PERSETUJUAN  ANTARA
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN INGGERIS RAYA DAN IRLANDIA UTARA
MENGENAI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK YANG BERHUBUNGAN DENGAN PAJAK-PAJAK ATAS PENDAPATAN DAN KEKAYAAN
 

 
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA dan PEMERINTAH KERAJAAN INGGERIS RAYA
dan IRLANDIA UTARA
 
BERHASRAT untuk mengadakan suatu Persetujuan mengenai penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak sehubungan dengan pajak atas pendapatan dan kekayaan;
 
TELAH MUFAKAT SEBAGAI BERIKUT :
 
Pasal 1
RUANG LINGKUP PERSETUJUAN
 
 Persetujuan ini akan berlaku bagi orang-orang dan badan-badan yang merupakan penduduk salah satu atau kedua Negara yang terikat Persetujuan.
 
Pasal 2
PAJAK-PAJAK YANG TERCAKUP OLEH PERSETUJUAN INI
 
(1) Pajak-Pajak yang diatur dalam Persetujuan ini adalah :
 a) di Indonesia :
  (i) pajak pendapatan (income tax);
  (ii) pajak perseroan (company tax);
  (iii) pajak kekayaan (capital tax); dan
  (iv) pajak atas bunga, dividen dan royalty (tax on interest, dividend and royalty);
   (yang kemudian disebut sebagai pajak Indonesia);
 b) di Kerajaan Inggeris Raya dan Irlandia Utara :
  (i) the income tax;
  (ii) the cooperation tax; dan
  (iii) the capital gains tax;
   (yang kemudian disebut sebagai pajak Kerajaan Inggeris).
 
(2) Persetujuan ini juga akan berlaku terhadap semua pajak yang serupa atau pada hakekatnya sejenis yang dikenakan oleh salah satu Negara yang terikat Persetujuan setelah penandatanganan Persetujuan ini sebagai tambahan untuk, atau pengganti dan, undang undang perpajakan yang sedang berlaku.
 Pejabat-pejabat yang berwenang dari Negara-negara yang terikat Persetujuan akan saling memberitahukan setiap perubahan penting yang dibuat dalam perundang-undangan pajak masing-masing.
 
Pasal 3
PENGERTIAN UMUM
 
(1) Kecuali jika dari hubungan kalimat harus diartikan lain, maka yang dimaksud dalam Persetujuan ini :
 a) istilah suatu Negara yang terikat Persetujuan dan Negara lain yang terikat Persetujuan berarti Indonesia atau Kerajaan Inggeris, sesuai menurut hubungan kalimatnya;
 b) istilah Indonesia berarti wilayah Republik Indonesia dan bagian-bagian tanah dasar laut dan lapisan tanah di sekitar laut yang berbatasan, dimana Republik Indonesia memiliki kedaulatannya menurut hukum internasional;
 c) istilah  Kerajaan Inggeris berarti Inggeris Raya dan Irlandia Utara, termasuk setiap daerah di luar wilayah laut Kerajaan Inggeris seperti yang dimaksud menurut hukum internasional, dan berdasarkan undang-undang Kerajaan Inggeris mengenai landas kontinen sebagai suatu daerah yang termasuk dalam hak-hak Kerajaan Inggeris atas tanah dasar laut dan lapisan tanah dan sumber-sumber alamnya.
 d) istilah warganegara berarti :
  (i) dalam hubungannya dengan Indonesia, setiap warganegara Indonesia, setiap badan hukum, perkongsian, asosiasi, dan kesatuan yang memperoleh statusnya dari undang-undang yang berlaku di Indonesia;
  (ii) dalam hubungannya dengan Kerajaan Inggeris, setiap warga negara dari Kerajaan Inggeris dan koloni-koloninya yang memperoleh statusnya karena hubungan mereka dengan Kerajaan Inggeris dan semua badan hukum, perkongsian dan asosiasi yang memperoleh statusnya dari hukum yang berlaku di Kerajaan Inggeris.
 e) istilah person meliputi orang pribadi, perseroan dan setiap kumpulan lain dari orang orang dan badan-badan;
 f) istilah perseroan berarti setiap badan hukum atau setiap kesatuan yang diperlakukan sebagai badan hukum untuk tujuan perpajakan;
 g) istilah perusahaan dari suatu Negara yang terikat Persetujuan dan perusahaan dari Negara lain yang terikat Persetujuan berarti berturut-turut suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk dari suatu Negara yang terikat Persetujuan dan suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk dari Negara lain yang terikat Persetujuan;
 h) istilah pejabat yang berwenang berarti :
  (i) di Indonesia, Menteri Keuangan atau wakilnya yang syah;
   (ii) di Kerajaan Inggeris, Commissioner of Irlandia Revenue atau wakilnya yang syah;
 i) istilah pajak berarti pajak Indonesia atau pajak Kerajaan Inggeris sesuai menurut hubungan kalimatnya.
 
(2) Sehubungan dengan penerapan Persetujuan ini oleh salah satu Negara yang terikat Persetujuan, setiap istilah yang tidak dirumuskan, kecuali dimaksudkan lain, akan mempunyai arti menurut perundang-undangan Negara itu sepanjang mengenai pajak-pajak yang diatur dalam Persetujuan ini.
CATATAN
 Untuk selanjutnya dalam terjemahan ini Suatu Negara yang terikat Persetujuan disingkat suatu Negara dan suatu Negara lain yang terikat Persetujuan disingkat suatu Negara lain.
 
Pasal 4
DOMISILI FISKAL
 
(1) Untuk kepentingan Persetujuan ini, penduduk suatu Negara, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat (2) dan (3) Pasal ini, berarti setiap orang/badan yang menurut perundang-undangan Negara itu wajib membayar pajak berdasarkan tempat tinggal, tempat kediaman, tempat ketatalaksanaan atau setiap kriteria lain yang sifatnya serupa; istilah tersebut tidak termasuk orang yang wajib membayar pajak di Negara itu, yang hanya memperoleh pendapatan dari sumber-sumber yang berada di Negara tersebut.
 istilah penduduk Kerajaan Inggeris dan penduduk Indonesia akan ditafsirkan demikian.
 
(2) Jika berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat (1) Pasal ini seseorang merupakan penduduk di kedua Negara yang terikat Persetujuan, maka statusnya akan ditetapkan menurut aturan aturan berikut :
 a) ia akan dianggap sebagai penduduk di suatu Negara, di mana ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya. Jika ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di kedua Negara, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara tempat di mana hubungan pribadi dan hubungan ekonominya paling erat (pusat kepentingan-kepentingan pokoknya);
 b) jika Negara tempat pusat kepentingan-kepentingan pokoknya tidak dapat ditetapkan, atau jika ia tidak memiliki tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di salah satu Negara, maka ia akan dianggap menjadi penduduk Negara di tempat ia menurut kebiasaannya berdiam.
 c) jika ia memiliki di mana ia biasanya berdiam di kedua Negara atau tidak memilikinya di kedua Negara tersebut, pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara akan menyelesaikan persoalan tersebut melalui pemufakatan bersama.
 
(3) Jika dengan alasan ketentuan-ketentuan ayat (1) Pasal ini suatu badan mempunyai tempat kedudukan di kedua Negara, maka badan tersebut akan dianggap berkedudukan di Negara di mana tempat ketatalaksanaan yang sebenarnya dari badan itu berada.
 
Pasal 5
KEDUDUKAN TETAP
 
(1) Untuk kepentingan-kepentingan Persetujuan ini, istilah kedudukan tetap berarti suatu tempat usaha tertentu di mana seluruh atau sebagian usaha suatu perusahaan dijalankan.
 
(2) Istilah kedudukan tetap akan termasuk khususnya :
 a) suatu tempat ketatalaksanaan;
 b) suatu cabang;
 c) suatu kantor;
 d) suatu pabrik;
 e) suatu ruang kerja;
 f) suatu pertanian atau perkebunan;
 g) suatu pertambangan, ladang minyak, penggalian atau tempat penggalian sumber-sumber alam lainnya;
 h) suatu lokasi bangunan atau proyek konstruksi atau perakitan yang berlangsung lebih dari 183 hari.
 
(3) istilah kedudukan tetap tidak dianggap termasuk :
 a) penggunaan fasilitas-fasilitas hanya untuk keperluan penyimpanan atau pameran barang-barang atau barang-barang dagangan yang dimiliki perusahaan;
 b) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang-barang dagangan yang dimiliki perusahaan hanya untuk keperluan penyimpanan atau pameran;
 c) pengurusan dari suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan yang dimiliki perusahaan hanya untuk keperluan pengolahan oleh perusahaan lain;
 d) pengurusan suatu tempat usaha tertentu hanya untuk keperluan pembelian barang-barang atau barang-barang dagangan, atau pengumpulan informasi, untuk perusahaan;
 e) pengurusan suatu tempat usaha tertentu hanya untuk keperluan periklanan, untuk pemberian informasi, untuk penelitian ilmiah atau kegiatan-kegiatan yang serupa yang bersifat persiapan atau bersifat penunjang bagi perusahaan.
 
(4) Suatu perusahaan dari suatu Negara akan dianggap mempunyai suatu kedudukan tetap di Negara lain jika :
 a) menjalankan kegiatan-kegiatan pengawasan di Negara lain lebih dari 183 hari yang sehubungan dengan suatu lokasi bangunan atau proyek konstruksi atau proyek perakitan yang sedang dikerjakan di Negara lain tersebut; atau
 b) menjalankan kegiatan pemberian jasa-jasa hiburan oleh artis atau atlit seperti dimaksud dalam Pasal 18, di Negara lain; atau
 c) memberikan jasa-jasa, termasuk jasa-jasa konsultan melalui karyawan atau pegawai lainnya (bukan agen yang berdiri-sendiri seperti yang dimaksud dalam ayat (7) Pasal ini) untuk masa yang jumlahnya lebih dari 183 hari dalam 12 bulan di Negara lain itu.
 
(5) Orang/badan yang bertindak di suatu Negara atas nama perusahaan dari Negara lain-kecuali agen yang berdiri sendiri di mana ketentuan - ketentuan ayat (7) Pasal ini berlaku - akan dianggap merupakan suatu kedudukan tetap di Negara yang disebut pertama jika :
 a) ia mempunyai, dan biasa melakukannya di Negara itu, wewenang untuk menutup kontrak-kontrak atas nama perusahaan itu, kecuali kegiatan-kegiatannya itu dibatasi untuk melakukan pembelian barang-barang atau barang-barang dagangan bagi perusahaan itu; atau
 b) ia mengurus di Negara tersebut persediaan barang-barang atau barang-barang dagangan yang dimiliki perusahaan, di mana ia secara teratur memenuhi pesanan-pesanan atas nama perusahaan dimaksud.
 
(6) Suatu perusahaan asuransi dari suatu Negara, kecuali yang mengenai reasuransi, akan dianggap memiliki suatu kedudukan tetap di Negara lain jika perusahaan tersebut memungut premi atau menanggung risiko dalam wilayah Negara lain melalui seorang pegawainya atau melalui perwakilan yang didirikan di situ yang bukan merupakan agen yang berdiri-sendiri seperti dimaksud dalam ayat (7) Pasal ini.
 
(7) Suatu perusahaan dari suatu Negara tidak akan dianggap memiliki suatu kedudukan tetap di negara lain hanya karena menjalankan usaha di Negara lain itu melalui seorang makelar, agen komisioner umum atau agen lainnya yang berdiri sendiri, selama orang-orang/badan-badan seperti itu bertindak dalam rangka usahanya yang lazim. Bagaimanapun, jika kegiatan-kegiatan agen seperti itu seluruhnya atau hampir seluruhnya dilakukan untuk kepentingan perusahaan itu, maka ia tidak akan dianggap sebagai suatu agen yang berdiri sendiri seperti yang dimaksud ayat itu.
 
(8) Kenyataan bahwa suatu badan yang berkedudukan di suatu Negara mengawasi atau diawasi oleh suatu badan yang berkedudukan di Negara lain, atau yang menjalankan usahanya di negara lain itu (baik melalui suatu kedudukan tetap atau dengan cara lain) tidak akan dengan sendirinya menjadikan salah satu badan itu merupakan kedudukan tetap dari badan lainnya.
 
Pasal 6
PEMBATASAN PEMBEBASAN
 
 Jika berdasarkan ketentuan-ketentuan Persetujuan ini suatu pendapatan dibebaskan dari pengenaan pajak di Indonesia dan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di Kerajaan Inggeris, seseorang, sehubungan dengan pendapatan yang disebutkan di atas dikenakan pajak atas jumlah yang dikirimkan ke atau diterima di Kerajaan Inggeris dan bukan atas jumlah seluruhnya, maka pembebasan yang diijinkan berdasarkan Persetujuan ini di Indonesia hanya akan berlaku sebesar pendapatan yang dikirimkan ke atau diterima di Kerajaan Inggeris itu.
 
Pasal 7
PENDAPATAN DARI HARTA TAK GERAK
 
(1) Pendapatan dari harta tak gerak dapat dikenakan pajak di negara dimana harta tersebut terletak.
 
(2) a) Istilah harta tak gerak, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan sub ayat (b) di bawah, akan diartikan sesuai dengan perundang-undangan Negara di mana harta yang bersangkutan terletak.
 b) Istilah harta tak gerak bagaimanapun akan termasuk benda-benda yang menyertai harta tak gerak, ternak dan peralatan yang digunakan dalam usaha pertanian dan kehutanan, hak-hak terhadap mana ketentuan-ketentuan hukum umum mengenai tanah berlaku, hak pakai hasil atas harta tak gerak dan hak-hak atas pembayaran-pembayaran tidak tetap atau pembayaran-pembayaran tetap sebagai ganti untuk mengerjakan, atau hak mengerjakan tambang mineral, sumber-sumber dan sumber-sumber kekayaan alam lainnya; kapal laut, kapal-kapal dan pesawat udara tidak akan dianggap sebagai harta tak gerak.
 
(3) Ketentuan-ketentuan ayat (1) Pasal ini akan berlaku terhadap pendapatan yang diperoleh dari penggunaan langsung, penyewaan atau setiap bentuk penggunaan lainnya dari harta tak gerak.
 
(4) Ketentuan-ketentuan ayat (1) dan (3) Pasal ini juga akan berlaku terhadap pendapatan dari harta tak gerak suatu perusahaan dan terhadap pendapatan dari harta tak gerak yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan bebas.
 
Pasal 8
LABA USAHA
 
(1) Laba suatu perusahaan dari suatu Negara hanya akan dikenakan pajak di Negara itu kecuali perusahaan tersebut menjalankan usahanya melalui suatu kedudukan tetap di Negara lain.
 Jika perusahaan menjalankan usahanya seperti di atas, maka laba perusahaan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara lain itu, tetapi hanya terhadap laba yang diperkirakan diperoleh baik secara langsung atau tidak langsung oleh kedudukan tetap tersebut.
 
(2) Jika suatu perusahaan dari suatu Negara menjalankan usahanya di Negara lain melalui suatu kedudukan tetap yang berada di situ, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba kedudukan tetap itu oleh masing-masing Negara adalah laba yang diperoleh seandainya kedudukan tetap tersebut merupakan suatu perusahaan yang terpisah dan berdiri-sendiri yang menjalankan usaha yang sama atau sejenis dengan keadaan yang sama atau serupa dan berhubungan bebas sepenuhnya dengan perusahaan yang mempunyai kedudukan tetap tersebut.
 
(3) Dalam menetapkan laba dari suatu kedudukan tetap, diperkenankan pengurangan pengurangan biaya seperti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan-kepentingan kedudukan tetap itu, termasuk biaya para eksekutif dan adminstrasi umum, baik di Negara tempat kedudukan tetap itu berada, maupun di tempat lainnya.
 
(4) Sepanjang merupakan kebiasaan di suatu Negara, menurut perundang-undangannya, dalam menetapkan besarnya laba yang dianggap berasal dari suatu kedudukan tetap berdasarkan suatu pembagian laba terhadap seluruh laba perusahaan itu untuk berbagai bagiannya, maka ayat (2) Pasal ini tidak akan menutup kemungkinan bagi Negara itu untuk menentukan besarnya laba yang akan dikenakan pajak berdasarkan pembagian seperti yang lazim dipakai; bagaimanapun cara pembagian yang dipakai harus sedemikian rupa sehingga hasil akhirnya akan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada dalam Pasal ini.
 
(5) Tidak akan dianggap adanya laba yang diperoleh suatu kedudukan tetap jika kedudukan tetap itu hanya melakukan pembelian barang-barang atau barang-barang dagangan untuk perusahaan induknya.
 
(6) Untuk kepentingan-kepentingan ayat yang terdahulu, besarnya laba yang dianggap berasal dari suatu kedudukan tetap akan dihitung dengan cara yang sama dari tahun ke tahun kecuali bila ada alasan yang cukup kuat untuk menyimpang.
(7) Jika dalam jumlah laba termasuk bagian-bagian yang diatur secara terpisah dalam Pasal lain dari Persetujuan ini, maka ketentuan-ketentuan dari Pasal itu tidak akan dipengharuhi oleh ketentuan-ketentuan Pasal ini.
 
Pasal 9
PERKAPALAN DAN ANGKUTAN UDARA
 
(1) Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat (3) Pasal ini, penduduk dari suatu Negara akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara lain atas laba yang diperoleh dari pengoperasian kapal-kapal yang terdaftar di Negara yang disebut pertama atau yang dioperasikan berdasarkan peraturan-peraturan Indonesia-Europe Freight Conference.
 
(2) Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat (3) Pasal ini, penduduk dari suatu Negara akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara lain atas laba yang diperoleh dari pengoperasian pesawat udara.
 
(3) Laba yang diperoleh dari pengoperasian kapal-kapal atau pesawat udara yang terbatas hanya antara tempat-tempat di suatu Negara dapat dikenakan pajak di Negara itu.
 
Pasal 10
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG SALING BERHUBUNGAN
 
Jika
a) suatu perusahaan dari suatu Negara ikut ambil bagian baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kepengurusan, pengawasan atau permodalan dari suatu perusahaan di Negara lain; atau
b) orang-orang atau badan-badan yang sama ikut ambil bagian baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kepengurusan, pengawasan atau permodalan suatu perusahaan dari suatu Negara dan juga suatu perusahaan di Negara lain;
 dan dalam salah satu dari kedua hal itu, dibuat atau diterapkan syarat-syarat yang berbeda dengan syarat-syarat yang dibuat atau dikenakan di antara dua perusahaan yang masing masing berdiri sendiri, maka setiap laba yang seharusnya jatuh pada salah satu perusahaan sekiranya syarat-syarat itu tidak ada, tetapi tidak diperoleh karena adanya syarat-syarat tersebut, dapat ditambahkan ke dalam laba perusahaan tersebut dan dikenakan pajak.
 
Pasal 11
DIVIDEN
 
(1) a) Dividen yang dibayarkan oleh suatu badan yang berkedudukan di Inggeris kepada penduduk Indonesia dapat dikenakan pajak di Indonesia.
 b) Jika penduduk Indonesia berhak atas potongan pajak (tax-credit) sehubungan dengan dividen seperti disebut dalam ayat (2) Pasal ini, pajak dapat juga dikenakan di Inggeris dan sesuai dengan perundang-undangan Inggeris, atas jumlah atau nilai dari dividen itu, dan potongan pajak dimaksud tidak melebihi 15 persen.
 c) Kecuali jika dividen tersebut dibayarkan oleh suatu badan yang berkedudukan di Inggeris kepada penduduk Indonesia dan dikenakan pajak di Indonesia, maka akan dibebaskan dari setiap pengenaan pajak di Inggeris.
 
(2) Penduduk Indonesia yang menerima dividen dari suatu badan yang berkedudukan di Inggeris, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat (3) Pasal ini dan asalkan ia dikenakan pajak atas dividen tersebut di Indonesia, berhak atas potongan pajak sama halnya dengan penduduk Inggeris bila ia menerima dividen itu dan atas pembayaran setiap kelebihan potongan pajak yang melampaui kewajibannya terhadap pajak Inggeris.
 
(3) Ayat (2) Pasal ini tidak akan berlaku jika penerima dividen adalah suatu badan yang sendiri atau bersama dengan satu atau lebih badan-badan yang saling berhubungan mengawasi langsung atau tidak langsung paling sedikit 10 persen dari hak suara dalam badan yang membayarkan dividen tersebut.
 Untuk kepentingan ayat ini dua perseroan akan dianggap saling berhubungan jika salah satu diawasi langsung atau tidak langsung oleh yang lainnya, atau keduanya diawasi langsung atau tidak langsung oleh suatu badan ketiga.
 
(4) Dividen yang dibayarkan suatu badan yang berkedudukan di Indonesia kepada penduduk Inggeris dapat dikenakan pajak di Inggeris. Dividen itu dapat juga dikenakan pajak di Indonesia tetapi jika penerima dividen tersebut adalah  penduduk Inggeris yang wajib membayar pajak atas dividen tersebut di inggeris, pajak yang dikenakan di Indonesia tidak akan melebihi :
 a) 10 persen dari jumlah kotor dividen tersebut jika penerimanya adalah suatu badan yang mengawasi langsung atau tidak langsung paling sedikit 25 persen dari hak suara di badan yang membayarkan dividen itu.
 b) dalam hal-hal lainnya 15 persen dari jumlah kotor dividen.
 
(5) Ayat-ayat terdahulu dari pasal ini tidak akan mempengaruhi pengenaan pajak terhadap badan itu atas laba di mana dividen dibayarkan.
 
(6) Istilah dividen seperti yang digunakan dalam Pasal ini berarti pendapatan dari saham saham, saham jouissance atau hak jouissance, saham-saham pendiri atau hak-hak lain, yang bukan merupakan tagihan piutang, yang ikut serta dalam pembagian laba, juga pendapatan dari hak-hak perseroan lainnya yang diperlakukan sama seperti pendapatan dari saham-saham oleh perundang-undangan pajak Negara tempat kedudukan badan yang membagikan dividen dan juga termasuk setiap bagian lain (kecuali bunga yang dibebaskan dari pajak seperti ketentuan-ketentuan dari Pasal 12) yang diperlukan seperti suatu pembagian laba berdasarkan perundang-undangan pajak Negara tempat kedudukan badan yang melakukan pembayaran.
 
(7) Ketentuan-ketentuan ayat-ayat (1) dan (2) atau, melihat masalahnya, ayat (4) Pasal ini tidak akan berlaku jika penerima dividen yang merupakan penduduk dari suatu Negara memiliki suatu kedudukan tetap di Negara lain, di mana badan yang membayarkan dividen juga berkedudukan, dan penguasaan saham-saham atas nama dividen dibayarkan, mempunyai hubungan efektif dengan usaha yang dijalankan melalui kedudukan tetap itu. Dalam hal demikian ketentuan-ketentuan Pasal 8 akan berlaku.
 
(8) Jika suatu badan yang berkedudukan di suatu Negara memperoleh keuntungan atau pendapatan dari Negara lain, Negara lain tersebut tidak akan mengenakan pajak apapun atas dividen yang dibayarkan oleh badan itu kepada orang/badan yang tidak berkedudukan di Negara lain itu atau mengenakan pajak atas laba yang tidak dibagikan, meskipun deviden yang dibayarkan atau laba yang tidak dibagikan itu terdiri seluruhnya atau sebagian dari keuntungan atau pendapatan yang diperoleh dari Negara lain itu.
 
Pasal 12
BUNGA
 
(1) Bunga yang berasal dari suatu Negara dan dibayarkan kepada penduduk di Negara lain dapat dikenakan pajak di Negara lain itu.
 
(2) Meskipun demikian, bunga itu dapat juga dikenakan pajak di Negara tempat asal bunga tersebut, dan menurut perundang-undangan Negara itu; tetapi jika bunga itu dibayarkan kepada penduduk Negara lain yang wajib membayar pajak di situ, pajak yang dikenakan di Negara tempat asal bunga tersebut tidak akan melebihi 15 persen dari jumlah kotor bunga itu.
 
(3) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat (2) Pasal ini pajak yang dikenakan oleh Negara tempat asal bunga tidak akan melebihi 10 persen dari jumlah kotor bunga itu, jika :
 a) bunga tersebut terhutang oleh bank atau lembaga keuangan atau oleh suatu perusahaan terutama yang bergerak dalam bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, industri barang-barang, pengangkutan, proyek perumahan rakyat, parawisata dan prasarana, dan
 b) bunga tersebut diterima oleh suatu bank atau lembaga keuangan atau oleh suatu perusahaan lain.
 
(4) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat (2) dan (3) Pasal ini bunga yang berasal dari suatu Negara dan diterima oleh pemerintah atau badan-badan yang dibentuk oleh pemerintah Negara lain akan dibebaskan dari pajak di Negara yang disebut pertama.
 
(5) Istilah bunga seperti yang digunakan dalam Pasal ini berarti pendapatan dari surat-surat perbendaharaan Negara, obligasi atau surat hutang baik yang dijamin hipotik ataupun tidak dan baik yang berhak ataupun tidak untuk ikut serta dalam pembagian laba, dan semua bentuk tagihan piutang lainnya dan juga semua pendapatan lain yang dipersamakan dengan pendapatan dari pinjaman uang oleh perundang-undangan Negara tempat asal bunga tersebut.
 
(6) Ketentuan-ketentuan ayat (1), (2) dan (3) Pasal ini tidak akan berlaku jika penerima bunga yang merupakan penduduk suatu Negara memiliki suatu kedudukan tetap di Negara lain di tempat di mana bunga berasal, dan tagihan hutang atas nama bunga dibayarkan mempunyai hubungan efektif dengan usaha yang dijalankan melalui kedudukan tetap itu.
 Dalam hal demikian, ketentuan-ketentuan Pasal 8 akan berlaku.
 
(7) Bunga akan dianggap berasal dari suatu Negara jika pembayarannya adalah Negara itu sendiri, pemerintah daerah/lokal dari Negara itu atau penduduk Negara itu.
 Bagaimanapun jika orang/badan yang membayarkan bunga, baik ia penduduk suatu Negara ataupun bukan, memiliki kedudukan tetap di suatu Negara dalam hubungan mana hutang yang menyebabkan pembayaran bunga itu dibuat, dan bunga itu menjadi beban kedudukan tetap, maka bunga itu dianggap berasal dari Negara dimana kedudukan tetap itu berada.
 
(8) Jika di antara penerima dan pembayar bunga terdapat hubungan istimewa atau di antara keduanya dengan orang/badan lain, jumlah bunga yang dibayarkan, setelah memperhatikan tagihan piutang untuk mana bunga dibayar melebihi jumlah yang seharusnya telah disetujui oleh penerima dan pembayar bila tidak ada hubungan seperti itu, ketentuan-ketentuan Pasal ini hanya akan berlaku untuk jumlah yang disebut terakhir. Dalam hal demikian, bagian kelebihan pembayaran akan tetap dikenakan pajak menurut perundang-undangan masing masing Negara, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.
 
 Pasal 13
 ROYALTY
 
(1) Royalty yang berasal dari suatu Negara dan dibayarkan kepada penduduk Negara lain dapat dikenakan pajak di Negara lain itu.
 
(2) Namun demikian royalty itu juga dapat dikenakan pajak di Negara di mana royalty itu berasal dan sesuai dengan perundang-undangan Negara itu; tetapi jika royalty itu dibayarkan kepada penduduk Negara lain yang wajib membayar pajak di situ, maka pajak yang dikenakan di Negara tempat asal royalty tidak akan melebihi 10 persen dari jumlah kotor royalty.
 
(3) Istilah royalty seperti yang dimaksud dalam Pasal ini berarti pembayaran-pembayaran dalam bentuk apapun yang diterima karena menggunakan, atau hak menggunakan, setiap hak cipta karya kesusasteraan, kesenian atau karya ilmiah (termasuk film bioskop, dan film atau rekaman untuk siaran radio atau televisi), setiap patent, merek dagang, desain atau model, rencana rumus rahasia atau cara pengolahan, atau karena menggunakan hak atau hak menggunakan peralatan industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan, atau karena informasi mengenai pengalaman di bidang industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan.
 
(4) Ketentuan-ketentuan ayat (1) dan (2) Pasal ini tidak akan berlaku jika penerima royalty yang merupakan penduduk dari suatu Negara memiliki suatu kedudukan tetap di Negara tempat asal royalty dan hak atau milik yang mengakibatkan timbulnya royalty itu mempunyai hubungan efektif dengan usaha yang dijalankan melalui kedudukan tetap itu.
 Dalam hal demikian, ketentuan-ketentuan Pasal 8 akan berlaku.
 
(5) Royalty akan dianggap berasal dari suatu Negara jika pembayarannya adalah Negara itu sendiri, pemerintah daerah/lokal atau penduduk Negara itu.
 Bagaimanapun, jika orang/badan yang membayar royalty, baik ia penduduk dari suatu Negara ataupun bukan, memiliki suatu kedudukan tetap di Negara lain dalam hubungan mana kewajiban untuk membayar royalty itu telah dibuat dan royalty tersebut menjadi beban kedudukan tetap itu, maka royalty itu akan dianggap berasal dari Negara tempat kedudukan tetap tersebut berada.
 
(6) Jika di antara penerima dan pembayaran terdapat hubungan istimewa atau di antara keduanya dengan orang/badan lain, jumlah royalty yang dibayarkan, setelah memperhatikan penggunaan, hak atau informasi untuk mana royalty dibayarkan, melebihi jumlah yang seharusnya telah disetujui oleh penerima dan pembayar royalty bila tidak ada hubungan seperti itu, ketentuan-ketentuan Pasal ini hanya akan berlaku pada jumlah yang disebutkan terakhir.
 Dalam hal demikian bagian kelebihan pembayaran akan tetap dikenakan pajak menurut perundang-undangan masing-masing Negara, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.
 
Pasal 14
KEUNTUNGAN DARI PEMINDAHTANGANAN HARTA
 
(1) Keuntungan dari pemindahtanganan harta tak gerak dapat dikenakan pajak di Negara di mana harta tersebut terletak.
 
(2) Keuntungan dari pemindahtanganan setiap harta gerak yang merupakan bagian kekayaan suatu kedudukan tetap di Negara lain yang dimiliki oleh perusahaan dari suatu Negara atau setiap harta gerak dari suatu tempat tertentu di negara lain yang tersedia bagi penduduk suatu Negara untuk tujuan menjalankan pekerjaan bebas, termasuk keuntungan dari pemindahtanganan dari kedudukan tetap (tersendiri atau dengan seluruh perusahaan) atau tempat tertentu itu, dapat dikenakan pajak di Negara lain itu.
 
(3) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat (2) Pasal ini keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara dari pemindahtangan kapal dan pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas internasional dan harta gerak yang berkenaan dengan pengoperasian kapal dan pesawat udara itu hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.
 
(4) Keuntungan dari pemindahtanganan setiap harta, lain daripada yang disebutkan dalam ayat (1) dan (2) Pasal 12 ini, hanya akan dikenakan pajak di Negara di mana yang memindahtangankan harta berkedudukan.
 
(5) Ketentuan-ketentuan ayat (4) Pasal ini tidak akan mempengaruhi hak suatu Negara memungut pajak sesuai dengan perundang-undangannya, atas keuntungan dari pemindahtanganan harta yang didapat oleh seorang yang merupakan penduduk Negara lain dan telah pernah menjadi penduduk Negara yang disebut pertama pada suatu waktu selama 5 tahun sebelum pemindahtanganan harta yang bersangkutan.

Pasal 15
PEKERJAAN BEBAS
 
(1) Pendapatan yang diterima oleh penduduk suatu Negara sehubungan dengan pekerjaan bebas atau kegiatan-kegiatan lain yang serupa, hanya akan dikenakan pajak di Negara itu kecuali ia memiliki suatu tempat tertentu di Negara lain yang secara tetap tersedia baginya untuk melaksanakan pekerjaannya. Jika ia memiliki tempat seperti itu, maka pendapatannya dapat dikenakan pajak di Negara lain itu tetapi hanya sepanjang mengenai pendapatan yang dapat dianggap menjadi bagian dari tempat tertentu itu.
 
(2) Istilah pekerjaan bebas termasuk khususnya pekerjaan bebas di bidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, pendidikan atau pengajaran, demikian halnya dengan pekerjaan bebas yang dilakukan para dokter, ahli hukum, teknisi, arsitek, dokter gigi dan akuntan.
 
Pasal 16
HUBUNGAN KERJA
 
(1) Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal 17, 18, 19, 20, 21 dan 22, gaji, upah dan penghasilan lainnya yang serupa yang diterima oleh penduduk suatu Negara dalam hubungannya dengan suatu pekerjaan, hanya akan dikenakan pajak di Negara itu kecuali pekerjaan itu dilakukan di Negara lain.
 Jika pekerjaan itu dilakukan di Negara lain, maka penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan itu dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
 
(2) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat (1) Pasal ini, penghasilan yang diterima oleh penduduk suatu Negara dalam hubungannya dengan pekerjaan yang dilakukan di Negara lain, hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama jika :
 a) penerima hasil berada di Negara lain itu selama suatu masa atau masa-masa yang tidak melebihi jumlah 183 hari dalam waktu 12 bulan; dan
 b) penghasilan itu dibayarkan oleh, atau atas nama, majikan yang bukan merupakan penduduk Negara lain tersebut; dan
 c) penghasilan itu tidak menjadi beban suatu kedudukan tetap atau tempat tertentu yang dimiliki oleh majikan di Negara lain itu.
 
(3) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan terdahulu dari Pasal ini, penghasilan sehubungan dengan suatu pekerjaan yang dilakukan di atas kapal atau pesawat udara dalam jalur lalulintas internasional dapat dikenakan pajak di Negara tempat kedudukan badan yang menerima keuntungan dari pengoperasian kapal atau pesawat udara tersebut.
 
Pasal 17
GAJI DIREKTUR
 
(1) Gaji direktur dan pembayaran-pembayaran serupa yang diperoleh penduduk Inggeris dalam kedudukannya sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan yang berkedudukan di Indonesia dapat dikenakan pajak di Indonesia.
(2) Gaji direktur dan pembayaran-pembayaran serupa yang diperoleh penduduk Indonesia dalam kedudukannya sebagai anggota dewan direktur suatu perseroan yang berkedudukan di Inggeris dapat dikenakan pajak di Inggeris.
 
Pasal 18
ARTIS DAN ATLIT
 
(1) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal 15 dan 16, pendapatan yang diperoleh oleh para artis seperti artis teater, film, radio atau televisi dan pemain musik, dan yang diperoleh para atlit dari kegiatan perseorangan, dapat dikenakan pajak di Negara di mana kegiatan itu dilakukan.
 
Pasal 19
PENSIUN
 
(1) Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat (1) dan (2) Pasal 20, pensiun dan penghasilan lain yang sejenis yang dibayarkan sebagai balas jasa pekerjaaan yang telah lampau kepada penduduk suatu Negara dan tunjangan hari tua yang dibayarkan kepada penduduk tersebut hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.
 
(2) Istilah tunjangan hari tua berarti suatu jumlah tertentu yang dapat dibayarkan secara periodik pada waktu tertentu selama hidup atau selama masa waktu tertentu atau masa waktu yang dapat diketahui berdasarkan suatu kewajiban untuk melakukan pembayaran sebagai  ganti balas jasa yang memadai dan penuh dalam bentuk uang atau yang dapat dinilai dengan uang.
 
Pasal 20
JABATAN PEMERINTAH
 
(1) Balas jasa atau pensiun yang dibayarkan dari dana pemerintah Inggeris dan Irlandia Utara atau dari dana pemerintah daerah di Kerajaan Inggeris kepada seseorang sehubungan dengan pemberian jasa-jasa kepada pemerintah Inggeris atau Irlandia Utara atau pemerintah daerahnya dalam rangka melaksanakan tugas-tugas pemerintah, hanya akan dikenakan pajak di Inggeris kecuali orang tersebut adalah warganegara Indonesia dan bukan warganegara Inggeris.
 
(2) Balas jasa atau pensiun yang dibayarkan oleh, atau dari dana yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia atau pemerintah daerah kepada seseorang sehubungan dengan pemberian jasa kepada pemerintah Indonesia atau pemerintah daerah, dalam rangka melaksanakan tugas tugas pemerintah, hanya akan dikenakan pajak di Indonesia kecuali orang tersebut adalah warganegara Inggeris dan bukan warganegara Indonesia.
 
(3) Ketentuan-ketentuan ayat (1) dan (2) Pasal ini tidak akan berlaku terhadap balas jasa atau pensiun karena pemberian jasa-jasa yang berhubungan dengan perdagangan atau usaha.
 
Pasal 21
G U R U
 
 Seorang guru besar atau guru yang mengunjungi suatu Negara untuk suatu masa yang tidak melebihi dua tahun dengan tujuan mengajar pada suatu universitas, perguruan tinggi, sekolah atau lembaga pendidikan lain atau lembaga penelitian yang bersifat nonkomersil dan nonindustri di Negara itu dan yang sebelum kunjungan itu ia merupakan penduduk Negara lain, akan dibebaskan dari pajak di Negara yang disebut pertama atas setiap pendapatan yang diperoleh dari mengajar tersebut dan untuk itu ia dikenakan pajak di Negara lain itu.
 
Pasal 22
PELAJAR/MAHASISWA
 
(1) Seseorang yang merupakan atau pernah menjadi penduduk suatu Negara sebelum mengadakan kunjungan ke Negara lain dan berada di Negara lain itu untuk sementara semata-mata sebagai pelajar/mahasiswa di suatu universitas, perguruan tinggi, sekolah atau lembaga pendidikan lain yang diakui atau sebagai peserta latihan dalam bidang usaha atau bidang tehnik, akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara lain itu atas :
 a) semua pengiriman uang dari Negara yang disebut pertama untuk tujuan keperluan hidupnya, pendidikan atau latihan; dan
 b) setiap pendapatan yang diperoleh dari Negara lain sehubungan dengan pemberian jasa jasa di Negara lain itu (lain dari pada yang dilakukan oleh peserta latihan di bidang usaha dan tehnik untuk orang/badan atau kongsi tempat ia mengikuti latihan), dengan maksud untuk mencukupi dana yang tersedia bagi pendidikannya, yang tidak melebihi jumlah      L 500 bila di Inggeris atau nilai yang sama dalam rupiah bila di Indonesia, selama suatu tahun pajak.
 
(2) Seseorang yang merupakan atau pernah menjadi penduduk suatu Negara sebelum mengadakan kunjungan ke Negara lain dan berada di Negara lain itu untuk sementara dengan tujuan melakukan studi, penelitian atau mengikuti latihan hanya semata-mata sebagai penerima bantuan, tunjangan atau sumbangan dari pemerintah salah satu Negara atau dari suatu organisasi ilmu pengetahuan, pendidikan, keagamaan atau organisasi sosial atau berdasarkan suatu program bantuan teknik yang diselenggarakan oleh pemerintah salah satu Negara untuk suatu masa yang tidak melebihi 2 tahun dari tanggal kedatangannya yang pertama di Negara lain tersebut, akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara lain tersebut atas :
 a) jumlah bantuan, tunjangan, sumbangan seperti itu; dan
 b) setiap pendapatan yang diperoleh dari Negara lain itu sehubungan dengan pemberian jasa jasa di Negara tersebut, jika pemberian jasa-jasa itu dilakukan dalam rangka studi, penelitian atau latihannya atau sebagai tambahan dana baginya.
 
(3) Seorang yang merupakan atau menjadi penduduk suatu Negara sebelum mengadakan kunjungan ke Negara lainnya dan berada di situ untuk sementara semata-mata sebagai pegawai dari, atau berdasarkan kontrak dengan, pemerintah atau perusahaan di Negara yang disebut pertama dengan maksud untuk memperoleh pengalaman di bidang tehnik, bidang keahlian profesional atau bidang usaha untuk suatu masa yang tidak melebihi duabelas bulan sejak tanggal kedatangannya yang pertama di Negara lain tersebut, akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara lain itu atas :
 a) semua pengiriman uang dari Negara yang disebut pertama guna keperluan hidup, pendidikan atau latihannya; dan
 b) setiap penghasilan, sepanjang tidak melebihi L 500 atau nilai yang sama dalam mata uang Indonesia untuk jasa-jasa yang diberikan di Negara lain itu, asalkan pemberian jasa-jasa tersebut berhubungan dengan studi atau latihannya atau sebagai tambahan dana baginya.
 Dengan syarat bahwa manfaat berdasarkan ayat ini tidak akan diberikan jika pengalaman di bidang tehnik, keahlian profesional atau bidang usaha itu diperoleh dari suatu perseroan yang diawasi langsung atau tidak langsung oleh pemerintah atau perusahaan yang mengirimkan pegawainya atau orang/badan berdasarkan kontrak.
 
Pasal 23
PENDAPATAN-PENDAPATAN LAINNYA YANG
TIDAK DISEBUTKAN
 
 Pendapatan-pendapatan dari penduduk suatu negara yang merupakan pendapatan dari golongan atau dari sumber yang tidak disebutkan dalam Pasal-Pasal yang terdahulu dalam Persetujuan ini hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.
 
Pasal 24
M O D A L
 
(1) Modal yang merupakan bagian kekayaan usaha suatu kedudukan tetap dari suatu perusahaan, atau kekayaan suatu tempat tertentu untuk melaksanakan pekerjaan bebas, dapat dikenakan pajak di Negara di mana kedudukan tetap atau tempat tertentu tersebut berada.
 
(2) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat (1) Pasal ini, kapal dan pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu-lintas internasional dan harta gerak yang dipergunakan dalam pengoperasian kapal dan pesawat udara tersebut hanya akan dikenakan pajak di Negara di mana perusahaan berkedudukan.
 
(3) Seluruh bagian lain dari kekayaan penduduk suatu Negara hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.
 
Pasal 25
PENGHINDARAAN PAJAK BERGANDA
 
(1) Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan perundang-undangan Inggeris mengenai pajak yang dapat diperhitungkan sebagai pengurangan terhadap pajak Kerajaan Inggeris mengenai pajak yang terhutang di suatu wilayah di luar Kerajaan Inggeris (yang tidak akan mempengaruhi prinsip umum di sini);
 a) pajak Indonesia yang terhutang berdasarkan perundang-undangan Indonesia dan sesuai dengan Persetujuan ini, baik secara langsung atau dengan pengurangan, atas laba, pendapatan atau keuntungan yang bersumber dari Indonesia yang dapat dikenakan pajak (tidak termasuk dalam hal dividen, pajak yang terhutang sehubungan dengan laba dimana dividen dibayarkan) akan diperkenankan sebagai suatu pengurangan pajak terhadap setiap pajak Kerajaan Inggeris yang dihitung berdasarkan laba, pendapatan atau keuntungan yang sama seperti perhitungan pajak Indonesia.
 b) dalam hal dividen dibayarkan oleh suatu badan yang berkedudukan di Indonesia kepada suatu badan yang berkedudukan di Kerajaan Inggeris dan mengawasi langsung atau tidak langsung paling sedikit 10 persen hak suara dalam perseroan yang membayarkan dividen, pajak yang akan diperhitungkan (sebagai tambahan terhadap setiap pajak Indonesia yang dapat diperhitungkan berdasarkan ketentuan-ketentuan dari sub-ayat (a) ayat ini) ialah pajak Indonesia yang terhutang oleh badan tersebut sehubungan dengan laba dimana dividen dibayarkan.
 
(2) Untuk tujuan-tujuan ayat (1) Pasal ini, istilah pajak Indonesia yang terhutang akan dianggap termasuk juga setiap jumlah yang seharusnya telah terhutang sebagai pajak Indonesia untuk suatu tahun tetapi diberikan pembebasan atau pengurangan untuk tahun itu atau bagian dari padanya berdasarkan :
 a) Pasal 15 (5) dan 16 (1), (2) Undang-Undang No. 1 tahun 1967 selama masih berlaku dan belum dirubah sejak tanggal penandatanganan Persetujuan ini, atau telah dirubah tanpa arti sehingga tidak mempengaruhi sifat umumnya; atau
 b) setiap ketentuan lain yang mungkin dibuat kemudian yang memberikan pembebasan atau pengurangan pajak yang disetujui oleh pejabat yang berwenang dari kedua Negara, yang pada hakekatnya sama dengan ketentuan sebelumnya jika tidak dirubah atau perubahan tersebut tidak berarti sehingga tidak mempengaruhi sifat umumnya.
 Perhitungan tersebut oleh Kerajaan Inggeris tidak akan diberikan berdasarkan ayat ini, terhadap pendapatan dari sumber manapun, apabila pendapatan itu diperoleh dalam suatu masa liwat dari 10 tahun setelah pembahasan atau pengurangan yang diberikan oleh perpajakan Indonesia.
 
(3) Indonesia, pada waktu mengenakan pajak kepada penduduknya dapat memasukkan sebagai dasar pengenaan pajak bagian-bagian pendapatan atau kekayaan yang menurut ketentuan ketentuan Persetujuan ini dapat dikenakan pajak di Kerajaan Inggeris.
 
(4) Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat (5) Pasal ini, Indonesia akan memberikan suatu pengurangan atas pajak yang dihitung menurut ayat (3) Pasal ini sebesar suatu bagian daripada pajak itu yang perbandingannya terhadap keseluruhan pajak itu adalah sama seperti perbandingan antara bagian daripada pendapatan atau kekayaan itu, yang termasuk dalam dasar pengenaan pajak tersebut dan dapat dikenakan pajak di Kerajaan Inggeris menurut ketentuan-ketentuan Persetujuan ini, terhadap seluruh pendapatan atau kekayaan yang merupakan dasar bagi pengenaan pajak di Indonesia.
 
(5) Dalam hal penduduk Indonesia memperoleh pendapatan yang menurut Pasal 11 ayat (1), Pasal 12 ayat (2) dan (3) dan Pasal 13 ayat (2) dapat dikenakan pajak di Kerajaan Inggeris, Indonesia akan memberikan suatu pengurangan terhadap pajak Indonesia atas pendapatan orang/badan itu suatu jumlah yang sama besarnya dengan pajak yang dibayar di Kerajaan Inggeris atas pendapatan itu.
 Namun, pengurangan itu tidak akan melebihi bagian dari pajak Indonesia yang dihitung menurut ayat (3) Pasal ini yang sesuai dengan pendapatan yang diperoleh dari Kerajaan Inggeris itu.
 
(6) Dalam hal penduduk Indonesia memperoleh keuntungan yang dapat dikenakan pajak di Kerajaan Inggeris menurut Pasal 14, Indonesia akan memberikan suatu pengurangan pajak dari pajak atas keuntungan tersebut yang jumlahnya sama dengan pajak yang dipungut di Kerajaan Inggeris atas keuntungan itu.
 
(7) Untuk kepentingan ayat-ayat terdahulu Pasal ini pendapatan, laba dan keuntungan dari pemindatanganan harta yang diperoleh penduduk dari suatu Negara yang dapat dikenakan pajak di negara lain sesuai dengan Persetujuan ini akan dianggap berasal dari sumber di dalam Negara lain itu.
 
(8) Jika laba suatu perusahaan dari suatu Negara dikenakan pajak di Negara itu juga termasuk laba dari suatu perusahaan di Negara lain, dan laba yang dimasukkan itu adalah laba yang seharusnya telah didapat perusahaan dari Negara lain itu karena syarat-syarat yang dibuat antara kedua perusahaan itu adalah sama seperti yang dibuat antara perusahaan-perusahaan yang berdiri sendiri dan seluruhnya berhubungan secara bebas, maka jumlah yang dimasukkan dalam laba kedua perusahaan akan diperlakukan untuk tujuan-tujuan Pasal ini sebagai pendapatan dari suatu sumber di Negara lain bagi perusahaan dari Negara yang disebut pertama dan pembebasan/keringanan akan diberikan berdasarkan ketentuan ketentuan ayat (1) atau, melihat pada masalahnya, ayat (4) dan (5) Pasal ini.
 
Pasal 26
POTONGAN-POTONGAN PRIBADI
 
(1) Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat (3) Pasal ini orang-orang yang merupakan penduduk Indonesia akan diberikan hak potongan pribadi, pembebasan/keringanan dan pengurangan untuk kepentingan pajak Kerajaan Inggeris, yang sama seperti warganegara Inggeris yang bukan penduduk Inggeris.
 
(2) Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat (3) Pasal ini orang-orang yang merupakan penduduk Kerajaan Inggeris akan diberikan hak potongan pribadi, pembebasan/keringanan dan pengurangan untuk kepentingan pajak Indonesia, yang sama seperti warganegara Indonesia yang bukan penduduk Indonesia.
 
(3) Persetujuan ini tidak akan memberikan hak kepada seseorang yang merupakan penduduk suatu Negara yang memperoleh pendapatan dari Negara lain semata-mata dari dividen, bunga atau royalty (atau gabungan) untuk memperoleh potongan pribadi, pembebasan/keringanan dan pengurangan seperti yang dimaksud dalam Pasal ini untuk maksud-maksud pengenaan pajak di Negara lain itu.

Pasal 27
NON-DISKRIMINASI
 
(1) Warganegara dari suatu Negara tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun yang berkaitan dengan itu di Negara lainnya, yang berlainan atau lebih memberatkan daripada pengenaan pajak dan kewajiban yang berkaitan dengan itu yang dapat dikenakan terhadap warganegara dari Negara lainnya dalam keadaan yang sama.
 
(2) Pengenaan pajak atas suatu kedudukan tetap di Negara lain yang merupakan milik suatu perusahaan dari suatu negara tidak akan diperlakukan dengan cara yang kurang menguntungkan di Negara lain tersebut jika dibandingkan dengan pengenaan pajak atas perusahaan dari Negara lain itu yang menjalankan kegiatan-kegiatan yang sama.
 
(3) Perusahaan dari suatu Negara yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki atau diawasi langsung atau tidak langsung oleh seorang atau lebih penduduk dari Negara lain, tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun yang berkaitan dengan itu di Negara yang disebut pertama yang berlainan atau lebih memberatkan daripada pengenaan pajak dan kewajiban yang berkaitan dengan itu yang dikenakan atau dapat dikenakan terhadap perusahaan lain yang serupa dari Negara yang disebut pertama.
 
(4) Tidak satupun dalam Pasal ini akan ditafsirkan :
 a) sebagai mewajibkan salah satu Negara untuk memberikan kepada orang-orang yang bukan penduduk Negara itu potongan pribadi, pembebasan keringanan dan pengurangan apapun untuk maksud-maksud pengenaan pajak seperti yang diberikan kepada orang orang yang merupakan penduduk; atau
 b) sebagai dapat diterangkannya pengenaan pajak yang bersifat khusus oleh suatu Negara sehubungan dengan program perkembangan ekonomi, kecuali pejabat berwenang dari kedua Negara setuju seharusnya dikeluarkan dari ketentuan-ketentuan Pasal ini.
 
(5) Dalam Pasal ini istilah pengenaan pajak berarti pajak-pajak yang diatur Persetujuan ini.
 
Pasal 28
PROSEDUR PERSETUJUAN BERSAMA
 
(1) Apabila penduduk dari suatu Negara menganggap bahwa tindakan salah satu atau kedua Negara mengakibatkan atau akan mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini, walaupun ada cara-cara penyelesaian yang diatur oleh perundang-undangan nasional Negara masing-masing, ia dapat mengajukan masalahnya kepada pejabat yang berwenang dari Negara di mana ia merupakan penduduk.
 
(2) Pejabat yang berwenang akan berusaha, jika keberatan itu beralasan dan ia tidak akan menemukan penyelesaian yang tepat, akan menyelesaikannya melalui persetujuan bersama dengan pejabat yang berwenang dari Negara lain, dengan tujuan untuk mencegah pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini.
 
(3) Pejabat yang berwenang dari kedua Negara akan berusaha untuk menyelesaikan melalui persetujuan bersama setiap kesulitan atau keraguan yang timbul dalam menafsirkan atau menerapkan Persetujuan ini.
 
(4) Para pejabat yang berwenang dari kedua Negara dapat saling berhubungan langsung satu sama lainnya untuk tujuan mencapai suatu permufakatan seperti dimaksud pada ayat-ayat terdahulu.
 
Pasal 29
PERTUKARAN INFORMASI
 
 Para pejabat yang berwenang dari kedua Negara akan mengadakan tukar menukar informasi (yaitu keterangan yang tersedia berdasarkan perundang-undangan pajak masing-masing dalam aturan administrasi yang lazim) yang perlu untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dari Persetujuan ini atau untuk mencegah pengelakan pajak atau pelaksanaan ketentuan undang undang terhadap penghindaran pajak yang syah menyangkut pajak-pajak yang diatur dalam Persetujuan ini. Setiap keterangan yang dipertukarkan akan diperlakukan secara rahasia tetapi dapat diungkapkan pada orang-orang/badan-badan (termasuk pengadilan atau badan administratif) yang berkepentingan dengan penetapan, penagihan, pelaksanaan undang-undang atau penuntutan sehubungan dengan pajak-pajak yang diatur dalam Persetujuan ini.
 Keterangan yang mungkin akan mengungkapkan rahasia perdagangan, perusahaan, industri atau keahlian tidak akan dipertukarkan.
 
Pasal 30
PERLUASAN WILAYAH
 
(1) Persetujuan ini dapat diperluas baik secara keseluruhan atau dengan perubahan-perubahan ke wilayah yang merupakan tanggung-jawab salah satu Negara karena hubungan-hubungan internasional dan mengenakan pajak yang pada pokoknya serupa dengan pajak-pajak terhadap mana Persetujuan ini berlaku.
 Setiap perluasan demikian itu akan berlaku sejak dari tanggal perluasan itu dan tunduk pada perubahan dan persyaratan-persyaratan, termasuk persyaratan-persyaratan mengenai penghentian Persetujuan, sebagaimana disepakati oleh kedua Negara dalam nota-nota yang akan dipertukarkan melalui saluran diplomatis.
 
(2) Kecuali disepakati lain oleh kedua Negara, penghentian Persetujuan ini akan mengakhiri pelaksanaan Persetujuan bagi setiap wilayah yang diperluas berdasarkan ketentuan-ketentuan Pasal ini.
 
Pasal 31
SAAT BERLAKU PERSETUJUAN
 
(1) Persetujuan ini akan disyahkan dan instrumen ratifikasi akan dipertukarkan secepat mungkin.
 
(2) Persetujuan ini akan berlaku setelah 30 hari dari tanggal pertukaran instrumen ratifikasi dan oleh karenanya akan mengikat :
 a) di Kerajaan Inggeris :
  (i) mengenai pajak pendapatan dan pajak atas keuntungan pemindahtanganan harta, untuk setiap tahun penetapan pajak mulai tanggal atau setelah 6 April 1974; dan
  (ii) mengenai pajak perseroan, untuk setiap tahun buku mulai tanggal atau setelah 1 April 1974;
 b) di Indonesia :
  mengenai pendapatan yang diperoleh selama tahun pajak mulai tanggal atau setelah 1 Januari 1974.
 
Pasal 32
SAAT BERAKHIRNYA PERSETUJUAN
 
 Persetujuan ini akan tetap berlaku sampai dinyatakan berakhir oleh suatu Negara yang terikat Persetujuan. Salah satu Negara dapat memutuskan Persetujuan, melalui saluran diplomatik dengan menyampaikan pemberitahuan pengakhiran Persetujuan paling lambat 6 bulan sebelum akhir dari setiap tahun takwim setelah tahun 1977. Dalam hal demikian Persetujuan akan tidak berlaku lagi :
a) di Kerajaan Inggeris :
 (i) mengenai pajak pendapatan dan pajak atas keuntungan pemindahtanganan harta untuk setiap tahun penetapan pajak mulai tanggal atau sesudah 6 April tahun takwim berikutnya setelah pemberitahuan diberikan :
 (ii) mengenai pajak perseroan untuk setiap tahun buku mulai tanggal atau sesudah 1 April tahun takwim berikutnya setelah pemberitahuan diberikan :
 
b) di Indonesia :
 mengenai pendapatan yang diperoleh selama tahun pajak mulai tanggal atau sesudah 1 Januari tahun takwim berikutnya setelah pemberitahuan diberikan.
 
 Dengan kesaksian para penandatanganan di bawah ini yang diberi kuasa oleh Pemerintahnya masing-masing telah menandatangani Persetujuan ini.
 
 Dibuat dalam rangkap dua di Jakarta, tanggal 13 Maret 1974.
 
 
Untuk Pemerintah Republik Untuk Pemerintah Kerajaan
Indonesia :  Inggeris dan Irlandia Utara :