PERSETUJUAN ANTARA
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK TURKI
TENTANG PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK
ATAS PENGHASILAN
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Turki
BERHASRAT mengadakan suatu persetujuan mengenai penghindaran pajak
berganda dan pencegahan
pengelakan pajak yang berhubungan dengan pajak penghasilan.
TELAH MENYETUJUI SEBAGAI BERIKUT :
Pasal 1
ORANG DAN BADAN DICAKUP DALAM PERSETUJUAN INI
Persetujuan ini berlaku terhadap orang dan badan yang menjadi penduduk
salah satu atau kedua Negara
pihak pada Persetujuan.
Pasal 2
PAJAK-PAJAK YANG DICAKUP DALAM PERSETUJUAN INI
1. Persetujuan ini berlaku terhadap pajak-pajak atas penghasilan yang
dikenakan oleh masing-masing Negara pihak pada Persetujuan, atau bagian
ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya, tanpa memperhatikan cara pemungutan
pajak-pajak tersebut
2. Dianggap sebagai pajak-pajak atas penghasilan adalah semua pajak
yang dikenakan atas seluruh penghasilan atau bagian-bagian penghasilan,
termasuk pajak-pajak atas keuntungan yang diperoleh pemindahtanganan harta
gerak atau harta tak gerak, pajak atas gaji dan upah yang dibayar oleh
perusahaan.
3. Persetujuan ini akan diterapkan terhadap pajak-pajak yang berlaku
sekarang ini, yaitu:
a) di Indonesia :
pajak penghasilan yang dikenakan berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan
1984 (Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah);
(selanjutnya disebut sebagai"pajak Indonesia").
b) di Turki
i) pajak penghasilan;
ii) pajak penghasilan atas badan;
iii) pungutan tambahan atas pajak penghasilan dan pajak penghasilan
badan;
(selanjutnya disebut sebagai"pajak Turki")
4. persetujuan ini akan berlaku pula terhadap setiap pajak yang serupa
atau pada hakikatnya sama yang dikenakan setelah tanggal penandatanganan
Persetujuan ini sebagai tambahan terhadap, atau sebagai pengganti dari,
pajak-pajak yang berlaku sekarang. Pejabat-pejabat yang berwenang dari
kedua Negara pihak pada persetujuan akan saling memberitahukan satu sama
lain mengenai setiap perubahan-perubahan penting yang terjadi dalam perundang-undangan
perpajakan mereka.
Pasal 3
PENGERTIAN-PENGERTIAN UMUM
1. Kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain, yang
dimaksud dalam Persetujuan ini
dengan :
a) i) istilah "Indonesia" meliputi wilayah Republik Indonesia
dan daerah sekitarnya di mana Republik Indonesia memiliki kedaulatan, hak-hak
kedaulatan atau yurisdiksi sesuai hukum internasional;
ii) istilah "Turki" berarti wilayah Turki, laut wilayah, demikian
wilayah perairan dimana Turki, memiliki jurisdiksi atau hak-hak kedaulatan
untuk tujuan ekplorasi,ekploitasi, perlindungan pengelolaan sumber alam,menurut
hukum
internasional.
b) istilah "Negara pihak pada persetujuan" dan "Negara pihak
pada persetujuan lainnya" berarti Indonesia atau Turki, tergantung pada
hubungan kalimatnya;
c) istilah "pajak" berarti setiap pajak yang di cakup dalam Pasal
2 dari persetujuan ini:
d) istilah "orang/badan" meliputi orang pribadi, perseroan dan
setiap kumpulan dari orang-orang dan atau badan-badan;
e) istilah "perseroan" berarti setiap badan hukum atau setiap
antitas yang untuk tujuan pemungutan pajak yang diperlakukan sebagai suatu
badan hukum;
f) istilah :kantor yang terdaftar" berarti kantor pusat
menurut hukum yang didaftarkan sesuai Undang-undang Hukum Dagang Turki
atau tempat didirikan menurut Undang-undang Indonesia;
g) istilah warganegara berarti :
(i) setiap orang pribadi yang memiliki kewarganegaraan dari suatu
Negara pihak pada Persetujuan;
(ii) setiap badan hukum, persekutuan dan asosiasi yang
mendapatkan statusnya dari perundang-undang yang berlaku disuatu Negara
pihak pada Persetujuan;
h) istilah " perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan"
dan "perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan lainnya" berarti berturut-turut
suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk dari suatu Negara pihak
pada Persetujuan dan suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk dari
Negara pihak pada Persetujuan lainnya;
i) Istilah "pejabat yang berwenang" berarti :
o di Indonesia, Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah; dan
o di Turki, Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah;
j) istilah "lalu lintas internasional" berarti setiap pengangkutan
oleh kapal laut atau pesawat udara yang dilakukan oleh penduduk dari suatu
Negara pihak pada Persetujuan, kecuali jika kapal atau pesawat udara itu
semata-mata dioperasikan antara tempat-tempat di Negara pihak pada Persetujuan
lainnya.
2. Sehubungan dengan penerapan Persetujuan ini oleh salah satu Negara
pihak pada Persetujuan, setiap istilah yang tidak dirumuskan mempunyai
arti menurut perundang-undangan Negara itu sepanjang mengenai pajak-pajak
yang diatur dalam Persetujuan ini, kecuali jika dari hubungan kalimatnya
harus diartikan lain.
Pasal 4
PENDUDUK
1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, Istilah "penduduk suatu Negara
pihak pada Persetujuan" berarti setiap orang dan badan, yang menurut
perundang-undangan Negara tersebut dapat dikenakan pajak di Negara itu
berdasarkan domisilinya, tempat kediamannya, tempat terdaftarnya, kedudukan
kantor pusatnya, tempat kedudukan manajernya ataupun atas dasar lainnya
yang sifatnya serupa.
2. Jika seseorang menurut ketentuan-ketentuan pada ayat 1 menjadi penduduk
di kedua Negara
pihak pada Persetujuan, maka statusnya akan ditentukan sebagai berikut
:
(a) ia akan dianggap sebagai penduduk Negara dimana ia mempunyai tempat
tinggal tetap yang tersedia baginya; apabila ia mempunyai tempat tinggal
tetap yang tersedia baginya di kedua Negara, ia akan dianggap sebagai penduduk
Negara dimana terdapat hubungan-hubungan pribadi dan ekonomi yang lebih
erat (pusat kepentingan-kepentingan
pokok);
(b) jika Negara dimana pusat kepentingan-kepentingan pokoknya tidak
dapat ditentukan, atau jika ia tidak mempunyai tempat tinggal tetap yang
tersedia baginya disalah satu Negara, maka ia akan dianggap sebagai penduduk
Negara dimana ia menurut kebiasaan berdiam.
(c) jika ia mempunyai tempat kebiasaan berdiam di kedua Negara, atau
sama sekali tidak mempunyainya di kedua Negara tersebut, maka pejabat-pejabat
yang berwenang dari Negara-negara pihak pada Persetujuan akan menyelesaikan
masalah tersebut berdasarkan Persetujuan bersama.
3. Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1, suatu badan mempunyai
tempat kedudukan di kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka pejabat berwenang
dari Negara pihak pada Persetujuan akan menyelesaikan masalahnya berdasarkan
persetujuan bersama.
Pasal 5
BENTUK USAHA TETAP
1. Untuk kepentingan Persetujuan ini istilah "bentuk usaha tetap" berarti
suatu tempat usaha tertentu dimana seluruh atau sebagian usaha dari suatu
perusahaan dijalankan.
2. Istilah "bentuk usaha tetap" terutama meliputi :
(a) suatu tempat kedudukan manajemen;
(b) suatu cabang;
(c) suatu kantor
(d) suatu pabrik
(e) suatu bengkel;
(f) suatu tambang, suatu sumur minyak atau gas, suatu penggalian atau
tempat pengambilan sumber daya alam.
3. Istilah "bentuk usaha tetap" juga meliputi :
(a) suatu bangunan atau suatu proyek konstruksi, perakitan atau instalasi
atau kegiatan pengawasan yang ada hubungan dengan proyek tersebut, tetapi
hanya apabila bangunan, proyek atau kegiatan tersebut berjalan di satua
Negara pihak pada Persetujuan untuk masa lebih dari enam bulan;
(b) Pemberian jasa termasuk jasa konsultan yang dilakukan oleh suatu
perusahaan melalui karyawannya atau orang lain yang dipekerjakan oleh perusahaan
itu untuk tujuan tersebut, tetapi hanya apabila kegiatan tersebut berlangsung
(untuk proyek yang sama atau ada kaitannya) dalam negara untuk masa atau
masa-masa yang berjumlah lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas
bulan.
4. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dari Pasal ini, istilah
"bentuk usaha tetap"
tidak meliputi :
(a) penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud untuk
menyimpan atau memamerkan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan;
(b) pengurusan atau persediaan barang-barang atau barang dagangan milik
perusahan semata-mata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan;
(c) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan
milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan
lain;
(d) pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata dengan
maksud untuk pembelian barang-barang atau barang dagangan atau untuk mengumpulkan
informasi bagi keperluan perusahaan;
(e) pengurusan suatu tempat tertentu semata-mata dengan masuk untuk
tujuan lainnya yang bersifat persiapan atau penunjang untuk kepentingan
perusahaan;
(e) pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata bertujuan untuk
melakukan penggabungan kegiatan-kegiatan seperti disebutkan pada sub-ayat
(a) sampai dengan sub ayat (e), asalkan hasil penggabungan kegiatan-kegiatan
tersebut bersifat persiapan atau penunjang.
5. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2, apabila orang
atau badan, kecuali agen yang bertindak bebas sebagaimana berlaku ayat
6, bertindak di suatu Negara pihak pada Persetujuan atas nama perusahaan
yang berkedudukan di Negara lainnya pada Persetujuan, maka perusahaan tersebut
dianggap memiliki bentuk usaha tetap di Negara yang disebutkan pertama
atas kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang atau badan tersebut, jika
ia :
(a) mempunyai dan biasa melakukan wewenang untuk menutup kontrak-kontrak
atas nama perusahaan tersebut, kecuali kegiatan itu hanya terbatas pada
apa yang diatur dalam ayat 4 yang meskipun dilakukan melalui suatu tempat
usaha tetap, tempat tersebut bukan merupakan bentuk usaha tetap sesuai
dengan ketentuan ayat tersebut; atau
(b) tidak mempunyai wewenang seperti itu, tetapi biasa melakukan pengurusan
persediaan barang-barang atau barang dagangan di Negara yang disebut pertama
di mana secara teratur ia menyerahkan barang-barang atas nama perusahaan
tersebut.
6. Suatu perusahaan tidak akan dianggap mempunyai suatu bentuk usaha
tetap di Negara pihak pada Persetujuan hanya semata-mata karena perusahaan
itu menjalankan usaha di Negara itu melalui makelar, komisioner umum, atau
agen lainnya yang bertindak bebas, sepanjang orang atau badan tersebut
bertindak dalam rangka kegiatan usahanya yang lazim.
7. Jika suatu perseroan yang berkedudukan disuatu Negara pihak pada
Persetujuan menguasai atau dikuasai oleh perseroan yang berkedudukan di
Negara pihak pada Persetujuan lainnya ataupun menjalankan usaha di Negara
pihak lainnya itu (baik melalui suatu bentuk usaha tetap ataupun dengan
suatu cara lain), maka hal itu tidak dengan sendirinya akan berakibat bahwa
salah satu dari perseroan itu merupakan bentuk usaha tetap dari yang lainnya.
Pasal 6
PENGHASILAN DARI HARTA TAK GERAK
1. Penghasilan yang diperoleh seorang penduduk dari suatu Negara pihak
pada Persetujuan dari harta tak gerak, (termasuk penghasilan yang diperoleh
dari lahan pertanian atau kehutanan) yang berada di Negara pihak pada Persetujuan
lainnya, dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
2. Istilah "harta tak gerak" akan mempunyai arti sesuai dengan perundang-undangan
Negara pihak pada Persetujuan dimana harta yang bersangkutan berada. Istilah
tersebut meliputi juga benda-benda yang ikutan dari harta tak gerak, ternak
dan peralatan yang dipergunakan dalam usaha pertanian (termasuk pemeliharaan
dan pengembangan ikan) dan kehutanan, hak-hak terhadap mana berlaku ketentuan-ketentuan
dalam hukum umum mengenai pemilikan atas
lahan, hak memungut hasil atas harta tak gerak, serta hak atas pembayaran-pembayaran
tetap atau variabel sebagai balas jasa untuk pengerjaan, atau hak untuk
mengerjakan kandungan mineral, sumber-sumber daya alam lainnya. Kapal laut,
perahu dan pesawat udara tidak dianggap sebagai harta tak gerak.
3. Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 berlaku juga terhadap penghasilan
yang diperoleh dari penggunaan secara langsung, dari penyewaan atau dari
penggunaan harta tak gerak dalam bentuk apapun.
4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 3 akan berlaku pula terhadap penghasilan
dari harta tak gerak suatu perusahaan dan terhadap penghasilan dari harta
tak gerak yang digunakan dalam menjalankan pekerjaan bebas.
Pasal 7
LABA USAHA
1. Keuntungan suatu perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan hanya
akan dikenakan pajak di Negara itu kecuali jika perusahaan itu menjalankan
usaha di Negara pihak pada Persetujuan lainnya melalui suatu bentuk usaha
tetap. Apabila perusahaan itu menjalankan usahanya sebagai dimaksud di
atas, maka laba perusahaan itu dapat dikenakan pajak di Negara lainnya
tetapi hanya atas bagian laba yang berasal dari bentuk usaha tetap tersebut.
2. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat 3, jika suatu perusahaan
dari suatu Negara pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara pihak
pada Persetujuan lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di
dana, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap itu
oleh masing-masing Negara ialah laba yang dapat diperolehnya seandainya
bentuk usaha tetap tersebut maerupakan suatu perusahaan yang terpisah dan
bertindak bebas yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau serupa,
dalam keadaan sama atau serupa, dan mengadakan hubungan yang sepenuhnya
bebas dari perusahaan yang mempunyai bentuk usaha tetap itu.
3. Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap, dapat dikurangkan
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan usaha dari bentuk usaha
tetap itu termasuk biaya-biaya pimpinan dan biaya-biaya administrasi umum,
baik yang dikeluarkan di Negara dimana bentuk usaha tetap itu berada ataupun
di tempat lain. Namun demikian, tidak diperkenankan untuk dikurangkan ialah
pembebanan biaya dan kerugian dari kantor pusat atau bentuk usaha tetap
lainnya yang berada di luar negeri dan sebaliknya pembayaran oleh bentuk
usaha tetap kepada kantor pusat dari perusahaan atau bentuk usaha tetap
lainnya milik kantor pusat, berupa royalti, bunga, komisi atau pembayaran
sejenis lainnya.
4. Tidak akan dianggap sebagai laba dari suatu bentuk usaha tetap dari
kegiatan yang semata-mata melakukan pembelian barang-barang atau barang
dagangan untuk perusahaan.
5. Jika dalam jumlah laba termasuk bagian-bagian penghasilan yang diatur
secara tersendiri pada
Pasal-Pasal lain dalam Persetujuan ini, maka ketentuan Pasal-Pasal
tersebut tidak akan
terpengaruh oleh ketentuan-ketentuan Pasal ini.
Pasal 8
PERKAPALAN DAN PENGANGKUTAN UDARA
1. Keuntungan yang diperoleh perusahan dari Negara pihak pada Persetujuan
dari pengoperasian kapal-kapal laut atau pesawat udara di jalur lalu lintas
internasional hanya akan dapat dikenakan pajak di Negara itu.
2. Untuk keperluan Pasal ini, keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan
dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pengoperasian kapal-kapal
laut dan pesawat udara di jalur lalu lintas internasional akan termasuk
pula keuntungan dalam arti luas yang diperoleh dari penggunaan atau penyewaan
kontainer-kontainer, apabila keuntungan tersebut bersifat pelengkap dalam
kaitannya dengan keuntungan yang dimaksud dalam ayat 1 berlaku.
3. Ketentuan-ketentuan ayat 1 Pasal berlaku pula terhadap keuntungan
dari penyertaan dalam suatu gabungan perusahaan, suatu usaha bersama atau
dari suatu perwakilan usaha internasional.
Pasal 9
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA
1. Apabila :
(a) suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, baik
secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam manajemen, pengawasan
atau modal suatu perusahaan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya, atau
(b) orang dan badan yang sama, baik secara langsung maupun tidak langsung
turut serta dalam manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan dari
suatu Negara pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan dari Negara pihak
pada Persetujuan lainnya, dan dalam kedua hal itu antara kedua perusahaan
dimaksud dalam hubungan dagangnya atau hubungan keuangannya diadakan atau
diterapkan syarat-syarat yang menyimpang dari yang lazimnya berlaku antar
perusahaan-perusahaan yang sama sekali bebas satu sama lain, maka setiap
laba yang seharusnya diterima oleh salah satu perusahaan jika syarat-syarat
itu tidak ada, namun tidak diterimanya karena adanya syarat-syarat tersebut,
dapat ditambahkan pada laba perusahaan itu dan dikenakan pajak.
2. Apabila suatu Negara pihak pada Persetujuan melakukan pembetulan
atas laba suatu perusahaan di Negara itu -dan dikenakan pajak- sedang bagian
laba yang dibetulkan itu adalah juga merupakan laba perusahaan yang
telah dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan lainnya dan laba
tersebut adalah laba yang merupakan hak negara yang disebut pertama yang
memang seharusnya diperoleh perusahaan di Negara yang disebut pertama seandainya
berdasarkan syarat-syarat yang dibuat antara kedua perusahaan yang
sepenuhnya bebas, Negara pihak pada Persetujuan lainnya akan melakukan
penyesuaian-penyesuaian atas jumlah laba yang dikenakan pajak dari perusahaan
di Negara pihak pada Persetujuan lainnya tersebut, dimana Negara lain itu
mempertimbangkan membenarkan penyesuaian. Dalam melakukan penyesuaian-penyesuaian
itu diharuskan untuk memperhatikan ketentuan-ketentuan lain dalam persetujuan
ini dan apabila dianggap perlu pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua
Negara pihak pada Persetujuan akan saling berkonsultasi. Namun demikian,
dalam keadaan tertentu, suatu Negara pihak pada Persetujuan tidak akan
melakukan pembetulan laba perusahaan setelah batas waktu yang diberikan
oleh undang-undang masing-masing negara dilampaui.
Pasal 10
DIVIDEN
1. Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang berkedudukan di
suatu Negara pihak pada Persetujuan kepada penduduk Negara pihak pada Persetujuan
lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut
2. Namun demikian dividen itu dapat juga dikenakan pajak di Negara
pihak pada Persetujuan dimana perseroan yang membayarkan dividen tersebut
berkedudukan dan sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut, akan
tetapi apabila penerima dividen adalah pemilik saham yang menikmati dividen
itu, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi :
(a) 10 persen dari jumlah kotor dividen apabila pemilik saham yang
menikmati dividen tersebut adalah perseroan yang memiliki paling sedikit
dua puluh lima persen dari saham-saham perseroan yang membayarkan dividen
itu;
(b) 15 persen dari jumlah kotor dividen dalam hal lainnya.
ayat ini tidak akan mempengaruhi pengenaan pajak terhadap perseroan
itu atas laba dari mana dividen dibayarkan.
3. Istilah "dividen" sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti
penghasilan dari saham-saham, saham-saham "jouissance" atau hak "jouissance",
saham-saham pemilikan atau hak-hak lain yang bukan merupakan surat tagihan
piutang, yang berhak atas pembagian laba, maupun penghasilan lainnya dari
hak-hak perseroan yang oleh undang-undang perpajakan Negara dimana perseroan
yang membagikan dividen itu berkedudukan , dalam pengenaan pajaknya diperlakukan
sama dengan penghasilan dari saham-saham, dan penghasilan yang diperoleh
dari dana investasi dan "invesment trust".
4. Keuntungan dari suatu perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan
yang menjalankan usaha di Negara pihak pada Persetujuan lainnya melalui
bentuk usaha tetap yang berada disana, setelah dikenakan pajak menurut
Pasal 7, dikenakan pajak atas jumlah sisa di Negara pihak pada Persetujuan
dimana bentuk usaha tetap berada dan sesuai dengan ayat 2 dari Pasal ini.
5. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila pemilik
saham yang menikmati dividen, yang merupakan penduduk dari suatu Negara
pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara pihak
pada Persetujuan lainnya, dimana perseroan yang membayarkan dividen berkedudukan,
melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di Indonesia, atau dalam hal
penduduk Turki menjalankan pekerjaan bebas di Indonesia melalui suatu tempat
tertentu yang berada disana dan pemilikan saham-saham yang menghasilkan
dividen itu mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau
tempat tertentu itu. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahannya berlaku
ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14.
Pasal 11
BUNGA
1. Bunga yang berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan
dibayarkan kepada penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya dapat
dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
2. Namun demikian, bunga tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara
pihak pada Persetujuan tempat bunga itu berasal, dan sesuai dengan perundang-undangan
Negara tersebut, akan tetapi apabila penerima dan pemilik bunga adalah
pemberi pinjaman yang menikmati bunga itu, maka pajak yang dikenakan tidak
akan melebihi 10 persen dari jumlah kotor bunga. Pejabat yang berwenang
dari Negara pihak pada Persetujuan dengan persetujuan bersama akan menyelesaikan
tatacara aplikasi dari pembatasan ini.
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 2, bunga yang berasal dari
:
(a) Indonesia dan dbayarkan pada Pemerintah Turki atau Bank Sentral
Turki (Turkiye Cumhuriyet Merkez Bankasi) or to the Turkish Eximbank (Turkiye
Ihracat Kredi Bankasi A.S) akan dibebaskan dari pajak Indonesia
(b) Turki dan dibayarkan pada Pemerintah Indonesia atau Bank Sentral
Indonesia (Bank Sentral) akan dibebaskna dari pajak Turki.
4. Istilah "bunga" yang digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan
dari semua jenis tagihan hutang, baik yang dijamin dengan hipotik ataupun
tidak dan baik yang mempunyai hak atas pembagian laba maupun tidak dan
khususnya penghasilan dari surat-surat perbendaharaan Negara dan surat-surat
obligasi atau surat-surat hutang, termasuk bunga atas pembayaran untuk
penjualan dimuka.
5. Ketentuan-ketentuan ayat 1 sampai ayat 2 tidak akan berlaku apabila
pemberi pinjaman yang menikmati bunga tadi berkedudukan di suatu Negara
pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara pihak pada Persetujuan
lainnya dimana bunga itu berasal melalui suatu bentuk usaha tetap yang
berada disana, atau dalam hal seorang penduduk Turki menjalankan pekerjaan
bebas di Indonesia melalui suatu tempat tetap yang berada di Indonesia,
dan tagihan hutang yang menghasilkan bungan itu mempunyai hubungan
yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu. Dalam hal
demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan Pasal 7 atau Pasal
14.
6. Bunga dianggap berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan
apabila yang membayarkan
bunga adalah Negara itu sendiri, bagian dari ketatanegaraannya, pemerintah
daerahnya, atau penduduk Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang
atau badan yang membayar bunga itu, tanpa memandang apakah ia penduduk
suatu Negara pihak pada Persetujuan atau tidak, mempunyai bentuk usaha
tetap atau tempat tetap di suatu Negara pihak pada Persetujuan di mana
bunga yang dibayarkan menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat tetap
tersebut, maka bunga itu akan dianggap berasal dari Negara pihak pada Persetujuan
dimana bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu berada.
7. Jika karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar bunga
dengan pemilik yang menikmati bunga atau antara keduanya dengan orang atau
badan lain dengan memperhatikan besarnya tagihan hutang yang menghasilkan
bunga itu, jumlah bunga yang dibayarkan melebihi jumlah yang seharusnya
disetujui antara pembayar dengan pemilik yang menikmati bunga tersebut
seandainya hubungan istimewa itu tidak ada, maka ketentuan-ketentuan Pasal
ini
akan berlaku hanya atas jumlah yang telah disetujui tersebut. Dalam
hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan dikenakan pajak
sesuai dengan perundang-undangan masing-masing Negara pihak pada Persetujuan,
dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.
Pasal 12
ROYALTI
1. Royalti yang berasal dari Negara pihak pada Persetujuan dan dibayarkan
kepada penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan lainnya dapat
dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
2. Namun demikian, royalti tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara
pihak pada Persetujuan di mana royalti berasal, dan sesuai dengan perundang-undangan
Negara itu, tetapi apabila penerima royalti adalah pemilik yang berhak
menikmati royalti pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 10% dari jumlah
bruto royalti. Pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan
dengan persetujuan bersama menyelesaikan tatacara aplikasi dari pembatasan
ini.
3. Istilah "royalti" yang digunakan dalam Pasal ini berarti segala
bentuk pembayaran yang diterima sebagai balas jasa atas penggunaan, atau
hak menggunakan setiap hak cipta kesusasteraan, kesenian atau karya ilmiah
termasuk film-sinematografi dan rekaman untuk siaran radio atau televisi,
paten, merek dagang, pola, atau model, rencana, rumus rahasia atau cara
pengolahan, atau keterangan mengenai pengalaman dibidang industri, perdagangan
atau ilmu pengetahuan atau penggunaan atau hak menggunakan perlengkapan-perlengkapan
industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan.
4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku, apabila pihak
yang memiliki menikmati, yang merupakan penduduk suatu Negara pihak pada
Persetujuan menjalankan usaha di Negara pihak pada Persetujuan lainnya
dimana royalti itu berasal, melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada
disana, atau dalam hal seorang penduduk Turki melakukan suatu pekerjaan
bebas di Negara Indonesia itu mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk
usaha tetap atau tempat tetap itu. Dalam hal demikian, tergantung pada
masalahnya berlaku ketentuan Pasal 7 dan Pasal 14.
5. Royalti dapat dianggap berasal dari Negara pihak pada Persetujuan
apabila pembayarnya adalah Negara itu sendiri, bagian dari ketatanegaraan,
pemerintah daerah, atau penduduk dari Negara tersebut. Namun demikian,
apabila orang atau badan yang membayar royalti itu, tanpa memandang apakah
ia penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan atau bukan, memiliki
suatu bentuk usaha tetap atau tempat tetap disuatu Negara pihak pada Persetujuan
dimana hak atau milik yang menghasilkan royalti itu mempunyai hubungan
efektif dan royalti tersebut menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat
tetap tersebut, maka royalti tersebut akan dianggap berasal dari Negara
di mana bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu berada.
6. Jika karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar royalti
dengan pemilik hak yang menikmati atau antara kedua-duanya dengan orang/badan
lain, berkenaan dengan penggunaan hak atau keterangan yang mengakibatkan
pembayaran itu, jumlah royalti yang dibayarkan itu melebihi jumlah yang
seharusnya disepakati oleh pembayar dengan pemilik hak yang menikmati royalti
seandainya tidak ada hubungan istimewa, maka ketentuan-ketentuan
dalam Pasal ini hanya akan berlaku terhadap jumlah yang disebut terakhir.
Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenakan
pajak sesuai dengan perundang-undangan masing-masing Negara pihak pada
Persetujuan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan
ini.
Pasal 13
KEUNTUNGAN DARI PEMINDAHTANGANAN HARTA
1. Penghasilan yang diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan
dari pemindahtanganan harta tak gerak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 dan terletak di Negara pihak pada Persetujuan lainnya, dapat dikenakan
pajak di Negara lain tersebut.
2. Penghasilan dari pemindahtanganan harta gerak yang merupakan bagian
kekayaan suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh perusahaan dari suatu
Negara pihak pada Persetujuan lainnya atau dari harta gerak yang merupakan
bagian dari suatu tempat tetap yang tersedia bagi penduduk suatu Negara
pihak pada Persetujuan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya untuk maksud
melakukan pekerjaan bebas, termasuk keuntungan dari pemindahtanganan
bentuk usaha tetap (tersendiri atau dengan seluruh perusahaan) atau
tempat tetap, dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
3. Keuntungan yang diperoleh seorang penduduk dari Negara pihak pada
Persetujuan dari pemindahtanganan kapal-kapal atau pesawat udara yang beroperasi
di lalu lintas internasional atau harta gerak yang ada hubungannya dengan
pengoperasian kapal-kapal atau pesawat udara hanya akan dikenakan pajak
di Negara itu.
4. Keuntungan dari pemindahtanganan harta lainnya, kecuali yang disebut
pada ayat-ayat 1,2, dan 3 hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada
Persetujuan dimana orang/badan yang memindahkan harta yang disebutkan dalam
kalimat sebelumnya dan diperoleh dari Negara pihak pada Persetujuan lainnya,
akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan lainnya, apabila
masa perolehan dan pemindahtanganan tidak melebihi satu tahun.
Pasal 14
PEKERJAAN BEBAS
1. Penghasilan yang diperoleh penduduk dari suatu Negara pihak pada
Persetujuan sehubungan dengan jasa-jasa profesional atau pekerjaan bebas
lainnya hanya akan dikenakan pajak di Negara itu kecuali apabila ia mempunyai
suatu tempat tetap yang tersedia secara teratur baginya untuk menjalankan
kegiatan-kegiatan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya itu atau ia
berada di Negara pihak lainnya itu selama suatu masa atau masa-masa yang
melebihi
183 hari dalam masa dua belas bulan. Apabila ia mempunyai tempat tetap
tersebut atau berada di Negara pihak lainnya itu selama masa atau masa-masa
tersebut di atas, maka penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara
pihak lainnya itu tetapi hanya sepanjang penghasilan itu dianggap berasal
dari tempat tetap tersebut atau diperoleh di Negara lain itu atau selama
masa atau masa-masa tersebut di atas.
2. Istilah "jasa-jasa profesional" terutama meliputi kegiatan-kegiatan
di bidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, pendidikan atau pengajaran
yang dilakukan secara independen, demikian juga pekerjaan-pekerjaan bebas
yang dilakukan oleh para dokter, ahli hukum, ahli tehnik, arsitek, dokter
gigi dan para akuntan.
Pasal 15
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA
1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal 16, 18, 19, dan 20
gaji, upah, dan imbalan lainnya yang serupa yang diperoleh penduduk suatu
Negara pihak pada Persetujuan karena pekerjaan dalam hubungan kerja, hanya
akan dikenakan pajak di Negara itu, kecuali pekerjaan tersebut dilakukan
di Negara pihak pada Persetujuan lainnya. Dalam hal demikian, maka imbalan
yang diterima dari pekerjaan dimaksud dapat dikenakan pajak di Negara lainnya
itu.
2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, imbalan yang diterima
atau diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pekerjaan
yang dilakukan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya, hanya akan dikenakan
pajak di Negara yang disebut pertama apabila:
(a) penerima balas jasa berada di Negara pihak lainnya itu dalam suatu
masa atau masa-masa yang jumlahnya tidak melebihi 183 hari dalam jangka
waktu dua belas bulan; dan
(b) imbalan itu dibayarkan oleh, atau atas nama majikan yang bukan
merupakan penduduk Negara lain tersebut ; dan
(c) balas jasa itu tidak menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat
tetap yang dimiliki oleh majikan itu di Negara lain tersebut.
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dalam Pasal ini,
imbalan yang diperoleh karena pekerjaan yang dilakukan di atas kapal laut
atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas internasional
oleh suatu perusahaan di suatu Negara pihak pada Persetujuan lainnya hanya
akan dikenakan pajak di Negara itu.
Pasal 16
IMBALAN PARA DIREKTUR
Imbalan para direktur dan pembayaran-pembayaran serupa lainnya yang
diperoleh penduduk Negara
pihak pada Persetujuan dalam kedudukannya sebagai anggota dewan direktur
suatu perseroan dari
perusahaan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan
lainnya dapat dikenakan pajak
di Negara pihak lainnya tersebut.
Pasal 17
PARA ARTIS DAN ATLIT
1. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal 14 dan 15, penghasilan
yang diperoleh penduduk dari Negara pihak pada Persetujuan sebagai artis
seperti artis teater, film, radio dan televisi atau pemain musik atau sebagai
atlit, dari kegiatan-kegiatan perseorangannya yang dilakukan di Negara
pihak pada Persetujuan lainnya dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada
Persetujuan lainnya tersebut.
2. Apabila penghasilan sehubungan dengan kegiatan-kegiatan perseorangan
yang dilakukan oleh artis dan atlit tersebut diterima bukan oleh seniman
atau atlit itu sendiri tetapi oleh orang atau badan lain, menyimpang dari
ketentuan-ketentuan Pasal 7, 14 dan 15, maka penghasilan tersebut dapat
dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana kegiatan-kegiatan
seniman atau olahragawan itu dilakukan.
3. Penghasilan yang diterima oleh seniman atau olahragawan dari kegiatan
yang dilakukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan akan dibebaskan dari
pengenaan pajak di Negara itu, apabila kunjungan ke Negara itu adalah dibiayai
seluruhnya atau sebagian besar oleh dana publik dari Negara pihak pada
Persetujuan lainnya, bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya.
Pasal 18
PENSIUN DAN TUNJANGAN HARI TUA
1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat 2 dari Pasal 19, pensiun
dan imbalan sejenis lainnya yang dibayarkan kepada penduduk dari suatu
Negara pihak pada Persetujuan yang bersumber dari Negara pihak pada Persetujuan
lainnya sehubungan dengan pekerjaan atau jasa-jasa dalam hubungan kerja
di Negara pihak pada Persetujuan lainnya di masa lampau dan tunjangan hari
tua yang dibayarkan kepada penduduk dari sumber tersebut hanya akan dikenakan
pajak di Negara lainya itu.
2. Pensiun dan tunjangan hari tua dibayarkan, dan pembayaran periodik
lainnya atau sekali-sekali yang dilakukan oleh suatu Negara pihak pada
Persetujuan atau bagian ketatanegaraannya berkenaan dengan asuransi kecelakaan
perseorangan, dapat dikenakan pajak di Negara itu.
3. Istilah "tunjangan hari tua" berarti suatu jumlah tertentu yang
dibayarkan secara berkala dalam pada waktu tertentu selama hidup atau selama
masa atau jangka waktu tertentu, berdasarkan suatu kewajiban untuk melakukan
pembayaran sebagai penggantian balas jasa yang memadai dan penuh dalam
bentuk uang atau yang dapat dinilai dengan uang.
Pasal 19
PEJABAT PEMERINTAH
1. (a) Imbalan, selain dari pensiun, yang dibayarkan oleh Negara pihak
pada Persetujuan, atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya
kepada seseorang sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara
tersebut atau pemerintahnya, hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.
(b) Namun demikian, imbalan tersebut hanya akan dikenakan
pajak di Negara pihak pada
Persetujuan lainnya apabila jasa-jasa tersebut diberikan di Negara
pihak lainnya itu
dan orang tersebut adalah penduduk Negara itu yang :
(i) merupakan warganegara dari Negara itu; atau
(ii) tidak menjadi penduduk Negara itu semata-mata hanya untuk
maksud memberikan jasa-jasa tersebut.
2. a) Pensiun yang dibayarkan oleh, atau dari dana yang
dibentuk oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraannya
atau pemerintah daerahnya kepada seseorang sehubungan dengan jasa-jasa
yang diberikannya kepada Negara itu atau bagiannya atau pemerintahnya hanya
akan dikenakan pajak di Negara itu.
b) Namun demikian, pensiun tersebut hanya akan dikenakan
pajak di Negara pihak pada Persetujuan lainnya bilamana orang tersebut
adalah penduduk dan warga negara dari Negara itu.
3. Ketentuan-ketentuan dalam Pasal-pasal 15, 16 dan 18
akan berlaku terhadap gaji, upah dan imbalan sejenis lainnya, dan pada
pensiun dari jasa-jasa yang diberikan sehubungan dengan usaha yang dijalankan
oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan, bagian ketatanegaraannya atau
pemerintah daerahnya.
Pasal 20
GURU DAN SISWA
1. Pembayaran-pembayaran yang diterima oleh siswa peserta latihan usaha
yang merupakan warganegara suatu Negara pihak pada Persetujuan dan berada
di Negara pihak pada Persetujuan lainnya semata-mata untuk mengikuti pendidikan
atau latihan, tidak akan dikenakan pajak di Negara lainnya, sepanjang pembayaran-pembayaran
tersebut adalah untuk keperluan hidup, pendidikan, atau latihannya dan
pembayaran yang diperolehnya berasal dari luar Negara pihak lainnya.
2. Sebaliknya, imbalan yang diterima oleh guru dan oleh instruktur
yang merupakan warganegara dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan
yang berada di Negara pihak pada Persetujuan lainnya dan tujuan utamanya
mengajar atau melakukan penelitian ilmiah untuk suatu masa atau masa-masa
tidak lebih dari dua tahun berturut-turut akan dibebaskan dari pengenaan
pajak di Negara pihak lainnya itu atas imbalan yang diterima dari jasa
perseorangan dari mengajar dan meneliti, asalkan pembayaran yang diperolehnya
berasal dari luar Negara pihak lainnya itu.
3. Imbalan yang diterima seorang siswa atau peserta latihan yang merupakan
warganegara suatu Negara pihak pada Persetujuan yang diperoleh dari hubungan
kerja yang dilakukannya di Negara pihak pada Persetujuan lainnya untuk
suatu masa atau masa-masa tidak melebihi 183 hari dalam satu tahun takwim,
sehubungan untuk mendapatkan pengalaman praktis yang berhubungan dengan
pendidikannya atau informasi, tidak akan dikenakan pajak di Negara
lainnya itu.
Pasal 21
PENGHASILAN LAINNYA
Jenis-jenis penghasilan lainnya dari seorang penduduk yang tidak disebutkan
dalam pasal-pasal
terdahulu dalam Persetujuan ini hanya akan dikenakan pajak di Negara
tersebut, kecuali apabila
penghasilan tersebut diperoleh dari sumber-sumber di dalam Negara pihak
pada Persetujuan lainnya
dapat juga penghasilan tersebut dikenakan pajak di Negara lainnya itu.
Pasal 22
PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
1. Pajak Berganda untuk penduduk Indonesia akan dihindari sebagai berikut
:
Apabila seorang penduduk Indonesia memperoleh penghasilan dari Turki
jumlah pajak atas penghasilan itu yang dibayarkan di Turki menurut ketentuan
dari Persetujuan ini dapat dikreditkan dengan pajak yang dikenakan di Indonesia
atas penduduk tersebut. Namun demikian jumlah kredit tidak boleh melebihi
jumlah pajak di Indonesi atas penghasilan yang dihitung sesuai dengan undang-undang
pajak Indonesia dan peraturan-peraturannya.
2. Pajak berganda untuk penduduk Turki akan dihindari sebagai berikut
:
a) Apabila seorang penduduk Turki memperoleh penghasilan semata-mata
dari penghasilan yang dicakup dalam ayat (b), selanjutnya, menurut ketentuan-ketentuan
dari Persetujuan ini dapat dikenakan pajak di Indonesia, Turki akan membebaskan
penghasilan tersebut dari pengenaan pajak tetapi dalam menghitung pajak
atas penghasilan sisanya dari
orang/badan tersebut, diterima tarif pajak yang digunakan apabila penghasilan
yang dibebaskan itu tidak dibebaskan.
b) Apabila seorang penduduk Turki memperoleh penghasilan yang menurut
ketentuan Pasal 10, 11, 12 dan ayat 14 Pasal 13 Persetujuan ini dapat dikenakan
pajak di Indonesia,. Turki akan memperkenankan suatu pengurangan dari pajak
atas
penghasilan orang/badan itu, sejumlah yang sama dengan pajak yang dibayar
di Indonesia.
Namun demikian pengurangan tersebut tidak akan melebihi bagian dari
pajak yang dihitung sebelum pengurangan diberikan, yang sesuiadengan besarnya
penghasilan yang dapat dikenakan pajak di Indonesia.
Pasal 23
NON DISKRIMINASI
1. Warganegara dari suatu Negara pihak pada Persetujuan tidak akan
dikenakan pajak atau kewajiban apapun sehubungan dengan pengenaan pajak
di Negara pihak pada Persetujuan lainnya, yang berlainan atau lebih memberatkan
daripada pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban pihak yang dikenakan atau
dapat dikenakan terhadap warganegara dari Negara pihak lainnya dalam keadaan
yang sama, secara khusus berkenaan dengan tempat
tinggal.
2. Tunduk pada ketentuan-ketentuan dari ayat 4 Pasal 10 pengenaan pajak
atas bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh suatu perusahaan dari Negara
pihak pada Persetujuan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya, tidak
akan dilakukan dengan cara yang kurang menguntungkan dibandingkan dengan
pengenaan pajak atas perusahaan-perusahaan yang menjalankan kegiatan-kegiatan
yang sama di Negara pihak lainnya itu.
3. Perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, yang modalnya
sebagian atau seluruhnya dimiliki atau dikuasai baik langsung atau tidak
langsung oleh penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya, tidak akan
dikenakan pajak atau kewajiban apapun yang berkaitan dengan pengenaan pajak
di Negara yang disebut pertama yang berlainan atau lebih memberatkan daripada
pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban dimaksud yang dikenakan atau dapat
dikenakan terhadap perusahaan-perusahaan lainnya yang serupa di Negara
yang disebut pertama.
4. Ketentuan-ketentuan ini tidak dapat ditafsirkan sebagai mewajibkan
suatu Negara pihak pada Persetujuan untuk memberikan kepada penduduk Negara
pihak pada Persetujuan lainnya suatu potongan keluarga, keringanan-keringanan
dan pengurangan-pengurangan apapun berdasarkan status sipil atau beban
keluarga untuk tujuan pengenaan pajak seperti yang diberikan kepada penduduknya
sendiri.
Pasal 24
TATACARA PERSETUJUAN BERSAMA
1. Apabila seseorang penduduk menganggap bahwa tindakan-tindakan salah
satu atau kedua Negara pihak pada Persetujuan mengakibatkan atau akan mengakibatkan
pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini, maka terlepas
dari cara-cara penyelesaian yang diatur oleh perundang-undangan nasional
dari masing masing Negara, maka ia dapat mengajukan masalahnya kepada pejabat
yang berwenang di Negara pihak pada Persetujuan dimana ia berkedudukan,
atau apabila masalah yang timbul menyangkut ayat 1 Pasal 23 kepada pejabat
yang berwenang di Negara pihak pada Persetujuan dimana ia menjadi warganegara.
2. Apabila keberatan yang diajukan itu cukup beralasan untuk diselesaikan
dan apabila atas masalah itu dapat ditemukan suatu penyelesaian yang memuaskan,
Pejabat yang berwenang akan berusaha menyelesaikan masalah itu melalui
persetujuan bersama dengan pejabat yang berwenang dari Negara pada Persetujuan
lainnya, untuk mencegah penghindaran pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan
ini.
3. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan
akan berusaha untuk menyelesaikan melalui suatu persetujuan bersama atas
setiap kesulitan atau keragu-raguan yang timbul dalam penafsiran atau penerapan
Persetujuan ini. Mereka dapat juga berkonsultasi bersama untuk mencegah
pengenaan pajak berganda dalam hal yang tidak diatur dalam persetujuan.
4. Pejabat-Pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan
dapat berhubungan langsung satu sama lain untuk mencapai persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat-ayat sebelumnya. Pejabat-pejabat yang berwenang, melalui
konsultasi akan menetapkan prosedure-prosedure, syarat-syarat, cara-cara
dan teknik-teknik untuk merealisir prosedure persetujuan bersama yang diatur
dalam pasal ini.
Pasal 25
PERTUKARAN INFORMASI
1. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan
akan melakukan tukar-menukar informasi yang diperlukan untuk melaksanakan
ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini atau untuk melaksanakan undang-undang
nasional di Negara masing-masing mengenai pajak-pajak yang dicakup dalam
Persetujuan, sepanjang pengenaan pajak menurut undang-undang Negara yang
bersangkutan tidak bertentangan dengan Persetujuan ini. Setiap
informasi yang diterima oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan akan
dijaga kerahasiaannya dengan cara yang sama seperti apabila informasi itu
diperoleh berdasarkan perundang-undangan nasional Negara tersebut dan hanya
dapat diungkapkan kepada orang atau badan atau pejabat-pejabat (termasuk
pengadilan dan badan-badan administratif) yang berkentingan dalam penetapan
atau penagihan pajak, pelaksanaan undang-undang atau penuntutan, atau dalam
memutuskan keberatan berkenaan dengan pajak-pajak yang dicakup dalam
Persetujuan ini. Orang atau badan atau para pejabat tersebut hanya boleh
memberikan informasi itu untuk maksud tersebut diatas. Mereka dapat juga
mengungkapkan informasi itu dalam pengadilan umum atau dalam pembuatan
keputusan-keputusan pengadilan.
2. Bagaimanapun juga ketentuan-ketentuan ayat (1) sama sekali tidak
dapat ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membebankan kepada Negara pihak
pada Persetujuan kewajiban untuk:
(a) melaksanakan tindakan-tindakan administratif yang bertentangan
dengan perundang-undangan atau praktek administrasi yang berlaku di Negara
itu atau di Negara pihak pada Persetujuan lainnya;
(b) memberikan informasi yang tidak mungkin diperoleh berdasarkan perundang-undangan
atau dalam praktek administrasi yang lazim di Negara tersebut atau di Negara
pihak pada Persetujuan lainnya;
(c) memberikan informasi yang mengungkapkan rahasia dibidang perdagangan,
usaha, industri, perniagaan atau keahlian, atau tatacara perdagangan atau
informasi lainnya yang pengungkapannya bertentangan dengan kebijaksanaan
umum (odre public).
Pasal 26
ANGGOTA-ANGGOTA MISI DIPLOMATIK DAN KONSULER
Persetujuan ini tidak akan mempengaruhi hak-hak istimewa di bidang
fiskal dari anggota-anggota misi
diplomatik dan konsuler berdasarkan peraturan-peraturan umum hukum
internasional atau berdasarkan
ketentuan-ketentuan dalam suatu persetujuan khusus.
Pasal 27
BERLAKUNYA PERSETUJUAN
1. Masing-masing Negara pihak pada Persetujuan akan saling memberitahu
Negara pihak pada Persetujuan lainnya mengenai telah dipenuhinya syarat-syarat
berdasarkan perundang-undangannya untuk memberlakukan Persetujuan ini.
Persetujuan ini akan berlaku pada tanggal pemberitahuan yang terakhir.
2. Ketentuan-ketentuan dari Persetujuan ini akan berlaku :
(a) mengenai pajak yang dipotong pada sumber atas jumlah yang dibayarkan
atau dikreditkan pada atau setelah hari pertama Januari berikutnya sesudah
tanggal berlakunya Persetujuan ini;
(b) mengenai pajak lainnya, untuk tahun-tahun pajak yang dimulai pada
atau setelah hari pertama Januari tahun berikutnya sesudah tanggal berlakunya
Persetujuan ini.
Pasal 28
BERAKHIRNYA PERSETUJUAN
Persetujuan ini akan tetap berlaku sampai diakhiri oleh salah satu
Negara pihak pada Persetujuan.
Masing-masing Negara pihak pada Persetujuan dapat mengakhiri berlakunya
Persetujuan ini, melalui
saluran-saluran diplomatik, dengan menyampaikan pemberitahuan tentang
berakhirnya Persetujuan
paling lambat 6 bulan sebelum berakhirnya tahun kalender setelah jangka
waktu 5 (lima) tahun sejak
tanggal berlakunya Persetujuan.
Dalam hal demikian, Persetujuan ini akan tidak berlaku lagi :
(a) mengenai pajak yang dipotong pada sumber, atas jumlah yang dibayar
atau dikreditkan pada atau setelah hari pertama bulan Januari berikutnya
setelah tanggal pemberitahuan berakhirnya Persetujuan diberikan;
(b) mengenai pajak-pajak lainnya, untuk tahun-tahun pajak yang dimulai
pada atau setelah hari pertama bulan Januari tahun berikutnya setelah tanggal
pemberitahuan berakhirnya Persetujuan diberikan.
DENGAN KESAKSIAN para penandatangan dibawah ini, yang telah memperoleh
kuasa yang sah telah menandatangani Persetujuan ini dan membubuhkan segel.
DIBUAT dalam rangkap dua di Jakarta, pada tanggal 25 Februari 1997
bahasa Indonesia, Turki dan Inggris, ketiga naskah tersebut berkekuatan
sama. Dalam hal terjadi perbedaan penafsiran diantara naskah-naskah tersebut,
maka naskah yang berlaku adalah naskah dalam bahasa Inggris.
UNTUK PEMERINTAH UNTUK PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK TURKI
ttd ttd