Pasal 1
ORANG-ORANG DAN BADAN-BADAN
YANG TERCAKUP OLEH PERSETUJUAN INI
Persetujuan ini berlaku terhadap orang-orang dan badan-badan yang merupakan
penduduk salah satu atau kedua Negara pihak pada Persetujuan.
Pasal 2
PAJAK-PAJAK YANG TERCAKUP
OLEH PERSETUJUAN INI
(1) Persetujuan ini berlaku terhadap pajak-pajak atas pendapatan yang
dikenakan oleh masing masing Negara, tanpa memandang cara-cara pemungutan
pajak-pajak tersebut.
(2) Sebagai pajak-pajak atas pendapatan dianggap semua pajak yang dikenakan atas seluruh pendapatan, atau atas bagian-bagian dari pendapatan termasuk pajak-pajak atas keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan harta gerak atau harta tak gerak, dan pajak-pajak atas gunggungan upah atau gaji yang dibayar oleh perusahaan-perusahaan.
(3) Pajak-pajak yang tunduk pada Persetujuan ini adalah:
a) di Indonesia :
(i) Pajak Pendapatan;
(ii) Pajak Perseroan;
(iii) Pajak atas Bunga, Dividen dan Royalty
(selanjutnya disebut pajak Indonesia);
b) di Philipina :
pajak-pajak pendapatan yang dikenakan oleh Pemerintah Republik
Philipina,
(selanjutnya disebut pajak Philipina)
(4) Persetujuan ini berlaku pula terhadap setiap pajak-pajak yang sama
atau pada hakekatnya serupa yang dikenakan setelah tanggal penandatanganan
Persetujuan ini, sebagai tambahan terhadap, atau pengganti dari pajak yang
sekarang berlaku.
Pasal 3
PENGERTIAN-PENGETIAN UMUM
(1) Kecuali jika dari hubungan kalimat harus diartikan lain maka yang
dimaksud dalam Persetujuan ini :
(a) (i) istilah Indonesia meliputi wilayah Republik Indonesia
seperti dirumuskan dalam undang-undangnya, dan bagian bagian dari landas
kontinen dan lautan sekitarnya yang berbatasan, dimana Republik Indonesia
memiliki kedaulatan, hak-hak kedaulatan atau hak-hak lainnya berdasarkan
hukum internasional;
(ii) Istilah Philipina berarti Republik Philipina dan apabila
digunakan dalam pengertian ilmu bumi bermakna wilayah nasional yang meliputi
Republik Philipana;
(b) istilah suatu Negara yang terikat Persetujuan dan Negara lainnya
yang terikat Persetujuan berarti Indonesia atau Philipina;
(c) istilah orang meliputi orang pribadi, kekayaan yang belum dibagi
(budel), perserikatan, badan dan setiap kumpulan lain dari orang-orang
atau badan;
(d) istilah badan berarti setiap badan hukum atau setiap kesatuan yang
untuk tujuan perpajakan diperlakukan sebagai badan hukum;
(e) istilah perusahaan dari suatu Negara yang terikat Persetujuan dan
perusahaan dari Negara lainnya yang terikat Persetujuan berarti berturut-turut
suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk suatu Negara yang terikat
Persetujuan dan suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk Negara lainnya
yang terikat Persetujuan;
(f) istilah lalulintas internasional berarti setiap pengangkutan oleh
kapal laut atau pesawat udara yang dilakukan oleh perusahaan dari suatu
Negara yang terikat Persetujuan, kecuali jika kapal laut atau pesawat udara
itu semata-mata dioperasikan antara tempat tempat yang berada di Negara
lainnya yang terikat Persetujuan;
(g) istilah warga negara berarti :
(i) setiap orang pribadi yang memiliki kewarganegaraan suatu
Negara yang terikat Persetujuan;
(ii) badan hukum yang didirikan atau diatur berdasarkan perundang-undangan
suatu Negara yang terikat Persetujuan dan semua organisasi yang untuk tujuan
perpajakan Negara yang terikat Persetujuan diperlakukan sebagai badan hukum
yang didirikan dan diatur berdasarkan perundang-undangan Negara terikat
Persetujuan itu;
(h) istilah pejabat yang berwenang berarti :
(i) di Indonesia, Menteri Keuangan atau wakilnya yang syah;
(ii) di Philipina, Menteri Keuangan atau wakilnya yang syah.
(2) Untuk penerapan Persetujuan ini oleh salah satu Negara yang terikat
Persetujuan, setiap istilah yang tidak dirumuskan, akan mempunyai arti
menurut perundang-undangan Negara yang terikat Persetujuan itu, kecuali
jika dari hubungan kalimat yang bersangkutan harus diartikan lain.
Catatan : Untuk selanjutnya dalam terjemahan ini istilah suatu Negara
yang terikat Persetujuan disingkat suatu Negara dan suatu negara lainnya
yang terikat Persetujuan disingkat suatu Negara lainnya.
Pasal 4
DOMISILI FISKAL
(1) Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah penduduk suatu Negara
berarti setiap orang/badan yang didasarkan perundang-undangan Negara itu
dalam hal pengenaan pajaknya diperlakukan sebagai penduduk Negara tersebut.
(2) Berhubungan dengan ketentuan-ketentuan ayat 1, jika seorang pribadi
menjadi penduduk di kedua Negara, maka statusnya akan ditentukan sebagai
berikut :
(a) ia dianggap sebagai penduduk di suatu Negara, dimana ia mempunyai
tempat tinggal tetap yang tersedia baginya; apabila ia mempunyai tempat
tinggal tetap yang tersedia baginya di kedua Negara, ia dianggap sebagai
penduduk di Negara tempat dimana hubungan-hubungan pribadi dan ekonominya
lebih erat (pusat kepentingan-kepentingan pokok);
(b) jika tidak dapat ditentukan di Negara mana terdapat pusat kepentingan
pokoknya, atau jika ia tidak mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia
baginya di salah satu Negara, maka ia akan dianggap penduduk Negara di
tempat ia menurut kebiasaannya berdiam.
(c) Jika ia mempunyai tempat dimana ia biasanya berdiam di kedua Negara
atau tidak mempunyai tempat kediaman di kedua Negara tersebut, maka pejabat-pejabat
yang berwenang dari kedua Negara akan menyelesaikan masalah itu dengan
persetujuan bersama.
(3) Berhubungan dengan ketentuan-ketentuan ayat 1, jika suatu badan
mempunyai tempat berkedudukan di kedua Negara, pejabat yang berwenang dari
kedua Negara akan menyelesaikan masalah tersebut dengan persetujuan bersama.
Pasal 5
PENDIRIAN TETAP
(1) Untuk tujuan Persetujuan ini, istilah pendirian tetap berarti suatu
tempat usaha tertentu dimana seluruh atau sebagian usaha suatu perusahaan
dijalankan.
(2) Istilah Pendirian Tetap terutama meliputi :
(a) suatu tempat ketatalaksanaan;
(b) suatu cabang;
(c) suatu kantor;
(d) suatu pabrik;
(e) suatu tempat kerja;
(f) suatu pertanian atau perkebunan;
(g) suatu pertambangan, suatu sumur minyak atau gas, suatu tempat penggalian
atau tempat lainnya untuk mengambil sumber kekayaan alam;
(h) suatu tempat eksplorasi sumber-sumber kakayaan alam;
(i) suatu lokasi bangunan atau proyek konstruksi atau kegiatan pengawasan
yang berhubungan dengan itu, dimana lokasi proyek atau kegiatan-kegiatan
tersebut berlangsung untuk suatu jangka waktu lebih dari 6 bulan;
(j) suatu proyek perakitan atau instalasi yang berlangsung lebih dari
3 bulan;
(k) tempat-tempat yang digunakan untuk melakukan penjualan;
(l) suatu gudang yang disediakan untuk fasilitas penyimpanan barang
bagi orang/badan lain;
(m) pemberian jasa-jasa, termasuk jasa-jasa konsultan oleh suatu perusahaan
melalui seorang karyawan atau pegawai lainnya dimana kegiatan-kegiatan
itu berlangsung (untuk proyek yang sama atau yang berhubungan) untuk suatu
masa atau masa-masa yang berjumlah lebih dari 183 hari dalam 12 bulan.
(3) Meskipun diatur dalam ketentuan-ketentuan terdahulu dari Pasal
ini, istilah pendirian tetap tidak dianggap meliputi :
(a) penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud untuk
menyimpan atau memamerkan barang-barang atau barang dagangan kepunyaan
perusahaan;
(b) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan
kepunyaan perusahaan semata-mata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan;
(c) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan
kepunyaan perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan
lain;
(d) pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata dengan maksud
untuk melakukan pembelian barang-barang atau barang dagangan atau untuk
melakukan pengumpulan keterangan bagi keperluan perusahaan;
(e) pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata dengan maksud
untuk melakukan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat persiapan atau penunjang
bagi keperluan perusahaan;
(f) pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata untuk setiap
kegiatan-kegiatan gabungan dari yang disebut dalam sub-ayat (a) sampai
(e) asal saja hasil keseluruhan kegiatan ditempat usaha tertentu itu bersifat
persiapan atau penunjang.
(4) Orang/badan yang bertindak di suatu Negara atas nama perusahaan
dari Negara lainnya (kecuali agen yang berdiri-sendiri seperti dimaksud
pada ayat (6) akan dianggap sebagai suatu pendirian tetap di Negara yang
disebut pertama jika :
(a) ia memiliki kuasa untuk menutup kontrak-kontrak atas nama perusahaan
dan biasa menjalankan kuasa itu di Negara tersebut, kecuali bila kegiatan-kegiatan
yang dilakukan terbatas untuk pembelian barang-barang atau barang dagangan
bagi perusahaan itu; atau
(b) ia tidak memiliki kuasa itu, tetapi biasa mengurus persediaan barang-barang
atau barang dagangan di Negara yang disebut pertama dan secara teratur
melakukan penyerahan barang-barang atau barang dagangan itu atas nama perusahaan;
atau
(c) dalam tindakannya, ia membuat atau memproses di Negara itu barang-barang
atau barang dagangan kepunyaan perusahaan untuk kepentingan perusahaan
tersebut.
(5) Perusahaan asuransi dari suatu Negara, kecuali reasuransi, akan
dianggap mempunyai pendirian tetap di Negara lainnya jika perusahaan itu
memungut premi di dalam wilayah Negara itu atau menanggung risiko yang
terjadi di Negara itu melalui seorang karyawan atau suatu perwakilan
yang bukan merupakan agen yang berdiri
sendiri seperti dimaksud pada ayat 6.
(6) Suatu perusahaan tidak akan dianggap mempunyai pendirian tetap disuatu
Negara hanya karena menjalankan usaha di Negara itu melalui makelar, agen
komisioner umum atau agen lainnya yang berdiri sendiri, sepanjang mereka
itu bertindak dalam rangka usahanya yang lazim
Namun demikian, apabila kegiatan-kegiatan agen itu seluruhnya
atau hampir seluruhnya dilakukan atas nama perusahaan tersebut, maka ia
tidak akan dianggap suatu agen yang berdiri sendiri dalam pengertian ayat
ini jika ternyata bahwa transaksi-transaksi antara agen dan perusahaan
dimaksud tidak dilakukan dengan syarat-syarat yang lazim diantara perusahaan-perusahaan
yang berdiri sendiri secara bebas.
Dalam hal demikian, berlaku ketentuan seperti disebut pada ayat
4.
(7) Kenyataan bahwa suatu badan yang berkedudukan di suatu Negara mengawasi
atau diawasi oleh suatu badan yang berkedudukan di Negara lain, ataupun
menjalankan usaha di Negara lain itu (dengan suatu pendirian tetap atau
tidak), tidak dengan sendirinya bahwa salah satu dari badan itu merupakan
pendirian tetap dari yang lainnya.
Pasal 6
PENDAPATAN DARI HARTA TAK GERAK
(1) Pendapatan yang diterima oleh penduduk suatu Negara yang berasal
dari harta tak gerak (termasuk pendapatan yang berasal dari pertanian dan
kehutanan) yang terletak di Negara lain, dikenakan pajak di negara lain
itu.
(2) Istilah harta tak gerak akan mempunyai arti menurut perundang-undangan
Negara dimana harta yang bersangkutan terletak.
Istilah itu akan meliputi juga benda yang menyertai harta tak
gerak itu, ternak dan peralatan yang digunakan dalam pertanian dan kehutanan,
hak-hak terhadap mana ketentuan-ketentuan hukum umum mengenai harta berupa
tanah berlaku, hak pakai hasil atas harta tak gerak dan hak-hak atas pembayaran-pembayaran
baik yang tetap maupun tidak, sebagai balas jasa karena mengerjakan atau
hak untuk mengerjakan bahan-bahan galian, sumber-sumber dan sumber-sumber
alam lainnya; kapal-kapal laut, kapal-kapal dan pesawat udara tidak dianggap
sebagai harta tak gerak.
(3) Ketentuan-ketentuan yaat 1 akan berlaku terhadap pendapatan yang
diterima dari penggunaan secara langsung, penyewaan atau penggunaan harta
tak gerak dalam bentuk apapun.
(4) Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 3 akan berlaku pula terhadap pendapatan
dari harta tak gerak suatu perusahaan dan terhadap pendapatan dari harta
tak gerak yang digunakan seseorang dalam menjalankan pekerjaan bebas.
Pasal 7
LABA USAHA
(1) Laba suatu perusahaan dari suatu Negara hanya akan dikenakan pajak
di Negara itu, kecuali perusahaan tersebut menjalankan usaha melalui suatu
pendirian tetap di Negara lainnya.
Jika perusahaan itu menjalankan usaha sebagaimana dimaksud diatas,
maka laba perusahaan itu dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tetapi
hanya sepanjang mengenai bagian laba yang dianggap berasal dari :
(a) pendirian tetap itu; atau
(b) penjualan-penjualan yang dilakukan di Negara lainnya itu dari barang-barang
atau barang dagangan yang sama atau jenisnya serupa seperti yang dijual
melalui pendirian tetap itu; atau
(c) kegiatan-kegiatan usaha lainnya yang dijalankan di Negara lainnya
itu yang sama atau jenisnya serupa seperti yang dilakukan melalui pendirian
tetap itu.
(2) Berlaku ketentuan-ketentuan ayat 3, dalam hal suatu perusahaan
dari suatu Negara menjalankan usahanya di Negara lain melalui suatu pendirian
tetap disitu, maka akan diperhitungkan sebagai laba pendirian tetap itu
oleh masing-masing Negara adalah laba yang dapat dianggap diperoleh, seandainya
pendirian tetap itu merupakan suatu perusahaan lain yang terpisah dan berdiri
sendiri, yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau sejenis dalam
keadaan yang sama atau serupa dan mengadakan hubungan dalam suasana sepenuhnya
bebas dengan perusahaan yang mempunyai pendirian tetap tersebut.
(3) Dalam menentukan besarnya laba suatu pendirian tetap, dapat dikurangkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pendirian tetap itu, termasuk biaya-biaya pimpinan dan administrasi umum, baik yang dikeluarkan di Negara dimana pendirian tetap itu berada ataupun ditempat lain.
(4) Sepanjang merupakan kelaziman disuatu Negara untuk menetukan besarnya laba yang dapat dianggap berasal dari pendirian tetap berdasarkan suatu pembagian dari keseluruhan laba perusahaan itu untuk berbagai bagiannya, maka ketentuan-ketentuan pada ayat 2 tidak akan menghalangi Negara itu untuk menetukan besarnya laba kana dikenakan pajak berdasarkan pembagian yang lazim tersebut; bagaimanapun cara pembagian yang dipergunakan, haruslah sedemikan rupa sehingga hasilnya akan sesuai dengan azas-azas yang terkandung dalam Pasal ini.
(5) Meskipun diatur oleh ketentuan-ketentuan ayat 3, tidak akan diperkenankan
untuk dikurangkan, jumlah-jumlah pembayaran atau pembebanan (kecuali penggantian
biaya yang benar-benar dikeluarkan) yang dilakukan oleh pendirian tetap
kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain dari perusahaan tersebut
dalam bentuk :
(a) royalty, biaya atau pembayaran lainnya yang serupa sebagai penggantian
penggunaan paten atau hak-hak lain; atau
(b) komisi untuk jasa-jasa khusus yang telah dilakukan atau untuk ketatalaksanaan;
atau
(c) bunga atas pinjaman uang yang diberikan kepada pendirian tetap,
kecuali pinjaman itu berasal dari lembaga perbankan.
(6) Untuk tujuan ayat-ayat terdahulu, laba yang menjadi bagian pendirian tetap itu akan ditentukan dengan cara yang sama setiap tahun, kecuali jika terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk melakukan penyimpangan.
(7) Jika dalam jumlah laba termasuk bagian-bagian pendapatan yang diatur
secara tersendiri oleh Pasal-Pasal lain dari Persetujuan ini, maka ketentuan-ketentuan
Pasal itu tidak akan terpengaruh oleh ketentuan-ketentuan Pasal ini.
Pasal 8
PERKAPALAN DAN PENGANKUTAN UDARA
(1) Laba yang berasal dari suatu Negara yang diperoleh suatu perusahaan
dari Negara lain karena mengoperasikan kapal-kapal atau pesawat udara dalam
jalur lalulintas internasional, dapat dikenakan pajak di Negara yang disebut
pertama, tetapi pajaknya tidak akan melebihi :
(a) satu setengah persen dari penerimaan kotor yang diperoleh di Negara
sumber tersebut; atau
(b) tarip Philipina yang paling rendah yang dapat dikenakan atas laba
yang sejenis, yang diperoleh menurut keadaan-keadaan yang sama oleh penduduk
Negara ketiga.
(2) Ketentuan-ketentuan yata 1 akan berlaku juga terhadap laba yang
diperoleh dari pengikutsertaan dalam suatu gabungan perusahaan, suatu usaha
kerjasama atau suatu keagenan usaha internasional.
Pasal 9
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG BERHUBUNGAN
(1) Apabila :
(a) suatu perusahaan dari suatu Negara, baik secara langsung maupun
tidak langsung turut serta dalam pimpinan, pengawasan atau modal suatu
perusahaan di Negara lainnya; atau
(b) orang-orang/badan-badan yang sama baik secara langsung maupun tidak
langsung turut serta dalam pimpinan, pengawasan atau modal suatu perusahaan
di Negara lainnya, dan tiap kedua hal itu, jika syarat-syarat yang menyangkut
hubungan dagang atau keuangannya dibuat atau diterapkan oleh kedua perusahaan
tersebut berbeda dari yang dibuat antara perusahaan-perusahaan lainnya
yang bebas, maka setiap keuntungan yang seharusnya jatuh pada salah satu
perusahaan sekiranya syarat-syarat itu ada, tetapi tidak diperoleh karena
adanya syarat-syarat tersebut, dapat ditambahkan kedalam laba perusahaan
itu dan dikenakan pajak.
(2) Suatu Negara tidak akan mengadakan koreksi atas laba suatu perusahaan
seperti yang dimaksud dalam ayat 1 setelah berakhirnya batas waktu (daluwarsa)
menurut perundang undang Negara itu.
Pasal 10
D I V I D E N
(1) Dividen yang dibayarkan oleh suatu badan yang berkedudukan di suatu
Negara kepada penduduk Negara lain dapat dikenakan pajak di Negara lain
itu.
(2) Namun demikian, dividen tersebut dapat juga dikenakan pajak di
Negara dimana badan yang membayarkan dividen berkedudukan dan menurut perundang-undangan
Negara itu, tetapi jika sipenerima adalah pemilik yang menikmati dividen
itu, maka pajak yang dikenakan tidak melebihi :
(a) 15 persen dari jumlah kotor dividen apabila pemilik yang menikmati
itu adalah suatu perusahaan yang menguasai langsung sekurang-kurangnya
25 persen modal perusahaan yang membayar dividen.
(b) 20 persen dari jumlah kotor dividen dalam hal lain.
ayat ini tidak akan mempengaruhi pengenaan pajak perusahaan itu
atas laba dimana dividen dibayarkan.
(3) Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara dengan permufakatan
bersama akan menyelesaikan cara penerapan pembatasan-pembatasan seperti
yang telah diatur dalam ayat terdahulu.
(4) Istilah dividen seperti yang digunakan dalam Pasal ini berarti pendapatan dari saham saham, saham-saham pertambangan, pendiri atau hak-hak lain yang bukan merupakan surat surat piutang, tetapi ikut serta dalam pembagian laba, demikian pula pendapatan dari hak hak perseroan lainnya yang diperlakukan sama dalam pengenaan pajaknya seperti pendapatan dari saham oleh perundang-undangan Negara dimana badan yang melakukan pembagian itu berkedudukan.
(5) Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila penerima
dividen yang merupakan penduduk suatu Negara, menjalankan usaha melalui
suatu pendirian tetap atau menjalankan pekerjaan bebas dengan suatu tempat
tertentu di Negara lainnya dimana badan yang membayarkan dividen berkedudukan,
sedangkan penguasaan saham-saham atas nama dividen itu dibayarkan, mempunyai
hubungan efektif dengan pendirian tetap atau tempat tertentu itu.
Dalam hal demikian, tergantung pada permasalahannya, berlaku
ketentuan-ketentuan Pasal 7 (Laba Usaha) atau Pasal 14 (Pekerjaan Bebas)
(6) Apabila suatu badan yang berkedudukan di suatu Negara memperoleh
laba atau pendapatan dari Negara lainnya, maka Negara lainnya itu tidak
dapat mengenakan pajak atas dividen yang dibayarkan oleh badan itu, kecuali
sepanjang dividen tersebut dibayarkan kepada seorang penduduk di Negara
lainnya itu atau sepanjang penguasaan saham-saham atas nama dividen dibayarkan
mempunyai hubungan yang efektif dengan suatu pendirian tetap atau tempat
tertentu yang berada di Negara lain itu, juga tidak dapat dikenakan pajak
atas laba yang tidak dibagikan, sekalipun dividen yang dibayarkan atau
laba yang tidak dibagikan itu seluruhnya atau sebagian berasal dari keuntungan
atau pendapatan yang diperoleh dari Negara lainnya itu.
(7) Pasal ini tidak akan menghalangi salah satu Negara untuk mengenakan
pajak, selain daripada pajak perseroan, atas pengiriman keuntungan yang
dilakukan oleh suatu cabang ke kantor pusatnya, asal saja pajak yang dikenakan
itu tidak akan melebihi 20 persen dari jumlah yang dikirimkan.
Pasal 11
B U N G A
(1) Bunga yang berasal dari suatu Negara dan dibayarkan kepada penduduk
Negara lainnya, dapat dikenakan pajak di Negara lainnya itu.
(2) Namun demikian, bunga tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara tempat asal bunga sesuai dengan perundang-undangan Negara itu, akan tetapi jika penerima bunga itu adalah pemilik yang menikmati bunga tersebut, maka pajak yang akan dikenakan tidak akan melebihi 15 persen dari jumlah kotor bunga itu.
(3) Meskipun diatur oleh ketentuan-ketentuan ayat 2 :
(a) Bunga yang berasal dari suatu Negara dan dibayarkan kepada penduduk
Negara lainnya, hanya akan dikenakan pajak di Negara lainnya itu, jika
bunga yang dibayarkan itu berkenaan dengan :
(i) obligasi, surat hutang atau kewajiban lainnya yang sejenis dari
Pemerintah Negara itu termasuk Pemerintah Daerah/Lokal; atau
(ii) pinjaman yang dibuat, dijamin atau diasuransikan, atau piutang
yang diberikan, dijamin atau diasuransikan oleh Bank Indonesia (Bank Sentral
Indonesia, atau Bank Sentral Philipina, atau setiap bank pinjaman lainnya
yang ditentukan dan dimufakati melalui surat menyurat antara pejabat yang
berwenang dari kedua Negara;
(b) pengenaan pajak atas bunga yang dibayarkan oleh suatu badan yang
berkedudukan di suatu Negara kepada penduduk Negara lainnya berkenaan dengan
obligasi umum, surat hutang atau kewajiban lainnya yang sejenis, tidak
akan melebihi 10 persen dari jumlah kotor bunga itu.
(4) Pejabat yang berwenang dari kedua Negara dengan permufakatan bersama
akan menyelesaikan cara penerapan pembatasan-pembatasan seperti yang telah
diatur dalam ayat ayat terdahulu.
(5) Istilah bunga seperti yang digunakan dalam Pasal ini berarti pendapatan dari segala macam tagihan hutang baik yang dijamin dengan hipotik maupun tidak, dan baik yang berhak atas bagian laba si peminjam atau tidak, dan khususnya pendapatan dari surat-surat perbendaharaan Negara dan pendapatan dari obligasi atau surat-surat hutang, termasuk premi dan hadiah yang terikat pada surat-surat berharga tersebu diatas, begitu pula pendapatan yang menurut perundang-undangan pajak Negara yang bersangkutan dipersamakan dengan pendapatan dari uang yang dipinjamkan, termasuk bunga karena penjualan dengan pembayaran yang ditangguhkan. Denda yang dikenakan karena pembayaran yang terlambat tidak akan dianggap sebagai bunga menurut Pasal ini.
(6) Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila penerima
bunga yang merupakan penduduk suatu Negara, menjalankan usaha melalui suatu
pendirian tetap atau menjalankan pekerjaan bebas dengan suatu tempat tertentu
di Negara lainnya dimana bunga itu berasal, sedang tagihan hutang atas
mana bunga dibayarkan mempunyai hubungan efektif dengan pendirian tetap
atau tempat tertentu itu.
Dalam hal demikian, tergantung pada permasalahannya, berlaku
ketentuan-ketentuan Pasal 7 (Laba Usaha) atau Pasal 14 (Pekerjaan Bebas).
(7) Bunga akan dianggap berasal dari suatu Negara, apabila pembayaran
bunga adalah negara itu sendiri, Pemerintah Daerah/Lokal atau penduduk
Negara itu.
(8) Apabila, karena adanya suatu hubungan istimewa antara pembayar bunga
dengan penerima bunga atau diantara keduanya dengan pihak ketiga, besarnya
bunga yang dibayarkan, dengan memperhatikan besarnya tagihan, melebihi
jumlah yang seharusnya disepakati oleh pembayaran dan penerima bunga seandainya
tidak terdapat hubungan istimewa semacam itu, maka ketentuan-ketentuan
Pasal ini akan berlaku hanya terhadap jumlah bunga yang disebut terakhir.
Dalam hal itu, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap
dikenakan pajak menurut perundang-undangan masing-masing Negara dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.
Pasal 12
R O Y A L T Y
(1) Royalty yang berasal dari salah satu Negara dan dibayarkan
kepada penduduk Negara dapat dikenakan pajak di Negara lain itu, jika penduduk
itu adalah pemilik royalty yang menikmatinya.
(2) Royalty itu dapat juga dikenakan pajak di Negara dimana royalty
dibayarkan dan menurut perndang-undangan Negara itu, namun demikian pajak
yang dikenakan tidak akan melebihi :
(a) di Indonesia :
15 persen dari jumlah kotor royalty;
(b) di Philipina :
(i) 15 persen dari jumlah kotor royalty, jika royalty itu dibayarkan
oleh suatu perusahaan yang terdaftar pada Badan Penanaman Modal Philipina,
dan ikut serta dalam kegiatan sektor-sektor usaha seperti yang telah ditentukan
oleh Badan tersebut; dan
(ii) dalam hal-hal lainnya, 25 persen dari jumlah kotor royalty.
(3) Pejabat yang berwenang dari kedua Negara dengan permufakatan bersama
akan menyelesaikan cara penerapan pembatasan-pembatasan seperti yang telah
diatur dalam ayat terdahulu.
(4) Istilah royalty seperti yang digunakan dalam Pasal ini berarti segala jenis pembayaran yang diterima sebagai balas jasa atas penggunaan, atau hak menggunakan setiap hak cipta dibidang karya kesusasteraan, kesenian atau ilmu pengetahuan, setiap paten, merek dagang, pola atau model, rencana, rumus rahasia atau pengolahan, atau atas penggunaan atau hak menggunakan perlengkapan-perlengkapan industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan, dan termasuk segala jenis pembayaran menyangkut film-film bioskop dan karya-karya film atau pita-pita video untuk televisi atau pita-pita untuk siaran radio.
(5) Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila penerima
royalty yang merupakan penduduk suatu Negara, menjalankan usaha melalui
suatu pendirian tetap atau menjalankan pekerjaan bebas dengan suatu tempat
tertentu di Negara lainnya dimana royalty itu berasal, sedang hak atau
milik atas nama royalty itu dibayarkan mempunyai hubungan efektif dengan
pendirian tetap atau tempat tertentu itu.
Dalam hal demikian, tergantung pada permasalahannya, berlaku
ketentuan-ketentuan Pasal 7 (Laba Usaha) atau Pasal 14 (Pekerjaan Bebas).
Pasal 13
KEUNTUNGAN DARI PEMINDAHTANGANAN HARTA
(1) Keuntungan yang diterima oleh penduduk suatu negara dari pemindahtanganan
harta tak gerak seperti disebut dalam Pasal 6 (Pendapatan dari Harta tak
gerak) yang terletak di negara lain dapat dikenakan pajak di Negara lain
itu.
(2) keuntungan dari pemindahtanganan harta gerak yang merupakan bagian kekayaan usaha dari suatu pendirian tetap di Negara lain yang dimiliki oleh perusahaan di suatu Negara atau harta gerak dari suatu tempat tertentu di Negara lain yang tersedia bagi seorang penduduk suatu Negara untuk menjalankan pekerjaan bebas, termasuk keuntungan dari pemindahtanganan pendirian tetap itu (tersendiri atau dengan seluruh perusahaan) atau pemindahtanganan tempat tertentu, dapat dikenakan pajak di negara tersebut.
(3) Keuntungan yang diterima oleh suatu perusahaan dari suatu negara dari pemindahtanganan kapal-kapal atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalulintas internasional atau barang gerak yang berkenaan dengan pengoperasian kapal-kapal dan pesawat udara itu, akan dikenakan pajak di Negara itu.
(4) Keuntungan dari pemindahtanganan saham-saham suatu perusahaan, yang kekayaannya terutama terdiri dari harta tak gerak yang terletak di suatu Negara, dapat dikenakan pajak di Negara itu. Keuntungan dari pemindahtanganan andil di suatu perkongsian atau suatu perserikatan, yang kekayaannya terutama terdiri dari harta tak gerak yang terletak di suatu Negara, dapat dikenakan pajak di Negara itu.
(5) Keuntungan dari pemindahtanganan harta lainnya, kecuali yang telah
disebut dalam ayat ayat 1, 2, 3 dan 4, hanya akan dikenakan pajak di Negara
dimana orang/badan yang memindahtangankan merupakan penduduk/berkedudukan.
Pasal 14
PEKERJAAN BEBAS
(1) Pendapatan yang diterima oleh seorang penduduk suatu Negara sehubungan
dengan jasa-jasa profesional atau pekerjaan bebas akan dikenakan pajak
di Negara itu. Akan tetapi pendapatan itu dapat dikenakan pajak di Negara
lainnya apabila :
(a) ia mempunyai tempat tertentu yang secara teratur tersedia baginya
untuk melakukan pekerjaan di Negara lain itu tetapi hanya sebesar pendapatan
yang berasal dari tempat tertentu itu; atau
(b) ia tinggal di Negara itu selama masa atau masa-masa yang berjumlah
90 hari atau lebih dalam suatu tahun takwim.
(2) Istilah jasa-jasa profesional meliputi terutama pekerjaan bebas
di bidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, pendidikan atau pengajaran,
demikian pula pekerjaan bebas oleh para dokter, ahli hukum, ahli tehnik,
arsitek, dokter gigi dan akuntan.
Pasal 15
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA
(1) Berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 16 (Pendapatan para Direktur),
18 (Pensiun dan Tunjangan Hari Tua), 19 (Pekerjaan Pemerintah), 20 (Para
Guru Besar dan Guru), 21 (Siswa dan Peserta latihan), gaji upah dan balas
jasa lainya yang sejenis yang diterima oleh seorang penduduk dari suatu
Negara sehubungan dengan suatu pekerjaan, dan hanya akan dikenakan pajak
di Negara itu, kecuali pekerjaan itu dilakukan di Negara lain. Balas jasa
yang diterima karena melakukan pekerjaan di Negara lain, dapat dikenakan
pajak di Negara lain itu.
(2) Meskipun diatur oleh ketentuan-ketentuan ayat 1, balas jasa yang
diterima oleh seorang penduduk suatu Negara sehubungan dengan pekerjaan
yang dilakukan di Negara lain, hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut
pertama jika :
(a) sipenerima berada di negara lain itu selama suatu masa atau masa-masa
yang jumlahnya tidak melebihi 183 hari dalam tahun takwim yang bersangkutan,
dan
(b) balas jasa tersebut dibayar oleh, atau atas nama majikan yang bukan
merupakan penduduk Negara lain itu, dan
(c) balas jasa tersebut tidak menjadi beban suatu pendirian tetap atau
tempat tertentu yang dipunyai oleh majikan di Negara lain itu.
(3) Meskipun diatur oleh ketentuan-ketentuan terdahulu dari Pasal ini
balas jasa yang diterima sehubungan dengan pekerjaan sebagai anggota dari
awak kapal atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu-lintas
internasional oleh suatu perusahaan di suatu Negara, akan dikenakan pajak
di Negara itu.
Pasal 16
PENDAPATAN PARA DIREKTUR
(1) Pendapatan-pendapatan para direktur dan pembayaran-pembayaran lainnya
yang sejenis yang diterima oleh seorang penduduk suatu Negara dalam kedudukannya
sebagai anggota dewan direktur dari suatu perseroan yang berkedudukan di
Negara lain, dapat dikenakan pajak di Negara lain itu.
(2) Jika seseorang terhadap mana ayat 1 berlaku menerima balas jasa
dari perusahaan sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan sehari-hari yang
bersifat ketatalaksanaan atau tehnis dapat dikenakan pajak sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Pasal 15 (Pekerjaan Dalam Hubungan Kerja).
Pasal 17
ARTIS DAN ATLIT
(1) Meskipun diatur oleh ketentuan-ketentuan Pasal 14 (Pekerjaan Bebas)
dan 15 (Pekerjaan Dalam Hubungan Kerja), pendapatan yang diterima oleh
seorang penduduk suatu Negara sebagai penghibur, seperti artis teater,
film, radio atau televisi, atau pemain musik, atau sebagai atlit, dari
kegiatan-kegiatan pribadi mereka di atas yang dilakukan di Negara lainnya
dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
(2) Bila pendapatan sehubungan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh artis atau atlit, jatuhnya bukan kepada mereka sendiri tetapi kepada pihak lain, maka pendapatan itu dapat dikenakan pajak di Negara dimana mereka melakukan kegiatan-kegiatan, walaupun ada ketentuan-ketentaun Pasal 7 (Laba Usaha), 14 (Pekerjaan Bebas) dan 15 (Pekerjaan Dalam Hubungan Kerja).
(3) Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan ayat 2 Pasal ini tidak akan berlaku terhadap pendapatan yang diterima oleh artis dan atlit dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan di suatu Negara, yang berhubungan dengan program khusus pertukaran kebudayaan yang telah dimufakati kedua Negara atau yang sepenuhnya dibiayai oleh dana-dana Pemerintah dari Negara lainnya, termasuk dana Pemerintah Daerah/Lokal atau badan-badannya, juga ketentuan ketentuan di atas tidak berlaku terhadap pendapatan yang diterima dari kegiatan-kegiatan demikian oleh organisasi yang tidak mencari keuntungan, asalkan pendapatan itu tidak untuk dibayarkan atau tidak untuk keuntungan para pemilik, anggota atau pemegang saham dan organisasi tersebut disyahkan sebagai memenuhi syarat ketentuan ini oleh pejabat yang berwenang di Negara lain itu.
(4) Meskipun diatur oleh ketentuan-ketentuan Pasal 7 (Laba Usaha), keuntungan
yang diperoleh suatu perusahaan dari Negara lain yang mengadakan kegiatan-kegiatan
seperti dimaksud dalam ayat 1 Pasal ini di suatu Negara, dapat dikenakan
Pajak di Negara itu kecuali kunjungan ke Negara itu berdasarkan program
khusus pertukaran kebudayaan yang telah dimufakati kedua Negara atau perusahaan
tersebut sepenuhnya dibiayai oleh Pemerintah Daerah/Lokal atau badan-badannya,
atau juga dikecualikan bila perusahaan itu adalah suatu organisasi yang
tidak mencari keuntungan seperti dimaksud pada ayat 3.
Pasal 18
PENSIUN DAN TUNJANGAN HARI TUA
(1) Berlaku ketentuan-ketentuan ayat 2 Pasal 19 (Pekerjaan Pemerintah),
pensiun dan pembayaran sejenis lainnya yang dibayarkan kepada penduduk
suatu Negara akibat dari hubungan kerja masa lalu, hanya akan dikenakan
pajak di Negara itu.
(2) Meskipun diatur oleh ketentuan-ketentuan ayat 1, pensiun jaminan
sosial yang dibayarkan oleh suatu badan jaminan sosial dari suatu Negara,
hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.
Pasal 19
PEKERJAAN PEMERINTAH
(1) (a) Balas jasa, lain daripada pensiun, yang dibayarkan oleh suatu
Negara atau PemerintahDaerah/Lokal Negara itu, kepada seseorang karena
pemberian jasa-jasa dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan Negara atau
Pemerintahan Daerah/Lokal Negara itu, hanya akan dikenakan pajak di Negara
tersebut.
(b) Namun demikian balas jasa itu hanya akan dikenakan pajak
di Negara lainnya, apabila jasa-jasa diberikan di negara lainya itu dan
pemberi Jasa adalah penduduk Negara lain tersebut yang
(i) merupakan warganegara dari Negara lain itu; atau
(ii) tidak merupakan penduduk Negara lain itu karena semata-mata
bermaksud untuk memberikan jasa-jasa.
(2) (a) Setiap pensiun yang dibayarkan oleh, atau dari dana-dana yang
diadakan oleh, suatu Negara atau Pemerintah Daerah/Lokal kepada seseorang
sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara atau Pemerintah
daerah/Lokal itu, hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
(b) Namun demikian pensiun itu hanya akan dikenakan pajak di Negara
lainnya apabila orang yang bersangkutan merupakan penduduk dan warganegara
dari Negara lain tersebut.
(3) Ketentuan-ketentuan Pasal 15 (Pekerjaan Dalam Hubungan Kerja),
16 (Pendapatan Para Direktur) dan 18 (Pensiun dan Tunjangan Haritua) akan
berlaku terhadap balas jasa dan pensiun dari jasa-jasa yang diberikan kepada
perusahaan yang dijalankan oleh suatu Negara atau oleh Pemerintah Daerah/Lokal
Negara tersebut.
Pasal 20
PARA GURU BESAR DAN GURU
(1) Balas jasa yang diterima seorang guru besar atau guru yang merupakan
penduduk suatu Negara dan melakukan kunjungan ke Negara lainnya untuk suatu
jangka waktu tidak melebihi 2 tahun, dengan maksud melakukan kegiatan mengajar
atau melaksanakan studi lanjutan atau penelitian di suatu universitas,
perguruan tinggi, sekolah atau lembaga pendidikan lainnya, hanya akan dikenakan
pajak di negara yang disebut pertama.
(2) Untuk tujuan-tujuan ayat 1 Pasal ini, istilah balas jasa akan termasuk pengiriman pengiriman uang dari Negara manapun yang memungkinkan guru besar atau guru tersebut melaksanakan maksud seperti disebut pada ayat 1.
(3) Pasal ini tidak akan berlaku terhadap balas jasa yang diterima guru
besar atau guru yang melakukan penelitian terutama untuk kepentingan pribadi
orang/badan tertentu atau orang orang/badan-badan.
Pasal 21
MAHASISWA/SISWA DAN PESERTA LATIHAN
(1) Seseorang yang merupakan penduduk suatu Negara sebelum mengunjungi
Negara lain dan untuk sementara berada di Negara lain itu semata-mata sebagai
mahasiswa di suatu universitas, perguruan tinggi atau lembaga pendidikan
lainnya yang sejenis, untuk jangka waktu yang jumlahnya tidak melebihi
5 tahun sejak tanggal kedatangannya, akan dibebaskan dari pengenaan pajak
di Negara lain itu di atas :
(a) semua pengiriman uang dari luar negeri guna keperluan hidup atau
pendidikannya, dan
(b) setiap balas jasa yang tidak melebihi suatu jumlah, dalam mata
uang setempat masing masing Negara, yang sama dengan US $ 1.800 dalam setiap
tahun takwim, karena pemberian jasa-jasa perorangan yang dilakukan di Negara
lain itu sebagai tambahan dana baginya untuk keperluan hidup dan pendidikan
tersebut.
(2) Seseorang yang merupakan penduduk suatu Negara sebelum mengunjungi
Negara lain dan untuk sementara berada di Negara lain itu semata-mata sebagai
peserta latihan dengan maksud untuk memperoleh pengalaman di bidang tehnik,
keahlian atau usaha, untuk jangka waktu yang jumlahnya tidak melebihi 2
tahun sejak tanggal kedatangannya, akan dibebaskan dari pengenaan pajak
di Negara lain itu atas :
(a) semua pengiriman uang dari luar negeri guna keperluan hidup atau
latihannya, dan
(b) setiap balas jasa yang tidak melebihi jumlah, dalam mata uang setempat
masing-masing Negara, yang sama dengan US $ 3.600 dalam setiap takwim,
karena pemberian jasa-jasa tersebut mempunyai kaitan dengan latihannya
atau sebagai tambahan dana baginya.
(3) Seseorang yang merupakan penduduk suatu Negara sebelum mengunjungi
Negara lain dan untuk sementara berada di Negara lain itu semata-mata untuk
tujuan melakukan studi, riset atau latihan sebagai penerima bantuan, tunjangan
atau sumbangan dari suatu organisasi keilmuan, pendidikan, agama atau sosial
atau berdasarkan program bantuan tehnik antara kedua Negara, untuk suatu
jangka waktu yang tidak melebihi 2 tahun sejak tanggal kedatangannya, akan
dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara lain itu atas :
(a) jumlah bantuan, tunjangan atau sumbangan itu
(b) setiap pengiriman uang dari luar negeri guna keperluan hidup pendidikan
atau latihan; dan
(c) setiap balas jasa karena pemberian jasa-jasa perorangan yang dilakukan
di Negara lain itu, asalkan pemberian jasa-jasa tersebut mempunyai kaitan
dengan studi, riset, latihannya atau sebagai tambahan dana baginya.
(4) Jumlah-jumlah seperti disebut pada ayat 1 dan 2 Pasal ini dapat
ditinjau kembali dari waktu ke waktu dan disetujui oleh pejabat yang berwenang
di kedua Negara.
Pasal 22
PENDAPATAN LAIN
Pendapatan-pendapatan lain yang diterima seorang penduduk suatu Negara
yang tidak disebut secara tegas pada Pasal-Pasal terdahulu dalam Perjanjian
ini, hanya akan dikenakan pajak di Negara itu kecuali pendapatan itu diterima
dari sumber-sumber yang berada di Negara lain, juga dapat dikenakan pajak
sesuai dengan perundang-undangan Negara lain itu.
Pasal 23
PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
(1) Perundang-undangan masing-masing Negara tetap akan mengatur pengenaan
pajak atas pendapatan, apakah diterima dari suatu Negara atau dari manapun,
kecuali secara tegas diatur lain oleh ketentuan-ketentuan yang dibuat dalam
Perjanjian ini. Dimana pendapatan yang diterima dari suatu Negara dikenakan
pajak di kedua Negara, penghindaran dari pengenaan pajak yang ganda atas
pendapatan itu akan diberikan sesuai dengan ketentuan ketentuan berikutnya
dari Pasal ini.
(2) Di Indonesia, pajak berganda akan dihindarkan dengan cara sebagai
berikut :
(a) Indonesia, apabila akan mengenakan pajak kepada penduduk Indonesia,
dapat menggabungkan dalam dasar pengenaan pajaknya, bagian-bagian pendapatan
yang dapat dikenakan pajak di Philipina sesuai dengan ketentuan-ketentuan
Perjanjian ini;
(b) Jika seorang penduduk Indonesia menerima pendapatan dari Philipina
dan pendapatan itu dapat dikenakan pajak di Philipina sesuai dengan ketentuan-ketentuan
Perjanjian ini, jumlah pajak yang dibayar di Philipina atas pendapatan
itu, akan diperkenankan untuk diperhitungkan terhadap pajak yang terhutang
oleh penduduk di Indonesia
Bagaimana jumlah pajak yang diperhitungkan itu tidak akan melebihi
pajak yang dikenakan Indonesia terhadap bagian pendapatan itu.
(3) Di Philipina pajak berganda akan dihindarkan dengan cara sebagai
berikut :
Mengikuti ketentuan-ketentuan perundang-undangan Philipina yang
menyangkut pajak yang dibayar di negara lain diluar Philipina yang dapat
diperhitungkan terhadap pajak yang terhutang di Philipina, maka pajak-pajak
yang dibayar atau terhutang di Indonesia berdasarkan perundang-undangan
Indonesia dan sesuai dengan Persetujuan ini, apakah secara langsung atau
pengurangan, sehubungan dengan pendapatan yang berasal dari Indonesia akan
diperkenankan sebagai suatu potongan yang diperhitungkan terhadap pajak
yang terhutang di Philipina.
(4) Pajak-pajak yang telah dibebaskan atau yang telah diberikan keringanan
oleh salah satu Negara berdasarkan undang-undang mengenai pemberian fasilitas
perpajakan di Negara itu yang dimaksudkan untuk meningkatkan pembangunan
ekonomi, yang telah berlaku pada saat penandatanganan persetujuan ini,
atau yang akan berlaku pada undang-undang pajak mendatang, karena perubahan
atau penambahan dari undang-undang yang ada, akan dianggap seolah-olah
pajak-pajak tersebut telah dibayar dan akan diperkenankan untuk diperhitungkan
di Negara lainnya sejumlah yang sama dengan pajak yang dihitung atas pendapatan
itu sekiranya tidak akan ada pembebasan atau keringanan.
Pasal 24
NON DISKRIMINASI
(1) Warganegara di suatu Negara tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban
apapun sehubungan dengan itu di Negara lain, yang berlainan atau lebih
memberatkan daripada pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban yang bersangkutan
dengan itu yang dapat dikenakan terhadap warganegara dari Negara lainnya
dalam keadaan yang sama.
(2) Pengenaan pajak atas suatu pendirian tetap di Negara lain yang dimiliki perusahaan di suatu Negara, tidak akan dipungut pajak dengan cara yang kurang menguntungkan di Negara lain tersebut jika dibandingkan dengan pemungutan pajak terhadap perusahaan-perusahaan dari Negara lain itu yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama. Ketentuan ini tidak akan ditafsirkan sebagai kewajiban suatu Negara untuk memberikan kepada penduduk Negara lainnya potongan pribadi, keringanan dan pengurangan apapun untuk keperluan pengenaan pajak disebabkan status sipil atau tanggung jawab keluarga sebagaimana yang diberikan kepada penduduk Negara itu sendiri.
(3) Kecuali dimana berlaku ketentuan-ketentuan ayat 1 Pasal 9 (Perusahaan-perusahaan yang Berhubungan), ayat 6 Pasal 11 (Bunga), atau ayat 4 Pasal 12 (Royalty), bunga, royalty dan pengeluaran-pengeluaran lain yang dibayarkan oleh perusahaan dari suatu Negara kepada penduduk Negara lainnya, untuk tujuan menetukan laba kena pajak perusahaan itu, akan dapat dikurangkan berdasarkan keadaan yang sama seolah-olah bunga, royalty dan pengeluaran-pengeluaran tersebut telah dibayarkan kepada penduduk Negara yang disebut pertama.
(4) Perusahaan dari suatu Negara yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki atau diawasi baik secara langsung maupun tidak langsung oleh penduduk atau penduduk-penduduk dari Negara lainnya, tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun sehubungan dengan itu di negara yang disebut pertama yang berlainan atau memberatkan daripada pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban yang bersangkutan yang dapat dikenakan terhadap perusahaan perusahaan lain yang serupa dari Negara yang disebut pertama.
(5) Tidak ada yang terkandung dalam Pasal ini akan diartikan dengan maksud mencegah salah satu Negara untuk membatasi kepada warganegaranya menikmati fasilitas pajak dan fasilitas khusus lainnya yang diberikan dalam rangka program pembangunan ekonomi.
(6) Dalam Pasal ini, istilah pajak berarti pajak-pajak yang diatur oleh Persetujuan ini.
(7) Pejabat yang berwenang dari kedua Negara dapat berkonsultasi satu
sama lain mengenai cara penerapan Pasal ini.
Pasal 25
PROSEDUR PERMUFAKATAN BERSAMA
(1) Bila seseorang atau badan menganggap bahwa tindakan-tindakan salah
satu atau kedua Negara mengakibatkan atau akan mengakibatkan baginya pengenaan
pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan Persetujuan ini, terlepas
dari cara-cara penyelesaian yang diatur oleh undang-undang nasional Negara
masing-masing, ia dapat mengajukan masalahnya kepada pejabat yang berwenang
di negara dimana ia merupakan penduduk. Masalah tersebut harus diajukan
dalam waktu 2 tahun sejak pemberitahuan pertama dari tindakan yang menimbulkan
pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan Persetujuan
ini.
(2) Pejabat yang berwenang akan berusaha, bila keberatan yang ditujukan kepadanya itu beralasan dan ia tidak dapat menemukan pemecahan yang memuaskan, menyelesaikan masalah itu melalui permufakatan bersama antara pejabat yang berwenang dari kedua Negara, dengan tujuan untuk menghindarkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini.
(3) Suatu Negara, setelah lewatnya batas waktu seperti ditentukan oleh undang-undang nasionalnya tetapi paling tidak setelah 5 tahun terhitung sejak akhir masa pajak dimana pendapatan yang bersangkutan diperoleh, tidak akan menambah dalam dasar pengenaan pajak penduduk dari salah satu Negara itu dengan memasukkan bagian-bagian pendapatan yang juga telah dikenakan pajak di Negara lainnya.
(4) Pejabat yang berwenang dari kedua Negara akan berusaha untuk menyelesaikan
melalui permufakatan bersama setiap kesulitan-kesulitan dan keraguan-keraguan
yang timbul mengenai penafsiran atau penerapan Persetujuan ini.
Mereka dapat pula berkonsultasi bersama untuk pencegahan pajak
berganda dalam hal-hal yang tidak diatur dalam Persetujuan ini.
Pasal 26
PERTUKARAN INFORMASI
(1) Pejabat-pejabat yang berwenag dari kedua Negara akan mengadakan
tukar menukar informasi yang diperlukan untuk melaksakana ketentuan-ketentuan
Persetujuan ini dan undang-undang nasional kedua Negara mengenai pajak-pajak
yang tercakup oleh Persetujuan ini sepanjang pengenaan pajak menurut undang-undang
tersebut sesuai dengan Persetujuan ini.
Pertukaran informasi tidak dibatasi oleh Pasal 1.
Setiap informasi yang dipertukarkan akan dirahasiakan dan tidak
akan diungkapkan kepada setiap orang atau badan atau pejabat-pejabat lain,
kecuali mereka yang berkepentingan dengan penetapan, termasuk pengadilan,
atau penagihan pajak-pajak yang diatur oleh Persetujuan ini.
(2) Ketentuan-ketentuan ayat 1 sama sekali tidak akan ditafsirkan sebagai
meletakkan kewajiban kepada salah satu Negara :
(a) untuk melaksaknakan tindakan-tindakan administratif yang bertentangan
dengan undang-undang atau praktek administrasi dari Negara tersebut atau
Negara lainnya;
(b) untuk memberikan keterangan-keterangan yang tidak dapat diperoleh
berdasarkan undang-undang atau dalam pelaksanaan administrasi yang lazim
dari Negara tersebut atau Negara lainnya;
(c) untuk memberikan informasi yang akan mengungkapkan setiap rahasia
di bidang perdagangan, usaha, industri atau keahlian atau tata cara perniagaan
atau informasi yang pengungkapannya akan bertentangan dengan kebijaksanaan
umum.
(3) Pertukaran informasi dapat dilakukan baik secara rutin ataupun
berdasarkan permintaan yang berkenaan dengan masalah-masalah khusus. Pejabat-pejabat
yang berwenang dari kedua Negara dapat mengadakan permufakatan mengenai
daftar informasi yang akan diberikan secara rutin.
Pasal 27
BANTUAN PENAGIHAN
Pasal ini sama sekali tidak akan ditafsirkan sebagai meletakkan kewajiban
kepada suatu Negara untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang bertentangan
dengan undang-undang atau praktek administrasi dari salah satu Negara berkenaan
dengan penagihan pajak-pajaknya sendiri.
Pasal 28
PARA PEJABAT DIPLOMATIK DAN KONSULER
Tidak ada sesuatupun dalam Persetujuan ini yang akan mempengaruhi hak-hak
khusus di bidang fiskal dari para pejabat diplomatik dan konsuler berdasarkan
peraturan umum dari hukum internasional atau berdasarkan ketentuan-ketentuan
dari perjanjian-perjanjian khusus.
Pasal 29
PERATURAN-PERATURAN LAIN
(1) Ketentuan-ketentuan Persetujuan ini tidak akan ditafsirkan sebagai
membatasi setiap cara pengecualian, pembebasan, pengurangan, potongan pajak
atau kelonggaran lainnya yang ada sekarang maupun masa mendatang yang diberikan
:
(a) oleh undang-undang dari salah satu Negara dalam penentuan pajak
yang dikenakan oleh Negara itu; atau
(b) oleh setiap aturan khusus lainya mengenai perpajakan sehubungan
dengan kerjasama ekonomi atau tehnik antara kedua Negara.
(2) Tidak ada sesuatupun dalam hal Persetujuan ini akan ditafsirkan
untuk mencegah Philipina mengenakan pajak terhadap warganegaranya yang
sedang bertempat tinggal di Indonesia, menurut perundang-undangan nasionalnya.
Namun demikian pajak yang dibayar karenanya tidak akan diperhitungkan.
(3) Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara dapat langsung
berhubungan satu sama lain, dengan tujuan untuk dapat menerapkan Persetujuan
ini.
Pasal 30
SAAT BERLAKU PERSETUJUAN
(1) Persetujuan ini akan disyahkan dan instrumen ratifikasi akan dipertukarkan
di Jakarta secepat mungkin.
(2) Persetujuan ini akan syah berlaku setelah habisnya waktu 30 hari
sejak tanggal pertukaran instrumen ratifikasi dan ketentuan-ketentuan Perjanjian
ini akan mengikat kedua Negara :
(a) dalam hal pajak-pajak dipungut pada sumbernya, atas jumlah yang
dibayarkan kepada bukan penduduk pada atau setelah 1 Januari tahun takwim
berikutnya setelah dilakukan pertukaran instrumen ratifikasi; dan
(b) dalam hal pajak-pajak lainnya, untuk tahun-tahun pengenaan pajak
mulai pada atau setelah 1 Januari tahun takwim berikutnya setelah dilakukan
pertukaran instrumen ratifikasi.
Pasal 31
SAAT BERAKHIR PERSETUJUAN
Persetujuan ini akan tetap berlaku sampai dinyatakan berakhir oleh
suatu Negara. Salah satu Negara, pada atau sebelum 30 Juni setiap tahun
takwim setelah tahun ke-5 sejak saat berlakunya Persetujuan, dapat menyampaikan
pemberitahuan mengenai pengakhiran Persetujuan ini kepada Negara lainnya
dan dengan demikian Persetujuan ini akan tidak berlaku lagi :
(a) dalam hal pajak-pajak dipungut pada sumbernya, atas jumlah yang
dibayarkan kepada bukan penduduk pada atau setelah 1 Januari tahun takwim
berikutnya setelah pemberitahuan disampaikan; dan
(b) dalam hal pajak-pajak lainnya, untuk tahun-tahun pengenaan pajak
mulai pada atau setelah 1 Januari tahun takwim berikutnya setelah pemberitahuan
disampaikan.
Dengan kesaksian para penandatangan di bawah ini, telah diberi kuasa
syah, telah menandatangani Persetujuan ini.
Dibuat rangkap dua di Manila, 18 Juni 1981 dalam bahasa Inggeris.
Untuk Pemerintah Untuk Pemerintah
Republik Indonesia Republik Philipina