PERJANJIAN ANTARA
REPUBLIK INDONESIA DAN KERAJAAN BELANDA
MENGENAI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK
ATAS
PENDAPATAN DAN ATAS KEKAYAAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN BELANDA
Menyatakan hasratnya untuk mengadakan suatu perjanjian mengenai penghindaran
pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak atas pendapatan dan atas
kekayaan.
Telah bermufakat sebagai berikut :
B A B I
RUANG - LINGKUP PERJANJIAN
Pasal 1
ORANG-ORANG DAN BADAN-BADAN YANG
TERCAKUP OLEH PERJANJIAN INI
Perjanjian ini berlaku terhadap orang-orang dan badan-badan yang menjadi
penduduk salah satu Negara atau yang menjadi penduduk kedua Negara.
Pasal 2
PAJAK-PAJAK YANG TERCAKUP OLEH
PERJANJIAN INI
1. Perjanjian ini berlaku terhadap pajak-pajak atas pendapatan dan
atas kekayaan yang dikenakan oleh masing-masing Negara atau oleh bagian-bagian
ketatanegaraan ataupun oleh pemerintah-pemerintah daerah Negara itu, tanpa
pandang dengan cara bagaimana pemungutan pajak-pajak tersebut dilaksanakan.
2. Sebagai pajak-pajak atas pendapatan dan atas kekayaan dianggap semua pajak yang dikenakan atas seluruh pendapatan, atas seluruh kekayaan, ataupun atas unsur-unsur pendapatan atau kekayaan, termasuk pajak-pajak atas keuntungan yang diperoleh dari pemindah-tanganan barang-barang gerak atau tak gerak, pajak-pajak atas gunggungan upah atau gaji yang dibayarkan oleh perusahaan-perusahaan, begitu pula pajak-pajak atas pertambahan nilai kekayaan.
3. Pajak-pajak yang berlaku sekarang, terhadap mana Perjanjian ini berlaku,
adalah :
a) sepanjang mengenai Indonesia :
• pajak pendapatan;
• pajak perseroan;
• pajak kekayaan;
• pajak atas bunga; dividen dan royalti;
(selanjutnya disebut : pajak-pajak Indonesia).
b) sepanjang mengenai Nederland :
• de komsten belasting (pajak pendapatan);
• de loonbelasting (pajak upah);
• de vonnootschapsbelasting (pajak perseroan);
• de dividendbelasting (pajak dividen);
• de vermogensbelasting (pajak kekayaan);
(selanjutnya disebut : pajak-pajak Nederland).
4. Perjanjian ini berlaku pula terhadap semua pajak yang serupa atau
yang pada hakekatnya sejenis, yang dikenakan dikemudian hari disamping
ataupun sebagai pengganti pajak-pajak yang sekarang berlaku. Pejabat-pejabat
yang berwenang dari kedua Negara akan memberi tahukan satu sama lain
perubahan-perubahan yang hakiki yang terjadi dalam perundang undangan pajak
masing-masing.
B A B II
PENGERTIAN-PENGERTIAN
Pasal 3
PENGERTIAN-PENGERTIAN UMUM
1. Terkecuali jika dari hubungan kalimat harus diartikan lain, maka
yang dimaksud dalam Perjanjian ini dengan :
a) istilah salah satu Negara dan Negara lainnya adalah Indonesia atau
Nederland, satu dan lain tergantung kepada hubungan kalimatnya. Istilah
kedua Negara adalah Indonesia dan Nederland;
b) istilah Indonesia meliputi wilayah Republik Indonesia dan bagian-bagian
dari dasar laut serta tanah dibawahnya yang terletak dibawah lautan sekitarnya,
atas mana Republik Indonesia memiliki hak kedaulatannya sesuai dengan hukum
internasional.
c) istilah Nederland meliputi bagian Kerajaan Belanda yang terletak
di Eropa, dan bagian dari dasar-laut serta tanah di bawahnya yang terletak
di bawah Lautan Utara (Noordzee), atas mana Kerajaan Belanda memiliki hak
kedaulatannya sesuai dengan hukum internasional.
d) istilah orang dan badan meliputi orang pribadi, perseroan dan setiap
kumpulan lain dari pada orang-orang dan/atau badan-badan;
e) istilah perseroan adalah setiap badan hukum atau setiap kesatuan
suatu badan hukum;
f) istilah-istilah perusahaan dari salah satu Negara dan perusahaan
dari Negara lainnya adalah berturut-turut suatu perusahaan yang dijalankan
oleh penduduk salah satu Negara dan suatu perusahaan yang dijalankan oleh
penduduk Negara lainnya;
g) istilah pejabat yang berwenang adalah :
1) di Indonesia Menteri Keuangan atau wakilnya yang dikuasakan olehnya;
2) di Nederland Minister van Financien (Menteri Keuangan) atau wakilnya
yang dikuasakan olehnya.
2. Untuk penerapan Perjanjian ini oleh masing-masing Negara, setiap
yang tidak diuraikan secara lain akan mempunyai arti yang dimiliki oleh
istilah itu menurut perundang-undangan Negara yang bersangkutan sehubungan
dengan pajak-pajak yang merupakan pokok daripada Perjanjian ini, terkecuali
apabila dari hubungan kalimat harus ditarik kesimpulan yang lain.
Pasal 4
DOMISILI FISKAL
1. Untuk penerapan Perjanjian ini, istilah penduduk salah satu Negara
berarti setiap orang dan badan yang menurut perundang-undangan Negara itu
merupakan Wajib Pajak Negara itu atas dasar tempat tinggal atau tempat
kedudukannya, tempat-kediamannya, tempat pimpinannya ataupun atas dasar
patokan lainnya yang serupa.
2. Untuk penerapan Perjanjian ini, seorang pribadi, yang menjadi anggota suatu perwakilan diplomatik atau konsuler daripada salah satu Negara di Negara lainnya ataupun di suatu Negara ketiga dan memiliki kewarganegaraan dari Negara yang mengirimkannya, tetap dianggap sebagai penduduk Negara yang mengirimkan itu, apabila ia di Negara tersebut tunduk kepada kewajiban-kewajiban yang sama dalam hal pengenaan pajak-pajak atas pendapatan dan atas kekayaan seperti penduduk lainnya di Negara itu.
3. Jika seorang pribadi atas dasar ketentuan pada ayat 1 merupakan penduduk
kedua Negara, maka masalah ini akan dipecahkan menurut ketentuan-ketentuan
yang berikut :
(a) Ia akan dianggap sebagai penduduk Negara dimana ia mempunyai sebuah
tempat tinggal tetap yang selalu tersedia baginya. Apabila ia mempunyai
tempat tinggal tetap yang selalu tersedia baginya dikedua Negara, maka
ia akan dianggap sebagai penduduk Negara dimana terletak sebagian terbesar
kepentingan-kepentingan serta hubungan-hubungan pribadi dan kepentingan-kepentingan
serta hubungan-hubungan ekonomisnya (titik-pusat hidupnya);
(b) Apabila tidak dapat ditentukan secara tegas di Negara mana terletak
titik pusat kepentingan hidupnya, atau apabila ia di kedua Negara tidak
mempunyai tempat tinggal tetap yang selalu tersedia baginya, maka ia akan
dianggap sebagai penduduk Negara dimana ia biasanya berdiam;
(c) Apabila ia biasanya berdiam di kedua Negara atau apabila ia tidak
mempunyai tempat di kedua Negara dimana ia biasanya berdiam, maka pejabat-pejabat
yang berwenang akan mengatur masalahnya dengan persetujuan bersama.
4. Jika suatu badan bukan orang pribadi atas dasar ketentuan pada ayat
1 merupakan penduduk dari kedua Negara, maka badan itu akan dianggap sebagai
penduduk Negara dimana tempat pimpinan yang sebenarnya berada. Apabila
pejabat yang berwenang dari kedua Negara berpendapat bahwa dikedua Negara
terdapat tempat pimpinan yang sebenarnya maka masalahnya akan diatur dengan
persetujuan bersama.
Pasal 5
BENTUK USAHA TETAP
1. Untuk penerapan Perjanjian ini, istilah tempat usaha tetap berarti
suatu tempat usaha tertentu dimana dijalankan kegiatan-kegiatan perusahaan,
baik seluruhnya ataupun sebagian.
2. Istilah tempat usaha tetap itu meliputi teristimewa :
a) tempat dimana pimpinan dilakukan;
b) suatu cabang;
c) suatu kantor;
d) suatu pabrik;
e) suatu tempat kerja (workshop);
f) suatu peternakan dan perkebunan;
g) suatu tambang, suatu sumber minyak, tempat penggalian batu atau
tempat lainnya untuk pengambilan kekayaan alam;
h) suatu tempat pembuatan bangunan atau pekerjaan kontruksi, instalasi
atau assembeling atau pekerjaan yang bersifat pengawasan yang berhubungan
dengan itu bila pembuatan bangunan atau pekerjaan-pekerjaan tersebut berlangsung
untuk masa yang melebihi tiga bulan, dengan pengertian bahwa dalam hal
pekerjaan-pekerjaan konstruksi, instalasi dan assembling mesin-mesin dan
perlengkapan industri, tempat usaha tetap dianggap tidak ada bila pekerjaan-pekerjaan
tersebut berlangsung selama tidak lebih dari 183 hari.
3. Tempat usaha tetap dianggap tidak ada dalam hal-hal yang berikut
:
(a) penggunaan ruangan-ruangan semata-mata untuk menyimpan, atau memamerkan
barang barang atau barang dagangan milik perusahaan;
(b) pemilikan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan oleh
perusahaan, semata-mata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan;
(c) pemilikan suatu persediaan barang-barang atau barang-dagangan oleh
perusahaan semata mata dengan maksud untuk diolah lebih lanjut oleh suatu
perusahaan lain;
(d) penggunaan suatu tempat usaha tertentu semata-mata untuk melakukan
pembelian barang-barang atau barang dagangan, atau untuk mencari bahan-bahan
keterangan, bagi keperluan perusahaan;
(e) penggunaan suatu tempat usaha tertentu, semata-mata untuk keperluan
reklame, untuk memberikan keterangan-keterangan, untuk melakukan penyelidikan
ilmiah ataupun untuk kegiatan-kegiatan lainnya serupa itu yang bersifat
pekerjaan persiapan atau pekerjaan penunjang, bagi keperluan perusahaan.
4. Orang atau badan yang di salah satu Negara bertindak atas nama suatu
perusahaan dari Negara lainnya - lain daripada sebagai suatu perwakilan
yang berdiri sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat 6 akan dianggap sebagai
suatu tempat usaha tetap di Negara yang disebut pertama, jika :
(a) ia memiliki kuasa untuk menutup kontrak-kontrak atas nama perusahaan
dan biasa menjalankan kuasa itu di Negara yang disebut pertama tadi, jika
tugasnya hanya terbatas kepada pembelian barang-barang atau barang dagangan
bagi keperluan perusahaan;
(b) ia di Negara yang disebut pertama tadi memegang suatu persediaan
barang-barang atau barang-dagangan milik perusahaan, yang biasanya dan
secara teratur ia pergunakan untuk memenuhi pesanan-pesanan, tindakan mana
dilakukannya untuk dan atas nama perusahaan.
5. Suatu perusahaan asuransi dan salah satu Negara, mengenai reasuransi,
akan dianggap mempunyai suatu tempat usaha tetap di Negara lainnya, jika
perusahaan tersebut diwilayah Negara itu menerima premi atau menanggung
resiko yang terjadi diwilayah itu melalui seorang pegawainya atau suatu
perwakilan yang tidak berdiri sendiri dalam arti ayat 6.
6. Suatu perusahaan dari salahsatu Negara tidak akan dianggap mempunyai
suatu tempat usaha tetap di Negara lainnya hanya semata-mata karena
perusahaan tersebut menjalankan usaha di Negara lainnya itu dengan perantaraan
seorang makelar, seorang komisioner atau seorang agen lainnya yang berdiri
sendiri, sepanjang perantara-perantara tersebut itu benar-benar bertindak
secara wajar dalam rangka tugasnya.
Tetapi makelar, komisioner atau agen seperti dimaksud tidak akan
dianggap sebagai perwakilan yang berdiri sendiri dalam arti ayat ini bila
mereka itu semata-mata atau hampir semata-mata melakukan pekerjaan untuk
perusahaan itu saja atau untuk perusahaan itu dan perusahaan-perusahaan
lainnya yang menguasai atau dikuasai perusahaan itu.
7. Jika suatu perseroan yang menjadi penduduk salah satu Negara menguasai
suatu perseroan lain atau dikuasai oleh suatu perseroan lain, yang menjadi
penduduk Negara lainnya ataupun yang menjalankan usaha di Negara lainnya
itu (baik melalui suatu tempat usaha tetap ataupun dengan suatu cara lain),
maka kenyataan itu pada sendirinya tidak akan menjadikan alasan untuk penentuan
bahwa salah satu dari kedua perseroan itu merupakan suatu tempat usaha
tetap dari yang lainnya.
B A B III
PENGENAAN PAJAK ATAS PENDAPATAN
Pasal 6
PENDAPATAN DARI HARTA TAK GERAK
1. Pendapatan dari harta tak gerak dapat dikenakan pajak di Negara
dimana harta itu terletak.
2. Istilah harta tak gerak mempunyai arti yang diberikan kepadanya oleh perundang-undangan Negara dimana harta yang bersangkutan terletak. Namun bagaimanapun juga, istilah itu meliputi benda-benda yang merupakan bagian dari pada harta tak gerak, ternak dan peralatan yang digunakan dalam usaha pertanian dan kehutanan, hak-hak yang tunduk kepada ketentuan-ketentuan hukum umum mengenai pemilikan tanah, hak petik hasil atas harta tak gerak serta atas pembayaran ganti-rugi baik berupa suatu jumlah yang tetap ataupun tidak tetap, sehubungan dengan eksploitasi, atau konsesi untuk melakukan eskploitasi dari lapisan lapisan tanah dan tambang-tambang yang mengandung bahan galian ataupun sumber-sumber kekayaan alam lainnya, demikian pula segala macam piutang terkecuali surat-surat obligasi dan surat-surat pengakuan utang yang dijamin dengan hipotik. Kapal-kapal dan pesawat udara tidak dianggap sebagai harta tak gerak.
3. Ketentuan pada ayat 1 berlaku terhadap pendapatan yang diperoleh dari pengusahaan secara langsung, dari persewaan, ataupun dari setiap bentuk pengusahaan secara lain daripada harta tak gerak.
4. Ketentuan pada ayat 1 dan 3 berlaku pula terhadap pendapatan dari
harta tak gerak milik suatu perusahaan dan terhadap pendapatan dari harta
tak gerak yang dipergunakan dalam menjalankan pekerjaan bebas.
Pasal 7
LABA USAHA
1. Laba suatu perusahaan dari salah satu Negara hanya dikenakan pajak
di Negara itu, terkecuali jika perusahaan itu menjalankan usaha di Negara
lainnya melalui suatu tempat usaha tetap yang berkedudukan disana.
Jika perusahaan itu menjalankan usaha sebagai dimaksud di muka,
maka laba perusahaan itu dapat dikenakan pajak di Negara lainnya itu, akan
tetapi hanya sepanjang mengenai bagian laba yang benar-benar timbul dari
usaha-usaha tempat usaha tetap tersebut atau yang diperoleh di Negara lainnya
itu, melalui tempat usaha tetap tersebut, dengan menjual barang-barang
atau barang-dagangan yang sama jenisnya dengan yang dijual atau dengan
melakukan tindakan tindakan usaha yang sama sifatnya dengan yang dilakukan
oleh perusahaan tersebut.
2. Bilamana suatu perusahaan dari salah satu Negara menjalankan usaha
di Negara lainnya melalui suatu tempat usaha tetap yang berkedudukan disana,
maka untuk menetapkan besarnya laba tempat usaha tetap tersebut masing-masing
Negara dapat menghitungkan jumlah-jumlah keuntungan yang menurut perkiraan
dapat dicapai oleh tempat usaha tetap itu, seandainya tempat usaha tetap
tersebut merupakan suatu perusahaan lain yang terpisah dan berdiri sendiri,
yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau sejenis dalam keadaan keadaan
yang sama atau serupa, dan yang mengadakan transaksi dalam suasana bebas
dengan perusahaan yang menjadi induk daripada tempat usaha tersebut.
3. Dalam menetapkan besarnya laba suatu tempat usaha tetap dapat dikurangkan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk kepentingan usaha tempat usaha tetap itu, termasuk didalamnya biaya-biaya pimpinan serta biaya-biaya pengelolaan umum, baik yang dikeluarkan di Negara dimana tempat usaha tetap itu berkedudukan maupun yang dikeluarkan ditempat lain.
4. Sepanjang di salah satu Negara telah menjadi kelaziman untuk menetapkan
besarnya laba suatu tempat usaha tetap dengan cara membagi keseluruhan
laba perusahaan atas pelbagai bagiannya berdasarkan suatu rumusan tertentu,
maka ketentuan pada ayat 2 sekali-kali tidak mengurangi hak Negara itu
untuk menentukan besarnya laba kena pajak tempat usaha tetap tersebut berdasarkan
rumus pembagian yang biasa dipakai.
Namun demikian, cara pembagian itu harus dilakukan sedemikian
rupa, sehingga hasil akhirnya tetap sesuai dengan azas-azas yang termuat
di dalam pasal ini.
5. Suatu tempat usaha tetap tidak dianggap memperoleh Laba hanya karena
tempat usaha tetap tesebut melakukan pembelian barang-barang atau barang
dagangan bagi perusahaan induknya.
6. Untuk pelaksanaan ayat-ayat terdahulu, maka penetapan besarnya laba tahunan tempat usaha tetap itu tiap-tiap tahun akan senantiasa dilakukan dengan metoda penghitungan yang sama, terkecuali jika terdapat alasan yang layak dan cukup kuat untuk menyimpang daripada itu.
7. Jika dalam jumlah laba itu ada termasuk unsur-unsur pendapatan yang
diatur secara tersendiri oleh pasal-pasal lain daripada Perjanjian ini,
maka ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal itu tidak akan diganggu-gugat
oleh ketentuan-ketentuan dalam pasal ini.
Pasal 8
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG BERHUBUNGAN
ERAT SATU SAMA LAIN
Apabila :
(a) suatu perusahaan dari salah satu Negara turut serta - baik secara
langsung ataupun secara tidak langsung - dalam pimpinan pengawasan atas
modal ataupun dalam permodalan suatu perusahaan dari Negara lainnya, atau
(b) orang-orang dan badan-badan yang sama turut serta -
baik secara langsung ataupun secara tidak langsung - dalam pimpinan pengawasan
atas modal ataupun dalam permodalan suatu perusahaan dari salah satu Negara
dan suatu perusahaan lain dari Negara lainnya.
dan dalam kedua hal itu diantara kedua perusahaan termaksud didalam
hubungan dagangnya atau didalam hubungan keuangannya diadakan atau dibebankan
syarat-syarat yang menyimpang daripada syarat-syarat yang lazimnya terdapat
diantara perusahaan-perusahaan yang tidak terikat satu sama lainnya,
maka dalam menetapkan besarnya laba masing-masing perusahaan serta pengenaan
pajaknya akan diperhatikan pula jumlah-jumlah keuntungan yang tanpa syarat-syarat
tersebut tadi semestinya jatuh pada salahsatu perusahaan, tetapi yang tidak
jatuh padanya sebagai akibat dari adanya syarat-syarat itu.
Pasal 9
D I V I D E N
1. Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan, yang menjadi penduduk
salah satu Negara, kepada penduduk Negara lainnya, dapat dikenakan pajak
di Negara lainnya itu.
2. Namun demikian dividen itu dapat dikenakan pajak pula di Negara dimana perseroan yang membayarkan dividen tersebut menjadi penduduk, sesuai dengan perundang-undangan Negara itu, tetapi pajak termasuk tidak boleh melebihi 20 perseratus dari pada jumlah kotor dividen.
3. Menyimpang dari ketentuan pada ayat 2, Nederland tidak akan memungut pajak atas dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang menjadi penduduk Negara itu kepada perseroan yang bertempat-kedudukan di Indonesia, yang modalnya seluruhnya atau untuk sebagian terbagi atas saham-saham dan yang memiliki secara langsung sedikitnya 25 perseratus daripada modal perseroan yang membayarkan dividen itu, terkecuali bila hubungan antara kedua perseroan itu diadakan atau dipelihara pertama-tama dengan tujuan untuk mendapatkan pembebasan dari pemungutan pajak tersebut.
4. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara menetapkan dengan persetujuan bersama cara penerapan ayat-ayat 2 dan 3.
5. Ketentuan-ketentuan tersebut pada ayat-ayat 2 dan 3 tidak mempengaruhi pengenaan pajak terhadap perseroan itu atas laba, yang menjadi dasar pembayaran dividen.
6. Istilah dividen yang dipergunakan dalam pasal ini meliputi pendapatan dari saham-saham, saham-saham laba ataupun bukti-bukti laba, saham-saham khusus yang diberikan kepada para pendiri perusahaan ataupun hak-hak lainnya atas pembagian laba, demikian pula pendapatan dari surat-surat obligasi atau bukti utang lainnya yang berhak atas bagian laba, serta pendapatan dari hak-hak keperseroan lainnya yang menurut perundang-undangan pajak Negara, dimana perseroan yang melakukan pembagian itu bertempat-kedudukan, dipersamakan dengan pendapatan dari saham-saham.
7. Ketentuan-ketentuan tersebut pada ayat-ayat 1, 2 dan 3 tidak berlaku apabila si penerima dividen, yang menjadi penduduk salah satu Negara, memiliki di Negara lainnya, dimana perseroan yang membayarkan dividen itu bertempat-kedudukan, suatu tempat usaha tetap, sedangkan pemilikan saham-saham, atas mana dilakukan pembayaran dividen, termasuk sebagai bagian kekayaan tempat usaha tetap tersebut. Dalam hal demikian berlaku ketentuan-ketentuan menurut pasal 7
8. Apabila suatu perseroan, yang bertempat-kedudukan di salah satu Negara,
memperoleh laba atau pendapatan dari Negara lainnya, maka Negara lainnya
itu tidak boleh mengenakan pajak apapun atas dividen yang dibayarkan oleh
perseroan tersebut kepada orang-orang dan badan badan yang bukan penduduk
Negara lainnya itu, demikian pula tidak boleh memajaki jumlah laba yang
belum dibagikan daripada perseroan itu dengan sesuatu pajak atas jumlah
laba yang tidak dibagikan, sekalipun dividen yang dibayarkan atau jumlah
laba yang tidak dibagikan itu terdiri seluruhnya atau untuk sebagian dari
keuntungan-keuntungan ataupun pendapatan yang berasal dari Negara lainnya
itu.
Pasal 10
B U N G A
1. Bunga yang berasal dari salahsatu Negara yang dibayarkan kepada
penduduk Negara lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lainnya itu.
2. Namun demikian bunga itu dapat dikenakan pajak pula di Negara, tempat asal bunga itu, sesuai dengan perundang-undangan Negara itu, tetapi besarnya pajak termaksud tidak boleh melebihi 20 perseratus dari pada jumlah kotor bunga.
3. Menyimpang dari ketentuan ayat 2, pajak yang dipungut oleh Negara
tempat asal bunga itu tidak boleh melebihi 10 perseratus dari pada jumlah
kotor bunga, bila :
(a) bunga itu terhutang oleh bank atau lembaga keuangan atau perusahaan
yang kegiatannnya terutama terletak dalam bidang pertanian, perkebunan,
kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, industri, pengangkutan,
perumahan rakyat, pariwisata, prasarana atau bidang-bidang produksi lainnya,
dan
(b) bunga itu dinikmati oleh bank atau lembaga keuangan atau perusahaan
lainnya.
4. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara menetapkan dengan
persetujuan bersama cara penerapan ayat 2 dan 3.
5. Istilah bunga yang dipergunakan dalam pasal ini meliputi pendapatan dari surat-surat perbendaharaan Negara, surat-surat obligasi baik yang dijamin dengan hipotik ataupun tidak, tetapi yang tidak berhak atas bagian laba, serta dari segala macam piutang yang tidak dijamin dengan hipotik, demikian pula segala macam pendapatan yang menurut perundang-undangan pajak Negara, tempat asal pendapatan yang bersangkutan, dianggap sebagai pendapatan dari peminjaman uang. Dalam hal demikian berlaku ketentuan-ketentuan menurut Pasal 7.
6. Ketentuan-ketentuan tersebut pada ayat 1, 2 dan 3 tidak berlaku apabila si penerima bunga, yang menjadi penduduk salahsatu Negara, memiliki di Negara lainnya, tempat asal bunga itu, suatu tempat usaha tetap, sedang piutang atas mana bunga itu terutang termasuk sebagai bagian kekayaan tempat usaha tetap tersebut.
7. Bunga dianggap berasal dari salah satu Negara, jika yang membayar bunga itu adalah Negara itu sendiri, salah satu bagian ketatanegaraannya, salah satu pemerintah daerahnya ataupun salah satu penduduknya. Namun apabila si pembayar bunga itu, tanpa dipandang apakah ia menjadi penduduk salah satu Negara atau tidak, memiliki suatu tempat usaha tetap disalah satu Negara, sedang utang yang menjadi pokok daripada dibayarnya bunga itu telah diadakan untuk keperluan tenpat usaha tetap tersebut, dan pembayaran bunga itu benar-benar dipikul oleh tempat usaha tetap itu, maka bunga itu dianggap berasal dari Negara dimana tempat usaha tetap itu berkedududkan.
8. Apabila, sebagai akibat dari adanya suatu hubungan istimewa antara
si pembayar dengan penerima bunga ataupun antara mereka berdua dengan suatu
pihak ketiga, besarnya jumlah bunga yang dibayarkan, dengan memperhatikan
besarnya piutang yang menjadi pokok pembayaran, melebihi jumlah yang lazimnya
akan dimufakati oleh si pembayar dan si penerima seandainya tidak terdapat
hubungan istimewa demikian, maka ketentuan-ketentuan pasal ini hanya berlaku
terhadap jumlah bunga yang dimaksud terakhir. Dalam hal itu jumlah pembayaran
lebih diatasnya akan tetap dikenakan pajak menurut perundang-undangan Negara
masing-masing atau dan lain dengan memindahkan ketentuan-ketentuan lainnya
dalam Perjanjian ini.
Pasal 11
R O Y A L T I
1. Royalty yang berasal dari salah satu Negara yang dibayarkan
kepada penduduk Negara lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lainnya
itu.
2. Namun demikian royalti itu dapat dikenakan pajak pula di Negara, tempat asal royalti itu, sesuai dengan perundang-undangan Negara itu, tetapi besarnya pajak termaksud tidak boleh melebihi 20 perseratus dari pada jumlah-kotor royalti.
3. Menyimpang dari ketentuan pada ayat 2, pajak yang dipungut oleh Negara
tempat asal royalti itu jumlahnya tidak boleh melebihi :
(a) 10 perseratus dari jumlah-kotor royalti bila royalti itu terdiri
dari segala macam pembayaran balas-jasa yang diterima sehubungan dengan
pemakaian atau hak untuk memakai suatu hak-cipta atas suatu karya dibidang
ilmiah, atau sehubungan dengan pemakaian atau hak untuk memakai peralatan
perindustrian, perniagaan atau ilmiah, demikian pula sehubungan pemberian
bahan-bahan keterangan mengenai sesuatu pengalaman dibidang ilmu pengetahuan.
(b) 5 perseratus dari jumlah-kotor royalti, bila royalti itu terdiri
dari segala macam pembayaran balas jasa yang diterima sehubungan dengan
pemakaian atau hak untuk memakai hasil penemuan dibidang teknologi dan
industri seperti oktroi (paten), merek pabrik atau dagang, suatu pola atau
model, suatu rencana, suatu resep rahasia atau cara pengolahan yang dirahasiakan
atau sehubungan dengan pemberian bahan-bahan mengenai pengalaman dibidang
produski dan pemasaran (know how).
4. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara menetapkan dengan
persetujuan bersama cara penerapan ayat 2 dan ayat 3.
5. Ketentuan-ketentuan tersebut pada ayat-ayat 1, 2 dan 3 tidak berlaku apabila si penerima royalti, yang menjadi penduduk salah satu Negara, memiliki di Negara lainnya, tempat asal royalti itu, tempat usaha tetap, sedang hak atau milik yang menimbulkan terhutangnya royalti itu, termasuk sebagai bagian kekayaan tempat usaha tetap tersebut. Dalam hal demikian berlaku ketentuan-ketentuan menurut Pasal 7.
6. Royalti dianggap berasal dari salahsatu Negara, jika yang membayar royalti itu adalah Negara itu sendiri, salahsatu bagian dari ketatanegaraannya, salah satu pemerintahan daerahnya ataupun salah satu penduduknya. Namun apabila si pembayar royalti itu, tanpa pandang apakah ia menjadi penduduk salah satu Negara atau tidak, memiliki suatu tempat usaha tetap di salah satu Negara, sedang kontrak yang mengakibatkan pembayaran dan royalti itu telah diadakan untuk keperluan tempat usaha tetap tersebut, dan royalti itu benar-benar menjadi beban dari tempat usaha tetap itu, maka royalti itu dianggap berasal dari Negara dimana tempat usaha tetap itu berkedudukan.
7. Apabila, sebagai akibat dari adanya suatu hubungan istimewa antara
si pembayar dengan si penerima royalti ataupun antara mereka berdua
dengan pihak ketiga, besarnya jumlah royalti yang dibayarkan, dengan memperhatikan
pemakaian, hak untuk memakai atau bahan-bahan keterangan untuk mana royalti
itu dibayar, melebihi jumlah yang lazimnya akan dimufakati oleh si
pembayar dan si penerima seandainya tidak terdapat hubungan istimewa demikian,
maka ketentuan-ketentuan dalam pasal ini hanya berlaku terhadap jumlah
royalti yang dimaksud terakhir. Dalam hal itu jumlah pembayaran lebih diatasnya
akan tetap dikenakan pajak menurut perundang-undangan Negara masing-masing,
satu dan lain dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan lainnya
dalam Perjanjian ini.
Pasal 12
PEMBATASAN BERLAKUNYA PASAL-PASAL 9, 10 DAN 11
Organisasi-organisai internasional, lembaga-lembaga yang menjadi bagiannya
serta pejabat pejabatnya, demikian pula anggota-anggota perwakilan diplomatik
atau konsuler dari suatu Negara ketiga, yang berada di salah satu Negara
tidak berhak di Negara lainnya atas pengurangan atau pembebasan pajak yang
ditentukan dalam Pasal-pasal 9, 10, dan 11 sehubungan dengan bagian-bagian
pendapatan yang diatur dalam pasal-pasal tersebut dan berasal dari Negara
lainnya itu, apabila bagian-bagian pendapatan demikian itu tidak dikenakan
suatu pajak atas pendapatan di Negara yang dimaksud pertama.
Pasal 13
KEUNTUNGAN DARI PEMINDAHTANGANAN HARTA
1. Keuntungan yang diperoleh pemindahtanganan harta tak gerak, sebagai
diuraikan pada Pasal 6 ayat 2, dapat dikenakan pajak di Negara dimana harta
demikian itu terletak.
2. Keuntungan yang diproleh dari pemindahtanganan harta tak gerak yang merupakan bagian daripada harta usaha suatu tempat usaha tetap yang dimiliki oleh suatu perusahaan dari salahsatu Negara lainnya, atau dari pemindah-tanganan harta tak gerak yang merupakan bagian daripada suatu basis (tempat) tetap tempat pelaksanaan pekerjaan bebas yang dijalankan oleh seorang penduduk salah satu Negara di Negara lainnya, termasuk didalamnya keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan tempat usaha tetap itu (baik pemindahtanganan seluruh perusahaan) ataupun dari pemindahtanganan basis (tempat) tetap itu, dapat dikenakan pajak di Negara lainnya itu.
3. Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan segala , macam harta lain daripada yang disebut pada ayat 1 dan 2, hanya dapat dikenakan pajak di Negara dimana yang memindahtangankan menjadi penduduk.
4. Keuntungan pada ayat 3 tidak mengurangi hak masing-masing Negara
untuk mengenakan menurut perundang-undangan pajaknya sendiri suatu pajak
atas keuntungan dari pemindahtanganan saham-saham atau bukti-bukti laba
dalam suatu perseroan, yang modalnya seluruhnya atau untuk sebagian terbagi
atas saham-saham dan menjadi penduduk Negara lainnya itu, yang diperoleh
oleh orang pribadi yang menjadi penduduk Negara lainnya akan tetapi selama
jangka waktu lima tahun terakhir sebelum terjadinya pemindah-tanganan saham
saham atau bukti-bukti laba termaksud pernah menjadi penduduk di Negara
yang disebut pertama.
Pasal 14
HASIL TENAGA PRIBADI DARI PELAKSANAAN
PEKERJAAN BEBAS
1. Pendapatan yang diperoleh oleh seorang penduduk salah satu Negara
dari pelaksanaan suatu pekerjaan keahlian atau suatu pekerjaan bebas lainnya
yang serupa hanya dapat dikenakan pajak di Negara itu, terkecuali jika
ia di Negara lainnya mempunyai suatu basis (tempat) tetap yang dipergunakan
secara teratur untuk menjalankan pekerjaannya tersebut. Jika ia mempunyai
basis (tempat) tetap demikian, maka pendapatannya dapat dikenakan pajak
di Negara lainnya itu, akan tetapi hanya sepanjang mengenai bagian pendapatan
yang benar benar timbul dari pekerjaan-pekerjaan sehubungan dengan basis
(tempat) tersebut.
2. Istilah pekerjaan keahlian meliputi teristimewa pelaksanaan pekerjaan
bebas dibidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, pendidikan atau
pengajaran, demikian pula pelaksanaan pekerjaan bebas oleh para dokter,
pengacara, tehnisi, arsitek, dokter gigi, dan akuntan.
Pasal 15
HASIL TENAGA PRIBADI DARI HUBUNGAN
PERBURUHAN
1. Tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan yang termuat dalam Pasal
16, 18, 19, 20 dan 21 maka gaji, upah dan pembayaran sejenis lainnya
yang diperoleh seseorang penduduk salah satu Negara dari suatu hubungan
perburuhan hanya dikenakan pajak di Negara itu, terkecuali jika pekerjaan
yang bersangkutan dijalankan di Negara lainnya. Jika pekerjaan itu dijalankan
demikian, maka pembayaran yang diperoleh sehubungan dengan itu dapat
dikenakan pajak di Negara lainnya itu.
2. Menyimpang dari ketentuan pada ayat 1, maka pembayaran yang diperoleh
seseorang penduduk salah satu Negara sehubungan dengan pekerjaan (dalam
hubungan perburuhan) yang dijalankan di Negara lainnya hanya dikenakan
pajak di Negara yang disebut pertama apabila :
(a) si penerima pembayaran tersebut berada di Negara lainnya itu selama
suatu masa atau gunggungan masa yang didalamnya keseluruhannya tidak melebihi
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan
(b) pembayaran tersebut dilakukan oleh atau atas nama seorang majikan
yang tidak mejadi penduduk Negara lainnya itu, dan
(c) pembayaran tersebut tidak dibebankan kepada suatu tempat usaha
tetap atau suatu basis (tempat) tetap yang dimiliki oleh majikan di Negara
lainnya itu.
3. Berlainan dengan ketentuan-ketentuan pada ayat-ayat terdahulu dalam
pasal ini, pembayaran yang diperoleh seseorang penduduk salah satu Negara
sehubungan dengan pekerjaan (dalam hubungan perburuhan) diatas sebuah kapal
atau pesawat udara dalam lalu lintas internasional hanya dikenakan pajak
di Negara itu.
Pasal 16
PENDAPATAN SELAKU PENGURUS DAN KOMISARIS
1. Uang balas-jasa serta pembayaran-pembayaran lainnya, yang
diperoleh penduduk Nederland dalam kedudukannya selaku pengurus atau komisaris
suatu perseroan, yang bertempat kedudukan di Indonesia, dapat dikenakan
pajak di Indonesia.
2. Uang balas-jasa serta pembayaran-pembayaran lainnya, yang diperoleh
penduduk Indonesia dalam kedudukannya selaku pengurus atau komisaris suatu
perseroan yang bertempat kedudukan di Nederland, dapat dikenakan pajak
di Nederland.
Pasal 17
PENDAPATAN ARTIS DAN OLAHRAGAWAN
Berlainan dengan ketentuan-ketentuan menurut Pasal-pasal 5, 7, 14 dan
15 pendapatan para artis penghibur umum, seprti pemain sandiwara, film,
radio atau televisi, dan pemain musik, serta para pemain olahraga yang
diperolehnya dari kegiatan-kegiatan pribadinya selaku pemain demikian atau
pendapatan yang diperoleh dari kegiatan suatu perusahaan yang menyediakan
tenaga para artis penghibur umum atau para pemain olah raga dapat dikenakan
pajak di Negara dimana kegiatan-kegiatan tersebut dijalankan.
Pasal 18
PENSIUN
Dengan tidak melepaskan ketentuan dalam Pasal 19 ayat 1, maka :
(a) Pensiun-pensiun dan pembayaran-pembayaran lain yang serupa, yang
dibayarkan oleh suatu Perusahaan dari salah satu Negara kepada seorang
penduduk Negara lainnya sehubungan dengan pelaksanaan kerja dalam hubungan
perburuhan pada perusahaan tersebut dimasa lampau, dan yang dibebankan
kepada keuntungan yang timbul di Negara yang disebut pertama, dapat dikenakan
pajak di Negara yang disebut pertama itu;
(b) semua pensiun lainnya dan pembayaran yang serupa lainnya, yang
dibayarkan kepada seorang penduduk salah satu Negara sehubungan dengan
pelaksanaan kerja dalam hubungan perburuhan dimasa lampau, hanya dikenakan
pajak di Negara itu.
Pasal 19
PENDAPATAN DARI JABATAN PEMERINTAHAN
1. Uang balas jasa, termasuk pensiun, yang dibayarkan oleh ataupun
dibayarkan dari dana-dana yang diadakan oleh salah satu Negara atau oleh
salah satu bagian ketatanegaraannya atau oleh salah satu pemerintahan daerahnya
kepada seorang pribadi sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan menjalankan
suatu jabatan kepemerintahan bagi Negara itu atau bagi bagian ketatanegaraannya
itu.
2. Namun demikian, terhadap uang balas-jasa atau pensiun sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan pada bidang niaga atau usaha yang dijalankan oleh salah satu Negara atau oleh salah satu bagian ketata-negaraan atau oleh salah satu pemerintahan daerahnya, berlaku ketentuan ketentuan menurut Pasal-pasal 15, 16 dan 18.
3. Ayat 1 tidak berlaku dalam hal pekerjaan termaksud dilakukan bagi
suatu Negara lainnya oleh seorang pribadi yang menjadi penduduk dan warganegara
dari Negara lainnya itu.
Pasal 20
PENDAPATAN PARA GURUBESAR DAN
PENGAJAR
Seorang pribadi yang berdiam di salah satu Negara selama suatu jangka
waktu yang tidak melebihi dua tahun, dengan tujuan untuk memberikan pelajaran
pada suatu universitas, sekolah tinggi, sekolah atau lembaga pendidikan
lainnya, atau pada suatu lembaga penyelidikan ilmiah, yang tidak bersifat
komersil ataupun untuk tujuan industri, yang berada di Negara itu, sedangkan
hingga saat ia berdiam di Negara tersebut sebelumnya ia merupakan penduduk
Negara lainnya, tidak dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama atas
pembayaran-pembayaran yang diterimanya sehubungan dengan pekerjaannya sedemikian.
Pasal 21
M A H A S I S W A
1. Seorang pribadi yang hingga saat kunjungannya ke salah satu Negara
menjadi penduduk Negara lainnya dan berdiam di Negara yang disebut pertama
hanya untuk sementara waktu dengan tujuan utama untuk :
(a) menempuh pelajaran pada sebuah universitas, sekolah tinggi atau
sekolah yang diakui yang berada di Negara yang disebut pertama tadi; atau
(b) memperoleh pendidikan dan latihan guna perusahan atau pekerjaan,
dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara yang disebut pertama itu atas
:
(i) semua pengiriman uang dari luar negeri guna biaya hidupnya, pendidikannya
atau latihannya, dan
(ii) semua uang balas-jasa yang diterima olehnya sebagai hasil dari
pekerjaan pribadi yang dilakukan di Negara yang disebut pertama itu, hingga
suatu jumlah yang didalam suatu tahun pajak tidak melebihi 3.600 gulden
untuk Nederland dan untuk Indonesia tidak melebihi suatu jumlah yang akan
ditetapkan bersama oleh pejabat pejabat yang berwenang.
Kelonggaran-kelonggaran menurut ayat ini hanya diberikan selama
suatu jangka waktu yang dapat dianggap layak atau yang lazimnya diperlukan
untuk mencapai tujuan daripada kunjungan tersebut.
2. Seorang pribadi yang hingga saat kunjungan ke salah satu Negara
menjadi penduduk Negara lainnya dan untuk sementara waktu berdiam di Negara
yang disebut pertama selama suatu jangka-waktu yan tidak melebihi tiga
tahun dengan tujuan untuk menempuh pelajaran untuk melakukan penyelidikan
ilmiah atau untuk memperoleh pendidikan dan latihan, demikian itu semata-mata
sebagai penerima suatu subsidi, tunjangan atau hadiah dari suatu lembaga
ilmiah, lembaga pendidikan, organisasi keagamaan atau organisasi amal,
atau berdasarkan suatu rencana bantuan teknis dimana turut serta salah
satu Negara, salah satu bagian ketatanegaraannya atau salah satu pemerintahan
daerahnya, dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara yang disebut pertama
atas :
(a) jumlah subsidi, tunjangan atau hadiah itu; dan
(b) semua uang balas-jasa yang diterima olehnya sebagai hasil dari
pekerjaan pribadi yang dilakukan di Negara yang disebut pertama itu, asal
pekerjaan itu ada hubungannya dengan pelajarannya, penyelidikannya atau
pendidikan dan latihannya ataupun merupakan akibat daripada hal-hal demikian
itu, hingga suatu jumlah yang didalam suatu tahun pajak tidak melebihi
3.600 gulden untuk Nederland dan untuk Indonesia tidak melebihi suatu jumlah
yang akan ditetapkan bersama oleh pejabat-pejabat yang berwenang.
3. Seorang pribadi yang hingga saat kunjungannya ke salah satu Negara
menjadi penduduk Negara lainnya dan untuk sementara waktu berdiam di Negara
yang disebut pertama selama suatu jangka waktu yang tidak melebihi dua
belas bulan sebagai pegawai atau karena suatu kontrak dengan Negara lainnya
itu, salah satu bagian ketatanegaraannya atau salah satu pemerintahan daerahnya,
ataupun sebagai pegawai atau karena suatu kontrak dengan suatu perusahaan
dari Negara lainnya itu, dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman teknis,
pengalaman kejuruan atau pengalaman kerja dalam perusahaan, dibebaskan
dari pengenaan pajak di Negara yang disebut pertama itu atas :
(a) semua pengiriman uang dari Negara lainnya guna biaya hidupnya,
pendidikannya atau latihannya, dan
(b) semua uang balas-jasa yang diterima olehnya sebagai hasil dari
pekerjaan pribadi yang dilakukan di Negara yang disebut pertama itu, asal
pekerjaan itu ada hubungannya dengan pelajarannya atau pendidikan dan latihannya
ataupun merupakan akibat daripada hal-hal demikian itu, hingga suatu jumlah
yang tidak melebihi 15.000 gulden untuk Nederland dan untuk Indonesia yang
tidak melebihi suatu jumlah yang akan ditetapkan bersama oleh pejabat-pejabat
yang berwenang.
Namun demikian kelonggaran-kelonggaran dimaksud pada ayat ini
tidak akan diberikan, apabila pengalaman tehnis, pengalaman kejuruan atau
pengalaman kerja dalam perusahaan termaksud diperoleh dari suatu perseroan
yang saham-sahamnya dengan hak suara dimiliki sebanyak 50 perseratus atau
lebih oleh Negara, bagian ketatanegaraannya, pemerintahan daerahnya atau
perusahaan yang mengirimkan pegawai atau orang berdasarkan suatu kontrak
tersebut.
Pasal 22
PENDAPATAN LAIN-LAIN
Bagian-bagian pendapatan penduduk salah satu Negara yang tidak disebutkan
secara khusus dalam pasal-pasal terdahulu dari Perjanjian ini hanya dikenakan
pajak di Negara itu.
B A B IV
PENGENAAN PAJAK ATAS KEKAYAAN
Pasal 23
K E K A Y A A N
1. Kekayaan berupa harta tak gerak, seperti diuraikan dalam Pasal 6
ayat 2, dapat dikenakan pajak di Negara dimana harta demikian itu terletak.
2. Kekayaan berupa harta gerak, yang merupakan bagian dari pada harta usaha suatu tempat usaha tetap dari suatu perusahaan, atau merupakan bagian daripada suatu basis (tempat) tetap guna melaksanakan pekerjaan bebas, dapat dikenakan pajak di Negara dimana tempat usaha tetap atau basis (tempat) tetap itu berkedudukan.
3. Bagian-bagian kekayaan lainnya yang dimiliki penduduk salah satu
Negara hanya dikenakan pajak di Negara itu.
B A B V
Pasal 24
PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
1. Dalam mengenakan pajak terhadap para penduduknya, masing-masing
Negara berwenang untuk memasukkan kedalam jumlah yang dijadikan dasar pengenaan
pajak tersebut bagian bagian pendapatan atau bagian-bagian kekayaan, yang
menurut ketentuan-ketentuan Perjanjian ini dapat dikenakan pajak di Negara
lainnya.
2. Tanpa melepaskan kemungkinan penerapan ketentuan-ketentuan mengenai kompensasi kerugian sebagaimana diatur dalam peraturan-peraturan unilateral untuk menghindarkan pajak berganda, Nederland memberikan pengurangan atas jumlah pajak yang dihitung menurut ayat 1 pasal ini. Besarnya pengurangan itu adalah sebanyak suatu bagian daripada pajak tersebut yang terhadap keseluruhan pajak tersebut berbanding sama seperti perbandingan antara bagian daripada pendapatan atau kekayaan, yang termasuk dasar pengenaan pajak seperti termasuk pada ayat 1 pasal ini serta yang dapat dikenakan pajak di Indonesia menurut Pasal-pasal 6, 7, 9 ayat 7, 10 ayat 6, 11 ayat 5, 13 ayat-ayat 1 dan 2, 14, 15 ayat 1, 16 ayat 1, 17, 19 ayat 1, dan 23 ayat-ayat 1 dan 2 daripada Perjanjian ini, dengan seluruh pendapatan atau kekayaan yang menjadi dasar pengenaan pajak seperti dimaksud pada ayat 1 pasal ini.
3. Selanjutnya Nederland memberikan pengurangan atas jumlah pajak yang
dihitung menurut ayat-ayat terdahulu pasal ini sehubungan dengan bagian-bagian
pendapatan yang dapat dikenakan pajak di Indonesia menurut Pasal-pasal
9 ayat 2, 10 ayat-ayat 2 dan 3, 11 ayat-ayat 2 dan 3 serta 18 huruf a,
yang termasuk dasar pengenaan pajak seperti dimaksud pada ayat 1 pasal
ini.
Jumlah pengurangan itu adalah jumlah yang terendah antara jumlah-jumlah
berikut :
(a) jumlah yang sama dengan jumlah pajak yang dipungut di Indonesia.
(b) jumlah pajak yang dipungut di Nederland yang terhadap jumlah pajak
yang dihitung sesuai dengan ketentuan ayat 1 pasal ini berbanding sama
seperti perbandingan antara jumlah bagian-bagian pendapatan tersebut diatas
dengan jumlah pendapatan yang merupakan dasar pengenaan pajak seperti dimaksud
pada ayat 1 pasal ini.
4. Bila, sebagai akibat dari pemberian keringanan yang didasarkan atas
ketentuan-ketentuan perundang-undangan Indonesia mendorong penanaman modal
asing di Indonesia, pajak yang dipungut atas dividen yang berdasarkan Pasal
9 ayat 2 boleh dikenakan pajak di Indonesia, atau atas bunga yang berasal
dari Indonesia seperti dimaksud dalam Pasal 10 ayat 3, atau atas royalti
seperti dimaksud dalam Pasal 11 ayat 3 huruf a, dalam kenyataannya berjumlah
kurang dari pajak yang berdasarkan ketentuan-ketentuan termaksud boleh
dipungut di Indonesia, maka jumlah yang sama dengan pajak yang dipungut
di Indonesia atas bagian-bagian dari pendapatan seperti dimaksud
pada ayat 3 huruf a pasal ini, dianggap :
(a) sehubungan dengan deviden yang berdasarkan Pasal 9 ayat 2 boleh
dikenakan pajak di Indonesia : 20 perseratus dari jumlah kotor dividen.
(b) sehubungan dengan bunga yang berasal dari Indonesia seperti dimaksud
dalam Pasal 10 ayat 3 : jumlah yang sama dengan jumlah pajak yang dalam
kenyataannya dipungut oleh Indonesia ditambah dengan dua kali jumlah perbedaan
antara jumlah ini dengan 10 perseratus dari jumlah-kotor bunga itu.
(c) sehubungan dengan royalti yang berasal dari Indonesia seperti dimaksud
dalam Pasal 11 ayat 3 huruf a : 10 perseratus dari jumlah-kotor royalti.
5. Sehubungan dengan royalti yang berasal dari Indonesia seperti dimaksud
dalam Pasal 11 ayat 3 huruf b, jumlah yang sama dengan pajak yang dipungut
atas royalti di Indonesia seperti dimaksud pada ayat 3 huruf a pasal ini
dianggap sebesar 15 perseratus dari jumlah kotor royalti. Bila sebagai
akibat dari pemberian keringanan yang didasarkan atas ketentuan ketentuan
perundang-undangan Indonesia untuk mendorong penanaman modal asing di Indonesia,
pajak Indonesia yang dipungut atas royalti ini dalam kenyataan berjumlah
kurang dari 5 perseratus dari jumlah kotornya, persentase sebesar 15 itu
ditambah dengan satu perseratus untuk tiap satu perseratus yang Indonesia
memungut kurang dari 5.
6. Dengan tidak melepaskan ketentuan-ketentuan dari ayat 7 pasal ini, Indonesia memberikan pengurangan atas jumlah pajak yang dihitung menurut ayat 1 pasal ini, yang sama besarnya dengan suatu bagian dari pajak, yang terhadap keseluruhan pajak tersebut berbanding sama seperti perbandingan antara bagian-bagian pendapatan atau kekayaan yang termasuk dasar pengenaan pajak, yang berdasarkan ketentuan-ketentuan Perjanjian ini, boleh dikenakan pajak di Nederland, dengan seluruh pendapatan atau kekayaan yang untuk Indonesia merupakan dasar pengenaan pajak.
7. Bila seorang penduduk Indonesia memperoleh pendapatan yang menurut
ketentuan Pasal pasal 9 ayat 2, 10 ayat-ayat 2 dan 3, 11 ayat-ayat 2 dan
3 serta 18 huruf a dapat dikenakan pajak di Nederland, maka Indonesia memberikan
pengurangan pajak atas pendapatan orang itu sampai suatu jumlah yang sam
besarnya dengan pajak yang dibayar atas pendapatan itu di Nederland. Namun
demikian, pengurangan itu tidak melebihi bagian pajak Indonesia yang dihitung
menurut ayat 1 pasal ini yang dapat diperhitungkan terhadap pendapatan
yang diperoleh dari Nederland.
Apabila seorang penduduk salah satu Negara memperoleh keuntungan yang
dapat dikenakan pajak di Negara lainnya menurut Pasal 13 ayat 4, maka Negara
lainnya itu memberikan pengurangan pajak atas keuntungan tersebut sebesar
jumlah yang sama besarnya dengan pajak yang dipungut di Negara yang disebut
pertama atas keuntungan itu.
B A B VI
KETENTUAN-KETENTUAN KHUSUS
Pasal 25
PROSEDUR PERSETUJUAN BERSAMA
1. Jika seorang atau suatu penduduk salah satu Negara beranggapan,
bahwa tindakan salah satu Negara atau tindakan kedua Negara mengakibatkan
atau akan mengakibatkan bagiannya pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan
Perjanjian ini, maka ia dapat mengajukan perkaranya kepada pejabat yang
berwenang di Negara dimana ia menjadi penduduk, demikian itu tanpa mengurangi
saluran-saluran hukum yang tersedia menurut perundang-undangan nasional
Negara-Negara tersebut.
2. Apabila keberatan itu dianggapnya beralasan dan apabila ia sendiri tidak berhasil menemukan suatu penyelesaian yang memuaskan, maka pejabat yang berwenang termaksud itu melalui persetujuan bersama dengan pejabat negara lainnya itu berusaha untuk menyelesaikan perkara tersebut agar pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Perjanjian ini dapat di hindarkan.
3. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara berusaha untuk menyelesaikan
melalui persetujuan bersama setiap kesulitan ataupun keraguan-keraguan
yang timbul sehubungan dengan penafsiran atau penerapan Perjanjian ini.
Mereka dapat pula melakukan musyawarah satu sama lain untuk meniadakan
pajak berganda dalam hal-hal yang belum diatur dalam Perjanjian ini.
4. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara dapat berhubungan
sama lain secara langsung guna mencapai persetujuan seperti dimaksud pada
ayat-ayat terdahulu.
Pasal 26
TUKAR-MENUKAR BAHAN KETERANGAN
1. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara akan mengadakan
tukar-menukar bahan bahan keterangan (yakni bahan-bahan keterangan yang
secara teratur sudah ada pada pejabat pejabat tersebut) yang diperlukan
untuk melaksanakan Perjanjian ini, khususnya untuk mencegah terjadinya
penggelapan, dan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang berlaku mengenai
pencegahan penyelundupan undang-undang sehubungan dengan pajak-pajak yang
tercakup oleh Perjanjian ini. Setiap bahan keterangan yang diterima demikian
akan dirahasiakan dan tidak akan diberitahukan kepada orang, badan atau
pejabat selain mereka yang ditugaskan dengan pengenaan atau penagihan pajak-pajak
yang diatur oleh Perjanjian ini.
2. Bagaimanapun juga ketentuan pada ayat 1 tidak boleh ditafsirkan sedemikian
sehingga meletakkan kewajiban kepada salahsatu Negara untuk :
(a) melaksanakan tindakan-tindakan yang berlawanan dengan undang-undang
atau laziman kelaziman pemerintahan yang berlaku di Negara itu atau di
Negara lainnya;
(b) memberikan bahan-bahan keterangan tertentu yang tidak dapat diperoleh
menurut undang-undang ataupun yang tidak dapat diperoleh dalam menjalankan
kepemerintahan sehari-hari di Negara itu atau di Negara lainnya;
(c) memberikan bahan-bahan keterangan yang dapat mengungkapan suatu
rahasia dagang perusahaan, industri, perniagaan atau pekerjaan, atau suatu
cara-kerja pabrik atau dagang, demikian pula bahan-bahan keterangan yang
pemberiannya akan bertentangan dengan tata-tertib umum.
Pasal 27
PEJABAT-PEJABAT DIPLOMATIK DAN KONSULER
Ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian ini sekali-kali tidak mengurangi
hak-hak khusus di bidang fiskal yang dinikmati oleh pejabat-pejabat diplomatik
atau konsuler berdasarkan peraturan-peraturan umum daripada hukum antar-bangsa
ataupun berdasarkan ketentuan ketentuan daripada perjanjian-perjanjian
khusus.
Pasal 28
PERLUASAN DAERAH BERLAKUNYA
PERJANJIAN
1. Perjanjian ini, baik secara keseluruhan maupun dengan perubahan-perubahan
seperlunya, dapat diperluas daerah berlakunya hingga negeri-negeri Suriname
dan Nederlandse Antillen atau hingga salah satu dari negeri-negeri tersebut,
jika negeri-negeri yang bersangkutan memungut pajak-pajak yang pada hakekatnya
sejenis dengan pajak-pajak yang diatur oleh perjanjian ini. Perluasan sedemikian
itu berlaku terhitung mulai suatu tanggal dan dengan mengindahkan perubahan-perubahan
dan persyaratan-persyaratan, termasuk persyaratan mengenai penghentian
berlakunya Perjanjian, yang akan ditetapkan dan dipersetujukan kemudian
dengan pertukaran nota diplomatik.
2. Terkecuali jika diadakan permufakatan lain, penghentian berlakunya
Perjanjian ini tidaklah dengan sendirinya akan berarti penghentian berlakunya
Perjanjian terhadap negeri yang turut serta dalam Perjanjian ini berdasarkan
perluasan menurut pasal ini.
B A B VII
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
SAAT MULAI BERLAKUNYA PERJANJIAN
Perjanjian ini berlaku terhitung mulai hari tanggal dimana kedua Pemerintahan
saling memberitahukan secara tertulis, bahwa di Negara masing-masing telah
dipenuhi persyaratan persyaratan yang diharuskan oleh Undang-undang Dasar
masing-masing sedang ketentuan ketentuan Perjanjian akan berlaku bagi tahun-tahun
pajak dan masa-masa pajak yang mulai pada atau sesudah tanggal 1 Januari
1971.
Pasal 30
PENGHENTIAN PERJANJIAN
Perjanjian ini tetap berlaku sampai dihentikan oleh salah satu Negara.
Masing-masing Negara dapat menghentikan berlakunya Perjanjian melalui saluran-saluran
diplomatik, dengan mengirimkan pemberitahuan tentang penghentian itu sedikitnya
enam bulan sebelum akhir sesuatu tahun-takwim sesudah tahun 1976.
Dalam hal itu Perjanjian berhenti berlakunya terhadap tahun-tahun pajak
dan masa-masa pajak yang mulai sesudah akhir tahun-takwim, dimana dilakukan
pemberitahuan tentang penghentian tersebut.
SEBAGAI TANDA PERMUFAKATAN Perjanjian ini ditanda-tangani oleh para
penandatangan dibawah ini, yang mendapat kuasa sah untuk itu.
DITANDATANGANI di J A K A R T A pada tanggal 5 Maret 1973 dalam
rangkap dua asli, masing-masing dalam bahasa Indonesia, Belanda dan Inggris,
dimana ketiga naskah itu adalah sama-sama otentik. Dalam hal terjadi perbedaan
tafsir diantara naskah bahasa Indonesia dan Belanda, maka naskah bahasa
Inggrislah yang menentukan.
Atas nama Pemerintah Atas nama Pemerintah
Republik Indonesia, Kerajaan Belanda,
Ali Wardhana Hugo Scheltema
Menteri Keuangan Duta Besar Luar Biasa dan
Berkuasa Penuh
P R O T O K O L
Pada saat penandatangan Perjanjian mengenai penghindaran pajak berganda
dan pencegahan pengelakan pajak pada bidang pajak-pajak atas pendapatan
dan atas kekayaan, yang diadakan pada hari ini antara Pemerintah Republik
Indonesia dengan Pemerintah Kerajaan Belanda, para penandatangan di bawah
ini telah bermufakat, bahwa ketentuan-ketentuan yang berikut merupakan
bagian yang tak terpisahkan daripada Perjanjian.
I. Ad Pasal 2, ayat 3, huruf b
Disetujui bahwa Menghitung Pajak Orang yang berlaku di Indonesia termasuk
dalam Pajak Pendapatan dan Pajak Perseroan.
Mengenai Propinsi Irian Barat, Perjanjian ini berlaku juga terhadap
pajak-pajak atas pendapatan dan atas kekayaan yang berlaku disana, termasuk
didalamnya Pajak atas Bunga, Dividen dan Royalty.
II. Ad Pasal 5
Walaupun berdasarkan suatu keadaan dapat disimpulkan adanya suatu tempat
usaha tetap dalam arti-kata Pasal 5, namun para pejabat dari kedua Negara
dapat bersepakat untuk menganggap adanya tempat usaha tetap demikian.
III. Ad Pasal 5
Dengan menyimpang dari Pasal 5 ayat 2 huruf i, suatu tempat usaha tetap
dianggap ada bila penduduk salah satu Negara sebagai subkontraktor menerima
tugas dari Negara lainnya untuk mengadakan penyelidikan mengenai kekayaan
bahan galian mineral di Negara lainnya itu, asal penyelidikan itu dilakukan
selama masa atau gunggungan masa yang melebihi 91 hari dalam jangka waktu
duabelas bulan.
IV. Ad Pasal 7
Bilamana suatu perseroan yang bertempat-kedudukan di Nederland menjalankan
seluruh atau sebagian usahanya di Indonesia melalui suatu tempat usaha
tetap yang berkedudukan disana, pajak yang menurut Pasal 7 ayat 1 boleh
dipungut Indonesia meliputi juga pajak yang terhutang di Indonesia berdasarkan
perubahan yang terjadi dengan Undang-undang No. 10 tanggal 7 Agustus 1970
(Lembaran Negara Tahun 1970 No. 45), sehubungan dengan transfer keuntungan.
Tetapi pajak seperti dimaksud tidak boleh melebihi 10 perseratus dari
jumlah yang ditransfer.
V. Ad Pasal 7
Pada penerapan Pasal 7 ayat 3 tidak diberikan pengurangan mengenai
jumlah-jumlah yang oleh kantor pusatnya perusahaan atau salah satu dari
kantor-kantor lainnya dibebankan pada tempat usaha tetapnya sebagai royalti,
pembayaran balas-jasa atau pembayaran-pembayaran serupa lainnya untuk pemakaian
oktroi (paten) atau hak-hak lainya atau sebagai pembayaran komisi untuk
jasa-jasa tertentu atau sebagai biaya pimpinan ataupun - kecuali dalam
hal suatu perusahaan menjalankan usaha perbankan - sebagai bunga atas uang
yang dipinjamkan kepada tempat usaha tetap itu, terkecuali jumlah-jumlah
yang sebenarnya dikeluarkan sebagai biaya.
Demikian pula pada penentuan keuntungan suatu tempat usaha tetap tidak
akan diperhatikan jumlah-jumlah demikian seperti tersebut diatas kecuali
jumlah-jumlah yang sebenarnya dikeluarkan sebagai biaya yang oleh tempat
usaha tetap itu dibebankan pada kantor pusatnya perusahaan atau pada salah
satu kantor-kantor lainnya.
VI. Ad Pasal 9
Menyimpang dari ketentuan Pasal 9 ayat 2, pajak yang dipungut Indonesia
atas dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang bertempat kedudukan
di Indonesia kepada perseroan yang modalnya seluruhnya atau sebagian terbagi
atas saham-saham dan yang bertempat kedudukan di Nederland dan secara langsung
memiliki sekurang-kurangnya 25 perseratus dari modal badan yang membayarkan
dividen, jumlahnya tidak melebihi 10 perseratus dari jumlah kotor dividen,
asalkan perseroan yang menerima di Nederland tidak dikenakan pajak atas
dividen tersebut.
VII. Ad Pasal 11
Istilah royalti yang dipergunakan dalam Pasal 11 berarti segala macam
pembayaran balas-jasa sehubungan dengan pemakaian hak untuk memakai hak
cipta suatu karya dibidang sastra, kesenian atau ilmu pengetahuan termasuk
didalamnya film cinematografis dan film atau pita bersuara untuk radio
dan televisi, oktroi (paten), merk pabrik atau dagang, suatu pola atau
model, suatu rencana, surat resep rahasia atau cara pengolahan yang dirahasiakan,
ataupun sehubungan dengan pemakaian atau hak untuk memakai peralatan
perindustrian, perniagaan atau ilmiah, demikian pula, sehubungan dengan
pemberian bahan-bahan keterangan mengenai sesuatu pengalaman dibidang perindustrian,
perniagaan atau ilmu pengetahuan.
VIII. Ad Pasal 9, 10, dan 11
Permohonan pengembalian pajak karena pemungutan yang bertentangan dengan
Pasal-pasal 9, 10 dan 11, harus diajukan kepada pejabat yang berwenang
dari Negara yang memungut pajak itu dalam lima tahun sesudah berakhirnya
tahun takwim dalam mana pajak telah dipungut.
IX. Ad Pasal 24
Sesudah masa sepuluh tahun lampau setelah berlakunya Perjanjian, para
pejabat yang berwenang akan mengadakan perundingan untuk memutuskan apakah
terdapat alasan untuk merubah Pasal 24 ayat-ayat 4 dan 5 dari Perjanjian.
X. Ad Pasal 24
Disetujui bahwa sepanjang mengenai pajak pendapatan (inkomstenbelasting)
dan pajak perseroan (vennootschapsbelasting) Nederland, dasar penghitungan
seperti dimaksud dalam Pasal 24 ayat 1 adalah pendapatan kotor atau keuntungan
yang dimaksud masing-masing oleh Undang-undang Nederland mengenai pajak
pendapatan dan pajak perseroan.
XI. Ad Pasal 26
Kewajiban untuk tukar-menukar bahan-bahan keterangan tidak meliputi
bahan-bahan keterangan yang diperoleh dari bank-bank atau lembaga yang
dipersamakan dengan bank.
Istilah lembaga-lembaga yang dipersamakan dengan bank meliputi juga
perusahaan asuransi.
SEBAGAI TANDA PERMUFAKATAN Protokol ini ditanda-tangani oleh
para Penanda tangan dibawah ini, yang mendapat kuasa sah untuk itu.
DITANDA TANGANI di J A K A R T A pada tanggal 5 Maret 1973
dalam rangkap dua asli, masing-masing dalam bahasa Indonesia, Belanda dan
Inggris, dimana ketiga naskah itu adalah sama-sama otentik. Dalam hal terjadi
perbedaan tafsir diantara naskah bahasa Indonesia dan Belanda, maka naskah
bahasa Inggrislah yang menentukan.
Atas nama Pemerintah Atas nama Pemerintah
Republik Indonesia, Kerajaan Belanda,
Ali Wardhana Hugo Scheltema
Menteri Keuangan Duta Besar Luar Biasa dan
Berkuasa Penuh