PERSETUJUAN ANTARA
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK VENEZUELA
TENTANG PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK
DAN PENGHINDARAN PAJAK ATAS PENGHASILAN
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Venezuela, BERHASRAT
mengadakan suatu Persetujuan mengenai Penghindaran Pajak Berganda dan Pencegahan
Pengelakan Pajak dan Penghindaran Pajak atas Penghasilan,
TELAH MENYETUJUI SEBAGAI BERIKUT :
Pasal 1
ORANG DAN BADAN YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN
Persetujuan ini berlaku terhadap orang dan badan yang menjadi penduduk
salah satu atau kedua Negara
pihak pada Persetujuan.
Pasal 2
PAJAK-PAJAK YANG DICAKUP DALAM PERSETUJUAN INI
1. Persetujuan ini berlaku terhadap pajak-pajak atas penghasilan yang
dikenakan oleh setiap Negara pihak pada Persetujuan tanpa memperhatikan
cara pemungutan pajak-pajak tersebut.
2. Dianggap sebagai pajak-pajak atas penghasilan adalah semua pajak
yang dikenakan atas seluruh penghasilan atau bagian-bagian penghasilan,
termasuk pajak-pajak atas keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan
harta gerak atau harta tak gerak, pajak atas jumlah keseluruhan gaji atau
upah yang dibayarkan oleh perusahaan-perusahaan.
3. Persetujuan ini harus diterapkan terhadap pajak-pajak yang berlaku
sekarang ini khususnya :
a) dalam hal Indonesia :
pajak penghasilan yang dikenakan berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan
1984 (Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah) (selanjutnya
disebut sebagai "pajak Indonesia").
b) dalam hal Venezuela :
pajak penghasilan dan pajak kekayaan perusahaan (selanjutnya disebut
sebagai "pajak Venezuela"
4. Persetujuan ini berlaku pula terhadap setiap pajak yang serupa atau
pada hakekatnya sama yang dikenakan setelah tanggal penandatanganan Persetujuan
ini sebagai tambahan terhadap, atau sebagai pengganti dari pajak-pajak
yang sekarang berlaku. Pada akhir setiap tahun, pejabat-pejabat yang berwenang
dari kedua Negara pihak pada Persetujuan harus saling memberitahukan satu
sama lain mengenai setiap perubahan-perubahan penting yang terjadi dalam
perundang-undangan perpajakan mereka.
Pasal 3
PENGERTIAN-PENGERTIAN UMUM
1. Kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain, yang
dimaksud dalam Persetujuan ini dengan :
a) (i) Istilah "Indonesia" meliputi wilayah Republik Indonesia sebagaimana
ditentukan dalam perundang-undangannya dan daerah sekitarnya di mana Republik
Indonesia memiliki kedaulatan, hak-hak kedaulatan atau yurisdiksi sesuai
ketentuan-ketentuan Konvensi PBB mengenai Hukum Laut, Tahun 1982;
(ii) Istilah "Venezuela" berarti Republik Venezuela;
b) istilah "orang/badan" meliputi orang pribadi, perseroan, dan setiap
kumpulan dari orang-orang dan/atau badan-badan;
c) istilah "perseroan" berarti setiap badan hukum atau setiap entitas
yang untuk tujuan pemungutan pajak diperlakukan sebagai suatu badan hukum;
d) istilah "perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan" dan
"perusahaan dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan" masing-masing berarti
suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk dari suatu Negara pihak
pada Persetujuan dan suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk dari
Negara pihak lainnya pada Persetujuan;
e) istilah "lalu lintas internasional" berarti setiap pengangkutan
oleh kapal laut atau pesawat udara yang dilakukan oleh suatu perusahaan
dari suatu Negara pihak pada Persetujuan kecuali jika kapal atau pesawat
udara itu semata-mata dioperasikan antara tempat-tempat di Negara pihak
lainnya pada Persetujuan;
f) istilah "pejabat yang berwenang" berarti :
(i) dalam hal Indonesia, Menteri Keuangan atau Wakilnya yang
sah;
(ii) dalam hal Venezuela, adalah Superintenden Dinas Integral
Administrasi Perpajakan (Servicio National Intergrado de Administration
Tributaria SENIAT), wakilnya yang sah atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan sebagai pejabat yang berwenang untuk tujuan Persetujuan.
g) istilah "warganegara" berarti :
(i) setiap orang pribadi yang memiliki kewarganegaraan dari suatu
Negara pihak pada Persetujuan;
(ii) setiap badan hukum, usaha bersama dan persekutuan yang statusnya
mereka peroleh berdasarkan hukum yang berlaku pada salah satu Negara pihak
pada Persetujuan.
2. Sehubungan dengan penerapan Persetujuan ini oleh salah satu Negara
pihak pada Persetujuan setiap istilah yang tidak dirumuskan dalam Persetujuan
ini mempunyai arti menurut perundang-undangan Negara itu sepanjang mengenai
pajak-pajak yang diatur dalam Persetujuan ini, kecuali jika dari hubungan
kalimatnya harus diartikan lain.
Pasal 4
PENDUDUK
1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "penduduk suatu Negara
pihak pada Persetujuan" berarti setiap orang dan badan, yang menurut perundang-undangan
Negara tersebut dapat dikenakan pajak di Negara itu berdasarkan domisilinya,
tempat kediamannya, tempat kedudukan manajemennya, tempat pendaftarannya,
ataupun atas dasar lainnya yang sifatnya serupa. Dalam hal Venezuela istilah
tersebut termasuk setiap penduduk perseorangan atau badan yang tunduk terhadap
sistem perpajakan teritorial Venezuela.
2. Jika seseorang menurut ketentuan-ketentuan pada ayat 1 menjadi penduduk
di kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka statusnya akan ditentukan
sebagai berikut :
(a) ia akan dianggap sebagai penduduk Negara di mana ia mempunyai tempat
tinggal tetap yang tersedia baginya; apabila ia mempunyai tempat tinggal
tetap yang tersedia di kedua Negara, ia akan dianggap sebagai penduduk
Negara di mana terdapat hubungan-hubungan pribadi dan ekonomi yang lebih
erat (pusat kepentingan-kepentingan pokok);
(b) jika Negara di mana pusat kepentingan-kepentingan pokoknya tidak
dapat ditentukan, atau jika ia tidak mempunyai tempat tinggal tetap yang
tersedia baginya di salah satu Negara, maka ia akan dianggap sebagai penduduk
Negara di mana ia biasanya berdiam;
(c) jika ia mempunyai tempat kebiasaan berdiam di kedua Negara atau
sama sekali tidak mempunyainya di salah satu Negara tersebut maka ia akan
dianggap sebagai penduduk Negara pihak pada Persetujuan dimana ia menjadi
warga negara;
(d) Jika ia menjadi warga negara dari kedua Negara atau sama sekali
tidak menjadi warga negara dari salah satu negara tersebut, maka pejabat-pejabat
yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan akan menyelesaikan masalahnya
berdasarkan persetujuan bersama.
3. Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat (1), suatu badan mempunyai
tempat kedudukan di kedua Negara pihak pada persetujuan, maka pejabat yang
berwenang di Negara pihak pada Persetujuan akan menyelesaikan masalahnya
berdasarkan persetujuan bersama.
Pasal 5
BENTUK USAHA TETAP
1. Untuk kepentingan Persetujuan ini istilah "bentuk usaha tetap" berarti
suatu tempat usaha tetap di mana seluruh atau sebagian usaha dari suatu
perusahaan dijalankan.
2. Istilah "bentuk usaha tetap" terutama meliputi :
a) suatu tempat kedudukan manajemen;
b) suatu cabang;
c) suatu kantor;
d) suatu pabrik;
e) suatu bengkel;
f) suatu gudang yang berhubungan dengan orang atau badan menyediakan
fasilitas penyimpanan untuk pihak lain;
g) suatu toko atau tempat penjualan;
h) suatu pertanian atau perkebunan;
i) suatu tambang, atau sumur minyak atau gas, suatu penggalian
atau suatu tempat penggalian atau eksplorasi sumber daya alam, tempat pengeboran
atau kapal yang digunakan untuk eksplorasi atau eksploitasi sumber-sumber
daya alam.
3. Suatu bangunan, suatu konstruksi, proyek perakitan atau instalasi
atau kegiatan pengawasan yang berhubungan dengan kegiatan proyek tersebut
merupakan suatu bentuk usaha tetap hanya apabila tempat, proyek atau kegiatan
tersebut berlangsung lebih dari enam bulan.
4. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dari Pasal ini, istilah
"bentuk usaha tetap" dianggap tidak meliputi :
a) penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud
untuk menyimpan atau memamerkan barang-barang atau barang dagangan milik
perusahaan;
b) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan
milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan;
c) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang
dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan
lain;
d) pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud
untuk pembelian barang-barang atau barang dagangan atau untuk mengumpulkan
informasi bagi keperluan perusahaan;
e) pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud
untuk tujuan periklanan, atau untuk memberikan keterangan-keterangan;
f) pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud
menjalankan setiap kegiatan lainnya yang bersifat persiapan atau penunjang
bagi perusahaan asalkan tidak ada gabungan dari setiap kegiatan tersebut;
5. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2, apabila orang
atau badan, kecuali agen yang bertindak bebas sebagaimana berlaku ayat
7, bertindak di suatu Negara pihak pada Persetujuan atas nama perusahaan
yang berkedudukan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, maka perusahaan
tersebut dianggap memiliki bentuk usaha tetap di Negara yang disebutkan
pertama atas kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang atau badan tersebut,
jika ia :
a) mempunyai dan biasa melakukan wewenang untuk menutup kontrak-kontrak
atas nama perusahaan tersebut, kecuali kegiatan itu hanya terbatas pada
apa yang diatur dalam ayat 4, yang meskipun dilakukan melalui suatu tempat
usaha tetap, tempat tersebut bukan merupakan bentuk usaha tetap sesuai
dengan ketentuan ayat tersebut; atau
b) tidak mempunyai wewenang seperti itu, tetapi biasa melakukan
pengurusan persediaan barang-barang atau barang dagangan di Negara yang
disebut pertama di mana secara teratur ia menyerahkan barang-barang atau
barang dagangan atas nama perusahaan tersebut; atau
c) dia biasa melakukan pesanan-pesanan secara keseluruhan atau
hampir keseluruhan di Negara yang disebut pertama untuk perusahaan.
6. Menyimpang dari ketentuan yang terdahulu pada pasal ini, suatu perusahaan
asuransi dari salah satu Negara pihak pada persetujuan, kecuali yang menyangkut
reasuransi, akan dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Negara pihak
lainnya pada Persetujuan jika perusahaan tersebut memungut premi di wilayah
Negara lainnya itu, atau menanggung resiko yang terjadi disana melalui
seseorang yang bukan merupakan agen yang bertindak bebas terhadap siapa
ayat (7) berlaku.
7. Suatu perusahaan tidak akan dianggap mempunyai suatu bentuk usaha
tetap di suatu Negara pihak pada Persetujuan hanya semata-mata karena perusahaan
itu menjalankan usaha di Negara itu melalui makelar, komisioner umum, atau
agen lainnya yang bertindak bebas, sepanjang orang atau badan tersebut
bertindak dalam rangka kegiatan usahanya yang lazim. Namun demikian, bilamana
kegiatan agen dimaksud seluruhnya atau hampir seluruhnya dilakukan untuk
perusahaan itu, maka ia tidak akan dianggap sebagai agen yang bertindak
bebas dalam pengertian ayat ini.
8. Jika suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada
Persetujuan menguasai atau dikuasai oleh perseroan yang berkedudukan di
Negara pihak lainnya pada Persetujuan ataupun menjalankan usaha di Negara
pihak lainnya itu (baik melalui suatu bentuk usaha tetap ataupun dengan
suatu cara lain), maka hal itu tidak dengan sendirinya akan berakibat bahwa
salah satu dari perseroan itu merupakan bentuk usaha tetap dari yang lainnya.
Pasal 6
PENGHASILAN DARI HARTA TAK GERAK
1. Penghasilan yang diperoleh seorang penduduk dari suatu Negara pihak
pada Persetujuan dari harta tak gerak (termasuk penghasilan yang diperoleh
dari pertanian atau kehutanan) yang berada di Negara pihak lainnya pada
Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
2. Istilah "harta tak gerak" akan mempunyai arti sesuai dengan perundang-undangan
Negara pihak pada Persetujuan di mana harta yang bersangkutan berada. Istilah
tersebut meliputi juga benda-benda yang menyertai harta tak gerak, ternak
dan peralatan yang dipergunakan dalam usaha pertanian dan kehutanan, hak-hak
terhadap mana berlaku ketentuan-ketentuan dalam hukum umum mengenai pemilikan
atas lahan, hak memungut hasil atas harta tak gerak, serta hak atas pembayaran-pembayaran
tetap atau tak tetap sebagai balas jasa untuk pengerjaan, atau hak untuk
mengerjakan kandungan mineral, sumber-sumber dan sumber-sumber kekayaan
alam lainnya; kapal laut dan pesawat udara tidak dianggap sebagai harta
tak gerak.
3. Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 berlaku juga terhadap penghasilan
yang diperoleh dari penggunaan secara langsung, dari penyewaan, atau dari
penggunaan harta tak gerak dalam bentuk apapun.
4. Ketentuan-ketentuan dalam ayat-ayat 1 dan 3 berlaku juga terhadap
penghasilan yang diperoleh dari harta tak gerak suatu perusahaan dan terhadap
penghasilan dari harta tak gerak yang digunakan dalam menjalankan pekerjaan
bebas.
Pasal 7
LABA USAHA
1. Laba suatu perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan hanya akan
dikenakan pajak di Negara itu kecuali jika perusahaan itu menjalankan atau
telah menjalankan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan melalui
suatu bentuk usaha tetap. Apabila perusahaan tersebut menjalankan atau
telah menjalankan usahanya sebagai dimaksud di atas, maka laba perusahaan
itu dapat dikenakan pajak di negara lainnya tetapi hanya atas bagian laba
yang berasal dari (a) bentuk usaha tetap tersebut; (b) penjualan yang dilakukan
di Negara lainnya atas barang-barang atau barang dagangan yang sama atau
serupa jenisnya dengan yang dijual melalui bentuk usaha tetap itu; atau
(c) kegiatan-kegiatan usaha lainnya yang dijalankan di Negara lain itu
yang sama atau serupa jenisnya dengan yang dilakukan melalui bentuk usaha
tetap itu.
2. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat 3, jika suatu perusahaan
dari suatu Negara pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara pihak
lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di
sana, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap itu
oleh masing-masing negara ialah laba yang diperolehnya seandainya bentuk
usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan yang terpisah dan bertindak
bebas yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau serupa, dalam keadaan
yang sama atau serupa, dan mengadakan hubungan yang sepenuhnya bebas dengan
perusahaan yang memiliki bentuk usaha tetap itu. Dalam kasus apapun dimana
jumlah keuntungan yang diperhitungkan terhadap bentuk usaha tetap tidak
dapat menentukan atau menjadi penentu yang daripadanya menyebabkan adanya
kesulitan-kesulitan yang eksepsional maka keuntungan yang diperhitungkan
bentuk usaha tetap dapat ditentukan sesuai dengan Undang-undang dari Negara
pihak pada Persetujuan dimana bentuk usaha tetap tersebut berada. Ketentuan
yang diambil harus sesuai dengan prinsip yang dikandung dalam pasal ini.
3. Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap, dapat dikurangkan
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan usaha dari bentuk usaha
tetap itu termasuk biaya-biaya pimpinan dan biaya-biaya administrasi umum
baik yang dikeluarkan di Negara di mana bentuk usaha tetap itu berada ataupun
di tempat lain yang dibolehkan sesuai ketentuan perundang-undangan nasional
Negara pihak pada Persetujuan dimana bentuk usaha tetap berada. Namun demikian
tidak diperkenankan untuk dikurangkan ialah pembayaran-pembayaran yang
dilakukan oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor
lain milik kantor pusatnya (selain dari penggantian biaya yang benar-benar
dikeluarkan) berupa royalti, biaya atau pembayaran-pembayaran serupa lainnya
karena penggunaan paten atau hak-hak lain, atau berupa komisi, untuk jasa-jasa
tertentu yang dilakukan atau untuk manajemen, atau, kecuali dalam hal usaha
perbankan, berupa bunga atas pinjaman yang diberikan kepada bentuk usaha
tetap. Sebaliknya tidak akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap
adalah jumlah-jumlah yang dibebankan oleh bentuk usaha tetap kepada
kantor pusatnya atau Kantor-kantor lain milik Kantor Pusatnya (selain penggantian
biaya yang benar-benar dikeluarkan) berupa royalti, biaya atau pembayaran-pembayaran
serupa lainnya karena penggunaan paten atau hak-hak lain, atau berupa komisi,
untuk jasa-jasa tertentu yang dilakukan atau untuk manajemen, atau, kecuali
dalam hal usaha perbankan, berupa bunga atas pinjaman yang diberikan kepada
kantor pusatnya atau kantor lain milik kantor pusatnya.
4. Sepanjang merupakan kelaziman di salah satu Negara pihak pada Persetujuan,
untuk menetapkan besarnya laba yang dapat dianggap berasal dari suatu bentuk
usaha tetap dengan cara menentukan bagian laba berbagai bagian perusahaan
tersebut atas keseluruhan laba perusahaan itu, maka ketentuan-ketentuan
pada ayat 2 tidak akan menutup kemungkinan bagi Negara pihak pada Persetujuan
dimaksud untuk menentukan besarnya laba yang dikenakan pajak berdasarkan
pembagian itu yang lazim dipakai, namun cara pembagiannya harus sedemikian
rupa sehingga hasilnya akan sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung
di dalam pasal ini.
5. Laba yang semata-mata berasal dari pembelian barang-barang atau
barang dagangan yang dilakukan oleh suatu bentuk usaha tetap untuk perusahaan,
tidak dihitung sebagai laba dari bentuk usaha tetap.
6. Demi penerapan ayat-ayat terdahulu, besarnya laba bentuk usaha tetap
harus ditentukan dengan cara yang sama dari tahun ke tahun, kecuali jika
terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk melakukan penyimpangan.
7. Jika dalam jumlah laba termasuk bagian-bagian penghasilan yang diatur
secara tersendiri pada pasal-pasal lain dalam Persetujuan ini, maka ketentuan
pasal-pasal tersebut tidak akan terpengaruh oleh ketentuan-ketentuan pasal
ini.
Pasal 8
PERKAPALAN DAN PENGANGKUTAN UDARA
1. Laba yang diperoleh oleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan
dari pengoperasian kapal-kapal laut atau pesawat udara di jalur lalu lintas
internasional hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
2. Ketentuan-ketentuan ayat 1 berlaku pula terhadap laba dari penyertaan
dalam suatu gabungan perusahaan, suatu usaha bersama atau dari suatu perwakilan
untuk operasi internasional.
3. Menyimpang dari ketentuan ayat 1 Pasal ini, laba yang diperoleh
seorang penduduk Negara pihak pada Persetujuan atas pengoperasian kapal-kapal
laut yang digunakan untuk mengangkut hidrokarbon dalam jalur internasional
dapat dikenakan pajak di Negara pihak lain pada Persetujuan.
Pasal 9
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA
1. Apabila
(a) suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan
baik secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam manajemen,
pengawasan atau modal suatu perusahaan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan,
atau
(b) orang atau badan yang sama baik secara langsung maupun tidak
langsung turut serta dalam manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan
dari Negara pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan dari Negara pihak
lainnya pada Persetujuan, dan dalam kedua hal itu antara kedua perusahaan
dimaksud dalam hubungan dagangnya atau hubungan keuangannya diadakan atau
diterapkan syarat-syarat yang menyimpang dari yang lazimnya berlaku antara
perusahaan-perusahaan yang sama sekali bebas satu sama lain, maka setiap
laba yang seharusnya diterima oleh salah satu perusahaan jika syarat-syarat
itu tidak ada, namun tidak diterimanya karena adanya syarat-syarat tersebut,
dapat ditambahkan pada laba perusahaan itu dan dikenakan pajak.
Pasal 10
DIVIDEN
1. Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang berkedudukan di
suatu Negara pihak pada Persetujuan kepada penduduk Negara pihak lainnya
pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
2. Namun demikian dividen itu dapat juga dikenakan pajak di Negara
pihak pada Persetujuan di mana perseroan yang membayarkan dividen tersebut
berkedudukan dan sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut, akan
tetapi apabila penerima dividen adalah pemilik saham yang menikmati dividen
itu, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi :
(a) 10 persen dari jumlah bruto dividen apabila pemilik saham
yang menikmati dividen tersebut adalah perseroan (selain persekutuan) yang
memegang secara langsung paling sedikit 10 persen dari modal perseroan
yang membagikan dividen itu;
(b) 15 persen dari jumlah bruto dividen dalam hal-hal lainnya.
Ayat ini tidak mempengaruhi pengenaan pajak perseroan atas laba darimana
pembayaran dividen tersebut dibayar.
3. Istilah "dividen" sebagaimana digunakan dalam pasal ini berarti
penghasilan dari saham-saham, atau hak-hak lainnya yang bukan merupakan
surat-surat piutang, yang berhak atas pembagian laba, maupun penghasilan
lainnya dari hak-hak perseroan yang oleh Undang-Undang perpajakan Negara
di mana perseroan yang membagikan dividen itu berkedudukan, dalam pengenaan
pajaknya diperlakukan sama dengan penghasilan dari saham-saham.
4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila
pemilik saham yang menikmati dividen, yang merupakan penduduk dari suatu
Negara pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara pihak
lainnya pada Persetujuan, di mana perseroan yang membayarkan dividen itu
berkedudukan, melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, atau
menjalankan pekerjaan bebas dengan suatu tempat usaha tetap yang berada
di sana dan pemilikan saham-saham yang menghasilkan dividen itu mempunyai
hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap
itu. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya berlaku ketentuan-ketentuan
Pasal 7 atau Pasal 14.
5. Apabila suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak
pada Persetujuan memperoleh laba atau penghasilan dari Negara pihak lainnya
pada Persetujuan, Negara lain tersebut tidak boleh mengenakan pajak apapun
juga atas dividen yang dibayarkan oleh perseroan itu, kecuali apabila dividen
itu dibayarkan kepada penduduk Negara lain itu atau apabila penguasaan
saham-saham yang menghasilkan dividen itu mempunyai hubungan yang efektif
dengan bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap yang berada di Negara
lain tersebut, juga tidak boleh mengenakan pajak atas laba yang tidak dibagikan
sekalipun dividen-dividen yang dibayarkan atau laba yang tidak dibagikan
itu terdiri seluruhnya atau sebagian dari laba atau penghasilan yang berasal
dari negara lain tersebut.
6. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini,
apabila suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan
mempunyai bentuk usaha tetap di Negara pihak lainnya pada Persetujuan,
maka keuntungan bentuk usaha tetap tersebut dapat dikenakan pajak tambahan
di Negara lainnya itu berdasarkan undang-undangnya, namun pajak tambahan
tersebut tidak akan melebihi 10 persen dari jumlah keuntungan setelah dikurangi
dengan pajak penghasilan dan pajak-pajak lainnya atas penghasilan yang
dikenakan di Negara lain tersebut.
7. Ketentuan-ketentuan dari ayat 6 Pasal ini tidak akan mempengaruhi
ketentuan yang terdapat dalam setiap kontrak bagi hasil dan kontrak-kontrak
karya (atau kontrak lainnya yang serupa) mengenai sektor minyak dan gas
bumi atau sektor pertambangan lainnya yang disetujui oleh Pemerintah Indonesia,
badan-badan pemerintahnya, perusahaan minyak dan gas milik negara, atau
badan-badan lainnya yang merupakan penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan.
Pasal 11
BUNGA
1. Bunga yang berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan
dibayarkan kepada penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat
dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
2. Namun demikian, bunga tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara
pihak lainnya pada Persetujuan tempat bunga itu berasal, dan sesuai dengan
perundang-undangan Negara tersebut, akan tetapi apabila penerima bunga
adalah pemberi pinjaman yang menikmati bunga itu, maka pajak yang dikenakan
tidak akan melebihi 10 persen dari jumlah bruto bunga.
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 2, bunga yang dimaksud
dalam ayat 1, dapat dikenakan pajak hanya di Negara pada pihak Persetujuan
dimana penerima bunga merupakan penduduk, apabila satu dari syarat-syarat
berikut dipenuhi :
(a) penerima bunga adalah pemerintah dari Negara pihak pada Persetujuan,
Bank Sentral dari Negara pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraannya,
atau pemerintah daerahnya;
(b) bunga dibayarkan oleh orang-orang yang disebutkan dalam sub
ayat (a).
(c) bunga dibayarkan atas dasar pinjaman yang diberikan atau
dijamin oleh lembaga keuangan yang bersifat publik dengan tujuan untuk
menggalakkan export dan pembangunan.
4. Istilah "bunga" yang digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan
dari semua jenis tagihan hutang, baik yang dijamin dengan hipotik maupun
yang tidak dan baik yang mempunyai hak atas pembagian laba maupun yang
tidak dan khususnya penghasilan dari surat-surat perbendaharaan Negara
dan penghasilan dari surat-surat obligasi atau surat-surat hutang, termasuk
premi dan hadiah yang terikat pada surat-surat berharga, obligasi atau
surat-surat hutang tersebut. Pengenaan denda untuk keterlambatan pembayaran
tidak dianggap sebagai bunga dalam pengertian Pasal ini.
5. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila pemberi
pinjaman yang menikmati bunga tadi berkedudukan di suatu Negara pihak pada
Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan
di mana tempat bunga itu berasal, melalui suatu bentuk usaha tetap yang
berada di sana, atau menjalankan pekerjaan bebas di Negara lainnya melalui
suatu tempat usaha tetap yang berada di sana, dan tagihan hutang yang menghasilkan
bunga itu mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau
tempat usaha tetap itu. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya,
berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14.
6. Bunga dianggap berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan
apabila yang membayarkan bunga adalah penduduk Negara tersebut. Namun demikan,
apabila orang atau badan yang membayar bunga itu, tanpa memandang apakah
ia penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan atau tidak, mempunyai bentuk
usaha tetap atau tempat usaha tetap di suatu Negara pihak pada Persetujuan
di mana bunga yang dibayarkan menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat
usaha tetap tersebut, maka bunga itu akan dianggap berasal dari Negara
pihak pada Persetujuan di mana bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap
itu berada.
7. Jika karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar bunga
dengan pemilik yang menikmati bunga atau antara keduanya dengan orang atau
badan lain dengan memperhatikan besarnya tagihan hutang yang menghasilkan
bunga itu, jumlah bunga yang dibayarkan melebihi jumlah yang seharusnya
disetujui antara pembayar dan pemilik yang menikmati bungaseandainya hubungan
istimewa itu tidak ada, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini akan berlaku
hanya atas jumlah yang telah disetujui tersebut. Dalam hal demikian, jumlah
kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak sesuai dengan
perundang-undangan masing-masing Negara pihak pada Persetujuan, dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.
Pasal 12
ROYALTI
1. Royalti dan imbalan untuk jasa teknik yang berasal dari Negara pihak
pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk dari suatu Negara pihak
lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
2. Namun demikian royalti dan imbalan untuk jasa teknik dapat dikenakan
pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana pembayaran-pembayaran tersebut
berasal dan sesuai dengan Undang-Undang Negara tersebut, tetapi apabila
pemilik hak yang menikmati royalti itu adalah penduduk dari Negara pihak
lainnya pada Persetujuan, maka pajak yang dikenakan tidak melebihi :
a) dalam hal royalti, 20 persen dari jumlah bruto royalti;
b) dalam hal imbalan untuk jasa teknik, 10 persen dari jumlah
bruto imbalan untuk jasa
teknik.
3. Istilah "imbalan untuk jasa teknik" yang digunakan dalam Perjanjian
ini berarti setiap jenis pembayaran untuk jasa termasuk jasa konsultasi,
jasa manajemen dan jasa teknik yang berhubungan dengan ilmu teknik, pengalaman,
keahlian, pengetahuan atau cara pengolahan, tetapi tidak termasuk pembayaran
untuk jasa profesional atau pekerjaan bebas yang lain dengan sifat yang
sama yang dilakukan oleh perorangan seperti yang dimaksud pada Pasal 15.
4. Istilah "Royalti" dalam pasal ini berarti setiap jenis pembayaran
yang diterima sebagai imbalan untuk penggunaan atau hak untuk menggunakan
setiap hak cipta kesusasteraan, kesenian atau kerja ilmiah, termasuk film
sinematografi, patent, merk dagang, pola atau model, perencanaan, rumus
rahasia atau cara pengolahan atau untuk penggunaan atau hak untuk menggunakan
alat-alat perlengkapan industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan atau
untuk informasi di bidang industri, perdagangan atau pengalaman ilmu pengetahuan.
Istilah "Royalti" juga termasuk keuntungan yang berasal dari pemindahtanganan
setiap hak atau kekayaan yang merupakan kumpulan atas produktivitas atau
penggunaan darinya.
5. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku, apabila pihak
yang memiliki hak menikmati royalti atau imbalan untuk jasa teknik, yang
merupakan penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan menjalankan usaha
atau telah menjalankan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan di
mana royalti dan imbalan jasa teknik berasal, melalui suatu bentuk usaha
tetap yang berada disana, atau melakukan atau telah melakukan suatu pekerjaan
bebas di Negara lainnya itu melalui suatu tempat usaha tetap yang berada
disana, dan hak atau harta yang menghasilkan royalti atau imbalan jasa
teknik itu mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau
tempat usaha tetap itu. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya,
berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14.
6. Royalti dan imbalan jasa teknik dapat dianggap berasal dari Negara
pihak pada Persetujuan apabila pembayarnya adalah penduduk dari Negara
tersebut. Namun demikian, apabila orang atau badan yang membayarkan royalti
atau imbalan jasa teknik itu, tanpa memandang apakah ia penduduk suatu
Negara pihak pada Persetujuan atau bukan, memiliki bentuk usaha tetap atau
tempat usaha tetap di suatu Negara pihak pada Persetujuan di mana kewajiban
membayar royalti timbul, dan royalti tersebut menjadi beban bentuk usaha
tetap atau tempat usaha tetap tersebut, maka royalti itu dianggap berasal
dari Negara di mana bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap itu berada.
7. Jika karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar dengan
pemilik hak yang menikmati atau antara kedua-duanya dengan orang/badan
lain, berkenaan dengan penggunaan hak atau keterangan yang mengakibatkan
pembayaran itu, jumlah royalti atau imbalan jasa teknik yang dibayarkan
itu melebihi jumlah yang seharusnya disepakati oleh pembayar dan pemilik
hak seandainya tidak ada hubungan istimewa, maka ketentuan-ketentuan Pasal
inihanya akan berlaku terhadap jumlah yang disebut terakhir. Dalam hal
demikan, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak
sesuai dengan perundang-undangan masing-masing Negara pihak pada Persetujuan,
dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.
Pasal 13
KEUNTUNGAN DARI PEMINDAHTANGANAN HARTA
1. Keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan
dari pemindahtanganan harta tak gerak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 dan terletak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, dapat dikenakan
pajak di Negara pihak lainnya tersebut.
2. Keuntungan dari pemindahtanganan harta gerak yang merupakan bagian
kekayaan suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh perusahaan dari suatu
Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan
atau dari harta gerak yang merupakan bagian dari suatu tempat usaha tetap
yang tersedia bagi penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan di Negara
pihak lainnya pada Persetujuan untuk maksud melakukan pekerjaan bebas,
termasuk keuntungan dari pemindahtanganan bentuk usaha tetap itu (tersendiri
atau beserta keseluruhan perusahaan) atau tempat usaha tetap, dapat dikenakan
pajak di Negara pihak lainnya tersebut.
3. Keuntungan yang diperoleh perusahaan suatu Negara pihak pada Persetujuan
dari pemindahtanganan kapal-kapal laut atau pesawat udara yang beroperasi
di jalur lalu lintas internasional atau harta gerak yang menjadi bagian
dari operasi kapal-kapal laut atau pesawat udara hanya akan dikenakan pajak
di Negara pihak pada Persetujuan dimana perusahaan yang mengoperasikan
kapal-kapal laut atau pesawat udara tersebut merupakan penduduk.
4. Keuntungan dari pemindah-tanganan saham-saham atau hak-hak lain
dalam satu perusahaan dimana assetnya yang terutama secara langsung atau
tidak langsung terdiri atas harta tak gerak yang terletak disatu Negara
pihak pada Persetujuan atau hak yang berhubungan dengan harta tak gerak
tersebut dapat dikenakan pajak di Negara tersebut.
5. Keuntungan dari pemindah-tanganan saham-saham yang mewakili keikutsertaan
lebih dari 10% dari saham satu perusahaan yang berkedudukan di suatu Negara
pihak pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara tersebut.
6. Keuntungan yang diperoleh penduduk satu Negara pihak pada Persetujuan
dari pemindahtanganan harta-gerak perorangan, selain dari harta yang disebutkan
pada ayat-ayat terdahulu, dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan
dimana harta tersebut berada.
7. Keuntungan dari pemindahtanganan harta lainnya, kecuali yang disebut
pada ayat-ayat terdahulu, hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada
Persetujuan di mana orang/badan yang memindahkan harta itu berkedudukan.
Pasal 14
PEKERJAAN BEBAS
1. Penghasilan yang diperoleh penduduk dari suatu Negara pihak pada
Persetujuan sehubungan dengan jasa-jasa profesional atau pekerjaan bebas
lainnya hanya akan dikenakan pajak di Negara itu. Akan tetapi, penghasilan
semacam itu dapat pula dikenakan pajak di Negara pihak lain pada Persetujuan,
apabila :
(a) Orang tersebut mempunyai tempat usaha tetap yang tersedia
secara teratur baginya di Negara lain untuk menjalankan kegiatan-kegiatannya
tetapi hanya sepanjang penghasilan tersebut berasal dari tempat usaha tetap
itu; atau
(b) Orang tersebut berada di Negara lain untuk suatu masa atau
masa-masa yang melebihi 90 hari dalam masa 12 bulan, tetapi hanya sepanjang
penghasilan yang ditimbulkan oleh jasa-jasa yang dilakukan di Negara tersebut;
atau
(c) Imbalan untuk kegiatan-kegiatannya di Negara pihak
lainnya pada Persetujuan yang dibayar oleh atau atas nama seorang penduduk
Negara pihak lainnya pada Persetujuan atau ditanggung oleh bentuk usaha
tetap atau tempat usaha tetap yang terletak di Negara pihak lainnya pada
Persetujuan tersebut dan melebihi jumlah bruto $.2.500. dalam tahun fiskal.
2. Istilah "jasa-jasa profesional" terutama meliputi kegiatan-kegiatan
di bidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, pendidikan atau pengajaran
yang dilakukan secara independen, demikian juga pekerjaan-pekerjaan bebas
yang dilakukan oleh para dokter, ahli hukum, ahli teknik, arsitek, dokter
gigi, dan para akuntan.
Pasal 15
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA
1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal-pasal 16, 18, 19,
dan 21 gaji, upah dan imbalan lainnya yang serupa yang diperoleh penduduk
suatu Negara pihak pada Persetujuan karena pekerjaan dalam hubungan kerja,
hanya akan dikenakan pajak di Negara itu, kecuali pekerjaan tersebut dilakukan
di Negara pihak lainnya pada Persetujuan. Dalam hal demikian, maka imbalan
yang diterima dari pekerjaan dimaksud dapat dikenakan pajak di Negara pihak
lainnya itu.
2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, imbalan yang diterima
atau diperoleh penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pekerjaan
yang dilakukan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, hanya akan dikenakan
pajak di Negara yang disebut pertama apabila :
(a) penerima imbalan berada di Negara pihak lainnya itu dalam
suatu masa atau masa-masa yang jumlahnya tidak melebihi 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan; dan
(b) imbalan itu dibayarkan oleh, atau atas nama pemberi
kerja yang bukan merupakan penduduk Negara pihak lainnya tersebut; dan
(c) imbalan itu tidak menjadi beban bentuk usaha tetap
atau tempat usaha tetap yang dimiliki oleh pemberi kerja di Negara pihak
lain tersebut.
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dalam Pasal
ini, imbalan yang diperoleh karena pekerjaan yang dilakukan di atas kapal
laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalulintas internasional
oleh suatu perusahaan dari satu Negara pihak pada Persetujuan hanya akan
dikenakan pajak di Negara tersebut.
Pasal 16
IMBALAN PARA DIREKTUR
1. Imbalan para direktur dan pembayaran-pembayaran serupa lainnya yang
diperoleh penduduk Negara pihak pada Persetujuan dalam kedudukannya sebagai
anggota dewan direktur suatu perseroan atau setiap organ lain yang serupa
dari perusahaan yang berkedudukan di suatu Negara pihak lainnya pada Persetujuan
dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut.
2. Imbalan yang diterima atau diperoleh seseorang sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 dari perusahaan sehubungan dengan melakukan fungsi sehari-hari
sebagai pimpinan atau teknisi dapat dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan
pada Pasal 15.
Pasal 17
PARA ARTIS DAN ATLIT
1. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal 14 dan 15, penghasilan
yang diperoleh penduduk dari Negara pihak pada Persetujuan sebagai penghibur
seperti artis teater, film, radio atau televisi atau pemain musik atau
sebagai olahragawan, dari kegiatan-kegiatan pribadinya yang dilakukan di
Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lainnya
tersebut.
2. Apabila penghasilan sehubungan dengan kegiatan-kegiatan pribadi
yang dilakukan oleh penghibur atau olahragawan tersebut diterima bukan
oleh penghibur atau olahragawan itu sendiri tetapi oleh orang atau badan
lain, menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal 7, 14 dan 15, maka penghasilan
tersebut dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana
kegiatan-kegiatan penghibur atau olahragawan itu dilakukan.
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2, penghasilan yang
diperoleh dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di satu Negara pihak
pada Persetujuan oleh penghibur dan olahragawan akan dibebaskan dari pengenaan
pajak di Negara pihak pada Persetujuan apabila kunjungan ke negara itu
sepenuhnya dibiayai oleh Negara pihak lain pada Persetujuan dan penghibur
atau olahragawan tersebut dinyatakan sebagai berkualitas menurut pernyataan
pihak berwenang Negara pengirim.
Pasal 18
PENSIUN DAN PEMBAYARAN BERKALA
1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat 2 dari Pasal 19, pensiun
atau imbalan sejenis lainnya yang dibayarkan kepada penduduk dari suatu
Negara pihak pada Persetujuan yang bersumber dari Negara pihak lainnya
pada Persetujuan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa-jasa dalam hubungan
kerja di Negara pihak lainnya pada Persetujuan di masa lampau dan pembayaran
berkala yang dibayarkan kepada penduduk dari sumber di atas hanya akan
dikenakan pajak di Negara pihak lainnya itu.
2. Istilah "pembayaran berkala" berarti suatu jumlah tertentu yang
dibayar secara berkala pada waktu tertentu selama hidup atau selama jangka
waktu tertentu atau masa waktu yang dapat ditentukan karena adanya kewajiban
untuk melakukan pembayaran-pembayaran sebagai imbalan yang memadai dalam
bentuk uang atau yang dapat dinilai dengan uang.
Pasal 19
PEJABAT PEMERINTAH
1. a) Imbalan, selain dari pensiun, yang dibayarkan oleh Negara
pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya
kepada seseorang sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara
tersebut atau bagiannya atau pemerintahnya, hanya akan dikenakan pajak
di Negara itu.
b) Namun demikian, imbalan tersebut hanya akan dikenakan pajak
di Negara pihak lainnya pada Persetujuan apabila jasa-jasa tersebut diberikan
di Negara pihak lainnya itu dan orang tersebut adalah penduduk Negara itu
yang :
(i) merupakan warganegara dari Negara itu; atau
(ii) tidak menjadi penduduk Negara itu semata-mata hanya
untuk maksud memberikan jasa-jasa tersebut.
2. a) Pensiun yang dibayarkan oleh, atau dari dana yang dibentuk oleh
suatu Negara pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraannya atau
pemerintah daerahnya kepada seseorang sehubungan dengan jasa-jasa yang
diberikannya kepada Negara itu atau bagiannya atau pemerintahnya hanya
akan dikenakan pajak di Negara itu.
b) Namun demikian, pensiun tersebut hanya akan dikenakan pajak
di Negara pihak lainnya pada Persetujuan bilamana orang tersebut adalah
penduduk dan warga negara dari Negara pihak lainnya itu.
3. Ketentuan-ketentuan dalam Pasal-pasal 15, 16 dan 18 akan berlaku
terhadap imbalan dan pensiun dari jasa-jasa yang diberikan sehubungan dengan
usaha yang dijalankan oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan, bagian
ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya.
Pasal 20
SISWA DAN PEMAGANG
1. Pembayaran-pembayaran yang diterima oleh siswa atau pemagang yang
merupakan penduduk atau segera sebelum mengunjungi suatu Negara pihak pada
Persetujuan merupakan penduduk suatu Negara pihak lainnya pada Persetujuan
dan berada di Negara yang disebutkan pertama semata-mata untuk mengikuti
pendidikan atau latihan, yang diterima semata-mata untuk keperluan hidup,
pendidikan atau latihan tidak dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan
tersebut, sepanjang pembayaran-pembayaran tersebut berasal dari sumber
di luar Negara tersebut.
2. Sehubungan dengan hibah-hibah, bea-bea siswa dan imbalan dari pekerjaan
yang tidak dicakup dalam ayat 1, seorang siswa atau pemagang yang disebutkan
dalam ayat 1, sebagai tambahan, berhak selama masa pendidikan atau pelatihan
semacam itu diberikan pengecualian-pengecualian yang sama, keringanan atau
pengurangan yang menyangkut pajak-pajak yang dikenakan terhadap penduduk-penduduk
dari Negara pihak pada Persetujuan yang ia kunjungi.
Pasal 21
GURU DAN PENELITI
1. Seseorang yang merupakan penduduk atau pada permulaan kunjungannya
ke Negara pihak lainnya pada Persetujuan adalah penduduk suatu Negara pihak
pada Persetujuan dan yang atas undangan pemerintah dari Negara pihak lainnya
pada Persetujuan itu atau dari Universitas atau lembaga pendidikan lainnya
yang berada di Negara pihak lainnya pada Persetujuan itu dan disetujui
oleh pejabat pendidikan dari Negara lainnya pada pihak Persetujuan itu
mengunjungi Negara pihak lainnya pada Persetujuan untuk tujuan mengajar
atau penelitian pada universitas atau lembaga pendidikan lainnya tersebut
akan dibebaskan dari pengenaan pajak oleh Negara pihak lainnya pada Persetujuan
atas penghasilannya dari jasa perseorangan dari mengajar atau penelitian
pada universitas atau lembaga pendidikan lainnya untuk jangka waktu tidak
lebih dari 2 (dua) tahun sejak tanggal kedatangannya di Negara pihak lainnya
pada Persetujuan tersebut.
2. Pengecualian yang diberikan pada ayat 1, tidak akan berlaku terhadap
penghasilan atas penelitian, apabila penelitian tersebut tidak dilakukan
untuk kepentingan umum, tetapi dilakukan untuk pihak perorangan atau orang-orang
tertentu.
Pasal 22
PENGHASILAN LAINNYA
Menyimpang dari ketentuan-ketentuan pasal lain dari Persetujuan ini,
jenis-jenis penghasilan atas penduduk dari satu Negara pihak pada Persetujuan
darimanapun sumbernya, yang tidak disebutkan dalam pasal-pasal terdahulu
dalam Persetujuan ini, dapat dikenakan pajak oleh masing-masing Negara
pihak pada Persetujuan sesuai dengan ketentuan-ketentuan Undang-undang
pajak masing-masing.
Pasal 23
PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
1. Dalam hal Indonesia, tunduk kepada ketentuan-ketentuan Undang-undang
pajak Indonesia pajak berganda dapat dihindarkan sebagai berikut :
Apabila penduduk Indonesia memperoleh penghasilan dari Venezuela,
jumlah pajak atas penghasilan tersebut yang dibayar di Venezuela sesuai
dengan ketentuan-ketentuan pada Persetujuan ini dapat dikreditkan terhadap
pajak yang dikenakan di Indonesia bagi penduduk tersebut. Walaupun demikian
jumlah yang dikreditkan tidak melebihi jumlah pajak Indonesiaatas penghasilan
tersebut yang dihitung sesuai dengan Undang-Undang pajak dan peraturan-peraturannya.
2. Dalam hal Venezuela, tunduk kepada ketentuan-ketentuan Undang-Undang
Venezuela, pajak berganda dapat dihindarkan sebagai berikut :
a) Apabila seorang penduduk Venezuela menerima penghasilan yang
menurut ketentuan-ketentuan Persetujuan ini dapat dikenakan pajak di Indonesia,
penghasilan tersebut akan dibebaskan dari pajak Venezuela.
b) Apabila dibawah Undang-undang Venezuela seorang penduduk Venezuela
merupakan wajib pajak di Venezuela atas penghasilan globalnya ketentuan
sub ayat (a) dari ayat ini tidak berlaku dan pajak berganda dapat dihindarkan
sesuai dengan sub ayat (c), (d) dan (e) dari ayat ini.
c) Apabila seorang penduduk Venezuela memperoleh penghasilan
yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari Persetujuan ini, dapat dikenakan
pajak di Indonesia, Venezuela akan mengizinkan suatu pengurangan dari pajak
Venezuela atas penghasilan penduduk tersebut suatu jumlah yang sama atas
pajak penghasilan yang dibayar di Indonesia.
d) Pengurangan yang diizinkan menurut sub ayat (c) dari ayat
ini, tidak melebihi bagian dari pajak penghasilan Venezuela, seperti yang
dihitung sebelum pengurangan diberikan, yang merupakan bagian yang menjadikan
penghasilan yang dapat dikenakan pajak di Indonesia.
e) Apabila sesuai dengan ketentuan pada Persetujuan ini, penghasilan
yang diperoleh penduduk Venezuela dikecualikan dari pajak di Venezuela,
Venezuela boleh, dalam menghitung jumlah pajak atas sisa penghasilan dari
penduduk tadi memperhatikan penghasilan yang dibebaskan.
Pasal 24
NON DISKRIMINASI
1. Warga negara dari suatu Negara pihak pada Persetujuan tidak akan
dikenakan pajak atau kewajiban apapun sehubungan dengan pengenaan pajak
di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, yang berlainan atau lebih memberatkan
daripada pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban pihak, yang dikenakan
atau dapat dikenakan terhadap warganegara dari Negara pihak lainnya dalam
keadaan yang sama.
2. Pengenaan pajak atas bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh suatu
perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak lainnya pada
Persetujuan, tidak akan dilakukan dengan cara yang kurang menguntungkan
dibandingkan dengan pengenaan pajak atas perusahaan-perusahaan yang menjalankan
kegiatan-kegiatan yang sama di Negara pihak lainnya itu. Ketentuan ini
tidak dapat ditafsirkan sebagai mewajibkan suatu Negara pihak pada Persetujuan
untuk memberikan kepada penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan
suatu potongan pribadi, keringanan-keringanan dan pengurangan-pengurangan
untuk kepentingan pengenaan pajak berdasarkan status sipil atau tanggung
jawab keluarga seperti yang diberikan kepada penduduknya sendiri.
3. Perusahaan di suatu Negara pihak pada Persetujuan, yang modalnya
sebagian atau seluruhnya dimiliki atau dikuasai baik langsung atau tidak
langsung oleh penduduk dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan, tidak
akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun yang berkaitan dengan pengenaan
pajak di Negara yang disebut pertama yang berlainan atau lebih memberatkan
daripada pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban dimaksud yang dikenakan
atau dapat dikenakan terhadap perusahaan-perusahaan lainnya yang serupa
di Negara yang disebut pertama.
4. Kecuali dimana ketentuan Pasal 9 ayat 1, Pasal 11 ayat 6 atau Pasal
12 ayat 6 berlaku, bunga, royalti dan pembayaran-pembayaran lain yang dibayarkan
oleh perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan kepada penduduk Negara
pihak lainnya pada Persetujuan dalam menentukan laba yang dapat dikenakan
pajak atas perusahaan semacam itu akan dapat dikurangkan dibawah kondisi
yang sama apabila hal itu dibayarkan kepada penduduk dari Negara yang disebut
pertama.
5. Ketentuan-ketentuan dari Pasal ini akan berlaku terhadap pajak-pajak
yang dicakup dalam Persetujuan ini.
Pasal 25
TATA CARA PERSETUJUAN BERSAMA
1. Apabila seseorang atau suatu badan mengganggap bahwa tindakan-tindakan
salah satu atau kedua Negara pihak pada Persetujuan mengakibatkan atau
akan mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan
ini, maka terlepas dari cara-cara penyelesaian yang diatur oleh perundang-undangan
nasional dari masing-masing Negara, maka ia dapat mengajukan masalahnya
kepada pejabat yang berwenang di Negara pihak pada Persetujuan di mana
ia berkedudukan, atau apabila masalah yang timbul menyangkut ayat 1 Pasal
24 kepada pejabat yang berwenang di Negara pihak pada Persetujuan dimana
ia menjadi warganegara. Masalah tersebut harus diajukan dalam waktu tiga
tahun sejak pemberitahuan pertama dari tindakan yang mengakibatkan pengenaan
pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan Persetujuan ini.
2. Apabila keberatan yang diajukan itu cukup beralasan untuk diselesaikan
dan apabila atas masalah itu tidak dapat ditemukan suatu penyelesaian yang
memuaskan, pejabat yang berwenang harus berusaha menyelesaikan masalah
itu melalui persetujuan bersama dengan pejabat yang berwenang dari Negara
pihak lainnya pada Persetujuan, dengan tujuan untuk menghindarkan pengenaan
pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini.
3. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan
melalui suatu persetujuan bersama harus berusaha untuk menyelesaikan setiap
kesulitan atau keragu-raguan yang timbul dalam penafsiran atau penerapan
Persetujuan ini. Mereka dapat juga berkonsultasi bersama untuk mencegah
pengenaan pajak berganda dalam hal tidak diatur dalam Persetujuan.
4. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan
dapat berhubungan langsung satu sama lain untuk mencapai persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat-ayat sebelumnya. Apabila dimungkinkan dalam rangka mencapai
kesepakatan dengan melalui pertukaran pendapat secara langsung, pertukaran
pendapat tersebut dapat dilakukan melalui satu komisi yang terdiri dari
wakil-wakil pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada
Persetujuan.
Pasal 26
PERTUKARAN INFORMASI
1. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan
akan melakukan tukar menukar informasi yang diperlukan untuk melaksanakan
ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini atau untuk melaksanakan undang-undang
nasional Negara masing-masing mengenai pajak-pajak yang dicakup dalam Persetujuan,
sepanjang pengenaan pajak menurut Undang-Undang Negara yang bersangkutan
tidak bertentangan dengan Persetujuan ini, khususnya untuk mencegah terjadinya
penggelapan atau penyelundupan pajak. Pertukaran informasi tidak dibatasi
oleh ketentuan Pasal 1. Setiap informasi yang diterima oleh suatu Negara
pihak pada Persetujuan harus dijaga kerahasiaannya dengan cara yang sama
seperti apabila informasi itu diperoleh berdasarkan perundang-undangan
nasional Negara tersebut. Bagaimanapun, informasi yang dianggap rahasia
itu hanya dapat diungkapkan kepada orang atau badan atau pejabat-pejabat
(termasuk pengadilan dan badan-badan administratif) yang berkepentingan
dalam penetapan atau penagihan pajak, pelaksanaan Undang-Undang atau penuntutan,
atau dalam memutuskan keberatan berkenaan dengan pajak-pajak yang dicakup
dalam Persetujuan ini. Orang atau badan atau para pejabat tersebut hanya
boleh memberikan informasi itu untuk maksud tersebut di atas. Mereka dapat
juga mengungkapkan informasi itu dalam pengadilan umum atau dalam pembuatan
keputusan-keputusan pengadilan.
Pejabat-pejabat yang berwenang melalui konsultasi akan menciptakan
kondisi, cara-cara dan teknik yang tepat menyangkut masalah yang berhubungan
dengan pertukaran informasi yang akan dibuat, termasuk apabila diperlukan
pertukaran informasi mengenai penghindaran pajak.
2. Bagaimanapun juga Ketentuan-ketentuan ayat (1) sama sekali tidak
dapat ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membebankan kepada Negara pihak
pada Persetujuan kewajiban untuk :
a) melaksanakan tindakan-tindakan administratif yang bertentangan
dengan perundang-undangan dan praktek administrasi yang berlaku di Negara
itu atau di Negara pihak lainnya pada Persetujuan;
b) memberikan informasi yang tidak mungkin diperoleh berdasarkan
perundang-undangan atau dalam praktek administrasi yang lazim di Negara
tersebut atau di Negara pihak lainnya pada Persetujuan;
c) memberikan informasi yang mengungkapkan rahasia apapun dibidang
perdagangan, usaha, industri, perniagaan atau keahlian, atau tata cara
perdagangan atau informasi lainnya yang pengungkapannya bertentangan dengan
kebijaksanaan umum (odre public).
Pasal 27
BANTUAN PEMUNGUTAN PAJAK
1. Masing-masing Negara pada pihak Persetujuan akan berusaha untuk
memungut pajak atas nama Negara pihak lainnya pada Persetujuan yang dikenakan
oleh Negara tersebut hingga ada kepastian bahwa setiap pengecualian atau
pengurangan tarif pajak yang diberikan Negara lain berdasarkan Perjanjian
ini tidak akan dinikmati oleh orang-orang yang tidak berhak atas keringanan-keringanan
tersebut. Pejabat-pejabat berwenang Negara pihak pada Persetujuan dapat
berunding bersama demi tercapainya tujuan Pasal ini.
2. Dalam kasus apapun Pasal ini tidak akan bisa ditafsirkan sebagai
mengenakan kewajiban kepada Negara pihak pada Persetujuan untuk melaksanakan
tindakan-tindakan administrasi yang berlawanan dengan peraturan-peraturan
dan praktek-praktek dari masing-masing Negara pihak pada Persetujuan atau
yang akan berlawanan dengan kedaulatan, keamanan atau kepentingan umum
Negara pihak pada Persetujuan yang disebut pertama.
Pasal 28
PEJABAT DIPLOMATIK DAN KONSULER
Persetujuan ini tidak akan mempengaruhi hak-hak istimewa di bidang
fiskal dari anggota-anggota misi diplomatik dan konsuler berdasarkan peraturan-peraturan
umum hukum internasional atau berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam suatu
persetujuan khusus.
Pasal 29
BERLAKUNYA PERSETUJUAN
1. Persetujuan ini akan berlaku pada hari berikutnya setelah tanggal
saat masing-masing Pemerintah saling memberitahu secara tertulis bahwa
formalitas sebagaimana disyaratkan dalam konstitusi masing-masing Negara
telah dipenuhi.
2. Ketentuan-ketentuan dari Persetujuan ini akan berlaku :
(a) mengenai pajak yang dipotong pada sumbernya, atas jumlah
yang dibayar, dikreditkan atau dikirimkan pada atau setelah tanggal 1 Januari
tahun berikutnya setelah tahun berlakunya Persetujuan ini; dan
(b) mengenai pajak lainnya atas penghasilan untuk tahun-tahun
pajak yang mulai pada atau setelah tanggal 1 Januari, tahun berikutnya
sesudah tahun berlakunya Persetujuan ini.
Pasal 30
BERAKHIRNYA PERSETUJUAN
Persetujuan ini akan tetap berlaku sampai diakhiri oleh salah satu
Negara pihak pada Persetujuan. Masing-masing Negara pihak pada Persetujuan
dapat mengakhiri berlakunya Persetujuan ini, melalui saluran-saluran diplomatik,
dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis tentang berakhirnya Persetujuan
pada atau sebelum tanggal tigapuluh bulan Juni setiap tahun takwim berikutnya
setelah jangka waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya Persetujuan.
Dalam hal demikian, Persetujuan ini akan tidak berlaku lagi :
a) mengenai pajak yang dipotong pada sumbernya atas jumlah yang dibayar,
dikreditkan atau dikirimkan pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun takwim
berikutnya setelah tahun pemberitahuan berakhirnya Persetujuan diberikan;
b) mengenai pajak-pajak lainnya atas penghasilan, untuk tahun-tahun
pajak yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun takwim berikutnya
setelah tahun pemberitahuan berakhirnya Persetujuan diberikan.
DENGAN KESAKSIAN para penandatangan di bawah ini, yang telah memperoleh
kuasa yang sah telah menandatangani Persetujuan ini.
DIBUAT di Jakarta, pada tanggal 27 Februari 1997, dalam bahasa Indonesia,
Spanyol dan Inggris semua naskah tersebut berkekuatan hukum sama. Dalam
hal terjadi perbedaan penafsiran, maka yang berlaku adalah naskah dalam
bahasa Inggris.
UNTUK PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
ttd UNTUK PEMERINTAH
REPUBLIK VENEZUELA
ttd