PERSETUJUAN ANTARA
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND
MENGENAI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK
YANG BERHUBUNGAN DENGAN PAJAK-PAJAK ATAS
PENDAPATAN DAN ATAS KEKAYAAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
dan
PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND
BERHASRAT untuk mengadakan suatu Persetujuan mengenai Penghindaran
Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelakan Pajak yang berhubungan dengan
Pajak-Pajak atas Pendapatan dan atas Kekayaan.
TELAH MUFAKAT SEBAGAI BERIKUT :
Pasal 1
Orang-orang dan badan-badan
yang tercakup dalam Persetujuan ini
Persetujuan ini akan berlaku terhadap orang-orang dan badan-badan yang
merupakan penduduk dari salah satu atau kedua Negara pihak yang terikat
Persetujuan.
Pasal 2
Pajak-pajak yang tercakup oleh
Persetujuan ini
(1) Persetujuan ini berlaku terhadap pajak-pajak atas pendapatan dan
atas kekayaan yang dikenakan oleh masing-masing Negara yang terikat Persetujuan
atau Pemerintah Daerah/Lokal Negara itu tanpa memandang cara-cara pemungutan
pajak-pajak tersebut.
(2) Akan dianggap sebagai pajak-pajak atas pendapatan dan atas kekayaan, semua pajak yang dikenakan atas seluruh pendapatan, seluruh kekayaan atau atas unsur-unsur pendapatan atau kekayaan, termasuk pajak-pajak atas keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan harta gerak atau harta tak gerak, gunggunan upah atau gaji yang dibayar oleh perusahaan perusahaan, begitu juga pajak-pajak atas penilaian aktiva.
(3) Pajak-pajak yang berlaku menurut Persetujuan ini, khususnya adalah
:
a) di Indonesia :
(i) Pajak Pendapatan;
(ii) Pajak Perseroan;
(iii) Pajak atas bunga, Dividen dan Royalti;
(iv) Pajak Kekayaan;
(selanjutnya disebut sebagai pajak Indonesia);
b) di Thailand :
(i) Pajak Pendapatan;
(ii) Pajak Pendapatan Minyak;
(iii) Pajak Pembangunan Lokal;
(selanjutnya disebut sebagai pajak Thai);
(4) Persetujuan ini berlaku pula terhadap setiap pajak-pajak yang sama
atau pada hakekatnya serupa yang dikenakan setelah tanggal penandatanganan
Persetujuan ini, sebagai tambahan terhadap, atau pengganti dari pajak-pajak
yang sekarang berlaku. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara
yang terikat Persetujuan akan memberitahukan satu sama lain setiap perubahan-perubahan
penting yang telah dibuat dalam perundang-undangan pajak Negara masing-masing.
Pasal 3
Pengertian-pengertian umum
(1) Dalam Persutujuan ini, kecuali dari hubungan kalimatnya harus diartikan
lain :
a) istilah Indonesia meliputi wilayah Republik Indonesia sebagaimana
dirumuskan di dalam undang-undangnya dan bagian-bagian dari landas kontinen
dan lautan sekitarnya yang berbatasan, dimana Republik Indonesia memiliki
kedaulatan, hak-hak kedaulatan atau hak-hak lain berdasarkan hukum internasional;
b) istilah Thailand berarti Kerajaan Thailand dan termasuk setiap daerah
yang berbatasan dengan wilayah perairan Kerajaan Thailand yang oleh perundang-undangan
Thai, dan berdasarkan hukum internasional, telah atau kemudian dapat ditentukan
sebagai suatu daerah di mana hak-hak Kerajaan Thailand yang menyangkut
dasar laut dan lapisan tanah sebelah bawah dan sumber-sumber alam yang
dapat dikelola;
c) istilah suatu Negara yang terikat Persetujuan dan Negara lain yang
terikat Persetujuan berarti Indonesia atau Thailand, sesuai menurut hubungan
kalimatnya;
d) istilah person meliputi orang pribadi, perseroan dan setiap kumpulan
lain dari orang orang dan badan-badan yang untuk tujuan perpajakan dan
diperlakukan sebagai suatu kesatuan;
e) istilah perseroan berarti setiap badan hukum atau setiap kesatuan
yang untuk berdasarkan perundang-undangan pajak masing-masing Negara yang
terikat Persetujuan diperlukan sebagai badan hukum;
f) istilah warganegara berarti :
(i) setiap orang pribadi yang memiliki kebangsaan suatu Negara yang
terikat Persetujuan;
(ii) setiap badan hukum, perkongsian, asosiasi dan kumpulan lainnya
yang mendapatkan statusnya dari perundang-undangan yang berlaku di suatu
Negara yang terikat Persetujuan.
g) istilah perusahaan dari suatu Negara yang terikat Persetujuan dan
perusahaan dari Negara lain yang terikat Persetujuan berarti berturut-turut
suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk suatu Negara yang terikat
Persetujuan dan suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk Negara lain
yang terikat Persetujuan lainnya;
h) istilah pajak berarti pajak Indonesia atau pajak Thai, sesuai menurut
hubungan kalimatnya;
i) istilah lalu lintas internasional berarti setiap pengangkutan oleh
kapal laut atau pesawat udara yang dilakukan oleh perusahaan dari suatu
Negara yang terikat Persetujuan, kecuali jika kapal atau pesawat udara
itu semata-mata dioperasikan antara tempat-tempat yang berada di Negara
lain yang terikat Persetujuan;
j) istilah Pejabat yang berwenang berarti :
(i) di Indonesia, Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah;
(ii) di Thailand, Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah;
(2) Untuk penerapan ketentuan-ketentuan Persetujuan ini oleh suatu
Negara yang terikat Persetujuan, setiap istilah yang tidak dirumuskan,
kecuali dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain, akan mempunyai arti
menurut perundang-undangan masing-masing Negara yang terikat Persetujuan
itu, sepanjang menyangkut pajak-pajak yang berlaku dalam Persetujuan ini.
CATATAN :
Untuk selanjutnya dalam terjemahan ini, istilah suatu Negara yang terikat
Persetujuan disingkat suatu Negara dan suatu Negara lain yang terikat Persetujuan
disingkat suatu Negara dan suatu Negara lain yang terikat Persetujuan disingkat
suatu Negara lain.
Pasal 4
Penduduk
(1) Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah penduduk suatu Negara
berarti setiap orang/badan yang berdasarkan perundang-undangan Negara itu,
dapat dikenakan pajak berdasarkan domisili, tempat tinggal, tempat pendirian
atau kriteria lain yang sifatnya serupa.
Tetapi istilah ini tidak termasuk orang/badan yang dapat dikenakan
pajak di Negara itu hanya dari pendapatan yang berasal dari Negara tersebut
atau dari kekayaan yang berada disitu.
(2) Jika berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1 seorang menjadi penduduk
di kedua Negara, maka statusnya akan ditentukan sebagai berikut :
a) ia akan dianggap sebagai penduduk di suatu Negara, dimana ia mempunyai
tempat tinggal tetap yang tersedia baginya. Apabila ia mempunyai tempat
tinggal tetap yang tersedia baginya di kedua Negara, ia akan dianggap sebagai
penduduk di Negara tempat dimana hubungan-hubungan pribadi dan ekonominya
lebih erat (pusat kepentingan-kepentingan pokok);
b) Apabila Negara dimana pusat kepentingan-kepentingan pokoknya tidak
dapat ditentukan, atau apabila ia tidak mempunyai tempat tinggal tetap
yang tersedia baginya di kedua Negara, ia akan dianggap sebagai penduduk
Negara dimana ia menurut kebiasaan berdiam;
c) Apabila ia mempunyai tempat kebiasaan berdiam di kedua Negara atau
tidak mempunyainya di kedua Negara tersebut, ia akan dianggap sebagai penduduk
Negara menurut kewarganegaraannya;
d) Apabila ia adalah warganegara dari kedua Negara atau sama sekali
bukan warganegara dari kedua Negara, pejabat yang berwenang dari kedua
Negara akan menyelesaikan masalah tersebut dengan pemufakatan bersama;
(3) Jika berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1 suatu perseroan berkedudukan
di kedua Negara, maka perseroan itu akan dianggap berkedudukan di Negara
di mana ia didirikan.
Apabila berdasarkan kriteria ini kedudukan perseroan masih belum dapat
ditentukan, maka pejabat yang berwenang dari kedua Negara akan menyelesaikan
masalah tersebut dengan pemufakatan bersama.
Pasal 5
Kedudukan Tetap
(1) Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah kedudukan tetap berarti
suatu tempat usaha tertentu di mana seluruh atau sebagian usaha suatu perusahaan
dijalankan.
(2) Istilah kedudukan tetap terutama meliputi :
a) suatu tempat ketatalaksanaan;
b) suatu cabang;
c) suatu kantor;
d) suatu pabrik;
e) suatu ruang kerja;
f) suatu gudang;
g) suatu pertambangan, ladang minyak atau gas, suatu tempat penggalian
atau tempat lainnya untuk pengambilan sumber kekayaan alam;
h) suatu pertanian atau perkebunan;
i) suatu lokasi bangunan, suatu proyek konstruksi, instalasi atau proyek
perakitan atau kegiatan-kegiatan pengawasan yang berhubungan dengan hal
diatas, dimana lokasi, proyek atau kegiatan itu berlangsung untuk suatu
masa yang lebih dari 6 bulan;
j) pemberian jasa-jasa, termasuk jasa konsultan yang diberikan oleh
penduduk suatu Negara melalui karyawan-karyawan atau pegawai lainnya dimana
kegiatan itu (untuk proyek yang sama atau yang berhubungan) berlangsung
di Negara lain untuk suatu masa atau masa-masa yang berjumlah lebih dari
183 hari.
(3) Orang/badan (kecuali makelar, agen komisioner umum atau agen lain
yang statusnya berdiri sendiri dimana berlaku ayat 6) yang bertindak di
suatu Negara atas nama suatu perusahaan yang berkedudukan di Negara lain,
akan dianggap sebagai kedudukan tetap di Negara yang disebut pertama, apabila
:
a) ia memiliki wewenang dan lazim menggunakannya di Negara yang disebut
pertama, untuk berunding dan menutup kontrak-kontrak untuk atau atas nama
perusahaan, kecuali kegiatan-kegiatannya itu terbatas pada pembelian barang-barang
dagangan bagi perusahaan itu; atau
b) ia lazim mengurus di Negara yang disebut pertama persediaan barang-barang
atau barang barang dagangan milik perusahaan dan secara teratur melakukan
penyerahan barang barang atau barang-barang dagangan tersebut untuk atau
atas nama perusahaan itu; atau
c) ia lazim mendapat pesanan-pesanan di Negara yang disebut terdahulu,
seluruhnya atau hampir seluruhnya ditujukan kepada baik untuk perusahaan
itu sendiri ataupun untuk perusahaan dan perusahaan-perusahaan lain yang
diawasi oleh perusahaan yang pertama atau perusahaan itu dikuasai oleh
yang lainnya.
(4) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan terdahulu dari Pasal ini, suatu
perusahaan asuransi dari suatu Negara, kecuali reasuransi, akan dianggap
mempunyai kedudukan tetap di Negara lain apabila perusahaan itu memungut
premi atau menanggung risiko yang terjadi dalam wilayah Negara lain itu
melalui seorang karyawan atau melalui suatu perwakilan yang bukan merupakan
agen yang terdiri sendiri menurut pengertian ayat 6 Pasal ini.
(5) istilah kedudukan tetap tidak dianggap termasuk :
a) penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud untuk menyimpan
atau memamerkan barang-barang atau barang dagangan kepunyaan perusahaan;
b) pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata dengan maksud
untuk melakukan pembelian barang-barang atau barang dagangan atau untuk
melakukan pengumpulan keterangan bagi keperluan perusahaan;
c) pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata dengan maksud
untuk periklanan, untuk penelitian ilmiah atau untuk kegiatan-kegiatan
yang serupa yang bersufat menunjang bagi keperluan perusahaan;
d) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan kepunyaan
perusahaan semata-mata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan;
e) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan kepunyaan
perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan lain.
(6) Makelar, agen komisioner umum dan agen lainnya yang berdiri sendiri
yang bertindak hanya sebagai perantara antara perusahaan dari suatu Negara
dengan calon pembeli di Negara lain tidak akan dianggap sebagai suatu pendirian
tetap di Negara lain itu. Namun demikian, apabila kegiatan-kegiatan agen
tersebut seluruhnya atau hampir seluruhnya ditujukan untuk usaha perusahaan
itu atau untuk perusahaan dan perusahaan-perusahaan lain yang diawasi oleh
perusahaan yang pertama atau perusahaan itu dikuasai oleh yang lainnya,
ia tidak akan dianggap sebagai agen yang berdiri sendiri menurut pengertian
ayat ini.
(7) Kenyataan bahwa suatu perusahaan yang berkedudukan di suatu Negara
mengawasi atau diawasi oleh suatu perseroan yang berkedudukan di Negara
lain, atau yang menjalankan usaha di Negara lain itu (apakah melalui suatu
kedudukan tetap atau tidak), tidak dengan sendirinya berarti bahwa salah
satu dari perseroan itu merupakan kedudukan tetap dari yang lainnya.
Pasal 6
Pendapatan dari harta tak gerak
(1) Pendapatan dari harta tak gerak, termasuk pendapatan dari pertanian
atau kehutanan dapat dikenakan pajak di Negara dimana harta itu terletak.
(2) Untuk kepentingan Persetujuan ini istilah harta tak gerak akan diartikan
sesuai menurut undang-undang Negara dimana harta yang bersangkutan terletak.
Bagaimanapun istilah itu meliputi juga benda yang menyertai harta tak
gerak itu, ternak dan peralatan yang digunakan dalam usaha pertanian dan
kehutanan, hak terhadap mana ketentuan-ketentuan hukum umum mengenai harta
berupa tanah berlaku, hak pakai hasil atas harta tak gerak dan hak-hak
atas pembayaran-pembayaran baik yang tetap maupun tidak, sebagai balas
jasa karena pengerjaan, atau hak untuk mengerjakan bahan-bahan galian atau
sumber-sumber alam lainnya; kapal-kapal laut, kapal-kapal dan pesawat udara
tidak akan dianggap sebagai harta tak gerak.
(3) Ketentuan ayat 1 akan berlaku terhadap pendapatan yang diterima
dari penggunaan secara langsung, penyewaan atau penggunaan harta tak gerak
dalam bentuk apapun.
(4) Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 3 juga akan berlaku terhadap pendapatan
dari harta tak gerak suatu perusahaan dan terhadap pendapatan dari harta
tak gerak yang digunakan dalam melaksanakan pekerjaan bebas.
Pasal 7
Laba usaha
(1) Pendapatan atau laba suatu perusahaan dari suatu Negara hanya akan
dikenakan pajak di Negara itu, kecuali perusahaan tersebut menjalankan
usaha melalui suatu kedudukan tetap di Negara lain. Apabila perusahaan
itu menjalankan usaha seperti tersebut diatas, maka pendapatan atau laba
perusahaan dimaksud dapat dikenakan pajak di Negara lain, tetapi hanya
sepanjang mengenai bagian laba yang dianggap berasal dari (a) kedudukan
tetap itu; (b) penjualan barang-barang atau barang dagangan yang dilakukan
di Negara lain itu yang sama atau jenisnya serupa seperti yang dijual melalui
kedudukan tetapi; (c) kegiatan kegiatan usaha lainnya yang dijalankan di
Negara lain itu yang sama atau jenisnya serupa seperti yang dilakukan melalui
kedudukan tetap.
(2) Jika suatu perusahaan dari suatu Negara menjalankan usaha di Negara lain melalui suatu kedudukan tetap, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba kedudukan tetap itu oleh masing-masing Negara adalah laba yang dianggap diperoleh seolah-olah kedudukan tetap itu merupakan perusahaan yang terpisah dan berdiri-sendiri, yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau serupa dan yang mengadakan transaksi dalam suasana sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang memiliki kedudukan tetap tersebut.
(3) Dalam menentukan besarnya laba suatu kedudukan tetap, dapat dikurangkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan kedudukan tetap itu, termasuk biaya-biaya pimpinan dan adminstrasi umum, baik yang dikeluarkan di Negara dimana kedudukan tetap itu berada ataupun ditempat lain.
(4) Sepanjang merupakan kelaziman di suatu Negara untuk menentukan besarnya laba yang diperoleh suatu kedudukan tetap berdasarkan suatu persentasi tertentu dari penerimaan kotor perusahaan atau berdasarkan suatu pembagian laba terhadap seluruh laba perusahaan itu untuk berbagai bagiannya, ayat 2 tidak bermaksud untuk menghalangi Negara itu dalam menentukan laba yang dikenakan pajak dengan cara demikian; namun cara yang dipakai itu harus sedemikian rupa sehingga hasilnya akan sesuai dengan azas-azas yang digariskan dalam Pasal ini.
(5) Tidak dianggap adanya pendapatan atau laba jika suatu kedudukan tetap hanya melakukan pembelian barang-barang atau barang dagangan untuk perusahaan.
(6) Untuk kepentingan ayat-ayat terdahulu, laba yang menjadi bagian kedudukan tetap akan ditentukan dengan cara yang sama dari tahun ke tahun kecuali jika terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk melakukan menyimpang.
(7) Jika dalam jumlah pendapatan atau laba termasuk bagian-bagian pendapatan
yang diatur secara tersendiri oleh Pasal-Pasal lain dari Persetujuan ini,
maka ketentuan-ketentuan Pasal itu tidak akan terpengaruh oleh ketentuan-ketentuan
Pasal ini.
Pasal 8
Pengangkutan laut dan udara
(1) Pendapatan yang diterima oleh suatu perusahaan dari suatu Negara
karena pengoperasian pesawat udara dalam jalur lalu-lintas internasional,
hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.
(2) Pendapatan yang diterima oleh suatu perusahaan dari suatu Negara karena pengoperasian kapl-kapal laut dalam jalur lalu-lintas internasional, dapat dikenakan pajak di Negara lain, tetapi pajak yang dikenakan oleh Negara lain itu akan dikurangi sejumlah 50 persen.
(3) Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 berlaku juga terhadap pendapatan
yang diterima oleh suatu perusahaan dari suatu Negara karena ikut serta
dalam gabungan-gabungan dalam bentuk apapun dari perusahaan yang berusaha
di bidang pengangkutan laut atau pengangkutan udara.
Pasal 9
Perusahaan-perusahaan yang berhubungan
Jika :
(a) suatu perusahaan dari suatu Negara, baik secara langsung maupun
tidak langsung turut serta dalam pimpinan, pengawasan atau permodalan suatu
perusahaan di Negara lainnya, atau
(b) orang-orang/badan-badan yang sama, baik secara langsung maupun
tidak langsung turut serta dalam pimpinan, pengawasan atau permodalan suatu
perusahaan dari suatu Negara dan suatu perusahaan di Negara lainnya, dan
tiap kedua hal itu, jika syarat-syarat hubungan perdagangan dan keuangan
yang ditetapkan antara perusahaan-perusahaan lain yang bebas, maka setiap
keuntungan yang seharusnya jatuh pada salah satu perusahaan sekiranya syarat
syarat itu tidak ada, tetapi tidak diperoleh karena adanya syarat-syarat
dimaksud, dapat ditambahkan ke dalam laba perusahaan itu dan dikenakan
pajak.
Pasal 10
Dividen
(1) Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang berkedudukan
di suatu Negara kepada penduduk Negara lainnya, dapat dikenakan pajak di
Negara lain itu.
(2) Namun demikian,
(a) Dalam hal di Indonesia, dividen dapat juga dikenakan pajak di Indonesia,
dimana perseroan yang membayarkan dividen berkedudukan dan menurut perundang-undangan
Indonesia, tetapi pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 15 persen dari
jumlah kotor dividen.
(b) Dalam hal di Thailand, dividen itu dapat juga dikenakan pajak di
Thailand, dimana perseroan yang membayarkan dividen berkedudukan dan menurut
perundang-undangan Thailand, tetapi apabila penerima dividen adalah perseroan
Indonesia, bukan kongsi, yang menguasai langsung sekurang-kurangnya 25
persen modal perseroan di Thailand yang membayarkan dividen itu, maka pajak
yang dikenakan tidak akan melebihi :
(i) 15 persen dari jumlah kotor dividen apabila perseroan yang membayarkan
dividen berusaha di bidang industri;
(ii) 25 persen dari jumlah kotor dividen untuk bidang lannya.
Ayat ini tidak akan mempengaruhi pengenaan pajak terhadap perseroan
itu atas laba dimana dividen dibayarkan.
(3) Istilah dividen seperti yang dimaksud dalam Pasal ini berarti pendapatan
dari saham saham, saham-saham pertambahan, saham-saham pendiri atau hak-hak
lain ( bukan surat surat piutang) yang ikut serta dalam pembagian laba,
begitu juga pendapatan dari hak-hak perseroan lainnya yang diperlukan sama
dalam pengenaan pajaknya sebagai pendapatan dari saham oleh perundang-undangan
Negara dimana perseroan yang membagikan dividen berkedudukan.
(4) Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila penerima dividen yang berkedudukan di suatu Negara, menjalankan usaha melalui suatu kedudukan tetap di Negara lain di mana perseroan yang membagikan dividen juga berkedudukan, atau melakukan pekerjaan bebas melalui suatu tempat tertentu di Negara lain itu dan pemilikan saham atas nama dividen dibayarkan, mempunyai hubungan efektif dengan kedudukan tetap atau tempat tertentu itu. Dalam hal demikian, tergantung pada permasalahannya, berlaku Pasal 7 atau Pasal 14.
(5) Jika suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara, menerima keuntungan atau pendapatan dari Negara lain, Negara lain itu tidak dapat mengenakan pajak apapun atas dividen yang dibayarkan oleh perseroan kepada orang-orang/badan yang bukan merupakan penduduk Negara lain itu, atau mengenakan pajak atas laba perseroan yang tidak dibagikan, meskipun dividen yang dibayarkan atau laba yang tidak dibagikan itu terdiri dari seluruhnya atau sebagian dari laba atau pendapatan yang berasal dari Negara lain itu.
(6) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 5, jika suatu perseroan
yang berkedudukan di suatu Negara mempunyai kedudukan tetap di Negara lain,
maka atas laba kedudukan tetap itu, setelah dikurangi pajak perseroan yang
terutang, dapat dikenakan pajak sesuai dengan perundang-undangan Negar
lain itu.
Pasal 11
Bunga
(1) Bunga yang berasal dari suatu Negara dan dibayarkan kepada penduduk
Negara lain, dapat dikenakan pajak di Negara lain itu.
(2) Bagaimanapun,
(a) Dalam hal di Indonesia, bunga yang berasal dari Indonesia dapat
dikenakan pajak di Indonesia menurut perundang-undangan Indonesia, tetapi
pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 15 persen dari jumlah kotor bunga.
(b) Dalam hal di Thailand, bunga yang berasal dari Thailand dapat dikenakan
pajak di Thailand menurut perundang-undangan Thailand, tetapi pajak yang
dikenakan tidak akan melebihi :
(i) 10 persen dari jumlah kotor bunga, apabila bunga itu diterima oleh
lembaga keuangan (termasuk perusahaan asuransi);
(ii) dalam hal lainnya, 25 persen dari jumlah kotor bunga.
(3) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 2 Pasal ini, bunga yang
berasal dari suatu Negara dan dibayarkan kepada Pemerintah Negara lain
akan dibebaskan dari pengenaan pajak oleh Negara yang disebut pertama.
(4) Untuk kepentingan ayat 3 Pasal ini, istilah Pemerintah,
(a) Dalam hal Indonesia, berarti Pemerintah Indonesia dan akan termasuk
(i) Bank Indonesia; dan
(ii) lembaga-lembaga perbankan, yang seluruh modalnya dimiliki oleh
Pemerintah Indonesia atau pemerintah Daerah yang dapat dimufakati oleh
pemerintah kedua Negara;
(b) Dalam hal Thailand, berarti Pemerintah Kerajaan Thailand dan akan
termasuk
(i) Bank of Thailand; dan lembaga-lembaga perbankan, yang seluruh modalnya
dimiliki oleh Pemerintah Kerajaan Thailand atau pemerintah Daerah yang
dapat dimufakati oleh pemerintah kedua Negara.
(5) Bunga akan dianggap berasal dari suatu Negara jika pembayar bunga
adalah Negara itu sendiri, pemerintah Daerahnya atau penduduk Negara itu.
Bagaimanapun, jika orang/badan yang membayar bunga, apakah ia penduduk
suatu Negara atau bukan, mempunyai di Negara lain suatu kedudukan tetap
atau tempat tertentu dalam hubungan mana hutang yang menjadi pokok pembayaran
bunga itu telah dibuat, dan bunga yang dibayarkan menjadi beban kedudukan
tetap atau tertentu itu, maka bunga itu dianggap berasal dari Negara di
mana pendirian tetap atau tempat tertentu itu berada.
(6) Jika, karena adanya hubungan istimewa antara pembayar bunga dengan
penerima bunga atau di antara keduanya dengan pihak ketiga, jumlah bunga
yang dibayarkan, dengan memperhatikan besarnya tagihan, melebihi jumlah
yang seharusnya disepakati oleh pembayar dan penerima bunga seandainya
tidak ada hubungan istimewa semacam itu, maka ketentuan-ketentuan Pasal
ini akan berlaku hanya terhadap jumlah bunga yang disebut terakhir. Dalam
hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenakan
pajak menurut perundang-undangan masing-masing Negara, dengan memperhatikan
ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.
Pasal 12
Royalti
(1) Royalti yang berasal dari suatu Negara dan dibayarkan kepada penduduk
Negara lainnya, dapat dikenakan pajak di Negara lain itu.
(2) Namun demikian, royalti dapat juga dikenakan pajak di Negara dimana
royalti itu berasal dan menurut perundang-undangan Negara itu, tetapi pajak
yang dikenakan tidak akan melebihi :
(a) 10 persen dari jumlah kotor pembayaran, apabila royalti itu adalah
sebagai pembayaran untuk penggunaan, atau hak menggunakan hak cipta di
bidang kesusasteraan, kesenian atau karya ilmiah;
(b) 15 persen dari jumlah kotor pembayaran, apabila royalti itu adalah
sebagai pembayaran untuk penggunaan, atau hak menggunakan paten,
(3) Istilah royalti yang digunakan dalam Pasal ini berarti semua bentuk
pembayaran yang diterima sebagai balas jasa atas penggunaan, atau hak untuk
menggunakan setiap hak cipta kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah termasuk
film, sinematografi, setiap paten, merek dagang, pola atau model, rencana,
formula rahasia atau pengolahan, atau untuk bahan keterangan di bidang
industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan, atau untuk penggunaan atau
hak menggunakan perlengkapan industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan,
film-film sinematografi atau tape-tape untuk televisi atau radio.
(4) Ketentuan-ketentuan ayat 2 akan berlaku juga terhadap keuntungan dari pemindahtanganan setiap hak atau milik yang menghasilkan royalti itu, apabila hak atau milik itu dipindahtangankan oleh penduduk suatu Negara atau digunakan khusus di Negara lain dan pembayaran hak atau milik itu menjadi beban perusahaan atau kedudukan tetap atau tempat tertentu yang berada di Negara lain tersebut.
(5) Royalti akan dianggap berasal dari suatu Negara, apabila pembayar
bunga adalah Negara itu sendiri, pemerintah daerahnya atau penduduk Negara
itu.
Bagaimanapun, jika orang badan yang membayarkan royalti, apakah
ia penduduk suatu Negara atau bukan, mempunyai di Negara lain suatu kedudukan
tetap atau tempat tertentu dalam hubungan mana kewajiban membayar royalti
telah diadakan dan royalti dimaksud menjadi beban kedudukan tetap atau
tempat tertentu itu, maka royalti tersebut akan dianggap berasal dari Negara
dimana kedudukan tetap atau tempat tertentu itu berada.
(6) Ketentuan-ketentuan ayat 1, 2 dan 3 tidak akan berlaku apabila
penerima royalti yang merupakan penduduk suatu Negara, menjalankan usaha
melalui suatu kedudukan tetap, atau melakukan pekerjaan bebas dengan suatu
tempat tertentu di Negara lain tempat royalti berasal dan hak atau milik
yang berhubungan dengan pembayaran royalti itu mempunyai hubungan yang
efektif dengan kedudukan tetap atau tempat tertentu itu. Dalam hal demikian,
melihat pada masalahnya, berlaku Pasal 7 atau 14.
(7) Jika karena adanya hubungan istimewa antara pembayar dan penerima
royalti atau diantara keduanya dengan pihak ketiga, jumlah royalti yang
dibayarkan, dengan memperhatikan penggunaan, hak atau bahan keterangan
untuk mana royalti tersebut dibayar, melebihi jumlah yang seharusnya disepakati
oleh pembayar dan penerima royalti seandainya tidak ada hubungan istimewa
semacam itu, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini akan berlaku hanya terhadap
jumlah royalti yang disebut terakhir. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan
pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak menurut perundang-undangan
masing masing Negara, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya
dalam Persetujuan ini.
Pasal 13
Keuntungan dari pemindahtanganan harta
(1) Keuntungan yang diterima oleh penduduk suatu Negara dari pemindahtanganan
harta tak gerak, seperti disebut dalam ayat 2 Pasal 6, dapat dikenakan
pajak di Negara dimana harta itu terletak.
(2) Keuntungan dari pemindahtanganan harta gerak yang merupakan bagian kekayaan usaha dari suatu kedudukan tetap di Negara lain yang dimiliki oleh perusahaan di suatu Negara, atau harta gerak dari suatu tempat tertentu di Negara lain yang tersedia bagi seorang penduduk suatu Negara untuk melakukan pekerjaan bebas, termasuk keuntungan dari pemindahtanganan kedudukan tetap atau tempat tertentu itu (tersendiri atau dengan seluruh perusahaan), dapat dikenakan pajak di Negara lain itu, namun demikian keuntungan dari pemindahtanganan harta gerak seperti tersebut dalam ayat 3 Pasal 23, hanya akan dikenakan pajak di Negara di mana perusahaan itu berkedudukan.
(3) Keuntungan dari pemindahtanganan setiap harta atau kekayaan selain
dari yang disebut dalam ayat 1 dan 2 Pasal ini dan ayat 3 Pasal 12, hanya
akan dikenakan pajak di Negara di mana orang/badan yang memindahtangankan
berkedudukan.
Pasal 14
Pekerjaan Bebas
(1) Pendapatan yang diterima oleh seorang penduduk suatu Negara sehubungan
dengan pemberian jasa-jasa profesional atau pekerjaan-pekerjaan bebas,
hanya akan dikenakan pajak di Negara itu, kecuali pekerjaan demikian dilakukan
di Negara lain.
Pendapat sehubungan dengan pemberian jasa-jasa profesional atau
pekerjaan bebas yang dilakukan di Negara lain, dapat dikenakan pajak di
Negara lain itu.
(2) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, pendapatan yang diterima
oleh seorang penduduk suatu Negara sehubungan dengan pemberian jasa-jasa
profesional atau pekerjaan bebas yang dilakukan di Negara lain, hanya akan
dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama apabila :
(a) ia tinggal di Negara lain itu dalam waktu yang tidak melebihi jumlah
183 hari dalam tahun buku yang bersangkutan, dan
(b) ia tidak mempunyai suatu tempat tertentu di Negara lain itu untuk
suatu masa atau masa-masa yang melebihi jumlah 183 hari dalam tahun buku
tersebut, dan
(c) pendapatan yang diterima tidak merupakan beban suatu perusahaan
atau kedudukan tetap atau tempat tertentu yang berada di Negara lain itu.
(3) Istilah jasa-jasa profesional khususnya termasuk pekerjaan bebas
di bidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, pendidikan atau pengajaran
begitu juga pekerjaan bebas yang dilakukan oleh para dokter, ahli hukum,
ahli teknik, arsistek, dokter gigi dan akuntan.
Pasal 15
Pekerjaan dalam hubungan kerja
(1) Tunduk pada ketentuan-ketentuan Pasal 16, 17, 18, 19, 20 dan 21,
gaji, upah dan balas jasa lain yang serupa yang diterima oleh seorang penduduk
suatu Negara sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan, hanya akan dikenakan
pajak di Negara itu, kecuali pekerjaan itu dilakukan di Negara lain. Apabila
suatu pekerjaan dilakukan di Negara lain, balas jasa yang diterimanya dapat
dikenakan pajak di Negara lain itu.
(2) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1 Pasal ini, balas jasa
yang diterima oleh seorang penduduk suatu Negara, sehubungan dengan pekerjaan
yang dilakukan di Negara lain, hanya akan dikenakan pajak di Negara yang
disebut pertama apabila :
(a) sipenerima balas jasa berada di Negara lain itu untuk suatu masa
atau masa-masa yang tidak melebihi jumlah 183 hari dalam tahun buku yang
bersangkutan, dan
(b) balas jasa itu dibayarkan oleh, atau atas nama majikan yang bukan
merupakan penduduk Negara lain itu, dan
(c) balas jasa itu tidak menjadi beban atau dibayar atas nama suatu
kedudukan tetap atau suatu tempat tertentu yang menjadi milik majikan di
Negara lain itu.
(3) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan terdahulu Pasal ini, balas
jasa yang diterima sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan diatas kapal
atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas internasional
oleh suatu perusahaan dari suatu Negara, hanya akan dikenakan pajak di
Negara itu.
Pasal 16
Pendapatan para direktur
Pendapatan para direktur dan pembayaran-pembayaran lainnya yang sejenis
yang diterima oleh seorang penduduk suatu Negara dalam kedudukannya sebagai
anggota dewan direktur dari suatu perusahaan yang berkedudukan di Negara
lain, dapat dikenakan di Negara lain itu.
Pasal 17
Para artis dan atlit
(1) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal 14 dan 15, pendapatan
yang diterima oleh penduduk suatu Negara sebagai penghibur, seperti artis
teater, film, radio atau televisi, atau pemusik, atau sebagai atlit, dari
kegiatan-kegiatan pribadi mereka di atas yang dilakukan di Negara lain,
dapat dikenakan pajak di Negara lain itu.
(2) Jika pendapatan sehubungan dengan kegiatan-kegiatan seperti dimaksud pada ayat 1, jatuhnya bukan kepada artis atau atlit itu sendiri tetapi kepada pihak ketiga, menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal-pasal 7, 14 dan 15, maka pendapatan itu dapat dikenakan pajak di Negara dimana kegiatan-kegiatan itu dilakukan.
(3) Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak berlaku :
(a) terhadap pendapatan yang diterima dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan
di suatu Negara oleh para artis atau atlit, apabila kunjungan ke Negara
itu sepenuhnya dibiayai oleh dana dana pemerintah Negara lain, atau oleh
pemerintah Daerah Negara lain itu atau badan badannya;
(b) terhadap pendapatan yang diterima di suatu Negara oleh suatu organisasi
sosial dari Negara lain sehubungan dengan kegiatan-kegiatan dimaksud, asalkan
organisasi itu sepenuhnya dibiayai oleh dana-dana pemerintah Negara lain
itu, atau oelh pemerintah Daerah atau badan-badannya.
Pasal 18
Pensiun
(1) Tunduk pada ketentuan-ketentuan Pasal 19, pendapatan berupa pensiun
atau balas jasa lainnya akibat dari hubungan kerja masa lalu, yang berasal
dari satu Negara dan dibayarkan kepada penduduk Negara lain, dapat dikenakan
pajak di Negara yang disebut pertama.
(2) Pendapatan berupa pensiun atau balas jasa lainnya akibat dari hubungan
kerja masa lalu dianggap berasal dari suatu Negara, apabila si pembayar
adalah Negara itu sendiri, pemerintah Daerah atau penduduk Negara itu.
Bagaimana, jika orang/badan yang membayarkan pendapatan itu, apakah ia
penduduk suatu Negara atau bukan, mempunyai kedudukan tetap di suatu Negara
dan pendapatan itu merupakan biaya yang mengurangi bagian laba kedudukan
tetap, maka pendapatan itu dianggap berasal dari Negara di mana kedudukan
tetap tersebut berada.
Pasal 19
Pekerjaan Pemerintah
(1) Balas jasa, termasuk pensiun, yang dibayarkan oleh suatu Negara
atau pemerintah Daerah Negara itu kepada setiap orang sehubungan dengan
jasa-jasa yang diberikan kepada Negara atau pemerintah Daerah Negara itu,
hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.
Bagaimanapun, apabila si penerima balas jasa bukan warganegara
Negara itu atau tidak berada di Negara lain semata-mata untuk maksud melakukan
pekerjaannya, balas jasa tersebut dapat dikenakan pajak di Negara lain
itu.
(2) Ketentuan-ketentuan ayat 1 tidak berlaku terhadap balas jasa termasuk
pensiun, yang berhubungan dengan jasa yang diberikan di bidang perdagangan
atau usaha yang dijalankan oleh suatu Negara atau pemerintah Daerah Negara
itu.
Pasal 20
Para siswa
Penduduk suatu Negara yang mengunjungi Negara lain untuk sementara,
semata-mata :
(a) sebagai mahasiswa pada universitas, perguruan tinggi atau siswa
pada sekolah di Negara lain itu,
(b) sebagai peserta latihan di bidang usaha atau teknik, atau
(c) sebagai penerima bantuan, tunjangan atau sumbangan dari organisasi
keagamaan, sosial, keilmuan dan pendidikan untuk tujuan pokok melakukan
studi dan riset, tidak dikenakan pajak di Negara lain itu atas uang diterimanya
untuk keperluan hidup, pendidikan atau latihan, atau atas beasiswa atau
bantuan.
Hal yang sama berlaku juga atas balas jasa yang diterima dari pemberian
jasa jasa di Negara lain itu asalkan jasa-jasa tersebut berkaitan dengan
studi atau latihannya atau untuk keperluan hidupnya. Bagaimanapun, ketentuan
ini tidak akan berlaku dalam hal studi dan latihan itu hanya bersifat tambahan
dari pekerjaan memberikan jasa-jasa yang menghasilkan balas jasa tersebut.
Pasal 21
Para profesor, guru dn peneliti
Penduduk suatu Negara yang melakukan kunjungan atas undangan suatu
universitas, perguruan tinggi atau lembaga pendidikan tinggi lainnya atau
lembaga penelitian ilmiah di Negara lain dan bertujuan semata-mata untuk
mengajar atau melakukan penelitian di lembaga itu selama masa yang tidak
melebihi 3 tahun, tidak akan dikenakan pajak di Negara lain itu atas jasa
yang diperoleh dari mengajar atau dari melakukan penelitian itu.
Pasal 22
Pendapatan lain-lain
Pendapatan-pendapatan lain yang tidak disebut secara tegas pada Pasal-pasal
terdahulu dalam Perjanjian ini yang diterima oleh penduduk suatu Negara,
dapat dikenakan pajak di Negara di mana pendapatan itu bersama.
Pasal 23
Kekayaan
(1) Kekayaan yang berupa harta gerak seperti yang dirumuskan dalam
ayat 2 Pasal 6, dapat dikenakan pajak di negara di mana harta itu terletak.
(2) Tunduk pada ketentuan-ketentuan ayat 1, kekayan usaha kedudukan tetap atau tempat dari suatu yang berupa harta gerak, dapat dikenakan pajak di Negara di mana kedudukan tetap atau tempat tertentu itu berada.
(3) Kekayaan yang berupa kapal dan pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalulintas internasional oleh perusahaan dari suatu Negara dan harta lainnya, kecuali harta tak gerak, yang menyangkut pengoperasian kapal dan pesawat udara tersebut di atas, hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.
(4) Semua bagian-bagaian kekayaan lainnya yang dimiliki penduduk suatu
Negara, hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.
Pasal 24
Pembebasan dan cara pengurangan pajak
(1) Jika penduduk suatu Negara menerima pendapatan atau memiliki kekayaan
yang menurut ketentuan-ketentuan Persetujuan ini dapat dikenakan pajak
di Negara lain, maka Negara yang disebut pertama dengan mengikuti ketentuan-ketentuan
ayat 2, akan membebaskan pendapatan atau kekayaan tersebut dari pengenaan
pajak, tetapi dalam menghitung pajak atas sisa pendapatan atau kekayaan
penduduk itu, dapat menggunakan tarip pajak yang seharusnya dapat diterapkan
seandainya pendapatan dari atau kekayaan di Negara lain itu tidak dibebaskan
dari pajak.
(2) Jika penduduk suatu Negara menerima pendapatan yang menurut ketentuan-ketentuan
ayat 2 Pasal 8, Pasal-Pasal 10, 11 dan 12 dapat dikenakan pajak di Negara
lain, maka Negara yang disebut pertama ketika menetapkan pajak yang terhutang
atas gabungan pendapatan, akan mengurangkan jumlah pajak yang dibayar di
Negara lain itu.
Tetapi sebelum pengurangan diberikan, jumlah pajak yang akan
diperhitungkan tidak akan melebihi jumlah yang sesuai atas pendapatan yang
dikenakan pajak di Negara lain itu.
(3) Untuk tujuan-tujuan ayat 2 Pasal ini, istilah pajak yang dibayar
di negara lain akan dianggap termasuk jumlah pajak yang seharusnya
telah dibayar di Negara lain, seandainya pajak tersebut tidak dibebaskan
atau dikurangkan berdasarkan undang-undang yang memberikan perangsang khusus,
yang telah berlaku pada saat penandatanganan Persetujuan ini, atau yang
mungkin dibuat kemudian sebagai perubahan atau tambahan dari undang undang
itu, yang bertujuan untuk memajukan perkembangan ekonomi Negara lain itu.
Pasal 25
Non diskriminasi
(1) Warganegara dari suatu Negara tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban
apapun sehubungan dengan itu di negara lain, yang berlainan atau lebih
memberatkan daripada pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban yang
bersangkutan dengan itu, yang dapat dikenakan terhadap warganegara dari
Negara lainnya dalam keadaan yang sama.
(2) Pengenaan pajak atas kedudukan tetap di Negara lain yang dimiliki perusahaan dari suatu Negara, tidak akan dilakukan dengan cara yang kurang menguntungkan di Negara lain tersebut, jika dibandingkan dengan pemungutan pajak terhadap perusahaan-perusahaan dari Negara lain itu yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama.
(3) Perusahaan dari suatu Negara, di mana seluruh atau sebagian modalnya dimiliki atau diawasi, baik secara langsung maupun tidak langsung oleh penduduk atau penduduk penduduk dari Negara lain, tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun sehubungan dengan itu di Negara yang disebut pertama, yang berlainan atau lebih memberatkan daripada pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban yang bersangkutan yang dapat dikenakan terhadap perusahaan-perusahaan lain yang serupa dari Negara yang disebut pertama.
(4) Ketentuan-ketantuan Pasal ini tidak akan ditafsirkan sebagai mewajibkan suatu Negara untuk memberikan kepada penduduk Negara lainnya potongan pribadi, keringanan dan pengurangan-pengurangan apapun untuk tujuan pengenaan pajak disebabkan status sipil atau tanggung-jawab keluarga sebagaimana yang diberikan kepada penduduk Negara itu sendiri.
(5) Dalam Pasal ini istilah pajak berarti pajak-pajak yang diatur
oleh Persetujuan ini.
Pasal 26
Prosedur permufakatan bersama
(1) Bila penduduk suatu Negara menganggap bahwa tindakan-tindakan salah
satu atau kedua Negara mengakibatkan atau akan mengakibatkan bagian pengenaan
pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini, terlepas dari cara-cr penyelesaian
yang diatur oleh undang-undang naional Negara masing-masing, maka ia dapat
memajukan masalahnya kepada pejabat yang berwenang di Negara di mana ia
merupakan penduduk.
(2) Pejabat yang berwenang tersebut akan berusaha, jika keberatan itu berasal dan apabila ia tidak dapat menemukan pemecahan yang memuaskan, menyelesaikan masalah itu melalui permufakatan bersama antar pejabat yang berwenang dari kedua Negara, dengan tujuan untuk menghindarkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini.
(3) Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara dengan permufakatan
atau keragu raguan yang timbul mengenai penafsiran atau penerapan
Persetujuan ini.
Mereka dapat pula berundang bersama untuk mencagah pengenaan
pajak ganda dalam hal hal yang tidak diatur dalam Persetujuan ini.
(4) Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara dapat langsung
berhubungan satu sama lain untuk tujuan mencapai permufakatan seperti dimaksud
pada ayat-ayat terdahulu.
Pasal 27
Pertukaran informasi
(1) Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara akan saling mempertukarkan
informasi yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan-ketantuan Persetujuan
ini dan undang undang nasional kedua Negara mengenai pajak-pajak yang tercakup
oleh Persetujuan ini sepanjang pengenaan pajak menurut undang-undang tersebut
sesuai dengan Persetujuan ini. Pertukaran informasi tidak dibatasi oleh
Pasal 1.
Setiap informasi yang diperlukan akan dirahasiakan dan tidak
akan diungkapkan kepada setiap orang atau badan atau pejabat-pejabat lain,
kecuali mereka yang berkepentingan dengan penetapan, termasuk pengadilan,
atau penagihan pajak-pajak yang diatur oleh Persetujuan ini.
(2) Ketentuan-ketentuan ayat 1 sama sekali tidak akan ditafsirkan sebagai
meletakkan kewajiban kepada salah satu Negara:
(a) Untuk melakukan tindakan-tindakan administrasi yang bertentangan
dengan undang undangan atau praktek administrasi dari Negara tersebut atau
Negara lainnya;
(b) untuk memberikan keterangan-keterangan yang tidak dapat diperoleh
berdasarkan undnag-undang atau dalam pelaksanaan administrasi yang lazim
dari Negara tersebut atau negara lainnya;
(c) Pertukaran informasi dapat dilakukan baik secara rutin ataupun
berdasarkan permintaan yang berkenaan dengan masalah-masalah khusus. Pejabat-pejabat
yang berwenang dari kedua Negara dapat mengadakan permufakatan mengenai
daftar informasi yang akan diberikan secara rutin.
(3) Pertukaran informasi dapat dilakukan baik secara rutin ataupun
berdasarkan permintaan yang berkenaan dengan masalah-masalah khusus. Pejabat-pejabat
yang berwenang dari kedua Negara dapat mengadakan permufakatan mengenai
daftar informasi yang akan diberikan secara rutin.
Pasal 28
Hak-hak diplomatik dan konsuler
Tidak satupun ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini akan mempengaruhi
hak-hak khusus di bidang fiskal dari para pejabat diplomatik dan konsuler,
yang didasarkan atas peraturan umum hukum internasional atau yang didasarkan
ata ketentuan-ketentuan perjanjian khusus.
Pasal 29
Saat berlaku Persetujuan
(1) Persetujuan ini akan disyahkan dan instrumen ratifikasi akan dipertukarkan
di Jakarta secepat mungkin.
(2) Persetujuan ini akan berlaku setelah lewat 30 hari sejak tanggal
pertukaran instrumen ratifikasi dan akan mengikat kedua Negara:
(a) menyangkut pajak-pajak atas pendapatan, adalah untuk pendapatan
yang diperoleh dalam tahun-tahun takwim atau masa-masa pembukuan
yang dimulai pada atau setelah 1 Januari dari tahun takwim berikutnya setelah
instrumen ratifikasi dipertukarkan.
(b) menyangkut pajak-pajak atas kekayaan, adalah untuk pajak yang pembayarannya
ditentukan pada atau setelah 1 Januari dari tahun takwim berikutnya setelah
instrumen ratifikasi dipertukarkan.
Pasal 30
Saat berakhirnya Persetujuan
Persetujuan ini akan berlaku untuk waktu yang tidak terbatas, tetapi
salah satu Negara dapat mengakhiri Persetujuan ini melalui saluran diplomatik,
dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Negara lainnya
pada atau sebelum 30 Juni setiap tahun takwim, setelah tahun ke-50 terhitung
dari mulai berlakunya Persetujuan ini. Dalam hal demikian Persetujuan ini
tidak akan mengikat kedua Negara lagi :
(a) menyangkut pajak-pajak atas pendapatan, adalah untuk pendapatan
yang diperoleh dalam tahun-tahun takwim atau masa-masa pembukuan yang dimulai
pada atau setelah 1 Januari dari tahun takwim berikutnya setelah pemberitahuan
disampaikan.
(b) menyangkut pajak-pajak atas kekayaan, adalah untuk pajak yang pembayarannya
ditentukan pada atau setelah 1 januari dari tahun takwim berikutnya setelah
pemberitahuan disampaikan.
Dengan kesaksian para penandatangan di bawah ini, yang telah diberikan
syah, telah menandatangani dan membubuhkan segel pada Persetujuan ini.
Dibuat rangkap dua di Bangkok, 25 Maret 1981, dalam bahasa Inggris.
Untuk Pemerintah Republik Indonesia Untuk Pemerintah Kerajaan Thailand
(Prof. DR. Mochtar Kususmaatmadja) (Diddhi Savetsila)
Menteri Luar Negeri Menteri Luar Negeri
PROTOKOL
Pada saat penandatanganan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia
dan pemerintah Kerajaan Thailand untuk Penghindaran Pajak Berganda dan
Pencegahan Pengelakan pajak yang berhubungan dengan Pajak-Pajak atas Pendapatan
dan Kekayaan, yang bertanda tangan di bawah ini telah mufakat mengenai
ketentuan-ketentuan berikut ini, yang akan merupakan bagian yang utuh dari
Persetujuan :
Berkenaan dengan Pasal 16, istilah anggota dewan direktur suatu perseroan akan meliputi para managing director (anggota pengurus) dan para supervisory director (anggota dewan komisaris (dari suatu perseroan Indonesia).
Dibuat rangkap dua di Bangkok, 25 Maret 1981, dalam bahasa Inggris.
Untuk Pemerintah Republik Indonesia Untuk Pemerintah Kerajaan Thailand
(Prof.DR.Mochtar Kusumaatmadja) (Siddhi Savetsila)
Menteri Luar Negeri Menteri Luar Negeri