan
televisi; atau
(iii) tape yang digunakan dalam hubungannya dengan siaran radio.
(4) Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku, apabila pihak
yang memiliki hak menikmati royalti, yang merupakan penduduk suatu Negara
pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan
dimana royalti berasal, melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada disana,
atau melakukan suatu pekerjaan bebas di Negara lainnya itu melalui suatu
tempat usaha tetap, dan hak atau harta yang menghasilkan royalti itu mempunyai
hubungan yang efektif dengan : (a) bentuk usaha tetap atau tempat usaha
tetap itu; atau dengan (b) kegiatan-kegiatan usaha yang disebutkan sebelumnya
pada Pasal 7 ayat 1 huruf c. Dalam hal demikian tergantung pada masalahnya,
berlaku ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14.
(5) Royalti dapat dianggap berasal dari Negara pihak pada Persetujuan
apabila pembayarannya adalah Negara itu sendiri, pemerintah daerahnya atau
penduduk dari Negara pihak pada Persetujuan tersebut. Namun demikian, apabila
orang atau badan yang membayarkan royalti itu, tanpa memandang apakah ia
penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan atau bukan, memiliki bentuk
usaha tetap atau tempat usaha tetap di suatu Negara pihak pada Persetujuan
di mana kewajiban membayar royalti timbul, dan royalti tersebut menjadi
beban bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap tersebut, maka royalti
itu dianggap berasal dari Negara pihak pada Persetujuan dimana bentuk usaha
tetap atau tempat usaha tetap itu berada.
(6) Jika karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar dengan
pemilik hak yang menikmati atau antara kedua-duanya dengan orang atau/badan
lain, berkenaan dengan penggunaan hak atau keterangan yang mengakibatkan
pembayaran itu, jumlah royalti yang dibayarkan itu melebihi jumlah yang
seharusnya disepakati oleh pembayar dan pemilik hak seandainya tidak ada
hubungan istimewa, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini hanya akan berlaku
terhadap jumlah yang disebut terakhir. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan
pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak sesuai dengan perundang-undangan
masing-masing Negara pihak pada Persetujuan, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan
lainnya dalam Persetujuan ini.
Pasal 13
KEUNTUNGAN DARI PEMINDAHTANGANAN HARTA
(1) Keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan
dari pemindahtanganan harta tak gerak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 dan terletak di Negara pihak lainnya pada persetujuan dapat dikenakan
pajak di Negara pihak lainnya tersebut.
(2) Keuntungan dari pemindahtanganan harta gerak yang merupakan bagian
kekayaan suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh perusahaan dari suatu
Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan
atau dari harta gerak yang merupakan bagian dari suatu tempat usaha tetap
yang tersedia bagi penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan di Negara
pihak lainnya pada Persetujuan untuk maksud melakukan pekerjaan bebas,
termasuk keuntungan dari pemindahtanganan bentuk usaha tetap itu (tersendiri
atau beserta keseluruhan perusahaan) atau tempat usaha tetap, dapat dikenakan
pajak di Negara pihak lainnya tersebut.
(3) Keuntungan yang diperoleh Perusahaan dari Suatu Negara pihak pada
Persetujuan dari pemindahtanganan kapal-kapal laut atau pesawat udara yang
beroperasi di jalur lalu lintas internasional atau harta gerak yang menjadi
bagian dari operasi kapal laut atau pesawat udara hanya akan dikenakan
pajak di Negara tersebut.
(4) Keuntungan dari pemindahtanganan harta lainnya kecuali yang disebut
pada ayat-ayat sebelumnya hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada
Persetujuan di Negara mana orang atau badan yang memindahkan harta itu
adalah sebagai penduduk.
Pasal 14
PEKERJAAN BEBAS
(1) Penghasilan yang diperoleh penduduk dari suatu Negara pihak pada
Persetujuan sehubungan dengan jasa-jasa profesional atau pekerjaan bebas
lainnya hanya akan dikenakan pajak di Negara itu kecuali apabila ia mempunyai
tempat usaha tetap yang tersedia secara teratur baginya di Negara pihak
lainnya pada Persetujuan untuk menjalankan kegiatan-kegiatannya atau ia
tinggal di Negara pihak lainnya pada Persetujuan untuk suatu masa atau
masa-masa yang
melebihi 90 hari dalam masa 12 bulan. Apabila ia mempunyai tempat tetap
tersebut atau berada di Negara pihak lainnya pada Persetujuan selama masa
atau masa-masa tersebut di atas, maka penghasilan tersebut dapat dikenakan
pajak di Negara lain itu hanya sepanjang penghasilan tersebut diperoleh
dari kegiatan-kegiatan yang dilakukannya di Negara tersebut selama masa
atau masa-masa tersebut diatas.
(2) Istilah "jasa-jasa profesional" terutama meliputi kegiatan-kegiatan
di bidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, pendidikan atau pengajaran
yang dilakukan secara independen, demikian juga pekerjaan-pekerjaan bebas
yang dilakukan oleh para dokter, ahli hukum, ahli teknik, arsitek, dokter
gigi, dan para akuntan.
Pasal 15
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA
(1) Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal-pasal 16, 18, 19,
dan 20 gaji, upah dan imbalan lainnya yang serupa yang diperoleh penduduk
suatu Negara pihak pada Persetujuan karena pekerjaan dalam hubungan kerja,
hanya akan dikenakan pajak dinegara itu, kecuali pekerjaan tersebut dilakukan
di Negara pihak lainnya pada Persetujuan. Dalam hal demikian, maka imbalan
yang diterima dari pekerjaan dimaksud dapat dikenakan pajak di Negara pihak
lainnya itu.
(2) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, imbalan yang diterima
atau diperoleh penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pekerjaan
yang dilakukan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, hanya akan dikenakan
pajak di Negara yang disebut pertama apabila :
a) penerima imbalan berada di Negara pihak lainnya itu dalam
suatu masa atau masa-masa yang jumlahnya tidak melebihi 183 hari dalam
jangka waktu dua belas bulan; dan
b) imbalan itu dibayarkan oleh, atau atas nama pemberi kerja
yang bukan merupakan penduduk Negara pihak lainnya tersebut; dan
c) imbalan itu tidak menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat
usaha tetap yang dimiliki oleh pemberi kerja di Negara pihak lainnya tersebut.
(3) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dalam Pasal
ini, imbalan yang diperoleh karena pekerjaan yang dilakukan di atas kapal
laut atau pesawat udara yang dioperasikan, dalam jalur lalu lintas internasional
oleh suatu perusahaan dari satu Negara pihak pada Persetujuan dapat dikenakan
pajak di Negara tersebut.
Pasal 16
IMBALAN PARA DIREKTUR
1. Imbalan para direktur dan pembayaran-pembayaran serupa lainnya yang
diperoleh penduduk Negara pihak pada Persetujuan dalam kedudukannya sebagai
anggota dewan direktur suatu perseroan atau setiap organ lain yang serupa
dari perusahaan yang berkedudukan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan
dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut.
2. Imbalan yang diterima atau diperoleh orang sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 dari perusahaan dalam hubungannya dengan melakukan fungsi sehari-hari
sebagai pimpinan atau teknisi dapat dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan
Pasal 15.
Pasal 17
PARA ARTIS DAN ATLIT
(1) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal 14 dan 15, penghasilan
yang diperoleh penduduk dari Negara pihak pada Persetujuan sebagai penghibur
seperti artis teater, film, radio atau televisi atau pemain musik atau
sebagai olahragawan, dari kegiatan-kegiatan pribadinya yang dilakukan di
Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara pihak
lainnya tersebut.
(2) Apabila penghasilan sehubungan dengan kegiatan-kegiatan pribadi
yang dilakukan oleh penghibur atau olahragawan tersebut diterima bukan
oleh penghibur atau olahragawan itu sendiri tetapi oleh orang atau badan
lain, menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal 7, 14 dan 15, maka penghasilan
tersebut dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana
kegiatan-kegiatan penghibur atau olahragawan itu dilakukan.
(3) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2, penghasilan yang
diperoleh dari kegiatan-kegiatan yang disebut dalam ayat 1 yang dilakukan
dibawah pengaturan atau persetujuan kebudayaan antara kedua Negara pihak
pada Persetujuan tempat dilakukannya kegiatan itu apabila kunjungan ke
Negara tersebut sepenuhnya atau sebagian besar dibiayai oleh salah satu
Negara pihak pada Persetujuan atau kedua-duanya, pemerintah daerah atau
lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Pasal 18
PENSIUN
(1) Dalam memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat 2 Pasal 19, pensiun
dan imbalan sejenis lainnya yang dibayarkan kepada penduduk dari suatu
Negara pihak pada Persetujuan yang bersumber dari Negara pihak lainnya
pada Persetujuan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa-jasa dalam hubungan
kerja di Negara pihak lainnya pada Persetujuan di masa lampau dan tunjangan
hari tua yang dibayarkan kepada penduduk dari sumber penghasilan hanya
akan dikenakan pajak di Negara itu.
(2) Istilah "tunjangan hari tua" berarti suatu jumlah tertentu yang
dibayar secara berkala pada waktu-waktu tertentu selama hidup atau selama
suatu periode tertentu atau masa waktu yang dapat diketahui dengan kewajiban
untuk melakukan pembayaran-pembayaran sebagai imbalan yang memadai dalam
bentuk uang atau yang dapat dinilai dengan uang.
Pasal 19
PEJABAT PEMERINTAH
(1) (a) Imbalan, selain dari pensiun, yang dibayarkan oleh Negara pihak
pada Persetujuan atau pemerintah daerahnya kepada seseorang sehubungan
dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara tersebut atau pemerintah
daerahnya, hanya dikenakan pajak di Negara itu.
(b) Namun demikian, imbalan tersebut hanya dikenakan pajak di
Negara pihak lainnya pada Persetujuan apabila jasa-jasa tersebut diberikan
di Negara pihak lainnya itu dan orang tersebut adalah penduduk Negara itu
yang :
i) merupakan warganegara dari Negara itu; atau
ii) tidak menjadi penduduk Negara itu semata-mata hanya untuk
maksud memberikan jasa-jasa tersebut.
(2) (a) Pensiun yang dibayarkan oleh, atau dari dana yang dibentuk
oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan atau pemerintah daerahnya kepada
seseorang sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikannya kepada Negara itu
atau pemerintah daerahnya hanya dikenakan pajak di Negara itu.
(b) Namun demikian, pensiun tersebut hanya dikenakan pajak di
Negara pihak lainnya pada Persetujuan bilamana orang tersebut adalah penduduk
dan warga negara dari Negara pihak lainnya itu.
(3) Ketentuan-ketentuan dalam Pasal-pasal 15, 16 dan 18 akan
berlaku terhadap imbalan dan pensiun dari jasa-jasa yang diberikan sehubungan
dengan usaha yang dijalankan oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan atau
pemerintah daerahnya.
Pasal 20
GURU DAN PENELITI
Seseorang yang merupakan penduduk atau segera sebelum mengunjungi suatu
Negara pihak pada Persetujuan merupakan penduduk Negara pihak lainnya pada
Persetujuan dan atas undangan dari pemerintah Negara yang disebut pertama
atau Universitas, sekolah, musium atau institusi kebudayaan di negara tersebut
atau dibawah program yang resmi dari pertukaran kebudayaan, berada di Negara
tersebut untuk masa tidak lebih dari dua tahun berturut-turut semata-mata
sebagai pengajar, memberi kuliah, atau melakukan penelitian pada institusi
tersebut akan dikecualikan dari pajak di Negara pihak pada Persetujuan
atas imbalan untuk kegiatannya.
Pasal 21
PELAJAR DAN PESERTA PELATIHAN
1. Pembayaran-pembayaran kepada seorang pelajar atau peserta pelatihan
yang sebelum mengunjungi Negara pihak pada Persetujuan adalah penduduk
dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan semata-mata untuk kepentingan
pendidikannya atau pelatihan, akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara
tersebut, sepanjang pembayaran-pembayaran tersebut berasal dari luar Negara
tersebut.
2. Sehubungan dengan bantuan-bantuan, beasiswa dan imbalan sehubungan
dengan pekerjaan yang tidak dicakup dalam ayat 1, seorang pelajar atau
peserta pelatihan yang dimaksud dalam ayat 1, selama pendidikan atau pelatihan
berhak atas pembebasan, pengecualian atau pengurang atas pajak-pajak yang
dapat dikenakan pada penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan
yang ia kunjungi.
Pasal 22
PENGHASILAN LAINNYA
Jenis-jenis penghasilan dari penduduk Negara pihak pada Persetujuan,
dimanapun sumbernya, yang tidak diatur dalam pasal-pasal pada Persetujuan,
selain penghasilan dalam bentuk lotere, hadiah akan dikenakan pajak di
Negara tersebut.
Pasal 23
PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
Bila seorang penduduk Negara pihak pada Persetujuan memperoleh penghasilan
dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan yang menurut ketentuan-ketentuan
Persetujuan ini, jumlah pajak atas penghasilan tersebut yang dibayarkan
di Negara pihak lainnya pada persetujuan dapat dikreditkan terhadap pajak
di Negara pihak pada Persetujuan yang dikenakan terhadap penduduk itu.
Namun demikian, jumlah kredit itu tidak boleh melebihi bagian pajak di
Negara pihak pada Persetujuan atas penghasilan tersebut yang dihitung sesuai
dengan Undang-undang dan peraturan perpajakannya.
Pasal 24
NON DISKRIMINASI
(1) Warga negara dari suatu Negara pihak pada Persetujuan tidak akan
dikenakan pajak atau kewajiban apapun sehubungan dengan pengenaan pajak
di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, yang berlainan atau lebih memberatkan
daripada pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban pihak, yang dikenakan
atau dapat dikenakan terhadap warganegara dari Negara pihak lainnya dalam
keadaan yang sama.
(2) Pengenaan pajak atas bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh suatu
perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak lainnya pada
Persetujuan, tidak akan dilakukan dengan cara yang kurang menguntungkan
dibandingkan dengan pengenaan pajak atas perusahaan-perusahaan yang menjalankan
kegiatan-kegiatan yang sama di Negara pihak
lainnya itu. Ketentuan ini tidak dapat ditafsirkan sebagai mewajibkan
suatu Negara pihak pada Persetujuan untuk memberikan kepada penduduk Negara
pihak lainnya pada Persetujuan suatu potongan pribadi, keringanan-keringanan
dan pengurangan-pengurangan untuk kepentingan pengenaan pajak berdasarkan
status sipil atau tanggung jawab keluarga seperti yang diberikan kepada
penduduknya sendiri.
(3) Perusahaan di suatu Negara pihak pada Persetujuan, yang modalnya
sebagian atau seluruhnya dimiliki atau dikuasai baik langsung atau tidak
langsung oleh penduduk dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan, tidak
akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun yang berkaitan dengan pengenaan
pajak di Negara yang disebut pertama yang berlainan atau lebih memberatkan
daripada pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban dimaksud yang dikenakan
atau dapat dikenakan terhadap perusahaan-perusahaan lainnya yang serupa
di Negara yang disebut pertama.
(4) Kecuali dalam hal ketentuan Pasal 9 ayat 1, Pasal 11 ayat 7 atau
Pasal 12 ayat 6 berlaku, bunga, royalti dan pembayaran-pembayaran lain
yang di bayarkan oleh perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan kepada
penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan dalam menentukan laba yang
dapat dikenakan pajak atas perusahaan semacam itu akan dapat dikurangkan
dibawah kondisi yang sama apabila hal itu dibayarkan kepada penduduk dari
Negara yang disebut pertama.
(5) Dalam Pasal ini, istilah "pajak" berarti pajak-pajak sebagaimana
dimaksud dalam Persetujuan ini.
Pasal 25
TATA CARA PERSETUJUAN BERSAMA
(1) Apabila seseorang atau suatu badan menganggap bahwa tindakan-tindakan
salah satu atau kedua Negara pihak pada Persetujuan mengakibatkan atau
akan mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan
ini, maka terlepas dari cara-cara penyelesaian yang diatur oleh perundang-undangan
nasional dari masing-masing Negara, maka ia dapat mengajukan masalahnya
kepada pejabat yang berwenang di Negara Pihak pada Persetujuan dimana ia
berkedudukan, atau apabila masalah yang timbul menyangkut Pasal 24 ayat
1 kepada pejabat yang berwenang di Negara pihak pada Persetujuan dimana
ia menjadi penduduk. Masalah tersebut harus diajukan dalam waktu tiga tahun
sejak pemberitahuan pertama dari tindakan yang mengakibatkan pengenaan
pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan Persetujuan ini.
(2) Apabila keberatan yang diajukan itu cukup beralasan untuk diselesaikan
dan apabila atas masalah itu tidak dapat ditemukan suatu penyelesaian yang
memuaskan, pejabat yang berwenang harus berusaha menyelesaikan masalah
itu melalui persetujuan bersama dengan pejabat yang berwenang dari Negara
pihak lainnya pada Persetujuan, dengan tujuan untuk menghindarkan pengenaan
pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini.
(3) Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan
melalui suatu persetujuan bersama harus berusaha untuk menyelesaikan setiap
kesulitan atau keragu-raguan yang timbul dalam penafsiran atau penerapan
Persetujuan ini. Mereka dapat juga berkonsultasi bersama untuk mencegah
pengenaan pajak berganda dalam hal tidak diatur dalam Persetujuan.
(4) Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada
persetujuan dapat berhubungan langsung satu sama lain untuk mencapai persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat-ayat sebelumnya. Pejabat-pejabat yang berwenang,
melalui konsultasi, harus membuat prosedur bilateral, syarat-syarat, metode-metode
dan teknik-teknik untuk pelaksanaan persetujuan bersama sesuai dengan Pasal
ini.
Pasal 26
PERTUKARAN INFORMASI
(1) Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan
akan melakukan tukar menukar informasi yang diperlukan untuk melaksanakan
ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini atau untuk melaksanakan undang-undang
nasional Negara masing-masing mengenai pajak-pajak yang dicakup dalam Persetujuan,
sepanjang pengenaan pajak menurut undang-undang Negara yang bersangkutan
tidak bertentangan dengan Persetujuan ini. Pertukaran informasi tidak dibatasi
oleh ketentuan Pasal 1. Setiap informasi yang diterima oleh suatu Negara
pihak pada Persetujuan harus dijaga kerahasiaannya dengan cara yang
sama seperti apabila informasi itu diperolah berdasarkan perundang-undangan
nasional Negara tersebut dan hanya dapat diungkapkan kepada orang atau
badan atau pejabat-pejabat (termasuk pengadilan dan badan-badan administratif)
yang berkepentingan dalam penetapan atau penagihan pajak, pelaksanaan undang-undang
atau penuntutan, atau dalam memutuskan keberatan berkenaan dengan pajak-pajak
yang dicakup dalam Persetujuan ini. Orang atau badan atau para pejabat
tersebut hanya boleh memberikan informasi itu untuk maksud tersebut diatas.
Mereka dapat juga mengungkapkan informasi itu dalam pengadilan umum atau
dalam pembuatan keputusan-keputusan pengadilan.
(2) Bagaimanapun juga Ketentuan-ketentuan ayat (1) sama sekali tidak
dapat ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membebankan kepada Negara pihak
pada Persetujuan kewajiban untuk:
a) melaksanakan tindakan-tindakan administratif yang bertentangan
dengan perundang-undangan atau praktek administrasi yang berlaku di Negara
itu atau di Negara pihak lainnya pada Persetujuan;
b) memberikan informasi yang tidak mungkin diperoleh berdasarkan
perundang-undangan atau dalam praktek administrasi yang lazim di Negara
tersebut atau di Negara pihak lainnya pada Persetujuan;
c) memberikan informasi yang mengungkapkan rahasia apapun dibidang
perdagangan, usaha, industri, perniagaan atau keahlian, atau tata cara
perdagangan atau informasi lainnya yang pengungkapannya bertentangan dengan
kebijaksanaan umum (ordre public).
Pasal 27
PEJABAT DIPLOMATIK DAN KONSULER
Persetujuan ini tidak akan mempengaruhi hak-hak istimewa di bidang
fiskal dari anggota-anggota misi diplomatik dan konsuler berdasarkan peraturan-peraturan
umum hukum internasional atau berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam suatu
persetujuan khusus.
Pasal 28
BERLAKUNYA PERSETUJUAN
(1) Persetujuan ini akan berlaku pada tanggal pemberitahuan terakhir
dari tanggal saat masing-masing Pemerintah saling memberitahu secara tertulis
melalui saluran diplomatik bahwa formalitas sebagaimana disyaratkan dalam
konstitusi masing-masing Negara telah dipenuhi.
(2) Ketentuan-ketentuan dari Persetujuan ini akan berlaku :
a) mengenai pajak yang dipotong pada sumber penghasilan untuk
penghasilan yang diperoleh pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun takwim
berikutnya sesudah berlakunya Persetujuan ini; dan
b) mengenai pajak lainnya atas penghasilan untuk tahun-tahun
pajak yang mulai pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun berikutnya sesudah
tahun berlakunya Persetujuan ini.
Pasal 29
BERAKHIRNYA PERSETUJUAN
Persetujuan ini akan tetap berlaku tanpa batas waktu, tetapi kedua
Negara pihak pada Persetujuan dapat menyampaikan pemberitahuan untuk tidak
memberlakukan Persetujuan ini secara tertulis kepada Negara pihak lainnya
pada Persetujuan melalui saluran diplomatik pada atau sebelum tanggal 30
Juni setiap tahun takwim dimulai setelah jangka waktu lima tahun sejak
tanggal berlakunya Persetujuan.
Dalam hal demikian, Persetujuan ini akan tidak berlaku lagi :
a) mengenai pajak yang dipotong pada sumber penghasilan, untuk penghasilan
yang diperoleh pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun takwim berikutnya
setelah tahun pemberitahuan berakhirnya Persetujuan diberikan.
b) mengenai pajak-pajak lainnya atas penghasilan, untuk tahun-tahun
pajak yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun takwim berikutnya
setelah tahun pemberitahuan berakhirnya Persetujuan diberikan.
DENGAN KESAKSIAN para penandatangan di bawah ini, yang telah memperoleh
kuasa yang sah telah menandatangani Persetujuan ini.
DIBUAT di Khartoum, pada tanggal 10 Pebruari 1998, dalam bahasa Arab,
Indonesia dan Inggris, semua naskah tersebut berkekuatan sama. Dalam hal
terjadi perbedaan penafsiran, maka yang berlaku adalah naskah dalam bahasa
Inggris.
UNTUK PEMERINTAH UNTUK PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK SUDAN
ttd ttd
SOEMADI D.M. BROTODININGRAT ABDUL GADIR MUHAMMAD AHMED