PERSETUJUAN ANTARA
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KEHARYAPATIHAN LUXEMBOURG
TENTANG PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN
PAJAK
ATAS PENGHASILAN DAN ATAS MODAL
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Keharyapatihan Luxembourg
BERHASRAT mengadakan suatu Persetujuan mengenai penghindaran pajak
berganda dan pencegahan pengelakan pajak yang berhubungan dengan pajak
atas penghasilan dan atas modal.
TELAH MENYETUJUI SEBAGAI BERIKUT :
Pasal 1
ORANG DAN BADAN YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN
Persetujuan ini berlaku terhadap orang dan badan yang menjadi penduduk
salah satu atau kedua Negara pihak pada Persetujuan.
Pasal 2
PAJAK-PAJAK YANG TERCAKUP DALAM PERSUTUJUAN
1. Persetujuan ini berlaku terhadap pajak-pajak atas penghasilan dan
atas modal yang dikenakan oleh masing-masing Negara pihak pada Persetujuan
atau pemerintah daerahnya, tanpa memperhatikan cara pemungutan pajak-pajak
tersebut.
2. Dianggap sebagai pajak-pajak atas penghasilan dan atas modal adalah semua pajak yang dikenakan atas seluruh penghasilan dan atas modal atau atas unsur-unsur penghasilan atau atas modal, termasuk pajak-pajak atas keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan harta gerak atau harta tak gerak.
3. Persetujuan ini akan diterapkan terhadap pajak-pajak yang berlaku
sekarang ini, khususnya :
(a) sepanjang mengenai Republik Indonesia :
pajak penghasilan yang dikenakan berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan
1984 (Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983);
(selanjutnya disebut sebagai pajak Indonesia).
(b) sepanjang mengenai Keharyapatihan Luxembourg :
(i) pajak penghasilan perseorangan (limpot sur le revenu des personnes
physiques);
(ii) pajak perseroan (limpot sur le revenu des collectivities);
(iii) pajak atas gaji direktur perusahaan (limpot special sur les tantiemes);
(iv) pajak atas modal (limpot sur la fortune);
(v) pajak buruh (limpot commercial cummunal);
(selanjutnya disebut sebagai pajak Luxembourg).
4. Persetujuan ini akan berlaku pula terhadap setiap pajak yang serupa
atau pada hakekatnya sama yang dikenakan setelah tanggal penandatanganan
Persetujuan ini sebagai tambahan terhadap, atau sebagai pengganti dari,
pajak-pajak yang telah disebutkan pada ayat 3, Pejabat pejabat yang berwenang
dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan saling memberitahukan satu
sama lain mengenai setiap perubahan penting yang terjadi dalam perundang-undangan
perpajakan mereka yang berkenaan.
Pasal 3
PENGERTIAN-PENGERTIAN UMUM
1. Kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain, yang
dimaksud dalam Persetujuan ini dengan :
(a) istilah Indonesia meliputi wilayah Republik Indonesia sebagaimana
ditentukan dalam perundang-undangannya dan daerah yang berbatasan terhadap
mana Republik Indonesia mempunyai hak-hak kedaulatan atau yurisdiksi menurut
hukum internasional;
(b) istilah Luxembourg berarti wilayah Keharyapatihan Luxembourg;
(c) istilah orang/badan meliputi orang pribadi, perseroan dan setiap
kumpulan dari orang orang dan/atau badan-badan;
(d) istilah perseroan berarti setiap badan hukum atau setiap entitas
yang untuk tujuan pemungutan pajak diperlakukan sebagai suatu badan hukum;
(e) istilah perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan
perusahaan dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan berarti berturut-turut
suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk dari suatu Negara pihak
pada Persetujuan dan suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk dari
Negara pihak lainnya pada Persetujuan;
(f) istilah lalu lintas internasional berarti setiap pengangkutan oleh
kapal laut atau pesawat udara yang dilakukan oleh perusahaan dari suatu
Negara pihak pada Persetujuan, kecuali jika kapal atau pesawat udara itu
semata-mata dioperasikan antara tempat-tempat yang berada di Negara pihak
lainnya pada Persetujuan;
(g) istilah Pejabat yang berwenang berarti :
(i) di Indonesia :
Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah;
(ii) di Luxembourg :
Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah;
(h) istilah warganegara berarti :
(i) setiap orang pribadi yang memiliki kewarganegaraan dari suatu Negara
pihak pada Persetujuan;
(ii) setiap badan hukum, usaha bersama dan persekutuan yang statusnya
mereka peroleh berdasarkan hukum yang berlaku pada salah satu Negara pihak
pada Persetujuan;
(i) istilah Negara pihak pada Persetujuan dan Negara pihak lainnya
pada Persetujuan berarti Indonesia atau Luxembourg tergantung pada hubungan
kalimatnya.
2. Sehubungan dengan penerapan Persetujuan ini oleh salah satu Negara
pihak pada Persetujuan, setiap istilah yang tidak dirumuskan mempunyai
arti menurut perundang-undangan Negara itu sepanjang mengenai pajak-pajak
yang diatur dalam Persetujuan ini, kecuali jika dari hubungan kalimatnya
harus diartikan lain.
Pasal 4
PENDUDUK
1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah penduduk suatu Negara
pihak pada Persetujuan berarti setiap orang dan badan, yang menurut perundang-undangan
Negara tersebut dapat dikenakan pajak di Negara itu berdasarkan domisilinya,
tempat kediamannya, tempat kedudukan menajemennya atau dasar lainnya yang
sifatnya serupa. Tetapi istilah ini tidak mencakup orang dan badan yang
dapat dikenakan pajak di Negara itu hanya berdasarkan alasan bahwa penghasilan
bersumber di Negara tersebut atau atas modal yang terletak di negara tersebut.
2. Jika seseorang menurut ketentuan-ketentuan pada ayat 1 menjadi penduduk
di kedua Negara pihak pada persetujuan, maka statusnya akan ditentukan
sebagai berikut :
(a) ia akan dianggap sebagai penduduk Negara dimana ia mempunyai tempat
tinggal tetap yang tersedia baginya; apabila ia mempunyai tempat tinggal
tetap yang tersedia dikedua Negara, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara
dimana terdapat hubungan-hubungan pribadi dan ekonomi lebih erat (pusat
kepentingan-kepentingan pokok);
(b) jika Negara dimana pusat kepentingan-kepentingan pokoknya tidak
dapat ditentukan, atau jika ia tidak mempunyai tempat tinggal tetap yang
tersedia baginya di salah satu Negara, maka ia akan dianggap sebagai penduduk
Negara dimana ia biasanya berdiam;
(c) jika ia mempunyai tempat yang biasanya ditinggali di kedua Negara
atau sama sekali tidak mempunyai di kedua Negara tersebut maka pejabat-pejabat
yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan menyelesaikan
masalah tersebut berdasarkan Persetujuan bersama.
3. Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1, suatu badan mempunyai
tempat kedudukan di kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka pejabat berwenang
dari Negara pihak pada Persetujuan akan menyelesaikan masalahnya berdasarkan
persetujuan bersama.
Pasal 5
BENTUK USAHA TETAP
1. Untuk kepentingan Persetujuan ini istilah bentuk usaha tetap berarti
suatu tempat usaha tetap di mana seluruh atau sebagian usaha dari suatu
perusahaan dijalankan.
2. Istilah bentuk usaha tetap terutama meliputi :
(a) suatu tempat kedudukan menajemen;
(b) suatu cabang;
(c) suatu kantor;
(d) suatu pabrik;
(e) suatu bengkel;
(f) suatu gudang atau tempat penyimpanan barang sebagai tempat penjualan;
(g) suatu pertanian atau perkebunan;
(h) suatu tambang, suatu sumber minyak atau gas, suatu penggalian atau
tempat pengambilan atau eksplorasi sumber daya alam lainnya, rig untuk
pemboran atau kapal yang digunakan untuk eksplotasi sumber-sumber daya
alam;
3. Istilah bentuk usaha tetap juga meliputi suatu bangunan atau suatu
proyek konstruksi, atau kegiatan pengawasan yang ada hubungan dengan proyek
tersebut, suatu perakitan atau proyek instalasi, tetapi hanya apabila bangunan,
proyek atau kegiatan tersebut berjalan di satu Negara pihak pada Persetujuan
untuk masa lebih dari 5 bulan.
4. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dari Pasal ini, istilah
bentuk kedudukan tetap dianggap tidak meliputi :
(a) penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud untuk
menyimpan atau memamerkan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan;
(b) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan
milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan;
(c) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan
milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan
lain;
(d) pengurusan suatu tempat tertentu semata-mata dengan maksud untuk
pembelian barang barang atau barang dagangan atau untuk mengumpulkan keterangan
bagi keperluan perusahaan;
(e) pengurusan suatu tempat tertentu semata-mata dengan maksud untuk
tujuan periklanan, untuk memberikan keterangan-keterangan, ataupun untuk
kegiatan-kegiatan serupa yang bersifat persiapan atau menunjang bagi perusahaan;
(f) pengurusan suatu tempat tertentu semata-mata ditujukan untuk melakukan
gabungan kegiatan-kegiatan seperti disebutkan pada sub-ayat (a) sampai
dengan sub-ayat (e), asalkan hasil penggabungan seluruh kegiatan-kegiatan
tersebut bersifat persiapan atau penunjang.
5. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2, apabila orang
atau badan, kecuali agen yang bertindak bebas sebagaimana berlaku ayat
7, bertindak di suatu Negara pihak pada Persetujuan atas nama perusahaan
yang berkedudukan di Negara lainnya pada Persetujuan, maka perusahaan tersebut
dianggap memiliki bentuk usaha tetap di Negara yang disebutkan pertama
atas kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang atau badan tersebut, jika
ia :
(a) mempunyai dan biasa melakukan wewenang untuk menutup kontrak-kontrak
atas nama perusahaan tersebut, kecuali kegiatan itu hanya terbatas pada
apa yang diatur dalam ayat 4 yang meskipun dilakukan melalui suatu tempat
usaha tetap, tempat tersebut bukan merupakan bentuk usaha tetap sesuai
dengan ketentuan ayat tersebut; atau
(b) tidak mempunyai wewenang seperti itu, tetapi biasa melakukan pengurusan
persediaan barang-barang atau barang dagangan di Negara yang disebut pertama
secara teratur ia menyerahkan barng-barang atau barang dagangan atas nama
perusahaan tersebut.
6. Suatu perusahaan asuransi dari Negara pihak pada Persetujuan, kecuali
yang berkenaan dengan reasuransi, akan dianggap mempunyai suatu bentuk
usaha tetap di Negara lainnya pada Persetujuan jika perusahaan tersebut
memungut premi di wilayah Negara lainnya itu atau menanggung resiko yang
terjadi di sana melalui seorang pegawai atau melalui suatu perwakilan yang
bukan merupakan agen yang bertindak bebas seperti dimaksud pada ayat 7.
7. suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan tidak akan dianggap mempunyai suatu usaha tetap di Negara pihak lainnya pada persetujuan hanya semata-mata karena perusahaan itu menjalankan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan melalui makelar, komisioner umum, atau agen lainnya yang bertindak bebas, sepanjang orang atau badan tersebut bertindak dalam rangka kegiatan usahanya yang lazim. Walaupun demikian, bilamana kegiatan agen dimaksud seluruhnya atau hampir seluruhnya dilakukan untuk perusahaan itu, maka ia tidak akan dianggap sebagai agen yang bertindak bebas dalam pengertian ayat ini.
8. Jika suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada
Persetujuan menguasai atau dikuasai oleh perseroan yang berkedudukan di
Negara pihak lainnya pada Persetujuan ataupun menjalankan usaha di Negara
pihak lainnya pada Persetujuan itu (baik melalui suatu bentuk usaha tetap
ataupun dengan suatu cara lain), maka hal itu tidak dengan sendirinya akan
berakibat bahwa salah satu dari perseroan itu merupakan bentuk usaha tetap
dari yang lainnya.
Pasal 6
PENGHASILAN DARI HARTA TAK GERAK
1. Penghasilan yang diperoleh seorang penduduk dari suatu Negara pihak
pada Persetujuan dari harta tak gerak (termasuk penghasilan yang diperoleh
dari pertanian atau kehutanan) yang berada di Negara pihak lainnya pada
Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
2. Istilah harta tak gerak akan mempunyai arti sesuai perundang-undangan Negara pihak pada Persetujuan dimana harta yang bersangkutan berada. istilah tersebut meliputi juga benda benda ikutan dari harta tak gerak, ternak dan peralatan yang dipergunakan dalam usaha pertanian dan perhutanan, hak-hak terhadap mana berlaku ketentuan-ketentuan dalam hukum umum mengenai pemilikan atas lahan, hak memungut hasil atas harta tak gerak, serta hak atas pembayaran-pembayaran tetap atau variable sebagai balas jasa untuk pengerjaan, atau hak untuk mengerjakan deposit bahan galian, sumber-sumber dan sumber-sumber daya alam lainnya; kapal laut, perahu dan pesawat udara tidak dianggap sebagai harta tak gerak.
3. Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 berlaku terhadap penghasilan yang diperoleh dari penggunaan dengan cara lain atas harta tak gerak.
4. Ketentuan-ketentuan dalam ayat-ayat 1 dan 3 berlaku juga terhadap
penghasilan dari harta tak gerak suatu perusahaan dan terhadap penghasilan
dari harta tak gerak yang digunakan dalam menjalankan pekerjaan bebas.
Pasal 7
LABA USAHA
1. Laba perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan
pajak di Negara pihak itu kecuali jika perusahaan itu menjalankan usaha
di Negara pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap.
Apabila perusahaan tersebut menjalankan usahanya sebagai dimaksud diatas,
maka laba perusahaan itu dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tetapi
hanya atas bagian laba yang berasal dari (a) bentuk usaha tetap tersebut;
(b) penjualan yang dilakukan di Negara lainnya atas barang-barang atau
barang dagangan yang sama atau serupa jenisnya dengan yang dijual melalui
bentuk usaha tetap itu; atau (c) kegiatan-kegiatan usaha lainnya yang dijalankan
di Negara lain itu yang sama atau serupa jenisnya dengan yang dilakukan
melalui bentuk usaha tetap itu.
2. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat 3, Jika suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap itu oleh masing-masing Negara ialah laba yang diperoleh seandainya bentuk usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan yang terpisah dan bertindak bebas yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau serupa, dalam keadaan yang sama atau serupa, dan mengadakan hubungan yang sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang memiliki bentuk usaha tetap itu.
3. Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap, dapat dikurangkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan usaha dari bentuk usaha tetap itu termasuk biaya-biaya pimpinan dan biaya-biaya adminstrasi umum baik yang dikeluarkan di Negara dimana bentuk usaha tetap itu berada ataupun di tempat lain. Namun demikian tidak diperkenankan untuk dikurangkan ialah pembayaran-pembayaran yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya (selain dari penggantian biaya yang benar-benar dikeluarkan) berupa royalti, biaya atau pembayaran-pembayaran serupa lainnya karena penggunaan paten atau hak-hak lain, atau berupa komisi, untuk jasa-jasa tertentu yang dilakukan atau untuk menajemen, atau, kecuali dalam hal usaha perbankan, berupa bunga atas pinjaman yang diberikan kepada bentuk usaha tetap. Sebaliknya tidak akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap adalah jumlah-jumlah yang dibebankan oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik Kantor Pusatnya (selain penggantian biaya yang benar-benar dikeluarkan) berupa royalti, biaya atau pembayaran-pembayaran serupa lainnya karena penggunaan paten hak-hak lain, atau berupa komisi, untuk jasa-jasa tertentu yang dilakukan atua untuk menajemen, atau, kecuali dalam hal usaha perbankan, berupa bunga atas pinjaman yang diberikan kepada kantor pusatnya atau kantor lainnya milik kantor pusatnya.
4. Demi penerapan ayat-ayat terdahulu, besarnya laba bentuk usaha tetap harus ditentukan dengan cara yang sama dari tahun ke tahun, kecuali jika terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk melakukan menyimpang.
5. Jika dalam jumlah laba termasuk bagian-bagian penghasilan yang diatur
secara tersendiri pada pasal-pasal lain dalam Persetujuan ini, maka ketentuan
pasal-pasal tersebut tidak akan terpengaruh oleh ketentuan-ketentuan pasal
ini.
Pasal 8
PERKAPALAN DAN PENGANGKUTAN UDARA
1. laba yang berasal dari pengoperasian kapal laut atau pesawat udara
dalam jalur lalu-lintas internasional hanya akan dikenakan pajak di negara
dimana perusahaan itu merupakan penduduk.
2. Ketentuan-ketentuan ayat 1 pasal ini akan berlaku pula terhadap laba yang diperoleh dari penyertaan dalam suatu gabungan perusahaan, suatu usaha bersama, atau dalam suatu perwakilan untuk operasi internasional.
Pasal 9
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA
1. Apabila :
(a) suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan baik
secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam menajemen, pengawasan
atau modal suatu perusahaan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, atau
(b) orang atau badan yang sama baik secara langsung maupun tidak langsung
turut serta dalam menajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan dari
Negara pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan dari Negara pihak lainnya
pada Persetujuan, dan dalam kedua hal itu antara kedua perusahaan dimaksud
dalam hubungan dagangnya atau hubungan keuangannya diadakan atau yang diterapkan
syarat-syarat yang menyimpang dari yang lazimnya berlaku antara perusahaan-perusahaan
yang sama sekali bebas satu sama lain, maka setiap laba yang seharusnya
diterima oleh salah satu perusahaan jika syarat-syarat itu tidak ada, namun
tidak diterimanya karena adanya syarat-syarat tersebut, dapat ditambahkan
pada laba perusahaan itu dan dikenakan pajak.
2. Apabila suatu Negara pihak pada Persetujuan melakukan pembetulan
atas laba suatu perusahaan di Negara itu dan dikenakan pajak, sedang bagian
laba yang dibetulkan itu adalah juga merupakan laba perusahaan yang telah
dikenakan pajak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan dan laba tersebut
adalah laba yang memang seharusnya diperoleh perusahaan di Negara yang
disebut pertama seandainya berdasarkan syarat-syarat yang dibuat antara
kedua perusahaan yang sepenuhnya bebas, Negara pihak lainnya pada Persetujuan
akan melakukan penyesuaian-penyesuaian atas jumlah laba yang dikenakan
pajak dari perusahaan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan tersebut.
Dalam melakukan penyesuaian-penyesuaian itu, diharuskan untuk memperhatikan
ketentuan-ketentuan lain dalam persetujuan ini dan apabila dianggap perlu
pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara saling berkonsultasi.
3. Negara pihak pada Persetujuan tidak akan melakukan pembetulan laba
perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, apabila batas waktu yang diberikan
oleh undang-undang masing-masing Negara telah dilampui.
Pasal 10
DIVIDEN
1. Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan kepada penduduk Negara lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
2. Namun demikian dividen dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak
pada Persetujuan dimana perseroan yang membayarkan dividen tersebut berkedudukan
dan sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut, akan tetapi apabila
penerima dividen adalah pemilik saham yang menikmati dividen itu, maka
pajak yang dikenakan tidak akan melebihi :
(a) 10 persen dari jumlah kotor dividen apabila pemilik saham yang
menikmati tersebut adalah perseroan (selain persekutuan) yang memegang
secara langsung paling sedikit 25 persen dari modal perseroan yang membayarkan
dividen itu;
(b) 15 persen dari jumlah kotor dividen dalam hal-hal lainnya.
Pejabat-pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan akan
menetapkan cara penerapan dari pembatasan ini dengan persetujuan bersama.
Ketentuan-ketentuan dalam ayat ini tidak akan mempengaruhi pengenaan
pajak atas laba perseroan darimana pembayaran dividen dibayarkan.
3. Istilah dividen sebagaimana digunakan dalam pasal ini berarti penghasilan
dari saham saham, atau hak-hak lainnya yang bukan merupakan surat-surat
piutang, yang berhak atas pembagian laba, maupun penghasilan lainnya dari
hak-hak perseroan yang oleh undang undang perpajakan Negara dimana perseroan
yang membagikan dividen itu berkedudukan, dalam pengenaan pajaknya diperlukan
sama dengan penghasilan dari saham-saham.
4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila pemilik saham yang menikmati dividen, yang merupakan penduduk dari suatu Negara pihak pada persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, dimana perseroan yang membayarkan dividen itu berkedudukan, melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada disana, atau menjalankan pekerjaan bebas dengan suatu tempat tertentu yang berada disana dan pemilikan saham-saham yang menghasilkan dividen itu mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tertentu itu. Dalam hal demikian berlaku ketentuan ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14, tergantung pada masalahnya.
5. Apabila suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan, memperoleh laba atau penghasilan dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan, Negara lain tersebut tidak boleh mengenakan pajak apapun atas dividen yang dibayarkan oleh perseroan itu, kecuali apabila dividen itu dibayarkan kepada penduduk di Negara lain itu atau apabila penguasaan saham-saham yang menghasilkan dividen itu mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tertentu yang berada di Negara lain tersebut, juga tidak boleh mengenakan pajak atas laba yang tidak dibagikan sekalipun dividen-dividen yang dibayarkan atau laba yang tidak dibagikan itu terdiri seluruhnya atau sebagian dari laba atau penghasilan yang berasal dari Negara lain itu.
6. Apabila suatu perseroan yang berkedudukan di Luxembourg memiliki bentuk usaha tetap di Indonesia, keuntungan bentuk usaha tetap tersebut dapat dikenakan pajak tambahan di Indonesia sesuai dengan undang-undangnya, namun pajak tambahan tersebut tidak akan melebihi 10 % dari jumlah keuntungan setelah dikurangi dengan pajak penghasilan yang dikenakan di Indonesia.
7. Ketentuan-ketentuan pada ayat 6 Pasal ini tidak mempengaruhi ketentuan-ketentuan
yang terdapat dalam setiap kontrak bagi hasil dan kontrak karya (atau kontrak-kontrak
lain yang serupa) mengenai sektor minyak dan gas atau sektor pertambangan
lainnya yang disetujui oleh Pemerintah Indonesia, badan-badan pemerintahnya,
perusahaan minyak dan gas milik negara, atau badan-badannya yang lain dengan
orang/badan yang merupakan penduduk Luxembourg.
Pasal 11
BUNGA
1. Bunga yang berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan
dibayarkan kepada penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat
dikenakan pajak di Negara lain itu.
2. Namun demikian, bunga tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara
pihak pada Persetujuan tempat bunga itu berasal, dan sesuai dengan perundang-undangan
Negara tersebut, akan tetapi apabila penerima bunga adalah pemberi pinjaman
yang menikmati bunga itu, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi
10 persen dari jumlah kotor bunga.
Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan
akan menetapkan cara penerapan pembatasan ini melalui persetujuan bersama.
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 2, bunga yang berasal di
suatu Negara pihak pada Persetujuan dan diterima oleh Pemerintah Negara
dari pihak lainnya pada Persetujuan termasuk pemerintah daerahnya, akan
dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara yang disebut pertama.
4. Untuk keperluan-keperluan ayat 3, istilah Pemerintah termasuk :
(a) dalam hal Indonesia :
(i) Bank Indonesia (Bank Sentral Indonesia);
(ii) lembaga keuangan lainnya semacam, yang seluruh modalnya dimiliki
oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang dari waktu ke waktu disetujui
diantara para pihak yang berwenang dari Negara-negara pihak pada Persetujuan.
(b) Dalam hal Luxembourg :
(i) the Societe Nationale de Credit et dInvestissement;
(ii) lembaga keuangan lainnya semacam, yang seluruh modalnya dimiliki
oleh Pemerintah keharyapatihan Luxembourg, yang disetujui dari waktu ke
waktu antara para pihak yang berwenang dari Negara-negara pihak pada Persetujuan.
5. Istilah Bunga yang digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan
dari semua jenis tagihan hutang baik yang dijamin dengan hipotik maupun
tidak dan baik yang mempunyai hak atas pembagian laba maupun tidak dan
khususnya penghasilan dari surat-surat perbendaharaan Negara dan surat-surat
obligasi atau surat-surat hutang, termasuk premi dan hadiah yang terikat
pada surat-surat perbendaharaan, obligasi atau surat-surat hutang tersebut,
demikian pula semua penghasilan lain yang oleh Undang-undang perpajakan
dari Negara dimana penghasilan itu timbul dipersamakan dengan penghasilan
dari peminjaman uang.
6. Ketentuan-ketentuan ayat 1 sampai ayat 2 tidak akan berlaku apabila pemberi pinjaman yang menikmati bunga yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan dimana tempat bunga itu berasal melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada disana, atau menjalankan pekerjaan bebas di Negara lainnya melalui suatu tempat yang berada disana, dan tagihan hutang yang menghasilkan bunga itu mempunyai hubungan yang efektif dengan a) bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu, atau dengan b) Kegiatan-kegiatan usaha seperti dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1 huruf (c). Dalam hal demikian tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14.
7. Bunga dianggap berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan apabila yang membayarkan bunga adalah Negara itu sendiri, suatu pemerintah daerahnya, atau penduduk Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang atau badan yang membayar bunga itu, tanpa memandang apakah ia penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan atau tidak, mempunyai bentuk usaha tetap atau tempat tetap di suatu Negara pihak pada Persetujuan dimana bunga yang dibayarkan menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat tersebut, maka bunga itu akan dianggap berasal dari Negara pihak pada Persetujuan di mana bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu berada.
8. Jika, karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar bunga
dengan pemilik yang menikmati bunga atau antara keduanya dengan orang atau
badan lain dengan memperhatikan besarnya tagihan hutang yang menghasilkan
bunga itu, jumlah bunga yang dibayarkan yang melebihi jumlah yang seharusnya
disetujui antara pembayar dan pemilik yang menikmati bunga seandainya hubungan
istimewa itu tidak ada, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini akan berlaku
hanya atas jumlah yang seharusnya disetujui tersebut. Dalam hal demikian,
jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak sesuai
perundang-undangan masing-masing Negara pihak pada Persetujuan, dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.
Pasal 12
ROYALTI DAN IMBALAN DARI JASA TEKNIK
1. Royalti dan imbalan untuk jasa teknik yang berasal dari Negara pihak
pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk dari suatu Negara pihak
lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
2. Namun demikian royalti dan imbalan untuk jasa teknik tersebut dapat
juga dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana royalti itu
berasal sesuai dengan perundang-undangan Negara itu, tetapi apabila penerimanya
royalti adalah pemilik hak yang menikmati royalti dan imbalan untuk jasa
teknik itu, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi :
(a) dalam hal royalty 12,5 persen dari jumlah kotor dari royalti tersebut.
(b) dalam hal imbalan untuk jasa teknik 10 persen dari jumlah kotor
imbalan tersebut.
Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan
akan menetapkan cara penerapan pembatasan ini melalui persetujuan bersama.
3. Istilah royalti sebagaimana digunakan dalam pasal ini berarti pembayaran-pembayaran
baik secara periodik atau tidak, dan dengan bentuk apapun atau nama, atau
nomenklatur yang mencakupi imbalan untuk :
(a) penggunaan, atau hak untuk menggunakan, setiap hak cipta patent,
pola atau model, rencana rumus atau cara pengolahan yang dirahasiakan,
merk dagang ataupun kekayaan atau hak lainnya; atau
(b) penggunaan, atau hak untuk menggunakan alat-alat perlengkapan industri,
perdagangan atau ilmu pengetahuan; atau
(c) penyediaan pengetahuan atau teknik atau industri atau pengetahuan
di bidang perdagangan atau informasi; atau
(d) penggunaan, atau hak untuk menggunakan :
(i) film-film atau gambar hidup; atau
(ii) film-film atau video yang digunakan dalam hubungannya dengan televisi;
atau
(iii) pita yang digunakan dalam hubungannya siaran radio atau
(e) menahan seluruh atau sebagian pembayaran oleh karena adanya penggunaan
atau penyediaan penawaran atau sesuatu kekayaan atau hak yang ditunjuk
dalam ayat ini.
4. Istilah imbalan untuk jasa-jasa teknik yang digunakan dalam Pasal
ini berarti setiap pembayaran dalam jenis apapun pada setiap orang/badan,
selain pembayaran kepada seseorang pegawai dari orang/badan yang melakukan
pembayaran, sebagai imbalan untuk jasa-jasa manajemen, teknik atau jasa
konsultasi yang dilakukan di Negara pihak pada Persetujuan dimana pembayaran
merupakan penduduk.
5. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku, apabila yang memiliki hak menikmati, yang merupakan penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan dimana royalti atau imbalan untuk jasa teknik berasal, melalui suau bentuk usaha tetap yang berada disana, atau melakukan suatu pekerjaan bebas di Negara lainnya itu melalui suatu tempat tetap yang berada disana, dan hak atau milik atau kontrak yang menghasilkan royalti atau imbalan untuk jasa teknik itu mempunyai hubungan yang efektif dengan : a) bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu, atau dengan b) kegiatan-kegiatan usaha yang disebutkan sebelumnya pada ayat 1 dari pasal 7 huruf c. Dalam hal demikian ketentuan pasal 7 atau pasal 14 akan berlaku.
6. Royalti dan imbalan untuk jasa-jasa teknik dapat dianggap berasal dari Negara pihak pada Persetujuan apabila pembayarannya adalah Negara itu sendiri, pemerintah daerah, atau penduduk dari Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang atau badan yang membayarkan royalti dan atau imbalan itu, tanpa memandang apakah ia penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan atau bukan, memiliki bentuk usaha tetap atau tempat tetap di suatu Negara pihak pada Persetujuan dimana kewajiban membayar itu timbul, dan pembayaran tersebut menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut, maka royalty atau imbalan untuk jasa teknik itu dianggap berasal dari Negara dimana bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu berada.
7. Jika karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar dengan
pemilik hak yang menikmati atau antara kedua-duanya dengan orang/badan
lain, jumlah royalti dan imbalan jasa teknik melebihi dari jumlah yang
seharusnya disepakati oleh pembayar dan pemilik hak seandainya tidak ada
hubungan istimewa semacam itu, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini hanaya
akan berlaku terhadap jumlah yang disebut terakhir. Dalam hal demikian,
jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak sesuai
denagn perundang undangan masing-masing Negara pihak pada Persetujuan dengan
memperhatikan ketentuan ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.
Pasal 13
KEUNTUNGAN DARI PEMINDAHTANGANAN HARTA
1. Keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pemindahtanganan harta tak gerak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan terletak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut.
2. Keuntungan dari pemindahtanganan harta gerak yang merupakan bagian kekayaan suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh perusahaan di suatu Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan atau dari harta gerak yang merupakan bagian dari suatu tempat tetap yang tersedia bagi penduduk suatu negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan untuk maksud melakukan pekerjaan bebas, termasuk keuantungan dari pemindahtanganan bentuk usaha tetap (tersendiri atau beserta keseluruhan perusahaan) atau tempat tetap, dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut.
3. Keuntungan dari pemindahtanganan harta lainnya, kecuali yang disebut
pada ayat-ayat terdahulu, hanya akan dikenakan pajak di Negara dimana orang/badan
yang memindahkan harta itu berkedudukan.
Pasal 14
PEKERJAAN BEBAS
1. Penghasilan yang diperoleh penduduk dari suatu Negara pihak pada
Persetujuan sehubungan dengan jasa-jasa profesional atau pekerjaan bebas
lainnya hanya akan dikenakan pajak di Negara itu kecuali apabila ia mempunyai
suatu tempat tetap yang tersedia secara teratur baginya untuk menjalankan
kegiatan-kegiatan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan itu atau ia
berada di Negara pihak lainnya itu selama suatu masa atau masa-masa yang
melebihi 91 hari dalam suatu tahun pajak. Apabila ia mempunyai tempat tetap
tersebut atau berada di negara pihak lainnya itu selama masa atau masa-masa
tersebut diatas, maka penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara
pihak lainnya itu tetapi hanya sepanjang penghasilan itu dianggap berasal
dari tempat tetap tersebut atau diperoleh di Negara lain itu atau selama
masa atau masa-masa tersebut diatas.
2. Istilah jasa-jasa profesional terutama meliputi kegiatan-kegiatan
di bidang ilmu pengetahuan, kesusastraan, kesenian, pendidikan atau pengajaran
yang dilakukan secara indepeden, demikian juga pekerjaan-pekerjaan bebas
yang dilakukan oleh para dokter, ahli teknik, ahli hukum, arsitek, dokter
gigi, dan akuntan.
Pasal 15
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA
1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal 16, 18, 19, 20, gaji,
upah dan imbalan lainnya yang serupa yang diperoleh penduduk suatu Negara
pihak pada Persetujuan karena suatu pekerjaan dalam hubungan kerja, hanya
akan dikenakan pajak di Negara itu, kecuali pekerjaan tersebut dilakukan
di Negara pihak lainnya pada Persetujuan. Dalam hal demikian, maka imbalan
yang diterima dari pekerjaan dimaksud dapat dikenakan pajak di Negara pihak
lainnya itu.
2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, imbalan yang diterima
atau diperoleh penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pekerjaan
yang dilakukan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, hanya akan dikenakan
pajak di Negara yang disebut pertama apabila :
(a) penerima imbalan berada di Negara pihak lainnya dalam suatu masa
atau masa-masa yang jumlahnya tidak melebihi 183 hari dalam tahun pajak
yang bersangkutan; dan
(b) imbalan itu dibayarkan oleh, atau atas nama pemberi kerja yang
bukan merupakan penduduk Negara pihak lainnya tersebut; dan
(c) imbalan itu tidak menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat
tetap yang dimiliki oleh pemberi kerja di Negara pihak lain tersebut.
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dalam Pasal ini,
imbalan diperoleh karena pekerjaan yang dilakukan diatas kapal laut atau
pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas internasional oleh
perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak
di Negara tersebut.
Pasal 16
IMBALAN PARA DIREKTUR
1. Imbalan para direktur dan pembayaran-pembayaran serupa lainnya yang
diperoleh penduduk Negara pihak pada Persetujuan dalam kedudukannya sebagai
anggota dewan direktur suatu perseroan atau setiap badan lain yang serupa
dari perusahaan yang berkedudukan di suatu Negara pihak lainnya pada Persetujuan
dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut.
2. Imbalan yang diterima atau diperoleh orang sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 dari perusahaan dalam hubungan dengan melakukan fungsi sehari-hari
sebagai pimpinan atau teknisi dapat dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan
pada Pasal 15 (pekerjaan dalam hubungan kerja).
Pasal 17
PARA ARTIS DAN ATLIT
1. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal 14 dan 15, penghasilan yang diperoleh penduduk dari Negara pihak pada Persetujuan sebagai artis seperti teater, film, radio atau televisi atau pemain musik atau sebagai olahragawan, dari kegiatan-kegiatan perseorangan mereka yang dilakukan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut.
2. Apabila penghasilan sehubungan dengan kegiatan-kegiatan perseorangan yang dilakukan oleh artis atau atlit tersebut diterima bukan oleh seniman atau olahragawan itu sendiri tetapi oleh orang atau badan lain, menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal 7, 14 dan 15, maka penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana kegiatan-kegiatan seniman atau olahragawan itu dilakukan.
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2, penghasilan yang
diperoleh dari kegiatan kegiatan yang disebut dalam ayat 1 yang dilakukan
dibawah pengaturan atau persetujuan kebudayaan antara kedua Negara pihak
pada Persetujuan akan dibebaskan dari pajak di Negara pihak pada Persetujuan
tempat dilakukannya kegiatan itu apabila kunjungan ke Negara tersebut sepenuhnya
atau sebagian besar dibiayai oleh salah satu Negara pihak pada Persetujuan
atau kedua-duanya, pemerintah daerah atau lembaga-lembaga pemerintahnya.
Pasal 18
PENSIUN
Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat 2 Pasal 19, pensiun dalam
imbalan sejenis lainnya yang dibayarkan kepada penduduk dari suatu Negara
pihak pada Persetujuan yang bersumber dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan
sehubungan dengan pekerjaan atau jasa jasa dalam hubungan kerja di Negara
pihak lainnya pada Persetujuan di masa lampau hanya akan dikenakan pajak
di Negara pihak lainnya itu.
Pasal 19
PEJABAT PEMERINTAH
1. (a) Imbalan, selain dari pensiun, yang dibayarkan oleh Negara pihak
pada Persetujuan atau pemerintah daerahnya kepada seseorang sehubungan
dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara tersebut atau pemerintah
daerahnya, hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.
(b) Namun demikian, imbalan tersebut hanya akan dikenakan pajak di
Negara pihak lainnya pada Persetujuan apabila jasa-jasa tersebut diberikan
di Negara pihak lainnya itu dan orang tersebut adalah penduduk Negara itu
yang :
(i) merupakan warga Negara itu; atau
(ii) tidak menjadi penduduk Negara itu semata-mata hanya untuk maksud
memberikan jasa-jasa tersebut.
2. (a) Pensiun yang dibayarkan oleh, atau dari dana yang dibentuk oleh
suatu Negara pihak pada Persetujuan atau pemerintah daerahnya kepada seseorang
sehubungan denganjasa-jasa yang diberikannya kepada Negara itu atau badan-badan
pemerintahnya hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.
(b) Namun demikian, pensiun tersebut hanya akan dikenakan pajak di
Negara pihak lainnya pada Persetujuan bilamana orang tersebut adalah penduduk
dan warga negara dari Negara pihak lainnya tersebut.
3. Ketentuan-ketentuan dalam Pasal-pasal 15, 16, dan 18 akan berlaku
terhadap imbalan dan pensiun dari jasa-jasa yang diberikan, sehubungan
dengan usaha yang dijalankan oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan atau
pemerintah daerahnya.
Pasal 20
GURU PENELITI DAN SISWA
1. Seseorang yang mengunjungi suatu Negara pihak pada Persetujuan atas
undangan Negara itu atau Universitas, akademi, sekolah, museum atau lembaga
kebudayaan lainnya dari Negara tersebut atau melalui suatu program pertukaran
kebudayaan resmi untuk suatu masa tidak lebih dari 2 tahun yang semata-mata
untuk tujuan mengajar, memberikan kuliah atau melakukan penelitian di lembaga
dimaksud dan yang bersangkutan adalah penduduk atau segera sebelum kunjungan
itu dia adalah penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan, atas pembayaran
untuk kegiatan tersebut akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara
disebutkan pertama, asalkan pembayaran yang diperolehnya tidak berasal
dari Negara itu.
2. Pembayaran-pembayaran yang diterima oleh siswa atau pemagang yang
merupakan penduduk atau segera sebelum mengunjungi suatu Negara pihak pada
Persetujuan merupakan penduduk suatu Negara pihak lainnya pada Persetujuan
dan berada di Negara yang disebutkan pertama semata-mata untuk mengikuti
pendidikan atau latihan, tidak akan dikenakan pajak di Negara yang disebutkan
pertama, sepanjang pembayaran-pembayaran tersebut adalah untuk keperluan
hidup, pendidikan atau latihannya dan pembayaran itu tidak berasal dari
Negara itu.
Pasal 21
PENGHASILAN LAINNYA
Jenis-jenis penghasilan lainnya yang tidak disebutkan dalam pasal-pasal
terdahulu dalam Persetujuan ini yang diterima atua diperoleh penduduk suatu
Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut,
kecuali jika penghasilan tersebut diperoleh dari sumber-sumber di dalam
Negara pihak lainnya pada Persetujuan, maka penghasilan itu dapat juga
dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut.
Pasal 22
HARTA KEKAYAAN
1. Kekayaan berupa harta tak gerak seperti yang disebutkan dalam Pasal
6, yang dimiliki oleh penduduk Negara pihak pada Persetujuan dan berada
di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, dapat dikenakan pajak di negara
pihak lainnya.
2. Kekayaan berupa harta gerak yang merupakan bagian kekayaan bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh Perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan atau harta gerak yang merupakan bagian kekayaan dari tempat tetap yang dimiliki penduduk suatu Negara di Negara pihak lainnya pada Persetujuan untuk melakukan pekerjaan bebas, dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan.
3. Semua kekayaan lainnya yang dimiliki penduduk suatu Negara pihak
pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.
Pasal 23
PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
1. Di Luxembourg, pajak berganda akan dihindarkan sebagai berikut :
(a) Bila seorang penduduk Luxembourg memperoleh penghasilan atau memiliki
kekayaan, yang menurut ketentuan Persetujuan ini, dapat dikenakan pajak
di Indonesia, maka dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan sub ayat b)
dan c), Luxembourg akan membebaskan penghasilan atau kekayaan tersebut
dari pengenaan pajak. Tetapi dalam menghitung jumlah pajak atas penhasilan
atau pajak atas kekayaan penduduk tersebut, berlaku tarip yang sama dengan
seandainya pajak-pajak tersebut tidak dibebaskan.
(b) Bila seorang penduduk Luxembourg memperoleh penghasilan yang menurut
ketentuan ketentuan pada Pasal-pasal 10, 11,12 dan 21 dapat dikenakan pajak
di Indonesia, maka Luxembourg akan memberikan pengurangan terhadap pajak
atas penghasilan penduduk tersebut sebesar pajak penghasilan penduduk tersebut
sebesar pajak penghasilan yang dibayar di Indonesia. Namun, pengurangan
tersebut tidak akan melebihi bagian yang sebanding dengan bagian penghasilan
yang diperoleh di Indonesia dari pajak yang dihitung sebelum pengurangan
diberikan.
(c) Apabila suatu perusahaan yang merupakan penduduk Luxembourg memperoleh
dividen dari sumber-sumber di Indonesia, maka Luxembourg akan membebaskan
dividen tersebut dari pengenaan pajak, sepanjang sepanjang perusahaan yang
merupakan penduduk Luxembourg tersebut secara langsung memiliki paling
sedikit 25 % dari modal perusahaan yang membayarkan dividen itu sejak permulaan
tahun buku. Atas saham pada perusahaan Indonesia seperti disebut diatas,
dengan persyaratan yang sama, dibebaskan dari pengenaan pajak kekayaan
di Luxembourg.
2. Di Indonesia Pajak Berganda akan dihindarkan sebagai berikut :
Apabila seorang penduduk Indonesia memperoleh penghasilan dari Luxembourg
sesuai dengan ketentuan Persetujuan ini, jumlah pajak yang terutang di
Luxembourg berkenaan dengan penghasilannya dapat dikreditkan terhadap pajak
Indonesia yang dikenakan terhadap penduduk itu. Namun jumlah kredit itu
tidak boleh melebihi bagian pajak Indonesia yang berkenaan dengan penghasilan
dari Luxembourg itu.
Pasal 24
NON DISKRIMINASI
1. Warganegara dari suatu Negara pihak pada Persetujuan tidak akan
dikenakan pajak atau kewajiban apapun sehubungan dengan pengenaan pajak
di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, yang berlainan atau lebih memberatkan
daripada pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban pihak, yang dikenakan
atau dapat dikenakan terhadap warganegara dari Negara pihak lainnya dalam
keadaan yang sama. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal 1, ketentuan
ini berlaku juga terhadap orang/badan yang bukan merupakan penduduk di
salah satu atau di kedua Negara.
2. Pengenaan pajak atas bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh suatu
perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak lainnya pada
Persetujuan, tidak akan dilakukan dengan cara yang kurang menguntungkan
dibandingkan dengan pengenaan pajak atas perusahaan-perusahaan yang menjalankan
kegiatan-kegiatan yang sama di Negara pihak lainnya itu.
Ketentuan ini tidak dapat ditafsirkan sebagai mewajibkan suatu Negara
pihak pada Persetujuan untuk memberikan kepada penduduk Negara pihak lainnya
pada Persetujuan suatu potongan keluarga, keringanan-keringanan dan pengurangan-pengurangan
apapun berdasarkan status sipil atau beban keluarga untuk tujuan pengenaan
pajak seperti yang diberikan kepada penduduknya sendiri.
3. Perusahaan di suatu Negara pihak pada Persetujuan, yang modalnya
sebagian atau seluruhnya dimiliki atau dikuasai baik langsung atau tidak
langsung oleh penduduk dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan, tidak
akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun yang berkaitan dengan pengenaan
pajak Negara yang disebut pertama yang berlainan atau lebih memberatkan
daripada pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban dimaksud yang dikenakan
atau dapat dikenakan terhadap perusahaan-perusahaan lainnya yang serupa
di Negara yang disebut pertama.
4. Bunga, royalti dan pengeluaran lain yang dibayar oleh perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan kepada penduduk dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan, untuk menentukan penghasilan kena pajak dari perusahaan itu, akan dikurangkan dengan persyaratan yang sama seperti kalau dibayarkan kepada penduduk di Negara yang disebut pertama. Sama halnya untuk setiap hutang perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan yang berasal dari penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan, untuk menentukan kekayaan-kekayaan kena pajak dari perusahaan itu, akan dikurangkan atas dasar perlakuan yang sama seandainya hutang itu berasal dari penduduk di Negara yang disebut pertama.
5. Dalam Pasal ini, istilah pajak berarti pajak-pajak yang dicakup
dalam Persetujuan ini.
Pasal 25
TATA CARA PERSETUJUAN BERSAMA
1. Apabila seorang atau suatu badan menganggap bahwa tindakan-tindakan
salah satu atau kedua Negara pihak pada Persetujuan mengakibatkan atau
akan mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan
ini, maka terlepas dari cara-cara penyelesaian yang diatur oleh perundang-undangan
nasional dari masing-masing Negara, maka ia dapat memajukan masalahnya
kepada pejabat yang berwenang di Negara pihak pada Persetujuan di mana
ia berkedudukan, atau apabila masalah yang timbul menyangkut ayat 1 Pasal
24 kepada pejabat yang berwenang di Negara pihak pada Persetujuan dimana
ia menjadi warganegara. Masalah tersebut harus diajukan dalam waktu dua
tahun sejak pemberitahuan pertama dari tindakan yang mengakibatkan pengenaan
pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan Persetujuan ini.
2. Apabila keberatan yang diajukan itu beralasan dan apabila ia tidak dapat menemukan suatu penyelesaian yang memuaskan, Pejabat yang berwenang akan berusaha menyelesaikan masalah itu melalui persetujuan bersama dengan pejabat yang berwenang dari Negara lainnya pada Persetujuan, dengan semangat untuk mencegah penghindaran pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini.
3. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan berusaha untuk menyelesaikan melalui persetujuan bersama atas setiap kesulitan atau keragu-raguan yang timbul dalam penafsiran atau penerapan Persetujuan ini. Mereka dapat juga berkonsultasi bersama untuk mencegah pengenaan pajak berganda dalam hal tidak diatur dalam Persetujuan.
4. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan
dapat berhubungan langsung satu sama lain untuk mencapai Persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat-ayat sebelumnya. Pejabat-pejabat yang berwenang, melalui
konsultasi akan menetapkan prosedur-prosedur, syarat-syarat, cara-cara
dan teknik-teknik yang sesuai untuk merealisasikan prosedur persetujuan
bersama yang diatur dalam pasal ini.
Pasal 27
PERTUKARAN INFORMASI
1. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan
akan melakukan tukar menukar informasi yang diperlukan untuk melaksanakan
ketentuan-ketantuan dalam Persetujuan ini atau melaksanakan undang-undang
nasional Negara masing-masing mengenai pajak-pajak yang dicakup dalam Persetujuan,
sepanjang pengenaan pajak menurut undang undang Negara yang bersangkutan
tidak bertentangan dengan Persetujuan ini, khususnya untuk mencegah terjadinya
penggelapan atau penyeludupan pajak. Pertukaran informasi tidak dibatasi
oleh ketentuan Pasal 1. Setiap informasi yang diterima oleh suatu Negara
pihak pada Persetujuan akan dijaga kerahasiaannya dengan cara sama seperti
apabila informasi itu diperoleh berdasarkan perundang-undangan nasional
Negara tersebut. Bagaimanapun, informasi yang dianggap rahasia itu hanya
dapat diungkapkan kepada orang atau badan atau pejabat-pejabat (termasuk
pengadilan dan badan-badan administratif) yang berkepentingan dalam penetapan
atau penagihan pajak, pelaksanaan undang-undang atau penuntutan, atau dalam
memutuskan keberatan berkenaan dengan pajak-pajak yang dicakup dalam Persetujuan
ini.
Orang atau badan atau para pejabat hanya boleh memberikan informasi
itu untuk maksud tersebut diatas, namun demikian dapat juga mengungkapkan
informasi itu dalam pengadilan umum atau dalam pembuatan keputusan-keputusan
pengadilan.
2. Bagaimanapun juga Ketentuan-ketentuan ayat (1) sama sekali tidak
dapat ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membebankan kepada Negara pihak
pada Persetujuan kewajiban untuk :
(a) Melaksanakan tindakan-tindakan administratif yang bertentangan
dengan perundang undangan atau praktek administrasi yang berlaku di Negara
itu atau Negara pihak lainnya pada Persetujuan;
(b) memberikan informasi yang tidak mungkin diperoleh berdasarkan undang-undang
atau dalam praktek administrasi yang lazim di Negara tersebut atau di Negara
pihak lainnya pada Persetujuan;
(c) memberikan informasi yang mengungkapkan setiap rahasia di bidang
perdagangan, usaha, industri, perniagaan atau keahlian, atau tata cara
perdagangan atau informasi lainnya yang pengungkapannya bertentangan dengan
kebijaksanaan umum (orde public).
Pasal 27
KETENTUAN LAIN-LAIN
Ketentuan-ketentuan dari Persetujuan ini tidak akan ditafsirkan untuk
membatasi dengan segala cara setiap pengecualian, pembebasan, pengurangan,
kredit, ataupun kelonggaran lainnya sekarang atau selanjutnya sesuai :
(a) dengan undang-undang Negara pihak pada Persetujuan dalam penentuan
pengenaan pajak oleh Negara itu, atau
(b) dengan ketentuan khusus lainnya di bidang perpajakan dalam hubungan
dengan kerjasama ekonomi dan teknik diantara Negara-negara pihak pada Persetujuan.
Pasal 28
PEJABAT DIPLOMATIK DAN KONSULER
Persetujuan ini tidak akan mempengaruhi hak-hak istimewa di bidang
fiskal dari pejabat-pejabat diplomatik dan konsuler berdasarkan peraturan-peraturan
umum hukum internasional atau berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam suatu
persetujuan khusus.
Pasal 29
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG DIKECUALIKAN
Persetujuan ini tidak berlaku untuk persekutuan perusahaan (Societes
holding) yang dimaksud dalam undang-undang Luxembourg, sekarang ini Undang-undang
(loi) tanggal 31 Juli 1929 dan ketetapan (arrete grand-ducal) tanggal 17
Desember 1938 juga tidak berlaku terhadap perusahaan-perusahaan yang diatur
dalam undang-undang fiscal Luxembourg yang serupa. Juga tidak akan diterapkan
atas penghasilan yang diterima dari perusahaan semacam itu oleh penduduk
Indonesia, atau atas saham-saham atau hak-hak lain pada perusahaan semacam
itu yang dimiliki oleh orang/badan.
Pasal 30
BERLAKUNYA PERSETUJUAN
1. Persetujuan ini akan berlaku pada tanggal pemberitahuan yang terakhir
dari tanggal dimana masing-masing Pemerintah memberitahukan secara tertulis
bahwa formalitas sebagaimana disyaratkan dalam konstitusi masing-masing
Negara dipenuhi.
2. Persetujuan ini akan berlaku :
(a) mengenai pajak yang dipotong pada sumber penghasilan, untuk penghasilan
yang diperoleh pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun takwim berikutnya
sesudah berlakunya Persetujuan ini;
(b) mengenai pajak lainnya atas penghasilan dan kekayaan untuk tahun-tahun
pajak yang mulai pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun berikutnya sesudah
tahun berlakunya Persetujuan ini.
Pasal 31
BERAKHIRNYA PERSETUJUAN
Persetujuan ini akan tetap berlaku sampai diakhiri oleh salah satu
Negara pihak pada Persetujuan. Masing-masing Negara pihak pada Persetujuan
dapat mengakhiri berlakunya Persetujuan ini, melalui saluran-saluran diplomatik,
dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis tentang berakhirnya Persetujuan
pada atau sebelum tanggal tigapuluh bulan Juni setiap tahun takwim berikutnya
setelah jangka waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya Persetujuan.
Dalam hal demikian, Persetujuan ini akan tidak berlaku lagi :
(a) mengenai pajak yang dipotong pada sumber penghasilan, untuk penghasilan
yang diperoleh pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun takwim berikutnya
setelah pemberitahuan berakhirnya Persetujuan diberikan;
(b) mengenai pajak-pajak lainnya atas penghasilan dan kekayaan, untuk
tahun-tahun pajak yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun
takwim berikutnya setelah tahun pemberitahuan berakhirnya Persetujuan diberikan.
Dengan kesaksian para penandatangan di bawah ini, yang telah memperoleh
kuasa yang sah telah menandatangani Persetujuan ini.
Dibuat dalam rangkap dua di Luxembourg pada tanggal 14 januari 1993,
dalam bahasa Inggris, Indonesia dan Perancis, ketiga naskah tersebut berkekuatan
sama.
Untuk Pemerintah Untuk Pemerintah
Republik Indonesia Keharyapatihan Luxembourg