PERSETUJUAN ANTARA
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK AUSTRIA
UNTUK PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK YANG
BERKENAAN DENGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN DAN MODAL.
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Austria, Berhasrat untuk mengadakan suatu persetujuan untuk penghindaran pajak
berganda dan pencegahan pengelakan pajak yang berkenaan dengan pajak atas
penghasilan dan modal,
TELAH MENYETUJUI SEBAGAI BERIKUT:
Pasal 1
ORANG DAN BADAN YANG DICAKUP DALAM PERSETUJUAN
Persetujuan ini berlaku terhadap orang dan badan yang menjadi penduduk
salah satu atau kedua Negara Pihak pada Persetujuan.
Pasal 2
PAJAK-PAJAK YANG DICAKUP DALAM PERSETUJUAN
1. Persetujuan ini diterapkan terhadap pajak-pajak atas penghasilan
dan modal yang dikenakan oleh suatu Negara Pihak pada persetujuan atau
bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya, tanpa melihat bagaimana
cara pajak-pajak tersebut dikenakan.
2. Yang dianggap sebagai pajak atas penghasilan dan modal adalah semua
pajak yang dikenakan atas total penghasilan ,total modal atau terhadap
unsur-unsur modal termasuk pajak-pajak atas keuntungan dari pengalihan
harta bergerak atau tidak bergerak.
3. Persetujuan ini, khususnya diterapkan terhadap pajak-pajak yang
berlaku sekarang ini, yaitu:
(a) di Indonesia :
(i) pajak pengahasilan yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang
pajak penghasilan tahun 1984 (Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983) dan
sepanjang yng diatur dalam undang-undang tersebut, pajak perseroan
yang dikenakan berdasarkan Ordonansi Pajak Perseroan yang dikenakan berdasarkan
Ordonansi Pajak Perseroan Tahun 1925 (Lembaran Negara Nomor 319 tahun 1925)
dan pajak yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang Pajak atas bunga, Dividen
dan Royalti tahun 1970( Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1970).
(ii) pajak bumi dan bangunan yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang
Pajak Bumi dan Bangunan (Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985).
Selanjutnya disebut "pajak Indonesia").
(b) di Austria
(i) pajak penghasilan (die Einkommensteuer)
(ii) pajak perseroan(die Koperschaftsteuer)
(iii) pajak Direktur(die Aufsichtsratsabgabe)
(iv) pajak modal (die Vermogensteuer)
(v) pajak atas harta setelah biaya kematian (die Abgabe
von Vermogen, die der Erbchaftssteuer entzogen sind)
(vi) pajak atas perusahaan dagang dan industri termasuk pajak
atas upah (die Gewerbesteuer einschlieblich
der Lohnsummernsteuer)
(vii) pajak tanah (die Grundsteuer)
(viii) pajak atas perusahaan pertanian dan kehutanan (die Abgabe
von land-und forstwirtschaftlichen Betrieben)
(ix) pajak atas tanah kosong (die Abgabe vorn Bodenwert bei
unbebauten Grundstucken)
(selanjutnya disebut "pajak Austria")
4. Persetujuan ini berlaku pula terhadap pajak-pajak yang serupa atau
yang pada dasarnya sama dengan pajak penghasilan yang diberlakukan setelah
penandatanganan Persetujuan ini sebagai tambahan terhadap, atau sebagai
pengganti dari pajak-pajak yang dimaksud dalam ayat (13). Para pejabat
yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Persetujuan akan saling memberitahukan
setiap perubahan substansial yang terjadi dalam Undang-Undang perpajakan
negara mereka.
Pasal 3
PENGERTIAN-PENGERTIAN UMUM
1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, kecuali jika dari
hubungan kalimatnya harus diartikan lain:
(a) (i) istilah "Indonesia" berarti wilayah Republik Indonesia sebagaimana
ditegaskan dalam perundang-undangannya dan daerah di sekitarnya dimana
Republik Indonesia memiliki hak-hak kedaulatan atau yurisdiksi (kewenang
untuk mengatur) sesuai dengan ketentuan-ketentuan konvensi Hukum Laut Perserikatan
Bangsa-Bangsa tahun 1982 (the United Nations Convention on the Law of the
Sea, 1982)
(ii) Istilah "Austria" berarti Republik Austria,
(b) Istilah "Negara Pihak pada Persetujuan" dan "Negara" Pihak lainnya
pada persetujuan" berarti Indonesia atau Austria tergantung dari hubungan
kalimatnya;
(c) Istilah"pajak" berarti pajak Indonesia atau pajak Austria tergantung
dari hubungan kalimatnya;
(d) Istilah "orang/badan" meliputi orang pribadi, perusahaan dan setiap
kumpulan dari orang-orang dan/atau badan-badan;
(e) Istilah "perusahaan" berarti setiap badan hukum atau lembaga lainnyayang
untuk kepentingan perpajakan diperlakukan sebagai badan hukum;
(f) Istilah"perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan" berarti
suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk suatu Negara Pihak pada
Persetujuan dan "perusahaan dari Negara Pihak lainnya pada persetujuan"
berarti suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk dari Negara Pihak
lainnya pada Persetujuan;
(g) Istilah "lalu lintas internasional" berarti setiap pengangkutan
dengan kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan oleh perusahaan
dari suatu Negara Pihak pada persetujuan, kecuali jika kapal laut atau
pesawat udara tersebut semata-mata dioperasikan diantara tempat-tempat
di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan;
(h) Istilah "warganegara" berarti:
(i) setiap orang pribadi yang memiliki kewarganegaraan pada suatu
Negara Pihak pada Persetujuan;
(ii) setiap badan hukum, persekutuan dan perkumpulan yang
mendapatkan status kewarganegaraan berdasarkan perundang-undangan yang
yang berlaku disuatu Negara Pihak pada Persetujuan.
(i) Istilah 'Pejabat yang berwenang" berarti:
(i) di Indonesia:
Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah:
(ii) di Austria:
Menteri Negara Keuangan (the Federal Minister of Finance) atau
wakilnya yang sah.
2. Sehubungan dengan penerapan Persetujuan oleh suatu Negara Pihak
pada Persetujuan , setiap istilah yang tidak didefinisikan dalam
Persetujuan ini, kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan
lain, mempunyai arti yang sesuai dengan perundang-undangan Negara Pihak
pada Persetujuan yang berkenaan dengan pajak-pajak dimana Persetujuan ini
berlaku.
Pasal 4
PENDUDUK
1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "penduduk suatu Negara
Pihak pada Persetujuan" berarti setiap orang/badan, yang menurut perundang-undangan
Negara tersebut, dapat dikenakan pajak dinegara tersebut berdasarkan domisilinya,
tempat kediamannya, tempat kedudukan manajemennya atau atas dasar lainnya
yang sifatnya serupa.
2. Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) orang pribadi
menjadi penduduk pada kedua Negara Pihak pada Persetujuan, maka statusnya
akan ditentukan sebagai berikut:
(a) ia akan dianggap sebagai Penduduk Negara pihak pada Persetujuan
dimana ia mempunyai tempat tinggal tetap, jika ia mempunyai tempat tinggal
tetap dikedua Negara Pihak pada Persetujuan, ia akan dianggap sebagai penduduk
Negara Pihak pada Persetujuan dimana ia mempunyai hubungn-hubungan pribadi
dan ekonomi yang lebih erat (tempat yang menjadi pusat perhatiannya).
(b) jika Negara Pihak pada Persetujuan yang menjadi pusat perhatiannya
tidak dapat ditentukan, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara Pihak
pada Persetujuan dimana ia mempunyai tempat yang biasa ia gunakan untuk
berdiam
(c) jika ia mempunyai tempat kebiasaan berdiam
dikedua Negara Pihak pada Persetujuan atau sama sekali tidak mempunyainya
di salah satu Negara tersebut, pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua
Negara akan berusaha memecahkan masalah ini melalui persetujuan bersama.
3. Apabila berdasarkan ketntuan-ketentuan ayat (1) suatu badan menjadi
penduduk pada kedua Negara Pihak pada Persetujuan, maka badan tersebut
akan diannggap sebagai penduduk Negara dimana tempat kedudukan manajemen
efektif badan tersebut berada.
Pasal 5
BENTUK USAHA TETAP
1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "bentuk usaha tetap"
berarti suatu tempat usaha tetap dimana seluruh atau sebagian usaha suatu
perusahaan dijalankan.
2. Istilah"bentuk usaha tetap" terutama meliputi :
(a) suatu tempat kedudukan manajemen;
(b) suatu cabang;
(c) suatu kantor;
(d) suatu pabrik;
(e) suatu bengkel;
(f) suatu tambang, sumur minyak atau gas bumi, tempat penggalian,
atau tempat pengambilan sumber daya alam lainnya;
3 Istilah "bentuk usaha tetap" juga meliputi:
(a) suatu bangunan, konstruksi, proyek perakitan atau proyek
instalasi, atau kegiatan pengawasan yang berhubungan dengannya, tetapi
hanya apabila bangunan, proyek, atau kegiatan tersebut berlangsung untuk
masa lebih dari 6 (enam) bulan.
(b) pemberian jasa-jasa termasuk jasa konsultasi, yang
dilakukan oleh suatu perusahaan melalui pegawai atau orang lain yang
dipekerjakan untuk tujuan tersebut, tetapi hanya apabila kegiatan-kegiatan
tersebut berlangsung di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan (dalam proyek
yang sama atau yang berhubungan) untuk suatu masa atau masa-masa yang berjumlah
lebih dari 3 (tiga) bulan dalam periode 12 (dua belas) bulan.
4. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dari Pasal ini, istilah"bentuk
usaha tetap" dianggap tidak mencakup.
(a) penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud
untuk menyimpan atau memamerkan barang-barang atau barang dagangan milik
perusahaan.
(b) pengurusan suatu persedian barang-barang atau barang dagangan
milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan.
(c) pengurusan suatu persedian barang-barang atau barang
dagang milik perusahanan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan
lain.
(d) pengurusan suatu tempat usaha tetap semat-mata dengan maksud
untuk melakukan pembelian barang-barang atau barang dagangan atau untuk
mengumpulkan informasi, bagi keperluan perusahaan.
(e) pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata untuk tujuan
periklanan, penyedian informasi, riset ilmiah, atau untuk kegiatan -kegiatan
serupa yang bersifat sebagai kegiatan persiapan atau kegiatan penunjang,
bagi keperluan perusahaan.
(f) pengurusan suatu tempat usaha tetap semat-mata dengan maksud
untuk melakukan gabungan kegiatan-kegiatan seperti yang disebutkan pada
sub ayat (a) sampai dengan sub ayat (e), sepanjang kegiatan-kegiatan tempat
usaha tetap yang merupakan hasil penggabungan tadi bersifat sebagai kegiatan
persiapan atau kegiatan penunjang.
5. Menyimpan dari ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2, apabila orang/badan
kecuali agen yang berkedudukan bebas dimana ayat 7 dapat diberlakukan
bertindak disuatu Negara Pihak pada persetujuan atas nama perusahaan yang
berkedudukan di Negara Pihak lainnya pada persetujuan, maka perusahaaan
tersebut dianggap memiliki bentuk usaha tetap dinegara yang disebutkan
pertama sehubungan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang/badan
tersebut, jika orang/badan tersebut:
(a) mempunyai dan biasa menjalankan wewenang untuk menutup kontrak-kontrak
atas nama perusahaaan tersebut, kecuali kegiatan-kegiatan tersebut hanya
terbatas pada hal yang dimaksud dalam ayat (4) yang, jika dilakukan melalui
suatu tempat usaha tetap, tidak akan membuat tempat usaha tetap tersebut
menjadi suatu bentuk usaha tetap berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam
ayat tersebut
(b) tidak memiliki wewenang seperti disebut diatas, namun dinegara
yang disebutkan pertama orang/badan tersebut biasa mengurus suatu persediaan
barang-barang atau barang dagangan dimana orang/badan tersebut secara teratur
melakukan pengantaran barang-barang atau barang dagangan atas nama perusahaaan
tersebut.
6. Perusahaan asuransi dari suatu Negara Pihak pada persetujuan , selain
yang berkenaan dengan reasuransi, akan dianggap memiliki suatu bentuk usaha
tetap di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan jika perusahaan tersebut
memungut premi di Negara Pihak lainnya tersebut atau menanggung resiko
diwilayah Negara Pihak lainnya tersebut melalui pegawai atau perwakilan
yang bukan merupakan agen yang berkedudukan bebas sebagaimana dimaksud
dalam ayat (7).
7. Suatu perusahaan dari suatu Negara Pihak pada persetujuan tidak
dianggap mempunyai suatu bentuk usaha tetap di Negara Pihak lainnya pada
Persetujuan hanya semata-mata karena perusahaan itu menjalankan usaha di
Negara Pihak lainnya tersebut melalui makelar, agen komisioner umum, agen
lainnya yang berkedudukan bebas, sepanjang orang/badan tersebut bertindak
dalam rngka kegiatan usahnya yang lazim. Namun, jika kegiatan-kegitan orang/badan
tersebut seluruhnya atau hampir seluruhnya atas nama perusahaan tadi, orang/badan
tersebut tidak dianggap sebagai agen yang berkedudukan bebas sebagaimana
dimaksud dalam ayat ini.
8. Bahwa suatu perusahaan yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak
pada Persetujuan menguasai atau dikuasai oleh perusahaaan yang merupakan
penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, atau menjalankan
usaha di Negara Pihak lainnya tersebut( baik melaui bentuk usah tetap maupun
dengan cara lain ), tidak dengan sendirinya mengakibatkan salah satu dari
perusahaan tersebut merupakan bentuk usaha tetap dari perusahaan
lainnya.
PASAL 6
PENGHASILAN DARI HARTA TIDAK BERGERAK
1. Penghasilan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan
dari harta tidak bergerak ( termasuk penghasilan dari pertanian dan kehutanan)
yang berada di Negara lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di
Negara Pihak lainnya tersebut.
2. Istilah "harta tidak bergerak" mempunyai arti sesuai dengan perundang-undangan
Negara Pihak pada Persetujuan dimana harta yang bersangkutan berada. Istilah
tersebut mencakup benda-benda yang menyertai harta tidak bergerak, ternak
dan peralatan yang dipergunakan dalam pertanian dan kehutanan, hak-hak
terhadap mana ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan umum berkenaan
dengan pertanahan berlaku, hak memungut hasil atas harta tidak bergerak,
dan hak atas pembayaran-pembayaran tetap atau tak tetap sebagai penggantian
atas pengerjaan, atau hak untuk mengerjakan, kandungan mineral dan sumber-sumber
daya alam lainnya, kapal laut, perahu, dan pesawat udara tidak dianggap
sebagai harta tidak bergerak.
3. Ketntuan-ketentuan dalam ayat (1) berlaku pula terhadap penghasilan
yang diperoleh dari penggunaan secara langsung, penyewaan, atau bentuk
lain penggunaan harta tidak bergerak.
4. Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) dan (3) berlaku pula terhadap
penghasilan dari harta tidak bergerak suatu perusahaan dan terhadap penghasilan
dari harta tidak bergerak yang dipergunakan untuk menjalankan pekerjaan
bebas.
Pasal 7
LABA USAHA
1. Laba perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan hanya akan
dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali jika perusahaan tersebut menjalankan
usahanyadi Negara pihak lainnya pad Persetujuan melalui suatu bentuk usaha
tetap yang terletak di sana. Apabila perusahaan tersebut menjalankan usahanya
sebagaimana dimaksud di atas, maka atas laba perusahaan tersebut dapat
dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tetapi hanya atas bagian
laba yang berasal dari (a) bentuk usaha tetap tersebut, (b)penjualan
barang-barang atau barang dagangan di Negara pihak lainnya yang sama atau
serupa jenisnya dengan yang dijual melaui bentuk usaha tetapnya,
atau (c) kegiatan-kegiatan usaha lainnya yang dijalankan di Negara Pihak
lainnya yang menghasilkan hal yang sama apabila dilakukan melaui bentuk
usaha tetapnya.
2. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam ayat (3), jika suatu
perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan melaui suatu bentuk
usaha tetap yang berada disana, maka yang akan diperhitungan sebagai
laba bentuk usaha tetap tersebut oleh masing-maasing Negara
Pihak pada Persetujuan ialah laba yang diperolehnya seandainya bentuk usaha
tetap tersebut merupakan suatu perusahaan tersendiri dan terpisah
yang melakukan kegitan-kegiatan yang sama atau serupa dalam keadaaan
yang sama atau serupa dan mengadakan hubungan yang sepenuhnya
bebas dengan perusahaan yang memiliki bentuk usaha tetap tersebut.
3. Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap, dapat
dikurangkan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka kegiatan usaha bentuk
usaha tetap tersebut termasuk biaya-biaya pimpinan dan biaya-biaya administrasi
umum, baik yang dikeluarkan di Negara dimana bentuk usaha tetap tersebut
berada maupun yang dikeluarkan di tempat lain. Namun demikian, tidak diperkenankan
untuk dikurangkan biaya-biaya, jika ada yang dibayarkan (selain penggantian
terhadap biaya-biaya yang benar-benar terjadi) oleh bentuk usaha tetap
kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor
pusatnya, dalam bentuk royalti, ongkos atau pembayaran serupa lainnya sehubungan
dengan penggunaan paten atau hak-hak lainnya atau dalam bentuk komisi untuk
jasa-jasa tertentu atau untuk manajemen , atau kecuali pada perusahaaan
perbankan, dalam bentuk bunga atas uang yang dipinjamkan kepada bentuk
usaha tetap tersebut. Sebaliknya, tidak perlu diperhitungan dalam penentuan
laba suatu bentuk usaha tetap, jumlah yang ditagihkan (selain penggantian
terhadap biaya-biaya yang benar-benar terjadi) oleh bentuk usaha tetap
kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya,
dalam bentuk royalti, ongkos, atau pembayaran serupa lainnya sehubungan
dengan penggunaan paten atau hak-hak lainnya, atau dalam bentuk komisi
untuk jasa-jasa tertentu atau untuk manajemen, atau kecuali pada perusahaaan
perbankan, dalam bentuk bunga atas uang yang dipinjamkan kepada kantor
pusatnya atau kantor-kantor lain milik kntor pusatnya.
4. Dalam hal tidak terdapat akuntansi atau data lainnya yang memadai
untuk menentukan laba suatu bentuk usaha tetap. pengenaan pajak dapat
dilakukan di Negara Pihak pada Persetujuan dimana bentuk usaha tetap
tersebut berada sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut,
dengan mempertimbangkan besarnya laba normal dari perusahaan-perusahaan
sejenis yang kegiatan usaha dan kondisinya sama atau serupa, sepanjang
berdasarkan ketersedian informasi, penentuan laba bentuk usaha tetap tersebut
konsisten dengan prinsip-prinsip yang dinyatakan dalam Pasal ini.
5. Untuk kepentingan ayat-ayat sebelumnya, besarnya laba bentuk usaha
tetap harus ditentukan dengan metode yang sama dari tahun ke tahun, kecuali
jika terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk melakukan penyimpangan.
6. Apabila laba usaha mencakup bagian-bagian penghasilan yang diatur
terpisah di Pasal-pasal lain dari Persetujuan ini, maka ketentuan-ketentuan
dalam pasal-pasal tersebut tidak akan mempengaruhi ketentuan-ketentuan
dalam Pasal ini.
7. Istilah "laba" sebagaimana digunakan dalam Pasal ini mencakup laba
yang diperoleh seorang sekutu karena partisipasinya dalam suatu persekutuan
(partnership) dan, dalam hal Austria, karena partisipasinya dalam persekutuan
pasif (sleeping partnership/Stille Gesellschaft) yang dibentuk berdasarkan
perundang-undangan Austria.
Pasal 8
PELAYARAN DAN PENERBANGAN
1. Laba yang bersumber di Negara Pihak pada Persetujuan yang diperoleh
suatu perusahaan dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dari
pengoperasian kapal-kapal laut dalam jalur lalu lintas internasional dapat
dikenakan pajak di Negara yang disebutkan pertama, tetapi pajak yang dikenakan
tersebut akan dikurangi dengan jumlah yang sama dengan 50 %-nya.
2. Laba dari pengoperasian pesawat udara dalam jalur lalu lintas internasional
hanya akan dikenakan pajak di Negara Pihak pada Persetujuan dimana perusahaan
yang mengoperasikan pesawat udara berkedudukan
3. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 berlaku pula terhadap laba yang
berasal dari penyertaan dalam suatu gabungan perusahaan, usaha bersama,
atau perwakilan untuk kegiatan internasional.
Pasal 9
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG MEMILIKI HUBUNGAN ISTIMEWA
apabila:
(a) suatu perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan turut
berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam manajemen, pengawasan
atau modal suatu perusahaaan dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan,
atau
(b) terdapat orang/badan yang sama yang turut berpartisipasi secara
langsung maupun tidak langsung dalam manjemen, pengawasan, atau modal suatu
perusahaaan dari Negara Pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan dari
Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, dan dalam tiap kasus diatas,
terdapat kondisi-kondisi yang dibuat atau diberlakukan diantara kedua perusahaaan
dimaksud dalam hubungan dagang atau hubungan keuangannya yang berbeda dengan
kondisi-kondisi yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan yang mempunyai kedudukan
bebas, maka atas laba yang karena kondisi-kondisi tadi, tidak diakui, dapat
ditambahkan pada laba perusahaan tersebut dan dikenakan pajak.
Pasal 10
DIVIDEN
1. Dividen yang dibayarkan oleh suatu perusahaan yang merupakan penduduk
suatu Negara Pihak pada Persetujuan kepada penduduk Negara pihak lainnya
pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut.
2. Namun demikian, dividen diatas dapat juga dikenakan pajak di Negara
Pihak pada Persetujuan di mana perusahaan pembayar dividen menjadi
penduduknya dan dengan tarif pajak sesuai dengan perundang-undangan Negara
tersebut, tetapi, jika penerima dividen tersebut adalah pemilik manfaaat
dari dividen tersebut, maka pajak yang akan dikenakan tidak melebihi:
(a) 10 % (sepuluh persen) dari jumlah bruto dividen jika penerimanya
adalah suatu perusahaan (selain persekutuan) yang memiliki secara langsung
sedikitnya 25 % (dua puluh lima persen) dari modal perusahaan yang membayar
dividen.
(b) 15 % (lima belas persen) dari jumlah bruto dividen untuk
kasus-kasus lainnya.
ayat ini tidak akan mempengaruhi pengenaan pajak atas laba dari
mana dividen tadi dibayarkan.
3. Istilah"dividen" sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti pengahasilan
dari saham atau hak-hak lainnya yang berhak atas pembagian laba, yang bukan
merupakan surat-surat tagihan piutang, dan penghasilan dari hak-hak perseroan
lainnya yang pengenaan pajaknya diperlukan sama dengan penghasilan
dari saham oleh perundang-undangan Negara di mana perusahaan menjadi penduduknya
4. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 2 tidak berlaku jika pemilik
manfaat dari deviden tersebut, yang merupakan penduduk dari suatu Negara
Pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara Pihak lainnya
pada persetujuan diman perusahaan pembayar deviden menjadi penduduk, melalui
suatu bentuk usaha tetap yang berada disana, atau menjalankan pekerjaan
bebas disuatu tempat usaha tetap yang berada disana, kepemilikan saham
yang menghasilkan deviden tersebut mempunyai hubungan efektif dengan bentuk
usaha tetap atau tempat usaha tetap tadi. Dalam hal demikian, tergantung
pada masalahnya, ketentuan-ketentuan dalam pasal 7 atau pasal 14 akan berlaku.
5. Apabila suatu perusahaan yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak
pada Persetujuan memperoleh laba atau penghasilan dari Negara Pihak lainnya
pada Persetujuan, Negara pihak lainnya tersebut tidak dapat mengenakan
pajak atas deviden yang dibayar oleh perusahaan tersebut, kecuali sepanjang
deviden tersebut dibayarkan kepada penduduk Negara Pihak lainnya tersebut
atau sepanjang kepemilikan saham yang menghasilkan dividen tersebut menghasilkan
dividen tersebut mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap
yang berada di Negara Pihak lainnya tersebut, dan juga Negara Pihak lainnya
tersebut tidak dapat mengenakan pajak atas laba yang tidak dapat dibagikan
meskipun dividen yang dibayarkan atau laba yang tidak dibagikan terdiri
dari laba atau penghasilan yang seluruhnya atu sebagiannya timbul di Negara
Pihak lainnya tersebut.
6. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini,
apabila suatu perseroan yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak
pada Persetujuan memiliki bentuk usaha tetap di Negara Pihak lainnya pada
Persetujuan , maka keuntungan bentuk usaha tetap tersebut dapat dikenakan
pajak tambahan di Negara Pihak lainnya itu sesuai dengan perundang-undangannya,
namun pajak tambahan tersebut tidak akan melebihi 80 (delapan puluh persen)
dari 15 % (lima belas persen) dari jumlah laba setelah dikurangi dengan
pajak penghasilan dan pajak-pajak lainnya yang dikenakan atas penghasilan
di Negara Pihak lainnya tersebut.
7. Ketentuan-ketentuan dalam ayat (6) darimPasal ini tidak akan mempengaruhi
ketentuan yang terdapat dalam kontrak bagi hasil dan kontrak karya
( atau kontrak lainnya yang serupa) yang berkenaan dengan sektor minyak
dan gas bumi atau sektor pertambangan lainnya yang dibuat pada atau sebelum
tanggal 31 Desember 1983 oleh Pemerintah Indonesia, perwakilannya, perusahaan
minyak dan gas negara, atau lembaga-lembaga lain yng ada di dalamnya dengan
orang/badan yang merupakan penduduk Austria.
PASAL 11
BUNGA
1. Bunga yang berasal dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan dan
dibayarkan kepada penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat
dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut.
2. Namun demikian, bunga tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara
Pihak pada Persetujuan dimana bunga tersebut berasal dan sesuai dengan
perundang-undangan Negara tersebut; akan tetapi apabila si penerima bunga
tersebut adalah pemilik manfaaat dari bunga tersebut, maka pajak yang dikenakan
tidak akan melebihi 10 % (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga.
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat (2), bunga yang berasal
dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan diterima oleh Pemerintah Negara
Pihak lainnya pada persetujuan termasuk Pemerintah Daerah-nya, Bank Sentral,
atau lembaga keuangan yang dikuasai oleh Pemerintah akan dibebaskan dari
pengenaan pajak di Negara yang disebut pertama.
4. Untuk kepentingan ayat (3), istilah "Bank Sentral" dan "lembaga
keuangan yang dikuasai oleh Pemerintah" mempunyai arti:
(a) Dalam hal Indonesia:
(i) Bank Indonesia
(ii) lembaga keuangan lainnya yang seluruh modalnya dimiliki
oleh Pemerintah Republik Indonesia yang disetujui dari waktu ke waktu oleh
Pemerintah kedua Negara Pihak pada Persetujuan.
(b) Dalam hal Austria
the Osterreichische kontrollbank Aktiengesellschaft.
5. Istilah "bunga" sebagaimana digunakan dalam persetujuan ini berarti
penghasilan dari semua jenis tagihan piutang, baik yang dijamin dengan
hipotik maupun tidak, dan baik yang mempunyai hak atas pembagian laba maupun
tidak, dan khususnya, penghasilan dari sekuritas yang diterbitkan Pemerintah
dan penghasilan dari surat-surat obligasi atau surat-surat utang, dan juga
penghasilan yang berdasarkan undang-undang perpajakan Negara dimana bunga
tersebut berasal dapat dipersamakan dengan penghasilan yang diperoleh dari
uang yang dipinjamkan, termasuk bunga atas penjualan secara kredit.
6. Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) dan (2) tidak akan berlaku apabila
pemilik manfaaat dari bunga tersebut, yang merupakan penduduk suatu Negara
Pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara Pihak lainnya
pada Persetujuan di mana bunga tersebut berasal melalui suatu bentuk usaha
tetap yang berada disana, atau menjalankan pekerjaan bebas di negara lainnya
melalui suatu tempat usaha tetap yang berada disana, dan tagihan piutang
yang menghasilkan bunga tersebut mempunyai hubungan efektif dengan a) bentuk
usaha tetap atau tempat usaha tetap tersebut, atau dengan b) kegiatan usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1 c) Dalam hal demikian, tergantung
pada masalahnya, ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 atau Pasal 14 akan berlaku.
7. Bunga dianggap berasal dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan
apabila pihak yang membayar bunga tersebut adalah Negara itu sendiri, bagian
ketatanegaraannya, pemerintah daerahnya atau penduduk Negara tersebut.
Namun demikian, apabila orang/badan yang membayar bunga tersebut tanpa
memandang apakah ia penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan atau tidak
,mempunyai bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap di suatu Negara Pihak
pada Persetujuan yang kemudian mempunyai utang yang menimbulkan biaya bunga,
dan bunga tersebut menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap
tersebut, maka bunga tersebut akan dianggap berasal dari Negara dimana
bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap itu berada.
8. Apabila, karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar
bunga dengan pemilik manfaaat dari bunga tersebut atau antara keduanya
dengan orang/badan lain, jumlah bunga yang dibayarkan, dengan memperhatikan
besarnya utang yang menghasilkan bunga tersebut, mlebihi jumlah yang seharusnya
disepakati antara pembayar dan pemilik manfaat dari bunga tersebut seandainya
mereka tidak mempunyai hubungan istimewa, maka ketentuan-ketentuan dalam
Pasal ini akan berlaku hanya atas jumlah yang disebutkan terakhir tersebut.
Dalam hal demikin, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenakan
pajak sesuai dengan perundang-undangan masing-masing Negara Pihak pada
Persetujuan dengan tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam
Persetujuan ini.
Pasal 12
ROYALTI
1. Royalti yang berasal dari Negara Pihak pada Persetujuan dan dibayarkan
kepada penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak
di Negara lainnya tersebut.
2. Namun demikian, royalti tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara
Pihak pada Persetujuan dimana royalti tersebut berasal dan sesuai dengan
perundang-undangan Negara tersebut; akan tetapi, apabila penerima royalti
tersebut adalah pemilik manfaat dari royalti tersebut, maka pajak
yang akan dikenakan tidak melebihi 10 %(sepuluh persen) dari jumlah
bruto royalti
3. Istilah"royalti" sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti segala
bentuk pembayaran yang diterima sehubungan dengan penggunaan, atau hak
untuk menggunakan, hak cipta atas karya sastra, karya seni atau karya ilmiah,
termasuk film sinematografi atau film atau pita rekaman untuk siaran radio
atau televisi, paten, desian atau model, rencana dan formula atau proses
rahasia atau yang sehubungan dengan penggunaan atau hak untuk menggunakan,
peralatan dagang dan industri atau yang sehubungan dengan informasi tentang
pengalaman dalam perdagangan, industri atau ilmu pengetahuan.
4. Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak akan berlaku
jika pemilik manfaaat dari royalti tersebut, yang merupakan penduduk suatu
Negara Pihak pada persetujuan, menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya
pada Persetujuan dimana royalti tersebut berasal, melalui suatu bentuk
usaha tetap yang berada disana, atau melakukan pekerjaan bebas di Negara
Pihak lainnya tersebut melalui suatu tempat usaha tetap yang berada disana,
dan hak atau harta yang menghasilkan royalti tersebut mempunyai hubungan
efektif dengan a) bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap, atau dengan
b) kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1(c) Dalam hal
demikian, tergantung pada masalahnya, ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7
atau Pasal 14 akan berlaku.
5. Royalti dianggap berasal dari Negara Pihak pada Persetujuan apabila
pembayarnya adalah Negara itu sendiri, bagian ketatanegaraannya, pemerintah
daaerahnya, atau penduduk Negara Pihak pada Persetujuan tersebut. Namun
demikian, apabila orang /badan yang membayar royalti tersebut, tanpa memandang
apakah ia penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan atau bukan, memiliki
bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap di suatu Negara Pihak pada Persetujuan
dimana kewajiban membayar royalti tersebut timbul, dan royalti tersebut
menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap tersebut, maka
royalti tersebut dianggap berasal dari Negara Pihak pada Persetujuan dimana
bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap tersebut berada.
6. Apabila, karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar
royalti dengan pemilik manfaat dari royalti tersebut atau antara keduanya
dengan orang/badan lain, jumlah royalti yang dibayarkan, dengan memperhatikan
penggunaan, hak atau informasi yang menghasilkan royalti tersebut, melebihi
jumlah yang seharusnya disepakati antara pembayar dan pemilik manfaat dari
royalti tersebut. seandainya mereka tidak mempunyai hubungan istimewa,
maka ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini akan berlaku hanya atas jumlah
yang disebutkan terakhir tersebut. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan
pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak sesuai dengan perundang-undangan
masing-masing Negara Pihak pada Persetujuan dengan tetap memperhatikan
ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.
Pasal 13
KEUNTUNGAN DARI PENGALIHAN HARTA
1. Keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan
dari pengalihan harta tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
dan terletak di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak
di Negara Pihak lainnya tersebut.
2. Keuntungan dari pengalihan harta bergerak yng merupakan bagian kekayaan
suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh perusahaan dari suatu Negara
Pihak pada Persetujuan atau dari harta bergerak yang terkait dengan tempat
usaha yang tersedia bagi penduduk suatu Negara Pihak lainnya pada Persetujuan
guna menjalankan pekerjaan bebasnya. termasuk keuntungan dari pengalihan
bentuk usaha tetap itu sendiri (terpisah atau beserta keseluruhan perusahaan)
atau tempat usaha tetap tersebut, dapat dikenakan pajak di Negara Pihak
lainnya tersebut.
3. Keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan
dari pengalihan pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas
internasional atau harta bergerak yang terkait dengan pengoperasian pesawat
udara tersebut hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
4. Keuntungan dari pengalihan harta lainnya selain yang disebut pada
ayat-ayat sebelumnya hanya akan dikenakan pajak di Negara Pihak pada Persetujuan
dimana orang/badan yang mengalihkan harta tersebut menjadi penduduknya.
Pasal 14
PEKERJAAN BEBAS
1. Penghasilan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan
sehubungan dengan jasa-jasa profesional atau pekerjaan bebas lainnya
hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali dia mempunyai tempat
usaha tetap yang tersedia baginya secara teratur di Negara Pihak lainnya
pada Persetujuan guna melaksanakan untuk kegiatan-kegiatannya atau
ia berada di Negara lainnya tersebut untuk masa-masa yang melebihi
90 hari dalam suatu masa 12 (dua belas) bulan. Jika dia mempunyai tempat
usaha tetap atau berada di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan
selama masa-masa tersebut diatas, maka atas penghasilan tersebut
dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut tetapi hanya sebatas penghasilan
yang berkaitan dengan tempat usaha tetap tersebut atau yang diperoleh
di Negara lainnya tersebut selama mas-masa tersebut diatas.
2. Istilah"jasa-jasa profesional" terutama meliputi kegiatan-kegiatan
bebas dibidang ilmu pengetahuan, kesusastraan, kesenian, kependidikan,
atau pengajaran dan juga pekerjaan-pekerjaan bebas yang dilakukan oleh
dokter, pengacara, insinyur, arsitek, dokter gigi dan akuntan.
Pasal 15
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA
1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 16,18,19 dan
20, gaji,upah dan imbalan serupa lainnya yang diperoleh penduduk suatu
Negara Pihak pada Persetujuan karena pekerjaan dalam hubungan kerja
hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali pekerjaan tersebut
dilakukan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan. Jika demikian halnya,
maka imbalan yang diterima dari pekerjaan dimaksud dapat dikenakan pajak
di Negara Pihak lainnya tersebut.
2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat (1), imbalan yang
diperoleh penduduk dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan sehubungan
dengan pekerjaaan yang dilakukan di Negara Pihak lainnya pada persetujuan
hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama jika:
(a) penerima imbalan tersebut berada di Negara Pihak lainnya
tersebut dalam suatu masa atau mas-masa yang jumlahnya tidak melebihi 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan
dan
(b) imbalan tersebut dibayarkan oleh atau atas nama, pemberi
kerja yang merupakan penduduk Negara Pihak lainnya tersebut, dan
(c) imbalan tersebut tidak menjadi beban bagi suatu bentuk usaha
tetap atau tempat usaha tetap yang dimiliki oleh pemberi kerja di Negara
Pihak lainnya tersebut.
3. Menyimpan dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dalam Pasal ini, imbalan
yang diperoleh karena pekerjaaan yang dilakukan di atas kapal laut atau
pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas internasional oleh
suatu perusahaan dari satu Negara Pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan
pajak di Negara tersebut.
Pasal 16
IMBALAN UNTUK DIREKTUR
Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal 14 atau 15, imbalan
para direktur dan pembayaran-pembayaran serupa lainnya yang diperoleh penduduk
suatu Negara Pihak pada Persetujuan dalam kedudukannya sebgai anggota dewan
direksi atau organ serupa lainnya dari suatu Negara Pihak lainnya pada
Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut.
Pasal 17
ARTIS DAN ATLET
1. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal 14 dan 15,
penghasilan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan
sebagai artis/penghibur seperti misalnya artis teater, film, radio atau
televisi atau pemusik atau sebagai atlet, dari kegiatan-kegiatannya sebagai
artis atau atlet yang dilakukan di Negara Pihak linny pada Persetujuan,
dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainny tersebut.
2. Apabila penghasilan yang berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh artis atau atlet tersebut tidak diterima oleh artis atau
atlet itu sendiri tetapi oleh orang/badan lain, maka, menyimpang dari ketentuan-ketentuan
dalam Pasal 7,14 dan 15 atas pengahasilan tersebut dapat dikenakan pajak
di Negara Pihak pada Persetujuan di mana kegiatan-kegiatan artis atau atlet
tersebut dilakukan.
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) dan (2), penghasilan
yang diperoleh artis dan atlet dari kegiatan-kegiatan mereka tersebut akan
dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara Pihak pada Persetujuan
dimana kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan jika kegiatan-kegiatan tersebut
dilakukan dalam rangka suatu kunjungan yang secara substansial didukung
oleh Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, bagian ketatanegaraannya, pemerintah
daerahnya, atau lembaga pemerinath lainnya yang ada didalamnya.
Pasal 18
PENSIUN DAN PEMBAYARAN BERKALA
1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 19 ayat 2,
pensiun atau imbalan sejenis lainnya yang dibayarkan kepada penduduk suatu
penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan sehubungan dengan pekerjaaannya
di masa lalu hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut.
2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat (1), pensiun yang
dibayarkan oleh suatu dana pensiun yang telah mendapatkan persetujuan dari
Pemerintah atau oleh lembaga pensiun jaminan sosial dari suatu Negara Pihak
pada Persetujuan kepada penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan
dapat dikenakan pajak di Negara yang disebutkan pertama.
Pasal 19
PEGAWAI PEMERINTAH
1. a. Imbalan, selain pensiun yang dibayarkan oleh suatu Negara Pihak
pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya
kepada orang pribadi sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan kepada
Negara tersebut atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya
hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
b. Namun demikian, imbalan tersebut hanya akan dikenakan pajak
di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan jika jasa-jasa tersebut diberikan
di Negara Pihak lainnya tersebut dan orang pribadi tersebut adalah penduduk
Negara Pihak lainnya tersebut yang :
(i) mempunyai kewarganegaraan di Negara Pihak lainny tersebut;
dan
(ii) tidak menjadi penduduk Negara Pihak lainnya tersebut semata-mata
dengan tujuan untuk melakukan jasa-jasa tadi.
2. (a) Pensiun yang dibayarkan oleh atau berasal dari dana yang dibentuk
oleh, suatu Negara Pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraannya
atau pemerintah daerahnya kepada orang pribadi sehubungan dengan jasa-jasa
yang diberikan kepada Negara tersebut atau bagian ketatanegaraannya atau
pemerintah daerahnya hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
(b) Namun demikian, pensiun tersebut hanya akan dikenakan
pajak di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan jika orang pribadi tersebut
adalah penduduk dan warganegara dari Negara Pihak lainnya tersebut.
3. Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 15,16, dan 2 akan berlaku terhadap
imbalan dan pensiun yang berkenaan dengan jasa-jasa yang diberikan sehubungan
dengan usaha yang dijalankan oleh suatu Negara Pihak pada Persetujuan atau
bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya.
Pasal 20
GURU DAN PENELITI
Seorang profesor, guru atau peneliti yang melakukan kunjungan sementara
ke Negara Pihak pada Persetujuan semata-mata untuk tujuan mengajar atau
melakukan penelitian pada universitas, akademi, sekolah atau dia lembaga
pendidikan yang diakui lainnnya, sedangkan dia adalah penduduk Negara Pihak
lainnya pada Persetujuan, akan dikecualikan dari pengenaan pajak di Negara
yang disebutkan pertama untuk suatu masa yang tidak melebihi2 (dua) tahun
atas imbalan yang berkenaaan dengan kegiatan mengajar atau penelitian
tersebut.
Pasal 21
PELAJAR DAN PEMAGANG
Atas pembayaran-pembayaran yang dimaksudkan sebagai biaya hidup yang
diterima oleh pelajar atau pemagang, yang sesaat sebelum melakukan kunjungan
ke Negara Pihak pada Persetujuan merupakan penduduk suatu Negara Pihak
lainnya pada Persetujuan dan yang berada di Negara yang disebutkan pertama
semata-mata untuk keperluan pendidikan dan pelatihan, tidak akan dikenakan
pajak di Negara yang disebutkan pertama sepanjang pembayaran-pembayaran
tadi bersumber dari luar Negara tersebut.
Pasal 22
PENGHASILAN LAINNYA
1. Jenis-jenis penghasilan penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan,
dari manapun asalnya, yang tidak diatur dlam pasal-pasal terdahulu dari
Persetujuan ini hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
2. Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tidak berlaku terhadap penghasilan,
selain penghasilan dari pengalihan harta tidak bergerak sebagaimana dijelaskan
dalam Pasal 6 ayat (2), jika penerima penghasilan tersebut yang merupakan
penduduk Negara Pihak pada Persetujuan, menjalankan usaha di Negara Pihak
lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di
sana, atau melakukan pekerjaan bebas di Negara Pihak lainnya tersebut melalui
tempat usaha tetap disana, dan hak atau harta yng menghasilkan penghasilan
tersebut mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap tersebut.
Dalam hal demikian tergantung pada masalahnya, ketentuan-ketentuan dalam
Pasal 7 atau Pasal 14 akan berlaku.
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) dan (2), jenis-jenis
penghasilan penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan yang tidak diatur
dalam pasal-pasal terdahulu dari Persetujuan ini dan bersumber di Negara
Pihak lainnya pada Persetujuan dapat juga dikenakan pajak di Negara Pihak
lainnya tersebut.
Pasal 23
MODAL
1. Modal berupa harta tidak bergerak sebagimana dimaksud dalam Pasal
6, yang dimiliki oleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan
tetapi terletak di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan pada Persetujuan,
dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut.
2. Modal berupa harta bergerak yang merupakan bagian dari harta usaha
suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh perusahaan dari suatu Negara
Pihak pada persetujuan yang berada di Negara Pihak lainnya pada persetujuan
atau berupa harta bergerak suatu tempat tetap yang tersedia bagi
suatu penduduk Negara Pihak pada Persetujuan di Negara Pihak lainnya pada
persetujuan untuk tujuan menjalankan pekerjaan bebas dapat dikenakan pajak
di Negara lainnya tersebut.
3. Modal berupa kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam
jalur lalu lintas internasional dan harta bergerak yang terkait dengan
pengoperasian kapal laut dan pesawat udara tersebut hanya akan dikenakan
pajak di Negara Pihak pada Persetujuan di mana perusahaan pelayaran atau
penerbangan tersebut menjadi penduduk.
4. Unsur-unsur lain dari modal penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan
hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
Pasal 24
PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
1. Undang-undang masing-masing Negara Pihak pada Persetujuan akan tetap
berlaku dalam mengatur perpajakan atas penghasilan dan modal, baik yang
diperoleh dari atau yang terletak di Negara Pihak pada Persetujuan atau
di tempat lainnya, kecuali jika ketentuan-ketentuan dalam persetujuan
ini menyatakan lain.
2. Dalam hal Indonesia, penegenaan pajak berganda akan dihindarkan
dengan cara-cara berikut:
(a) Indonesia, dalam mengenakan pajak kepada penduduk Indonesia,
dapat memasukan ke dalam dasar pengenaan pajaknya unsur-unsur penghasilan
yang dapat dikenakan pajak di Austria berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam
persetujuan ini.
(b) Apabila penduduk Indonesia memperoleh penghasilan dari Austria
dan atas pengahasilan tersebut dikenakan pajak berdasarkan
ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini, maka pajak penghasilan yang
dibayarkan di Austria dapat dikreditkan terhadap pajak Indonesia
yang dikenakan pada penduduk tersebut.
3. Dalam hal Austria, pengenaan pajak berganda akan dihindarkan
dengan cara-cara berikut :
(a) Apabila penduduk Austria memperoleh penghasilan atau memiliki
modal yang berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini dapat
dikenakan pajak di Indonesia, maka Austria dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan
dalam ayat b dan c , akan membebaskan penghasilan atau modal tersebut dari
pengenaan pajak.
(b) Apabila penduduk Austria memperoleh penghasilan yang berdasarkan
ketentuan-ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1), Pasal 10 ayat (2), Pasal 11,
atau Pasal 12 dapat dikenakan pajak di Indonesia, maka Austria akan mengizinkan
suatu pengurangan dari pajak penghasilan penduduk tersebut sebesar pajak
yang dibayarkan di Indonesia. Namun demikian, pengurangan tersebut tidak
boleh melebihi suatu bagian dari pajak penghasilan Austria yang dihitung
sebelum pengurangan pajak, yang terkait dengan penghasilan yang diperoleh
dari Indonesia, diberikan.
(c) Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam persetujuan
ini, penghasilan yang diperoleh atau modal dimiliki oleh penduduk Austria
dibebaskan dari pengenaan pajak di Austria, maka dalam menghitung pajak
atas penghasilan atau modal lainnya dari penduduk tersebut, Austria dapat
memperhitungkan penghasilan atau modal yang dibebaskan tersebut.
(d) Untuk menerapkan ayat (3) huruf (b) dari Pasal ini, pajak
yng dibayarkan di Indonesia akan dianggap sebesar 15 % (lima belas persen)
dari jumlah bruto, dividen, bunga atau royalti.
Pasal 25
NON-DISKRIMINASI
1. Warga negara dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan tidak akan
dikenakan pajak atau kewajiban-kewajiban yang terkait dengan pajak
tersebut di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, yang berlainan atau
lebih memberatkan dibandingkan dengan pajak atau kewajiban yang diberlakukan
atau dapat diberlakukan terhadap warga negara dari Negara Pihak lainnya
pada Persetujuan dalam keadaaan yang sama.
2. Pengenaan pajak terhadap bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh suatu
perusahaan dari Negara Pihak pada Persetujuan di Negara pihak lainnya pada
Persetujuan tidak akan dilakukan dengan cara yang kurang menguntungkan
dibandingkan dengan pengenaan pajak terhadap perusahaan-perusahaan dari
Negara Pihak lainnya yang menjalankan kegiatan-kegitan yang sama. Ketentuan
ini tidak dapat ditafsirkan sebagai mewajibkan suatu negara Pihak pada
Persetujuan untuk memberikan kepada penduduk Negara lainnya pada Persetujuan
suatu kelonggaran, keringanan, dan pengurangan dalam pengenaan pajak yang
didasarkan pada status kependudukan atau tanggung jawab keluarga
seperti yang diberikan kepada penduduknya sendiri.
3. Perusahaaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan, yang
modalnya sebagian atau seluruhnya dimiliki atau dikuasai baik langsung
atau tidak langsung oleh satu atau beberapa penduduk dari Negara Pihak
lainnya pada Persetujuan, tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban yang
terkait dengan pengenaan pajak tersebut di Negara yang disebut pertama
yang berlainan atau lebih memberatkan dibandingkan dengan pengenaaan pajak
dan kewajiban-kewajiban terkait yang dikenakan atau dapat dikenakan terhadap
perusahaan-perusahaan lainnya yang serupa di Negara yang disebut pertama.
4. Isi pasal ini tidak dapat ditafsirkan sebagai menghalangi kedua
Negara Pihak pada Persetujuan untuk membatasi pemberian insentif perpajakan
dan perlakuan istimewa di bidang perpajakan lainnya kepada warga
negaranya yang dilakukan dalam rangka melaksanakan suatu program pembangunan
ekonomi sepanjang insentif perpajakan tersebut tidak diberikan kepada warga
negara dari negara ketiga.
5. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal 2, ketentuan-ketentuan
dalam Pasal ini akan berlaku terhadap setiap jenis pajak dengan nama apapun,
namun dengan pemahaman bahwa undang-undang dari kedua negara Pihak pada
Persetujuan yang berlaku pada saat penandatanganan Persetujuan ini
yang tunduk dengan ketentuan ini.
Pasal 26
TATA CARA PERSETUJUAN BERSAMA
1. Apabila seseorang/badan menganggap bahwa tindakan-tindakan salah
satu atau kedua Negara Pihak pada Persetujuan mengakibatkan atau akan mengakibatkan
pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini, maka terlepas
dari cara-cara penyelesaian yang diatur oleh perundang-undangan nasional
masing-masing negara tersebut, ia dapat mengajukan masalahnya kepada pejabat
yang berwenang dari Negara Pihak pada Persetujuan di mana ia menjadi
penduduk. Masalah tersebut harus diajukan dalam jangka waktu
2 (dua) tahun sejak adanya pemberitahuan pertama tentang tindakan yang
mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan
dalam Persetujuan ini.
2. Jika muncul pengajuan keberatan kepada pejabat yang berwenang dan
jika pejabat yang berwenang itu sendiri tidak dapat menemukan penyelesaian
yang tepat, maka pejabat yang berwenang tersebut akan berusaha untuk menyelesaian
masalah tersebut melalui persetujun bersama dengan pejabat yang berwenang
dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, dengan pengenaan pajak yang
tidak sesuai dengan Persetujuan ini.
3. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Persetujuan,
melalui persetujuan bersama akan berusaha untuk menyelesaikan kesulitan-kesulitan
atau keraguan-keraguan yang timbul dalam penafsiran atau penerapan persetujuan
ini. Pejbat-pejabat yang berwenang tersebut dapat juga berunding bersama
untuk mencegah pengenaan pajak berganda dalam masalah-masalah yang tidak
diatur dalam Persetujuan.
4. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Persetujuan,
melaui Persetujuan bersama akan menentukan cara untuk menerapkan persetujuan
ini dan khususnya, menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh penduduk
kedua Negara Pihak pada Persetujuan agar di Negara Pihak lainnya pada persetujuan
dapat memperoleh keringanan atau pembebasan pajak atas penghasilan yang
dimaksud dalam Pasal 10,11 dan 12 yang diterima dari Negara Pihak lainnya
tersebut.
Pasal 27
PERTUKARAN INFORMASI
1. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Persetujuan
akan melakukan pertukaran informasi yang diperlukan untuk melaksanakan
ketentuan-ketentuan dalam persetujuan ini atau untuk mencegah penggelapan
atau pengelakan pajak atau untuk pengadministrasian ketentuan perundang-undangan
tentang penghindaran pajak yang berkaitan dengan pajak-pajak yang diatur
dalam persetujuan ini. Setiap informasi yang dipertukarkan akan diperlakukan
sebagai suatu rahasia dan hanya akan diungkapkan kepada pihak-pihak atau
instansi-instansi yang berwenang termasuk pengadilan yang terlibat dalam
penafsiran, penagihan, penegakan hukum atau penuntutan yang berkenaan dengan
pajak-pajak atau penentuan keputusan banding yang berhubungan dengan pajak-pajak
tersebut dan pihak-pihak yang berhubungan dengan informasi tersebut.
2. Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) sama sekali tidak dapat ditafsirkan
sedemikian rupa sehingga membebani suatu Negara Pihak pada Persetujuan
suatu kewajiban:
(a) untuk melaksanakan tindakan-tindakan administrasi yang menyimpang
dari perundang-undangan dan praktik administrasi dari Negara tersebut atau
di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan.
(b) untuk memberikan informasi yng tidak mungkin diperoleh berdasarkan
perundang-undangan atau dalam praktik administratif yang lazim dari
Negara Pihak lainnya pada persetujuan.
(c) untuk memberikan informasi yang mengungkapkan rahasia di
bidang perdagangan, usaha, industri, perniagaan atau keahlian atau informasi
yang mengungkapkan proses perdagangan atau informasi lainnya yang pengungkapannya
akan bertentangan dengan kebijaksanaan umum.
Pasal 28
PEJABAT-PEJABAT DIPLOMATIK DAN KONSULER
Tidak ada sesuatu pun dalam Persetujuan ini yng akan mempengaruhi hak-hak
istimewa di bidang fiskal dari para pejabat konsuler sebagaimana diatur
dalam peraturan umum dari hukum internasional maupun dalam ketentuan-ketentuan
dalam persetujuan-persetujuan khusus.
Pasal 29
BERLAKUNYA PERSETUJUAN
1. Persetujuan ini akan diratifikasi (disyahkan) dan instrumen ratifikasi
tersebut akan dipertukarkan di Jakarta sesegera mungkin.
2. persetujuan ini akan mulai berlaku pada hari pertama dari bulan
ketiga setelah terjadi pertukaran instrumen ratifikasi dan ketentuan-ketentuannya
akan berpengaruh pada pajak-pajak dalam tahun pajak yang dimulai
setelah tanggal 31 Desember pada tahun dimana terjadi pertukaran instrumen
ratifikasi.
Pasal 30
BERAKHIRNYA PERSETUJUAN
Persetujuan ini akan tetap berlaku sampai diakhiri oleh salah satu
Negara Pihak pada Persetujuan. Masing-masing Negara Pihak pada Persetujuan
dapat mengakhiri Persetujuan ini, melalui saluran diplomatik, dengan menyampaikan
pemberitahuan tertulis tentang penghentian Persetujuan pada atau sebelum
tanggal 30 juni dalam suatu tahun takwin setelah lima tahun berlakunya
Persetujuan ini. Dalam hal demikian, Persetujuan akan tidak mempunyai pengaruh
lagi terhadap pajak-pajak dalam tahun pajak yang dimulai setelah tanggal
31 Desember pada tahun takwin dimana pemberitahuan penghentian Persetujuan
tersebut diserahkan.
Dengan kesaksian ini, yang bertandatangan di bawah ini, sebagai
kuasa dari Pemerintahnya masing-masing, telah menandatangani dan membubuhi
stempel pada Persetujuan ini.
Dibuat dalam rangkap dua di Wina pada tanggal 24 Juli 1986 dalam bahasa
Inggris.
Untuk Pemerintah
Republik Indonesia Untuk Pemerintah
Republik Austria
PROTOKOL
Pada saat penandatanganan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia
dan Pemerintah Republik Austria mengenai penghindaran pajak berganda dan
pencegahan pengelakan pajak yang berkenaan dengan pajak atas penghasilan
dan modal, para penandatangan telah sepakat bahwa ketentuan-ketentuan berikut
ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Persetujuan ini.
1. Pasal 5 ayat (7)
Difahami bahwa kalimat terakhir dari pasal 5 ayat (7) akan berlaku
hanya terhadap agen yang kegiatan-kegiatannya seperti yang dimaksud dalam
ketentuan ini pada saat kegiatan-kegiatan tersebut dimulai.
2. Pasal 7
(a) Difahami bahwa ayat (1) huruf (b) dan (c) akan berlaku hanya dalam
kasus-kasus penyalahgunaan yang disebabkan oleh disembunyikannya saluran-saluran
laba dari suatu bentuk usaha tetap.
(b) Lebih lanjut difahami bahwa ayat (1) huruf (c) tidak berlaku
terhadap kegiatan-kegiatan usaha yang termasuk dalam Pasal 5 ayat (3) huruf
(b) jika kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung kurang dari 3 (tiga) bulan
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan jika kegiatan-kegiatan tersebut
dilaksanakan tidak untuk proyek yang sama maupun yang berhubungan
(c) Penghasilan yang di peroleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan
dari kegiatan-kegiatan perencanaan, proyek, kontruksi, atau penelitian
serta penghasilan dari jasa-jasa tehnik yang di lakukan di negara tersebut
bentuk usaha tetap yang berada di negera Pihak lainnya pada persetujuan
akan di anggap tidak berasal dari bentuk usaha tetap tersebut.
3. Pasal 22
Difahami bahwa ayat (3) akan berlaku hanya terhadap hadiah undian,penghargaan,penbayaran
berkala,dan sewa harta bergerak yang tidak berhubungan dengan pasal 7 dan
pasal 12.
Dengan Kesaksian ini, yang bertanda tangan dibawah ini, sebagai kuasa
dari Pemerintahnya masing-masing, telah menandatangani Protokol ini yang
mempunyai kekuatan dan keabsahan yang sama seakan-akan Protokol ini disisipkan
kata per kata dalam Persetujuan dan dibubuhi stempel.
Dibuat dalam rangkap dua di Wina pada tanggal 24 Juli 1986 dalam bahasa
inggris.
Untuk Pemerintah
Republik Indonesia Untuk Pemerintah
Republik Austria