PERSETUJUAN ANTARA
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK PERANCIS
MENGENAI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK
ATAS PENDAPATAN DAN ATAS KEKAYAAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA dan PEMERINTAH REPUBLIK PERANCIS
BERHASRAT untuk mengadakan suatu Persetujuan mengenai penghindaran
pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak atas pendapatan dan atas
kekayaan.
TELAH SEMUFAKAT SEBAGAI BERIKUT :
Pasal 1
ORANG-ORANG DAN BADAN-BADAN
YANG TERCAKUP OLEH PERSETUJUAN INI
Persetujuan ini berlaku terhadap orang-orang dan badan-badan yang merupakan
penduduk salah satu atau kedua Negara pihak pada Persetujuan.
Pasal 2
PAJAK-PAJAK YANG TERCAKUP
OLEH PERSETUJUAN INI
(1) Persetujuan ini berlaku terhadap pajak-pajak atas pendapatan dan
atas kekayaan yang dikenakan oleh masing-masing Negara pihak pada Persetujuan
atau oleh bagian-bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya tanpa
memandang cara pemungutan pajak pajak tersebut.
(2) Sebagai pajak-pajak atas pendapatan dan atas kekayaan dianggap semua pajak yang dikenakan atas seluruh pendapatan, atas seluruh kekayaan ataupun atas unsur-unsur pendapatan atau kekayaan, termasuk pajak-pajak atas keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan harta gerak atau tak gerak, pajak-pajak atas gunggungan upah dan gaji yang dibayarkan oleh perusahaan-perusahaan begitu pula pajak-pajak atas pertambahan nilai kekayaan.
(3) Pajak-pajak yang berlaku sekarang terhadap mana Persetujuan ini
berlaku, adalah :
a) sepanjang mengenai Indonesia :
1) Pajak Pendapatan;
2) Pajak Perseroan;
3) Pajak Kekayaan;
termasuk setiap pajak yang dipungut pada sumbernya, pembayaran
di muka atau pembayaran terlebih dahulu mengenai pajak-pajak tersebut di
atas;
4) Pajak atas Bunga, Dividen dan Royalty;
(selanjutnya disebut pajak Indonesia);
b) sepanjang mengenai Perancis :
1) Limpot sur le revenu (Pajak Pendapatan)
2) Limpot sur les societes (Pajak Perseroan)
termasuk setiap pajak yang dipungut pada sumbernya, pembayaran
di muka atau pembayaran terlebih dahulu mengenai pajak-pajak tersebut di
atas;
(selanjutnya disebut pajak Perancis)
(4) Persetujuan ini berlaku pula terhadap semua pajak yang serupa atau
pada hakekatnya sejenis yang dikenakan setelah tanggal penandatanganan
Persetujuan ini, sebagai tambahan terhadap ataupun sebagai pengganti dari
pajak-pajak yang sekarang berlaku. Pejabat-pejabat yang berwenang dari
Negara-negara pihak pada Persetujuan akan memberitahukan satu sama lain
setiap perubahan-perubahan penting yang telah diadakan dalam perundang-undangan
pajak masing-masing.
Pasal 3
PENGERTIAN UMUM
(1) Kecuali jika dari hubungan kalimat harus diartikan lain maka yang
dimaksud dalam Persetujuan ini dengan :
(a) Istilah salah satu Negara pihak pada Persetujuan dan Negara lainnya
pihak pada Persetujuan berarti Indonesia atau Perancis, tergantung dari
hubungan kalimatnya;
(b) Istilah Indonesia meliputi wilayah Republik Indonesia seperti dirumuskan
dalam Undang-undangnya dan bagian-bagian dari landas kontinen dan lautan
sekitarnya yang berbatasan, atas mana Republik Indonesia memiliki kedaulatan,
hak-hak kedaulatan atau hak-hak lainnya sesuai dengan hukum international;
(c) istilah Perancis berarti departemen-departemen (departements) Republik
Perancis yang berada di daratan Eropah dan di seberang lautan termasuk
daerah di luar batas laut territorial yang berbatasan dengan departemen-departemen
tersebut, atas mana sesuai dengan hukum international hak-hak Republik
Perancis mengenai dasar laut dan tanah di bawahnya serta sumber-sumber
alamnya dapat dilaksanakan;
(d) istilah orang meliputi orang pribadi, badan dan setiap kumpulan
lain dari orang-orang atau badan-badan;
(e) istilah badan berarti setiap badan hukum atau setiap kesatuan yang
untuk tujuan perpajakan diperlakukan sebagai badan hukum;
(f) istilah-istilah perusahaan dari salah satu Negara pihak pada Persetujuan
dan perusahaan dari Negara lainnya pihak pada Persetujuan berarti masing-masing
suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk dari salah satu Negara pihak
pada Persetujuan dan suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk Negara
lainnya pihak pada Persetujuan;
(g) istilah warga negara berarti :
(1) semua orang pribadi yang memiliki kewarganegaraan dari salah satu
Negara pihak pada Persetujuan;
(2) semua badan hukum, usaha bersama dan persekutuan yang statusnya
mereka peroleh berdasarkan hukum yang berlaku di salah satu Negara pihak
pada Persetujuan;
(h) istilah pejabat yang berwenang berarti :
(1) di Indonesia, Menteri Keuangan atau wakilnya yang syah;
(2) di Perancis, Menteri Budget atau wakilnya yang syah.
(2) Untuk penerapan Persetujuan ini oleh salah satu Negara pihak pada
Persetujuan, setiap yang tidak diartikan lain, akan mempunyai arti menurut
perundang-undangan Negara pihak pada Persetujuan itu mengenai pajak-pajak
yang merupakan pokok dari Persetujuan, kecuali jika dari hubungan kalimat
yang bersangkutan harus diartikan lain.
Pasal 4
DOMISILI FISKAL
(1) Untuk tujuan Persetujuan ini istilah penduduk salah satu Negara
pihak pada Persetujuan berarti setiap orang yang menurut perundang-undangan
Negara tersebut dapat dikenakan pajak di Negara itu atas dasar domisilinya,
tempat kediamannya, tempat pimpinannya ataupun atas dasar lainnya yang
serupa. Tetapi dalam istilah ini tidak termasuk setiap orang yang terhutang
pajak di Negara pihak pada Persetujuan tersebut hanya atas dasar pendapatan
dari sumber-sumber kekayaan yang terletak di Negara itu.
(2) Jika seorang pribadi atas dasar ketentuan-ketentuan ayat 1 merupakan
penduduk kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka statusnya akan ditentukan
sebagai berikut :
(a) Ia dianggap sebagai penduduk Negara pihak pada Persetujuan dimana
ia mempunyai suatu tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di kedua
Negara pada pihak Persetujuan, maka ia dianggap sebagai penduduk Negara
pihak pada Persetujuan dengan mana hubungan-hubungan pribadi dan ekonominya
adalah paling erat (pusat kepentingan-kepentingan pokoknya);
(b) Jidak tidak dapat ditentukan, di Negara pihak pada Persetujuan
maka terletak pusat kepentingan-kepentingan pokoknya atau jika ia tidak
mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di salah satu Negara
pihal pada Persetujuan, maka ia akan dianggap sebagai penduduk Negara pihak
pada Persetujuan di mana ia mempunyai tempat dimana ia biasanya berdiam;
(c) Jika ia mempunyai tempat di mana ia biasanya berdiam di kedua Negara
pihak pada Persetujuan atau tidak mempunyainya di salah satu Negara tersebut,
maka pejabat pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan
akan menyelesaikan masalahnya atas dasar Persetujuan bersama.
(3) Jika atas dasar ketentuan-ketentuan ayat 1 orang, yang bukan pribadi
merupakan penduduk dari kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka orang
itu akan dianggap sebagai penduduk dari Negara pihak pada Persetujuan di
mana tempat pimpinan yang sebenarnya berada. Jika tempat pimpinan yang
sebenarnya dianggap berada di kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka
pejabat-pejabat yang berwenang dari Negara-negara pihak pada Persetujuan
akan menyelesaikan masalahnya berdasarkan persetujuan bersama.
Pasal 5
TEMPAT USAHA TETAP
(1) Untuk tujuan Persetujuan ini, istilah tempat usaha tetap berarti
suatu tempat usaha tertentu di mana seluruh atau sebagian usaha perusahaan
dijalankan.
(2) Istilah tempat usaha tetap terutama meliputi :
(a) suatu tempat di mana pimpinan dilakukan;
(b) suatu cabang;
(c) suatu kantor;
(d) suatu pabrik;
(e) suatu tempat kerja;
(f) suatu pertanian atau perkebunan;
(g) suatu pertambangan, sumber minyak, tempat penggalian atau tempat
lainnya untuk pengambilan sumber kekayaan alam;
(h) suatu tempat pembuatan bangunan atau pekerjaan konstruksi atau
proyek perakitan, yang berlangsung lebih dari enam bulan.
(3) Istilah tempat usaha tetap tidak akan dianggap meliputi :
(a) penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud untuk
penyimpanan atau memamerkan barang-barang atau barang dagangan kepunyaan
perusahaan;
(b) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan
kepunyaan perusahaan semata-mata dengan maksud untuk penyimpanan atau untuk
dipamerkan;
(c) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan
kepunyaan perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan
lain;
(d) pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata dengan maksud
melakukan pembelian barang-barang atau barang dagangan atau untuk mengumpulkan
keterangan bagi keperluan perusahaan;
(e) pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata dengan maksud
untuk keperluan reklame, untuk memberikan keterangan-keterangan, untuk
melakukan riset ilmiah ataupun untuk kegiatan-kegiatan serupa yang bersifat
kegiatan persiapan atau kegiatan penunjang, bagi keperluan perusahaan.
(4) Orang di salah satu Negara pihak pada Persetujuan bertindak untuk
kepentingan suatu perusahaan dari Negara lainnya pihak pada persetujuan
lain daripada suatu agen yang berdiri sendiri terhadap siapa ayat 6 berlakukan
dianggap sebagai suatu tempat usaha tetap di Negara yang disebut pertama
:
(a) jika ia memiliki kuasa untuk menutup kontrak-kontrak atas nama
perusahaan tersebut dan biasa menjalankan kuasa itu di Negara tersebut,
kecuali jika kegiatannya hanya terbatas kepada pembelian barang-barang
atau barang dagangan bagi keperluan perusahaan; atau
(b) jika ia di Negara itu biasa mengadakan suatu persediaan barang-barang
atau barang dagangan kepunyaan perusahaan dari mana ia secara secara teratur
memenuhi pesanan pesanan untuk kepentingan perusahaan tersebut.
(5) Suatu perusahaan dari salah satu Negara pihak pada Persetujuan
akan dianggap mempunyai suatu tempat usaha tetap di Negara lainnya pihak
pada Persetujuan jika ia memberikan pelayanan kepada suatu perusahaan di
Negara pihak pada Persetujuan lainnya, termasuk kegiatan-kegiatan pengawasan
yang berhubungan dengan tempat pembuatan bangunan atau pekerjaan konstruksi,
instalasi atau proyek perakitan, melalui seorang pegawai atau orang lain
berbeda dengan agen yang berdiri sendiri terhadap siapa ayat 6 berlaku-jika
pegawai atau orang yang berada di Negara lainnya pihak pada Persetujuan
untuk suatu masa atau gunggungan masa yang melebihi 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan.
(6) Suatu perusahaan dari salah satu Negara pihak pada Persetujuan tidak akan dianggap mempunyai suatu tempat usaha tetap di Negara lainnya pihak pada Persetujuan semata-mata karena perusahaan itu menjalankan usaha di Negara lain tersebut melalui makelar, komosioner umum, atau agen lainnya yang berdiri sendiri sepanjang orang-orang itu bertindak menurut kelaziman dalam rangka usahanya. Walaupun demikian, bilamana kegiatan-kegiatan agen dimaksud seluruhnya atau hampir seluruhnya dilakukan untuk usaha perusahaan itu, maka ia tidak akan dianggap sebagai agen yang berdiri sendiri dalam arti ayat ini jika terbuti bahwa transaksi-transaksi antara agen tersebut dan perusahaan itu tidak dibuat dengan syarat-syarat yang lazim di antara perusahaan-perusahaan yang berdiri sendiri secara bebas.
(7) Suatu perusahaan asuransi di salah satu Negara pihak pada Persetujuan
akan dianggap mempunyai suatu tempat usaha tetap di Negara lainnya pihak
pada Persetujuan jika perusahaan tersebut memungut premi di Negara itu
atau menanggung risiko yang terjadi di Negara itu melalui seorang pegawai
atau melalui suatu perwakilan yang bukan merupakan agen yang berdiri sendiri
terhadap siapa ayat 6 berlaku.
Ketentuan ini tidak berlaku bagi kegiatan reasuransi perusahaan
termaksud.
(8) Jika suatu badan penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan
menguasai suatu badan atau dikuasai oleh suatu badan penduduk Negara lainnya
pihak pada Persetujuan, ataupun menjalankan usaha di Negara lainnya itu
(baik melalui suatu tempat usaha tetap ataupun dengan suatu cara lain),
maka hal itu tidak dengan sendirinya akan berakibat bahwa salah satu dari
perseroan itu merupakan suatu tempat usaha tetap dari yang lainnya.
Pasal 6
PENDAPATAN DARI HARTA TAK GERAK
(1) Pendapatan dari harta tak gerak, termasuk pendapatan yang diperoleh
dari hasil pertanian atau kehutanan dapat dikenakan pajak di Negara pihak
pada Persetujuan di mana harta itu terletak.
(2) Istilah harta tak gerak akan mempunyai arti menurut Undang-undang Perpajakan Negara pihak pada Persetujuan di mana harta yang bersangkutan terletak. Namun bagaimanapun juga istilah itu meliputi benda-benda yang menyertai harta tak gerak, ternak dan peralatan yang dipergunakan dalam usaha pertanian dan kehutanan, hak-hak terhadap mana ketentuan ketentuan hukum umum mengenai harta berupa tanah berlaku, hak pakai hasil atas harta tak gerak serta atas pembayaran-pembayaran yang tetap atau tidak tetap sebagai balas jasa untuk pengerjaan atau hak untuk mengerjakan bahan-bahan galian, sumber-sumber ataupun sumber-sumber kekayaan alam lainnya, kapal laut, kapal-kapal dan pesawat udara tidak dianggap sebagai harta tak gerak.
(3) Ketentuan-ketentuan ayat 1 berlaku terhadap pendapatan yang diperoleh dari penggunaan secara langsung, dari penyewaan atau dari setiap penggunaan secara lain dari pada harta tak gerak.
(4) Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 3 berlaku pula terhadap pendapatan
dari harta tak gerak suatu perusahaan dan terhadap pendapatan dari harta
tak gerak yang dipergunakan dalam menjalankan pekerjaan bebas.
Pasal 7
LABA USAHA
(1) Laba usaha perusahaan dari salah satu Negara pihak pada Persetujuan
hanya akan dikenakan pajak di Negara itu kecuali perusahaan tersebut menjalankan
usaha di Negara lainnya pihak pada Persetujuan melalui suatu tempat usaha
tetap yang terletak di sana. Jika perusahaan itu menjalankan usaha sebagaimana
dimaksud diatas, maka laba perusahaan itu dapat dikenakan pajak di Negara
lainnya pihak pada Persetujuan, tetapi hanya sepanjang mengenai bagian
laba yang dapat dianggap berasal dari suatu tempat usaha tetap tersebut.
(2) Dengan tunduk pada ketentuan-ketentuan ayat 3, jika suatu perusahaan dari salah satu Negara pihak pada Persetujuan melakukan usaha di Negara lainnya pihak pada Persetujuan melalui suatu tempat usaha tetap itu oleh masing-masing Negara pihak pada Persetujuan adalah laba yang dapat dianggap akan diperoleh tempat usaha tetap tersebut, seandainya tempat usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan lain yang terpisah dan berdiri sendiri, yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau sejenis dalam keadaan yang sama atau serupa, dan yang mengadakan hubungan dalam suasana sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang mempunyai tempat usaha tetap tersebut.
(3) Dalam menetapkan besarnya laba suatu tempat usaha tetap, dapat dikurangkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan tempat usaha tetap itu, termasuk biaya-biaya pimpinan serta biaya-biaya pengelolaan umum, baik yang dikeluarkan di Negara di mana tempat usaha tetap itu terletak ataupun di tempat lain.
(4) Sepanjang merupakan kelaziman di salah satu Negara pihak pada Persetujuan untuk menetapkan besarnya laba yang dapat dianggap berasal dari suatu tempat usaha tetap dengan cara menentukan bagian laba berbagai bagian perusahaan tersebut atas keseluruhan laba perusahaan itu, maka ketentuan-ketentuan pada ayat 2 tidak akan menutup kemungkinan bagi Negara pihak pada Persetujuan termaksud untuk menetukan besarnya laba yang kana dikenakan pajak berdasarkan rumus pembagian itu yang lazim dipakai, namun cara pembagiannya itu harus sedemikian rupa sehingga hasil akhirnya akan sesuai dengan azas azas yang terkandung di dalam Pasal ini.
(5) Tidak akan dianggap ada laba yang diperoleh suatu tempat usaha tetap hanya berdasarkan pembelian semata-mata oleh tempat usaha tetap tersebut dari barang-barang atau barang dagangan untuk perusahaan induknya.
(6) Untuk penerapan ayat-ayat terdahulu, besarnya laba yang dianggap berasal dari suatu tempat usaha tetap itu setiap tahun akan ditetapkan dengan cara perhitungan yang sama kecuali jika terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk menyimpang.
(7) Jika di dalam jumlah laba ada termasuk unsur-unsur pendapatan yang
diatur secara tersendiri oleh Pasal-pasal lain dari Persetujuan ini, maka
ketentuan-ketentuan dalam Pasal-pasal itu tidak akan dipengaruhi oleh ketentuan-ketentuan
dalam Pasal ini.
Pasal 8
PERKAPALAN DAN PENGANGKUTAN
UDARA
(1) Keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan dari pengusahaan kapal
laut atau pesawat udara dalam lalulintas internasional hanya dapat dikenakan
pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana perusahaan itu berkedudukan.
(2) Ketentuan-ketentuan ayat 1 juga akan berlaku bagi keuntungan yang
diperoleh suatu perusahaan dari pengikutsertaannya dalam suatu gabungan
perusahaan-perusahaan, suatu usaha kerja sama atau dalam suatu perwakilan
usaha internasional, tetapi hanya sebesar keuntungan yang dapat ditetapkan
sebagai bagian sipeserta dalam hubungan kerja sama internasional, yang
seimbang dengan andilnya dalam usaha bersama itu.
Pasal 9
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG
BERHUBUNGAN ERAT SATU SAMA LAIN
Apabila :
a) suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan baik secara
langsung maupun tidak langsung turut serta dalam pimpinan, pengawasan atau
modal suatu perusahaan dari Negara lainnya pihak pada Persetujuan, atau
b) orang yang sama baik secara langsung maupun tidak langsung turut
serta dalam pimpinan, pengawasan atau modal suatu perusahaan dari salah
satu Negara pihak pada Persetujuan dan dalam suatu perusahaan dari Negara
lainnya pihak pada Persetujuan, dan di dalam kedua hal itu, di antara kedua
perusahaan termaksud di dalam hubungan dagangnya atau hubungan keuangannya
diadakan atau diterapkan syarat-syarat yang menyimpang daripada syarat-syarat
yang lazimnya diadakan di antara perusahaan-perusahaan yang sama sekali
bebas satu sama lainnya, maka setiap keuntungan yang seharusnya jatuh pada
salah satu perusahaan tersebut jika syarat-syarat itu tidak ada, namun
tidak jatuh kepadanya karena adanya syarat-syarat tersebut, dapat ditambahkan
ke dalam laba perusahaan tersebut dan dikenakan pajak yang sesuai dengan
itu.
Pasal 10
D I V I D E N
(1) Dividen yang dibayarkan oleh suatu badan yang merupakan penduduk
salah satu Negara pihak pada Persetujuan kepada penduduk Negara lainnya
pihak pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lainnya itu.
(2) Namun demikian, dividen itu dapat dikenakan pajak di Negara pihak
pada Persetujuan di mana badan yang membayarkan dividen tersebut merupakan
penduduk, dan sesuai dengan perundang-undangan Negara itu, akan tetapi
jika si penerima adalah pemilik dividen yang menikmatinya, maka pajak yang
dikenakan tidak boleh melebihi :
a) 10 perseratus dari jumlah kotor dividen jika penerima adalah suatu
badan yang memiliki secara langsung sedikit-dikitnya 25 perseratus dari
modal badan yang membayarkan dividen itu;
b) dalam semua hal lainnya, 15 perseratus dari jumlah kotor dividen.
Ayat ini tidak mempengaruhi pengenaan pajak terhadap badan itu
atas laba dari mana dividen dibayarkan.
(3) Istilah dividen yang dipergunakan dalam Pasal ini berarti pendapatan
dari saham-saham, saham-saham jouissance atau hak-hak jouissance, saham-saham
pertambangan, saham saham pendiri atau hak-hak lainnya yang bukan merupakan
surat-surat piutang, naun berhak atas pembagian laba, demikian pula pendapatan
dari hak-hak perseroan lainnya yang oleh Undang-undang perpajakan segera
di mana badan yang melaksanakan pembagian itu merupakan penduduk, dalam
pemajakannya diperlakukan sama dengan pendapatan dari saham-saham.
(4) Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila si penerima dividen yang merupakan penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan-kegiatan usaha di Negara lainnya pihak pada Persetujuan, di mana badan yang membayarkan dividen itu merupakan penduduk, melalui tempat usaha tetap yang terletak di sana, atau menjalankan pekerjaan bebas di Negara lainnya itu dari suatu basis tetap yang terletak di sana dan penguasaan saham-saham atas mana dividen itu dibayarkan, mempunyai hubungan efektif dengan tempat usaha tetap atau basis tetap tersebut. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14.
(5) Seorang penduduk Indonesia yang menerima dividen yang dibayarkan
oleh suatu badan yang merupakan penduduk Perancis dapat memperoleh kembali
pembayaran dimuka (precompte) sehubungan dengan dividen tersebut, dalam
hal pembayaran di muka (precompte) tersebut akan dikembalikan dengan pengurangan
pajak yang dikenakan sesuai dengan Undang-undang Negara yang bersangkutan
dan ketentuan-ketentuan ayat 2.
Jumlah kotor dari pembayaran di muka (precompte) yang dibayarkan
kembali akan dianggap sebagai dividen untuk tujuan Persetujuan ini.
(6) Apabila suatu badan yang berkedudukan di salah satu Negara pihak
pada Persetujuan mempunyai suatu tempat usaha tetap di Negara lainnya pihak
pada Persetujuan, maka keuntungan yang diperoleh tempat usaha tetap ini,
setelah dibebani pajak perseroan, dapat dikenakan pajak sesuai dengan Undang-undang
Negara lainnya pihak pada Persetujuan itu, dengan tarip yang tidak melampaui
10 perseratus.
Pasal 11
B U N G A
(1) Bunga berasal dari salah satu Negara pihak pada Persetujuan dan
dibayarkan kepada penduduk Negara lainnya pihak pada Persetujuan dapat
dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.
(2) Namun demikian, bunga itu dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan tempat asal bunga itu dan menurut Undang-undang Negara tersebut, akan tetapi jika penerima bunga adalah pemilik yang menikmati bunga itu, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 15 perseratus daripada jumlah bunga itu.
(3) Walaupun ada ketentuan-ketentuan ayat 2 Pasal ini, pajak yang dipungut
oleh Negara pihak pada Persetujuan di mana bunga itu berasal tidak akan
melebihi 10 perseratus daripada jumlah bunga, jika :
a) bunga itu dibayar oleh bank, lembaga keuangan atau oleh suatu perusahaan
yang kegiatannya terutama dijalankan dalam bidang pertanian, perkebunan,
kehutanan, perikanan, pertambangan, pembuatan barang, industri, pengangkutan,
proyek perumahan murah, pariwisata dan prasarana, dan
b) bunga itu dibayarkan kepada suatu bank atau kepada perusahaan lainnya.
(4) Walaupun ada ketentuan-ketentuan ayat 2 Pasal ini, bunga yang berasal
dari suatu Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di
Negara lainnya pihak pada Persetujuan jika bunga itu dibayarkan :
a) kepada Negara lainnya pihak pada Persetujuan itu atau kepada salah
satu badan hukum publiknya, atau
b) kepada suatu perusahaan dari Negara lainnya pihak pada Persetujuan
itu atas pinjaman atau kredit yang diberikan dengan pengikutsertaan suatu
lembaga keuangan umum dari Negara lainnya pihak pada Persetujuan tersebut
dan dengan persetujuan Menteri yang berwenang atas urusan keuangan atau
ekonomi atau perencanaan dari Negara pihak pada Persetujuan yang disebut
pertama, sehubungan dengan penjualan sesuatu peralatan perindustrian atau
ilmu pengetahuan atau dengan penelitian, instalasi atau penyerahan kawasan
perindustrian atau ilmiah atau pekerjaan umum.
(5) Istilah bunga yang digunakan dalam Pasal ini berarti pendapatan
dari segala macam tagihan hutang, baik yang dijamin dengan hipotik maupun
tidak, dan baik yang berhak atas bagian laba si debitur ataupun tidak,
dan pada khususnya pendapatan dari surat-surat perbendaharaan Negara dan
pendapatan dari obligasi atau surat-surat hutang, termasuk premi dan hadiah
yang terikat pada surat-surat obligasi atau surat-surat hutang.
(6) Ketentuan-ketentuan ayat 1,2,3 dan 4 tidak akan berlaku, jika penerima bunga yang merupakan penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan, melakukan usaha di Negara lainnya pihak pada Persetujuan di mana bunga itu berasal, melalui suatu tempat usaha tetap yang terletak di sana, atau menjalankan pekerjaan bebas di Negara lainnya itu dari suatu basis tetap yang terletak di sana dan tagihan hutang sehubungan dengan mana bunga itu dibayar mempunyai hubungan efektif dengan tempat usaha tetap atau basis tetap itu. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14.
(7) Bunga dianggap berasal dari salah satu Negara pihak pada Persetujuan, jika yang membayar bunga adalah Negara itu sendiri, salah satu bagian ketatanegaraannya, salah satu pemerintah daerahnya, salah satu badan hukum publiknya, atau salah seorang penduduknya. Namun demikian, apabila orang yang membayar bunga itu, tanpa memandang apakah ia merupakan penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan atau tidak, memiliki suatu tempat usaha tetap di salah satu Negara pihak pada Persetujuan dalam hubungan mana hutang yang mejadi pokok pembayaran bunga itu telah dibuat dan bunga itu adalah atas beban tempat usaha tetap tersebut, maka bunga itu dianggap berasal dari Negara pihak pada Persetujuan di mana tempat usaha tetap itu terletak.
(8) Apabila, karena adanya suatu hubungan istimewa antara pembayar bunga
dengan penerima bunga atau diantara keduanya dengan pihak ketiga, besarnya
jumlah bunga yang dibayarkan, dengan memperhatikan besarnya tagihan hutang
yang menjadi pokok pembayaran itu, melebihi jumlah yang seharusnya disepakati
oleh pembayaran dan penerima bunga seandainya tidak ada hubungan istimewa
semacam itu, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini akan berlaku hanya terhadap
jumlah bunga yang disebut terakhir. Dalam hal itu, jumlah kelebihan pembayaran-pembayaran
tersebut tetap akan dikenakan pajak menurut Undang undang masing-masing
Negara pihak pada Persetujuan, dengan memperhatikan ketentuan ketentuan
lainnya dalam Persetujuan ini.
Pasal 12
R O Y A L T Y
(1) Royalty yang berasal dari salah satu Negara pihak pada Persetujuan
dan dibayarkan kepada penduduk Negara lainnya pihak pada Persetujuan dapat
dikenakan pajak di negara lainnya itu.
(2) Namun demikian, royalty itu dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan tempat asal royalty itu dan sesuai dengan Undang-undang di Negara itu, tetapi apabila penerima royalty adalah pemilik royalty yang menikmatinya, pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 10 perseratus dari jumlah royalty.
(3) Istilah royalty yang digunakan dalam Pasal ini berarti segala jenis pembayaran pembayaran yang diterima sebagai balas jasa atas pemakaian atau hak memakai setiap hak cipta atas karya kesusasteraan, kesenian atau ilmu pengetahuan termasuk film-film bioskop dan karya-karya rekaman untuk siaran radio atau televisi, setiap hak paten, merek dagang, desain atau model, rencana, rumus atau cara pengolahan yang dirahasiakan, atau untuk keterangan mengenai pengalaman di bidang industri, perniagaan atau ilmu pengetahuan.
(4) Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak berlaku jika penerima royalty yang merupakan penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan, menjalankan usaha di Negara lainnya pihak pada Persetujuan tempat asal royalty itu, melalui suatu tempat usaha tetap yang terletak di sana, atau menjalankan pekerjaan bebas di Negara lainnya itu dari suatu basis tetap yang terletak di sana, dan hak atau milik sehubungan dengan mana royalty yang dibayarkan, mempunyai hubungan efektif dengan tempat usaha tetap atau basis tetap tersebut. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14.
(5) Royalty dianggap berasal dari salah satu Negara pihak pada Persetujuan jika yang membayarkan royalty itu adalah Negara itu sendiri, salah satu bagian ketatanegaraannya, salah satu Pemerintah daerahnya atau salah satu seorang penduduknya. Namun demikian apabila pembayar royalty itu, tanpa memandang apakah ia merupakan penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan atau bukan, memiliki suatu tempat usaha tetap di salah satu Negara pihak pada Persetujuan, sehubungan dengan mana kewajiban untuk membayar royalty itu telah dibuat, dan royalty tersebut adalah atas beban tempat usaha tetap itu, maka royalty akan dianggap berasal dari Negara pihak pada Persetujuan di mana tempat usaha tetap itu terletak.
(6) Apabila karena adanya suatu hubungan istimewa antara pembayar dengan
penerima royalty atau diantara keduanya dengan pihak ketiga, besarnya jumlah
royalty yang dibayarkan dengan memperhatikan pemakaian, hak atau keterangan,
untuk mana royalty itu dibayar, melebihi jumlah yang seharusnya disepakati
oleh pembayar dan penerima seandainya tidak terdapat hubungan istimewa
semacam itu, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini akan berlaku hanya terhadap
jumlah yang tersebut terakhir. Dalam hal ini, jumlah kelebihan pembayaran
pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak menurut Undang-undang masing-masing
Negara pihak pada Persetujuan, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan
lainnya dalam Persetujuan ini.
Pasal 13
KEUNTUNGAN DARI PEMINDAHTANGANAN HARTA
(1) Keuntungan dari pemindahtanganan harta tak gerak, sebagaimana dirumuskan
dalam Pasal 6 ayat 2 atau pemindahtanganan saham-saham atau pengikutsertaan
semacam itu dalam suatu pemilikan bersama mengenai harta tak gerak atau
dalam suatu badan yang aktivanya terutama terdiri dari harta tak gerak,
dapat dikenakan pajak di Negara yang mengadakan kemufakatan di mana harta
semacam itu terletak.
(2) Keuntungan dari pemindahtanganan harta tak gerak yang merupakan
bagian daripada kekayaan perusahaan suatu tempat usaha tetap yang dimiliki
oleh perusahaan dari salah satu Negara pihak pada Persetujuan di Negara
lainnya pihak pada Persetujuan, atau dari pemindahtanganan harta gerak
yang termasuk dalam suatu basis tetap yang tersedia bagi seorang penduduk
salah satu Negara pihak pada Persetujuan di Negara lainnya pihak pada Persetujuan
untuk tujuan pelaksanaan pekerjaan bebas, termasuk didalamnya keuntungan
dari pemindahtanganan tempat usaha tetap itu (baik pemindahtanganan secara
tersendiri maupun bersama-sama dengan pemindahtanganan seluruh perusahaan)
ataupun dari pemindahtanganan basis tetap itu, dapat dikenakan pajak di
Negara lainnya.
Namun demikian, keuntungan dari pemindahtanganan harta gerak
semacam yang tersebut dalam Pasal 23 ayat 3 hanya akan dikenakan pajak
di Negara pihak pada Persetujuan di mana harta gerak itu dapat dikenakan
pajak sesuai dengan ketentuan Pasal ini.
(3) Keuntungan dari pemindahtanganan atas setiap harta lain daripada
yang disebutkan dalam ayat 1 dan 2 hanya akan dikenakan pajak di Negara
pihak pada Persetujuan di mana pihak yang memindahtangankan itu merupakan
penduduknya.
Pasal 14
PEKERJAAN BEBAS PRIBADI
(1) Pendapatan yang diperoleh seorang penduduk salah satu Negara pihak
pada Persetujuan sehubungan dengan suatu pekerjaan bebas atau kegiatan-kegiatan
bebas lainnya yang serupa, hanya akan dikenakan pajak di Negara itu, kecuali
jika ia di Negara pihak pada Persetujuan lainnya mempunyai suatu basis
tetap yang secara teratur tersedia baginya untuk menjalankan kegiatan-kegiatannya.
Jika ia mempunyai basis tetap demikian, maka pendapatannya dapat dikenakan
pajak di Negara lainnya pihak pada Persetujuan tetapi hanya sepanjang mengenai
bagian pendapatan yang dapat dianggap berasal dari basis tetap itu.
(2) Istilah pekerjaan bebas meliputi teristimewa pekerjaan-pekerjaan
bebas di bidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, pendidikan atau
pengajaran, demikian pula pekerjaan pekerjaan bebas oleh para dokter, ahli
hukum, ahli teknik, arsitek, dokter gigi dan akuntan.
Pasal 15
TENAGA PRIBADI DALAM HUBUNGAN PERBURUHAN
(1) Dengan tunduk pada ketentuan-ketentuan Pasal 16, 18 dan 19, gaji,
upah dan balas jasa lainnya yang sejenis yang diperoleh seorang penduduk
salah satu Negara pihak pada Persetujuan berkenaan dengan suatu pekerjaan
dalam hubungan perburuhan hanya akan dikenakan pajak di Negara itu, kecuali
jika pekerjaan yang bersangkutan dilakukan di Negara lainnya pihak pada
Persetujuan. Jika pekerjaan itu dilakukan demikian maka balas jasa yang
diperoleh dari pekerjaan itu dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.
(2) Walaupun ada ketentuan-ketentuan ayat 1, balas jasa yang diperoleh
seorang penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan sehubungan dengan
pekerjaan dalam hubungan perburuhan yang dilakukan di Negara lainnya pihak
pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama
jika :
a) si penerima balas jasa berada di Negara lainnya itu selama suatu
nasa atau masa-masa yang gunggungannya tidak melebihi 183 hari selama setiap
jangka waktu dua belas bulan;
b) balas jasa tersebut dibayar oleh atau untk seorang majikan yang
tidak merupakan penduduk Negara lainnya itu, dan
c) balas jasa tersebut tidak menjadi beban suatu tempat usaha tetap
atau suatu basis tetap yang dipunyai oleh majikan di Negara lainnya itu.
(3) Walaupun ada ketentuan-ketentuan terdahulu dalam Pasal ini, balas
jasa sehubungan dengan suatu pekerjaan dalam hubungan perburuhan yang dilakukan
di atas sebuah kapal atau pesawat udara dalam lalu lintas internasional
dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana perusahaan
yang mengusahakan kapal atau pesawat udara termaksud berkedudukan.
Pasal 16
PENDAPATAN SELAKU PENGURUS ATAU KOMISARIS
(1) Pendapatan selaku pengurus atau komisaris serta pembayaran-pembayaran
sejenis yang diperoleh penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan
dalam kedudukannya sebagai anggota pengurus atau anggota dewan komisaris
atau bentuk pengurusan yang serupa dari suatu badan yang berkedudukan di
Negara lainnya pihak pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lainnya
itu.
Pasal 17
SENIMAN DAN OLAHRAGAWAN
(1) Walaupun ada ketentuan-ketentuan Pasal 14 dan 15, pendapatan yang
diperoleh para seniman penghibur seperti artis-artis teater, film, radio
atau televisi dan pemain musik, dan oleh olahragawan, dari kegiatan pribadi
mereka tersebut dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan
di mana kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan.
(2) Apabila pendapatan sehubungan dengan kegiatan-kegiatan seorang penghibur tersebut atau olahragawan, jatuhnya bukan kepada penghibur atau olahragawan itu sendiri tetapi kepada orang lain, maka pendapatan itu dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana kegiatan penghibur atau olahragawan itu dilakukan, walaupun ada ketentuan-ketentuan Pasal 7, 14 dan 15.
(3) Walaupun ada ketentuan-ketentuan ayat 1, balas jasa atau keuntungan dan upah, gaji dan pendapatan lainnya semacam itu yang diperoleh para penghibur atau olahragawan atas kegiatan pribadi mereka itu di salah satu Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara lainnya pihak pada Persetujuan jika kunjungan mereka ke Negara pihak pada Persetujuan yang disebut pertama ditunjang untuk sebagian besar dari dana umum Negara lainnya pihak pada Persetujuan tersebut, salah satu bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya atau dari suatu badan hukum publiknya.
(4) Walaupun ada ketentuan-ketentuan ayat 2, apabila pendapatan sehubungan
dengan kegiatan pribadi demikian dari penghibur atau olahragawan di salah
satu Negara pihak pada Persetujuan tidak jatuh kepada penghibur atau olahragawan
itu sendiri tetapi kepada orang lain, walaupun ada ketentuan-ketentuan
Pasal 7, 14 dan 15, maka pendapatan itu hanya akan dikenakan pajak di Negara
lainya pihak pada Persetujuan jika orang atau badan tersebut ditunjang
untuk sebagian besar dari dana umum Negara lainnya pihak pada Persetujuan
tesebut, salah satu bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya
atau suatu badan hukum publiknya.
Pasal 18
P E N S I U N
(1) Dengan tunduk pada ketentuan-ketentuan Pasal 19 ayat 2, pensiun
dan balas jasa lainnya semacam itu, yang dibayarkan kepada seorang penduduk
salah satu Negara pihak pada Persetujuan sehubungan dengan pekerjaan dalam
hubungan perburuhan di masa lampau hanya akan dikenakan pajak di Negara
pihak pada Persetujuan itu.
(2) Walaupun ada ketentuan-ketentuan ayat 1, pensiun jaminan sosial
yang dibayar oleh suatu lembaga jaminan sosial salah satu Negara yang mengadakan
kemufakatan hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan
itu.
Pasal 19
JABATAN PEMERINTAH
(1) a) Balas jasa, lain daripada pensiun, yang dibayar oleh salah satu
Negara pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah
daerahnya atau badan hukum publiknya kepada setiap orang pribadi sehubungan
dengan pemberian jasa-jasa kepada Negara pihak pada Persetujuan itu atau
kepada bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya atau badan hukum
publiknya, hanya dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan itu.
b) Namun demikian, balas jasa tersebut hanya akan dikenakan pajak
di Negara lainnya pihak pada Persetujuan jika jasa-jasa itu diberikan di
Negara lainnya pihak pada Persetujuan itu dan penerima uang jasa adalah
penduduk yang merupakan warga negara dari Negara lainnya pihak pada Persetujuan
itu.
(2) Setiap pensiun yang dibayar oleh atau dari dana-dana yang diadakan
oleh salah satu Negara pihak pada Persetujuan atau salah satu bagian ketatanegaraannya
atau pemerintah daerahnya atau badan hukum publiknya kepada seorang pribadi
sehubungan dengan pemberian jasa jasa kepada Negara pihak pada Persetujuan
itu atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya atau badan
hukum publiknya hanya akan dikenakan pajak pada Negara pihak pada Persetujuan.
(3) Ketentuan-ketentuan Pasal 15 dan 16 berlaku terhadap balas jasa
berkenaan dengan pemberian jasa dalam hubungan suatu perusahaan yang dilakukan
oleh salah satu Negara pihak pada Persetujuan atau salah satu bagian ketatanegaraannya
atau pemerintah daerahnya atau badan hukum publiknya.
Pasal 20
PARA SISWA
(1) Pembayaran-pembayaran yang diterima oleh seorang siswa atau siswa
kejuruan perusahaan yang merupakan atau sebelumnya merupakan penduduk salah
satu Negara pihak pada Persetujuan dan berada di Negara lainnya pihak pada
Persetujuan semata-mata untuk maksud pendidikan atau latihannya, untuk
keperluan biaya hidupnya, pendidikan atau latihannya tidak akan dikenakan
pajak di Negara lainnya pihak pada Persetujuan itu, asalkan pembayaran-pembayaran
tersebut diberikan kepadanya dari sumber-sumber di luar Negara lainnya
pihak pada Persetujuan itu.
(2) Walaupun ada ketentuan-ketentuan ayat 1, balas jasa yang diperoleh
siswa atau siswa kejuruan perusahaan yang atau sebelumnya merupakan penduduk
salah satu Negara pihak pada Persetujuan dan yang berada di Negara lainnya
pihak pada Persetujuan semata-mata untuk maksud pendidikan atau latihannya
dari pemberian jasa-jasa di Negara lainnya pihak pada Persetujuan itu,
tidak akan dikenakan pajak di Negara lainnya itu, asalkan jasa-jasa tersebut
adalah sehubungan dengan pendidikan atau latihannya ataupun balas jasa
tersebut perlu untuk menambah sumber-sumber yang tersedia baginya untuk
keperluan biaya hidupnya.
Pasal 21
PARA GURU DAN PELAKU RISET
(1) Seorang guru atau seorang yang melakukan riset yang merupakan penduduk
salah satu Negara pihak pada Persetujuan yang mengunjungi Negara
lainnya pihak pada Persetujuan dengan maksud untuk mengajar atau melakukan
riset akan dibebaskan dari pajak atas kegiatan-kegiatannya tersebut di
Negara lainnya pihak pada Persetujuan itu untuk suatu masa yang tidak melebihi
dua tahun.
(2) Pasal ini tidak berlaku atas pendapatan dari riset, jika riset itu
dilakukan bukan untuk kepentingan umum tetapi terutama untuk kepentingan
pribadi orang atau orang-orang tertentu.
Pasal 22
PENDAPATAN LAIN
(1) Bagian-bagain pendapatan berasal dari manapun dari seorang penduduk
salah satu Negara pihak pada Persetujuan, yang tidak diatur dalam Pasal-pasal
yang terdahulu dari Persetujuan ini hanya akan dikenakan pajak di Negara
pihak pada Persetujuan itu.
(2) Ketentuan-ketentuan ayat 1 tidak akan berlaku, jika si penerima
pendapatan yang merupakan salah satu Negara pihak pada Persetujuan, melakukan
usaha melalui tempat usaha tetap yang terletak di Negara lainnya pihak
pada Persetujuan atau melakukan pekerjaan bebas dari suatu basis tetap
yang terletak di Negara lainnya pihak pada Persetujuan, dan hak atau milik
sehubungan dengan mana pendapatan itu dibayar mempunyai hubungan efektif
dengan tempat usaha tetap atau basis tetap tersebut.
Dalam hal tersebut tergantung pada masalahnya berlaku ketentuan-ketentuan
Pasal 7 atau Pasal 14.
Pasal 23
K E K A Y A A N
(1) Kekayaan berupa harta tak gerak seperti dirumuskan dalam Pasal
6 ayat 2, dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana
harta demikian terletak.
(2) Kekayaan berupa harta gerak yang merupakan bagian daripada harta perusahaan suatu tempat usaha tetap dari perusahaan, atau berupa harta gerak yang merupakan daripada suatu basis tetap yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan bebas, dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana tempat usaha tetap atau basis tetap itu terletak.
(3) Kapal laut dan pesawat udara yang diusahakan oleh suatu perusahaan dalam lalu-lintas internasional serta harta gerak yang termasuk dalam pengusahaan kapal laut dan pesawat udara tersebut, hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana perusahaan tersebut berkedudukan.
(4) Seluruh bagian lain dari kekayaan seorang penduduk salah satu Negara
pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada
Persetujuan itu.
Pasal 24
CARA UNTUK PENGHINDARAN
PAJAK BERGANDA
Pajak berganda akan dihindarkan menurut cara sebagai berikut :
(1) Sepanjang mengenai Indonesia.
a) Indonesia dapat memasukkan ke dalam jumlah yang dijadikan dasar
pengenaan pajak pajak yang disebut dalam Pasal 2 ayat 3b, bagian-bagain
pendapatan atau kekayaan yang menurut ketentuan-ketentuan Persetujuan ini
dapat dikenakan pajak di Perancis.
b) Dengan tunduk pada ketentuan-ketentuan sub ayat c) di bawah, Indonesia
akan memperkenankan pengurangan atas pajak yang dihitung menurut sub-ayat
a) sebesar suatu bagian dari pada pajak itu perbandingannya terhadap
keseluruhan pajak itu adalah sama seperti perbandingan antara bagian daripada
pendapatan atau kekayaan itu, yang termasuk dalam dasar pengenaan pajak
tersebut dan dapat dikenakan pajak di Perancis menurut ketentuan-ketentuan
Persetujuan ini, terhadap seluruh pendapatan atau kekayaan yang merupakan
dasar bagi pengenaan pajak di Indonesia.
c) Bila seorang penduduk Indonesia memperoleh pendapatan yang dapat
dikenakan pajak di Perancis menurut ketentuan-ketentuan Pasal 10 ayat 2,
Pasal 11 ayat 2 dan 3, atau Pasal 12 ayat 2, Indonesia akan memperkenankan
suatu pengurangan dari pajak Indonesia atas pendapatan orang itu suatu
jumlah yang sama besarnya dengan pajak yang dibayar di Perancis atas pendapatan
itu. Namun, pengurangan tersebut tidak akan melebihi bagian dari
pajak Indonesia yang dihitung menurut ketentuan sub-ayat a) yang sesuai
untuk pendapatan yang diperoleh dari Perancis itu.
d) Bila seorang penduduk Indonesia memperoleh keuntungan-keuntungan
yang menurut ketentuan-ketentuan Pasal 13 dapat dikenakan pajak di Perancis,
Indonesia akan memperkenankan suatu pengurangan dari pajaknya atas keuntungan-keuntungan
tersebut sama besarnya dengan pajak yang dibayar di Perancis.
(2) Sepanjang mengenai Perancis.
a) Pendapatan lain daripada yang disebutkan dalam sub-ayat b) di bawah
akan dibebaskan dari pajak-pajak Perancis yang disebutkan dalam Pasal 2
ayat 3 sub-ayat a) jika pendapatan tersebut dapat dikenakan pajak di Indonesia
menurut Persetujuan ini.
b) Pendapatan yang disebutkan dalam Pasal 10,11,12,14,16 dan 17 yang
diterima dari Indonesia dapat dikenakan pajak di Perancis, Pajak Indonesia
yang dipungut atas pendapatan tersebut memberi hak kepada penduduk Perancis
atas suatu tax credit yang besarnya sesuai dengan jumlah pajak Indonesia
yang dipungut, tetapi yang tidak melebihi jumlah pajak Perancis yang dipungut
atas pendapatan itu. Credit tersebut akan diperkenankan terhadap pajak-pajak
yang disebut dalam Pasal 2 ayat 3 sub-ayat a) dalam dasar pengenaan pajak
mana pendapatan tersebut termasuk.
c) Walaupun ada ketentuan-ketentuan sub-ayat a) dan b) di atas, pajak
Perancis atas pendapatan yang berdasarkan Persetujuan ini dapat dikenakan
di Perancis, dihitung menurut tarip yang berlaku terhadap keseluruhan pendapatan
yang dapat dikenakan menurut Undang-undang Perancis.
d) Dalam hal di mana pajak Indonesia yang dipungut atas dividen, bunga
dan royalty diberi keringanan untuk seluruhnya atau dikurangkan sehingga
menjadi di bawah tarip sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat 2 a) untuk
dividen, dalam Pasal 11 ayat 3 untuk bunga atau Pasal 12 ayat 2 untuk royalty,
dengan peraturan-peraturan pemberian insentif yang khusus berdasarkan Undang-undang
Indonesia yang dimaksudkan untuk memajukan pembangunan ekonomi di Indonesia,
tax-credit yang disebutkan dalam sub ayat b) di atas akan sama besarnya
dengan tarip pajak yang ditentukan dalam Pasal 10 ayat 2 a) untuk dividen,
dalam Pasal 11 ayat 3 untuk bunga dan dalam Pasal 12 ayat 2 untuk royalty.
Pasal 25
NON DISKRIMINASI
(1) Warga negara dari suatu Negara pihak pada Persetujuan yang merupakan
penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan tidak akan dikenakan
pajak atau kewajiban apapun sehubungan dengan itu di Negara lainnya pihak
pada Persetujuan, yang berlainan atau lebih memberatkan daripada pengenaan
pajak dan kewajiban-kewajiban yang berangkutan dengan itu yang dikenakan
atau dapat dikenakan terhadap warga negara dari Negara lainnya dalam keadaan
yang sama.
(2) Pengenaan pajak atas suatu tempat usaha tetap yang dipunyai perusahaan
dari salah satu Negara pihak pada Persetujuan yang mengadakan kemufakatan
di Negara lainnya pihak pada Persetujuan tidak akan dipungut pajak dengan
cara yang kurang menguntungkan di Negara lain tersebut jika dibandingkan
dengan pemungutan pajak atas perusahaan-perusahaan di Negara lainnya itu
yang menjalankan kegiatan-kegiatan yang sama.
Ketentuan ini tidak dapat diartikan sebagai mewajibkan salah satu Negara
pihak pada Persetujuan untuk memberikan kepada penduduk Negara lainnya
pihak pada Persetujuan, potongan pribadi, keringanan dan pengurangan apapun
untuk keperluan pemajakan berdasarkan status sipil atau beban keluarga
sebagaimana yang diberikan kepada penduduk Negara itu sendiri.
(3) Peusahaan-perusahaan dari salah satu Negara pihak pada Persetujuan
yang modalnya baik seluruhannya ataupun sebagian dimiliki atau diawasi
secara langsung ataupun tidak langsung oleh seorang penduduk atau lebih
dari Negara lainnya pihak pada Persetujuan, tidak akan dikenakan pajak
atau kewajiban apapun sehubungan dengan itu di Negara pihak pada Persetujuan
tersebut pertama yang berlainan atau lebih memberatkan daripada pengenaan
pajak dan kewajiban-kewajiban yang bersangkutan dengan itu yang dikenakan
atau dapat dikenakan atas perusahaan-perusahaan lainnya yang serupa dari
negara tersebut pertama.
(4) Dalam Pasal ini istilah pemajakan berarti pajak-pajak yang merupakan
pokok Persetujuan ini.
Pasal 26
PROSEDUR PERSETUJUAN BERSAMA
(1) Apabila seorang penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan
beranggapan bahwa tindakan salah satu atau kedua Negara pihak pada Persetujuan
mengakibatkan atau akan mengakibatkan baginya pengenaan pajak yang
tidak sesuai dengan Persetujuan ini, maka walaupun ada cara-cara penyelesaian
yang diatur dalam Undang-undang Nasional Negara negara tersebut, ia dapat
mengajukan masalahnya kepada pejabat yang berwenang dari Negara di mana
ia merupakan penduduk, atau jika masalahnya termasuk dalam ketentuan Pasal
25 ayat 1, kepada Negara pihak pada Persetujuan di mana ia merupakan warganegara.
Masalah ini harus diajukan dalam waktu tiga tahun sejak pemberitahuan pertama
tentang tindakan yang menyebabkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan
Persetujuan.
(2) Jika keberatan itu dilihatnya beralasan dan apabila ia sendiri tidak dapat mencapai suatu penyelesaian yang tepat, maka pejabat yang berwenang tersebut akan berusaha untuk menyelesaikan masalah itu melalui persetujuan bersama dengan pejabat yang berwenang dari Negara lainnya pihak pada Persetujuan itu dengan tujuan untuk menghindarkan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini.
(3) Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan berusaha untuk menyelesaikan melalui persetujuan bersama setiap kesulitan yang timbul mengenai penerapan Persetujuan ini. Mereka dapat pula melakukan musyawarah satu sama lain untuk meniadakan pajak berganda dalam hal-hal yang tidak diatur dalam persetujuan ini.
(4) Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan dapat berhubungan satu sama lain secara langsung guna mencapai persetujuan seperti dimaksud pada ayat-ayat terdahulu. Apabila untuk mencapai persetujuan tampaknya diperlukan suatu pertukaran pendapat secara lisan, maka pertukaran pendapat demikian itu dapat dilakukan melalui suatu Panitia yang terdiri dari wakil-wakil para pejabat yang berwenang dari Negara negara pihak pada Persetujuan.
(5) Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan
akan menentukan dengan persetujuan bersama cara penerapan Persetujuan ini,
dan teristimewa syarat-syarat yang akan dikenakan pada penduduk salah satu
Negara pihak pada Persetujuan guna memperoleh di Negara lainnya pihak pada
Persetujuan, keringanan dan pembebasan pajak atas pendapatan yang disebut
dalam Pasal 10, 11 dan 12 yang diterimanya dari Negara lainnya pihak pada
Persetujuan itu.
Pasal 27
TUKAR-MENUKAR BAHAN KETERANGAN
(1) Pejabat-pejabat yang berwenag dari kedua Negara pihak pada Persetujuan
akan mengadakan tukar-menukar bahan keterangan yang diperlukan untuk melaksakan
Persetujuan ini dan Undang-undang nasional kedua Negara pihak pada Persetujuan
mengenai pajak-pajak yang tercakup dalam Persetujuan ini sepanjang pemajakan
menurut Undang-undang tersebut adalah sesuai dengan Persetujuan ini. Setiap
keterangan yang dipertukarkan akan dirahasiakan dan tidak akan diungkapkan
kepada orang, atau pejabat-pejabat selain daripada mereka yang berkepentingan
dengan penetapan, penagihan atau pemaksaan (termasuk pengadilan atau badan
administratip) mengenai pajak-pajak yang merupakan subyek Persetujuan ini
atau yang berkepentingan dengan penuntutan, tuntutan ganti rugi dan pengajuan
banding yag sehubungan dengan itu.
(2) Bagaimanapun juga ketentuan-ketentuan pada ayat 1 tidak boleh ditafsirkan
sedemikian sehingga meletakkan kewajiban kepada salah satu Negara pihak
pada Persetujuan untuk :
a) melaksakan tindakan-tindakan administratip yang berlawanan dengan
Undang-undang atau kelaziman praktek administrasi dari Negara tersebut
atau Negara lainnya pihak pada Persetujuan;
b) memberikan keterangan-keterangan khusus yang tidak dapat diperoleh
menurut Undang-undang atau dalam pelaksanaan administrasi yang lazim dari
Negara tersebut atau Negara lainnya pihak pada Persetujuan;
c) memberikan keterangan yang dapat mengungkapkan suatu rahasia di
bidang perniagaan, usaha, industri, perdagangan atau keahlian atau tata
cara perniagaan, atau bahan keteranganan yang pengungkapannya akan bertentangan
dengan tata tertib (orde public).
Pasal 28
PEJABAT-PEJABAT DIPLOMATIK
DAN KONSULER
(1) Tidak ada sesuatupun dalam Persetujuan ini akan mempengaruhi hak-hak
khusus di bidang fiskal dari para anggota misi diplomatik dan pembantu
pribadi rumah tangga mereka, daripada anggota misi konsuler atau para anggota
misi-misi tetap berdasarkan peraturan umum daripada hukum internasional
ataupun berdasarkan ketentuan-ketentuan daripada Persetujuan-persetujuan
khusus.
(2) Walaupun ada ketentuan-ketentuan Pasal 4, seorang pribadi yang merupakan
anggota suatu misi diplomatik atau konsuler, atau misi tetap dari salah
satu Negara pihak pada Persetujuan yang berada di Negara lainnya pihak
pada Persetujuan atau di suatu Negara ketiga akan dianggap untuk tujuan
Persetujuan ini sebagai penduduk dari Negara yang mengirimnya apabila :
a) menurut hukum internasional, ia tidak dikenakan pajak di Negara
yang menerimanya atas pendapatan dari sumber-sumber dari Luar Negara itu;
dan
b) ia di Negara yang mengirimnya dikenakan kewajiban-kewajiban yang
sama seperti penduduk Negara yang mengirimnya itu mengenai pajak atas pendapatannya
di seluruh dunia.
(3) Persetujuan ini tidak berlaku bagi organisasi-organisasi internasional,
bagi badan-badan dan pejabatnya, dan orang-orang yang merupakan anggota
suatu misi diplomatik atau konsuler atau misi tetap dari suatu Negara ketiga
yang berada di salah satu Negara pihak pada Persetujuan dan tidak diperlakukan
sebagai penduduk di salah satu Negara pihak pada Persetujuan itu mengenai
pajak-pajak atas pendapatan dan atas kekayaan.
Pasal 29
RUANG LINGKUP WILAYAH
(1) Persetujuan ini baik dalam keseluruhannya maupun dengan perubahan-perubahan
seperlunya, dapat diperluas hingga wilayah seberang lautan Republik Perancis
yang mengenakan pajak-pajak yang pada hakekatnya bersifat sama dengan pajak-pajak
terhadap mana Persetujuan ini berlaku.
Setiap perluasan demikian akan berlaku menurut tanggal dan tunduk
pada perubahan perubahan dan persyaratan-persyaratan termasuk persyaratan-persyaratan
mengenai penghentian Persetujuan, sebagaimana diperinci dan disepakati
oleh kedua Negara pihak pada Persetujuan dalam nota-nota yang akan dipertukarkan
melalui saluran-saluran diplomatik atau dengan cara lain menurut prosedur
konstitusional.
(2) Kecuali disepakati lain oleh kedua Negara pihak pada Persetujuan,
pemberitahuan penghentian Persetujuan oleh salah satu Negara pihak pada
Persetujuan menurut Pasal 31, akan menghentikan berlakunya Persetujuan
dengan cara diatur dalam Pasal itu bagi setiap wilayah terhadap mana berlakunya
Persetujuan telah diperluas menurut Pasal ini.
Pasal 30
SAAT BERLAKUNYA PERSETUJUAN
(1) Masing-masing Negara pihak pada Persetujuan akan memberitahukan
kepada Negara lainnya pihak pada Persetujuan tentang telah dipenuhinya
prosedur yang diharuskan oleh Undang-undangnya untuk membuat berlakunya
Persetujuan ini. Persetujuan ini akan berlaku satu bulan sesudah tanggal
pemberitahuan yang terakhir dari kedua pemberitahuan tersebut.
(2) Ketentuan-ketentuan akan berlaku untuk pertama kali :
a) mengenai pajak-pajak atas bunga, dividen dan royalty yang dipotong
pada sumbernya, terhadap jumlah-jumlah yang dapat dibayar pada atau sesudah
tanggal berlakunya Persetujuan ini;
b) mengenai pajak-pajak lain atas pendapatan, terhadap pendapatan yang
diperoleh selama tahun takwim dalam masa Persetujuan ini mulai berlaku,
atau sehubungan dengan masa pembukuan yang berakhir selama tahun ini.
c) mengenai pajak atas kekayaan, terhadap kekayaan yang dapat dikenakan
pajak untuk tahun takwim dalam mana Persetujuan ini mulai berlaku.
Pasal 31
BERAKHIRNYA PERSETUJUAN
(1) Persetujuan ini akan tetap berlaku tanpa batas waktu. Namun, sesudah
tahun 1981, masing masing Negara pihak pada Persetujuan dapat menghentikan
berlakunya Persetujuan ini, sampai akhir suatu tahun takwim dengan memberikan
pemberitahuan tertulis mengenai penghentian itu melalui saluran-saluran
diplomatik, sekurang-kurangnya enam bulan sebelumnya.
(2) Dalam hal demikian, ketentuan-ketentuan Persetujuan akan berlaku
untuk terakhir kali :
a) mengenai pajak-pajak yang dipotong pada sumbernya, terhadap jumlah-jumlah
yang dapat dibaar sebelum atau pada tanggal 31 Desember dari tahun takwim
untuk akhir tahun mana penghentian Persetujuan telah diberitahukan;
b) mengenai pajak-pajak lain atas pendapatan, terhadap pendapatan yang
diperoleh selama tahun takwim untuk akhir tahun mana penghentian Persetujuan
telah diberitahukan, atau sehubungan dengan masa pembukuan yang berakhir
dalam tahun itu;
c) mengenai pajak pajak atas kekayaan, terhadap kekayaan yang dapat
dikenakan pajak untuk tahun takwim, untuk akhir tahun mana penghentian
Persetujuan telah diberitahukan.
Sebagai tanda Persetujuan, para penandatangan di bawah ini, yang telah
diberi kuasa syah untuk ini oleh masing-masing Pemerintahnya, telah menandatangani
Persetujuan ini.
DIBUAT di Jakarta tanggal empat belas September 1979 dalam bahasa Indonesia
dan Bahasa Perancis, masing-masing dalam rangkap dua, kedua naskah mempunyai
kekuatan hukum yang sama.
Untuk Pemerintah Untuk Pemerintah
Republik Indonesia Republik Perancis
PROTOKOL
Pada saat penandatanganan Persetujuan antara Pemerintah Indonesia dan
Pemerintah Republik Perancis mengenai penghindaran pajak berganda dan pencegahan
pengelakan pajak atas pendapatan dan atas kekayaan, para penandatanganan
dibawah ini telah semufakat mengenai ketentuan yang merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari Persetujuan ini.
Dipahami bahwa keuntungan dari pengusaha kapal laut menurut pengertian
Pasal 8 hanya akan dapat diperoleh oleh suatu perusahaan yang melakukan
usaha perkapalan atas tanggung jawab dan untuk perhitungannya sendiri.
DIBUAT di Jakarta tanggal empat belas September 1979 dalam bahasa Indonesia
dan Bahasa Perancis, masing-masing dalam rangkap dua, kedua naskah mempunyai
kekuatan hukum yang sama.
Untuk Pemerintah Untuk Pemerintah
Republik Indonesia Republik Perancis
MEMORANDUM OF UNDERSTANDING
MENGENAI PERUNDINGAN ANTARA DELEGASI
INDONESIA DAN DELEGASI PERANCIS UNTUK
PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
Sesuai dengan draft Persetujuan antara Indonesia dan Perancis untuk
penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak atas pendapatan
dan atas kekayaan. Delegasi Indonesia dan Delegasi Perancis mencapai pengertian
sebagai berikut :
-I-
Dengan menunjuk pada Pasal 5 ayat 3, kedua delegasi telah sepakat bahwa
penggunaan fasilitas-fasilitas atau pengadaan suatu persediaan barang atau
barang dagangan kepunyaan suatu perusahaan dengan maksud untuk penyerahan
(misalnya pengadaan suatu persediaan barang atau barang dagangan yang dibongkar
dari suatu kapal diserahkan dari suatu gudang setelah lewat jangka waktu
tertentu kepada si pembeli), tidak akan mengakibatkan adanya suatu tempat
usaha tetap dari perusahaan tersebut, kecuali fasilitas-fasilitas ini atau
persediaan barang itu dipergunakan untuk memenuhi pesanan-pesanan secara
teratur untuk perusahaan tersebut.
-II-
Perundang-undangan perpajakan dan peraturan-peraturan Indonesia mengatur
bahwa dalam keadaan-keadaan tertentu laba suatu perusahaan dapat ditetapkan
dengan menghubungkannya kepada suatu prosentase dari peredarannya. Delegasi
Perancis minta perhatian bahwa cara menghitung suatu laba yang diperkirakan
ini bisa membawa akibat-akibat yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan
Pasal 7 ayat 2 dan 3.
Atas masalah ini, delegasi Indonesia memberikan keterangan sebagai
berikut :
1) Cara ini dipakai di Indonesia terutama untuk menetapkan jumlah pembayaran
terlebih dahulu dari pajak perseroan.
2) Prosentase-prosentase dari peredaran yang dipakai sehubungan dengan
pembayaran terlebih dahulu ditetapkan dengan menghubungkannya pada laba
bersih yang dapat diharapkan akan diperoleh dalam suatu cabang usaha tertentu.
3) Perusahaan-perusahaan diberi hak untuk menghitung labanya atas dasar
keuntungan bersih menurut praktek pembukuan yang lazim dan menurut Undang-undang
perpajakan.
4) Apabila laba bersih final telah ditetapkan sesuai dengan praktek
pembukuan yang lazim dan sesuai dengan Undang-undang perpajakan, maka jika
jumlah pembayaran-pembayaran terlebih dahulu menurut perhitungan seperti
tersebut di atas itu melebihi pajak perseroan final atas laba bersih final,
maka kelebihan ini akan dibayarkan kembali atau diperhitungkan dengan kewajiban-kewajiban
pajak lainnya.
Delegasi Perancis menyatakan puas dengan keterangan-keterangan itu
yang menunjukkan bahwa sistim Indonesia dapat diterima. Dinyatakannya bahwa
kekuatiran utamanya adalah bahwa mungkin dapat terjadi di mana cara ini
akan diterapkan terhadap beberapa perusahaan asing yang melakukan usaha
di Indonesia, tetapi tidak diterapkan terhadap yang lainnya. Delegasi Indonesia
menyatakan bahwa merupakan kebijaksanaan Pemerintahnya untuk menerapkan
cara ini untuk menetapkan suatu laba yang diperkirakan atas dasar perlakuan
yang sama terhadap semua perusahaan asing.
-III-
Delegasi Perancis minta perhatian bahwa menurut pengertian Pasal 7
ayat 1 dan 2 yang diterima secara luas, apabila suatu perusahaan dari salah
satu Negara pihak pada Persetujuan :
1) melakukan usaha di Negara lainnya pihak pada Persetujuan melalui
suatu tempat usaha tempat usaha tetap yang berkedudukan di sana,
2) menjual barang-barang atau barang dagangan di Negara lainnya pihak
pada Persetujuan melalui suatu tempat usaha tetap yang berkedudukan di
sana,
3) melakukan penyelidikan atau penelitian yang bersifat ilmiah, geologi
atau tehnis atau memberikan jasa-jasa konsultan atau pengawasan, yang meliputi
di satu pihak penyelidikan yang dilakukan di luar Negara lainnya pihak
pada Persetujuan dan di lain pihak penyelidikan dilakukan di Negara lainnya
pihak pada Persetujuan itu melalui suatu tempat usaha tetap yang berkedudukan
di sana,
4) memenuhi suatu kontrak yang meliputi di satu pihak, pembuatan barang-barang
atau peralatan di luar Negara lainnya pihak pada Persetujuan itu dan di
lain pihak pekerjaan bangunan, konstruksi atau asembling yang dilakukan
di Negara lainnya pihak pada Persetujuan itu melalui suatu tempat usaha
tetap yang berkedudukan di sana,
maka keuntungan-keuntungan dari tempat usaha tetap ini tidak dapat
ditetapkan atas dasar seluruh jumlah peredaran, penjualan atau balas jasa
yang diterima peusahaan, tetapi akan ditetapkan hanya atas dasar jasa yang
dapat dianggap berasal dari kegiatan sebenarnya dari tempat usaha tetap
itu mengenai usaha, penjualan, penelitian, jasa atau kontrak-kontrak tersebut.
Selain dari pada itu delegasi Perancis menyatakan bahwa masalah-masalah
penentuan keuntungan suatu tempat usaha tetap dengan usaha-usaha yang sifatnya
dapat dibandingkan dengan apa yang digambarkan di atas seyogyanya dipecahkan
menurut cara yang sama.
Delegasi Indonesia menyatakan bahwa pengertiannya mengenai Pasal 7
ayat 1 dan 2 adalah sama dengan yang dikemukakan oleh delegasi Perancis.
-IV-
Kedua delegasi telah sepakat untuk menerapkan dengan berlaku surat
ketentuan-ketentuan Pasal 8 terhadap Garuda mengenai pajak Perancis dan
terhadap UTA mengenai pajak Indonesia.
-V-
Kedua delegasi telah sepakat bahwa pembayaran-pembayaran yang diterima
sebagai balas jasa untuk pemakaian, atau hak pemakaian, peralatan, industri,
perniagaan atau ilmiah, tidak merupakan royalty seperti dirumuskan dalam
Pasal 12 ayat 3, tetapi merupakan laba industri dan perniagaan dari suatu
perusahaan yang harus diperlakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan Pasal
7.
-VI-
Kedua delegasi telah sepakat bahwa penyelidikan atau penelitian yang
bersifat ilmiah, geologi atau tehnik ataupun jasa-jasa konsultan atau pengawasan
tidak merupakan keterangan mengenai pengalaman dibidang industri, perniagaan
atau ilmiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat 3, tetapi merupakan
usaha dari suatu perusahaan yang harus diperlakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan
Pasal 5 dan 7 atau merupakan pekerjaan-pekerjaan bebas yang harus diperlakukan
sesuai dengan ketentuan-ketentuan Pasal 14, tergantung pada masalahnya.
-VII-
Mengenai Pasal 27, delegasi Indonesia menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan
Pasal ini adalah sangat penting bagi Indonesia dan bahwa menurut ketentuan-ketentuan
ini, keterangan-keterangan akan dipertukarkan antara pejabat-pejabat yang
berwenang baik atas dasar permohonan maupun atas dasar rutin.
Delegasi Perancis menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan tersebut juga
penting bagi Perancis dan bahwa menurut penafsirannya yang umum ketentuan
ini merupakan suatu dasar hukum untuk tukar menukar keterangan-keterangan
atas dasar permohonan dan juga atas dasar rutin.
Kedua delegasi bersepakat untuk mengadakan penyelenggaraan di kemudian
hari untuk melaksanakan pertukaran keterangang atas dasar permohonan atau
atas dasar rutin yang dapat diperoleh badan-badan perpajakan dalam praktek
administrasinya yang lazim.
-VIII-
Teks resmi Persetujuan dan Protokol penghindaran pajak berganda dan
pencegahan pajak atas pendapatan dan atas kekayaan ini adalah dalam bahasa
Indonesia dan bahasa Perancis. Akan tetapi, kedua Delegasi bersepakat bahwa
untuk tujuan-tujuan praktis, mereka dapat menunjuk kepada teks dalam bahasa
Inggris, yang telah diparaf oleh kedua Delegasi serta penambahan dan perubahan
setelah itu yang telah disetujui dalam surat menyurat antara kedua belah
pihak.
DIBUAT di Jakarta pada tanggal 13 September 1979 dalam rangkap dua,
dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.
Untuk Delegasi Indonesia Untuk Delegasi Perancis