PERSETUJUAN ANTARA
REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA
MENGENAI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK
ATAS PENGHASILAN
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Korea
BERHASRAT mengadakan suatu Persetujuan mengenai penghindaran pajak
berganda dan pencegahan pengenaan pajak atas penghasilan.
TELAH MENYETUJUI SEBAGAI BERIKUT :
Pasal 1
ORANG DAN BADAN YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN
Persetujuan ini berlaku terhadap orang dan badan yang merupakan penduduk
salah satu atau kedua Negara pihak pada Persetujuan.
Pasal 2
PAJAK-PAJAK YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN INI
1. Persetujuan ini berlaku terhadap pajak-pajak atas penghasilan yang
dikenakan oleh masing masing Negara pihak pada Persetujuan, tanpa memperhatikan
cara pemungutannya.
2. Sebagai pajak-pajak atas penghasilan dianggap semua pajak yang dikenakan
atas seluruh penghasilan atau atas unsur-unsur penghasilan, termasuk pajak-pajak
atas keuntungan yang diperoleh dari pemindah tanganan harta gerak atau
harta tidak bergerak dan pajak-pajak atas upah atau gaji yang dibayarkan
oleh perusahaan.
3. Pajak-pajak yang berlaku menurut Persetujuan ini adalah :
(a) di Indonesia :
pajak penghasilan dan sejauh dinyatakan dalam pajak penghasilan
tersebut, pajak perseroan dan pajak atas Bunga, Dividen dan Royalti
(selanjutnya disebut pajak Indonesia);
(b) di Korea :
(I) pajak penghasilan;
(ii) pajak perseroan;
(iii) pajak penduduk yang dikenakan dalam kaitannya dengan pajak atas
penghasilan atau pajak atas perseroan;
(selanjutnya disebut pajak Korea);
4. Persetujuan ini berlaku pula bagi setiap pajak yang serupa atau
pada hakekatnya sejenis yang dikenakan setelah tanggal penandatanganan
Persetujuan ini sebagai tambahan terhadap atau sebagai pengganti dari,
pajak-pajak yang tersebut dalam ayat 3. Para pejabat yang berwenang dari
kedua Negara pihak pada Persetujuan akan memberitahukan satu sama lain
setiap perubahan-perubahan penting yang terjadi dalam perundang-undangan
pajak masing-masing.
Pasal 3
PENGERTIAN-PENGERTIAN UMUM
1. Kecuali jika dari hubungan kalimatnya diartikan lain, maka yang
dimaksud dalam Persetujuan ini dengan :
(a) (i) istilah Indonesia meliputi wilayah Republik Indonesia sebagaimana
dirumuskan dalam perundang-undangannya dan bagian-bagian dari landas kontinen
dan lautan sekitarnya yang berbatasan, dimana Republik Indonesia mempunyai
kedaulatan, hak hak lainnya sesuai hukum internasional;
(ii) istilah Korea meliputi wilayah Republik Korea sebagaimana
dirumuskan dalam perundang-undangannya dan bagian-bagian dari landas kontinen
dan lautan sekitarnya yang berbatasan, dimana Republik Korea mempunyai
kedaulatan, hak-hak lainnya sesuai hukum internasional;
(b) istilah suatu Negara pihak pada Persetujuan dan Negara pihak pada
Persetujuan lainnya berarti Indonesia atau Korea sesuai dengan hubungan
kalimatnya;
(c) istilah pajak berarti pajak Indonesia atau pajak Korea sesuai
dengan hubungan kalimatnya;
(d) istilah orang dan badan meliputi orang pribadi, perseroan dan setiap
kumpulan lain dari orang atau badan yang diperlakukan sebagai badan hukum
untuk tujuan perpajakan;
(e) istilah perseroan berarti setiap badan hukum atau setiap kesatuan
hukum yang untuk tujuan pemungutan pajak diperlakukan sebagai badan hukum;
(f) istilah perusahaan dari suatu Negara pihak dan Persetujuandanperusahaan
dari suatu Negara pihak dan Persetujuan lainnya berarti berturut-turut
suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk dari suatu Negara
pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk
Negara pihak pada Persetujuan lainnya;
(g) istilah lalu lintas international berarti setiap pengangkutan oleh
kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan oleh suatu perusahaan dari
suatu Negara pihak pada Persetujuan, kecuali apabila kapal laut atau pesawat
udara tersebut semata-mata dioperasikan antara tempat-tempat yang berada
di Negara pihak pada Persetujuan lainnya;
(h) istilah pejabat yang berwenang berarti:
(i) di Indonesia :
Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah ;
(ii) di Korea :
Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah;
(i) istilah warga negara berarti :
(i) semua orang pribadi yang memiliki kewarganegaraan suatu Negara
pihak pada Persetujuan.
(ii) semua badan hukum, usaha bersama dan persekutuan yang memperoleh
statusnya berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di suatu Negara pihak
pada Persetujuan;
2. Untuk penerapan Persetujuan ini oleh salah satu Negara pihak pada
Persetujuan setiap istilah yang tidak dirumuskan, kecuali jika dari hubungan
kalimatnya harus diartikan lain, akan mempunyai arti menurut perundang-undangan
Negara pihak pada persetujuan itu sepanjang mengenai pajak-pajak yang ditentukan
dalam Persetujuan ini.
Pasal 4
P E N D U D U K
1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah penduduk suatu Negara
pihak pada Persetujuan berarti setiap orang atau badan yang berdasarkan
perundang-undangan di Negara pihak pada Persetujuan dianggap sebagai penduduk
untuk kepentingan pajak di Negara pihak pada Persetujuan tersebut. Tetapi
istilah ini tidak termasuk orang dan badan yang dapat dikenakan pajak di
Negara itu hanya dari penghasilan yang bersumber di Negara tersebut.
2. Jika berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1 seorang pribadi menjadi
penduduk di kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka statusnya akan ditentukan
sebagai berikut :
(a) ia akan dianggap sebagai penduduk Negara pihak pada Persetujuan
dimana ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya; jika ia
mampunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di kedua Negara pihak
pada Persetujuan, ia akan dianggap sebagai penduduk di Negara pihak pada
Persetujuan dimana ia mampunyai hubungan pribadi dan hubungan ekonomi yang
lebih erat (pusat kepentingan-kepentingan pokok);
(b) jika Negara pihak pada Persetujuan dimana ia mampunyai pusat kepentingan-kepentingan
pokoknya tidak dapat ditentukan, atau jika ia tidak mampunyai tempat tinggal
tetap yang tersedia baginya di kedua Negara pihak pada Persetujuan, ia
akan dianggap sebagai penduduk Negara pihak pada Persetujuan dimana ia
menurut kebiasaannya berdiam;
(c) jika ia mampunyai tempat dimana ia biasanya diam di kedua Negara
pihak pada Persetujuan atau tidak mempunyai di kedua Negara itu, maka pejabat
yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan menyelesaikan
persoalan tersebut melalui persetujuan bersama.
3. Jika berdasarkan ketentuan-ketantuan dimana ayat 1, orang atau badan,
selain dari orang pribadi, merupakan penduduk di kedua Negara pihak pada
Persetujuan, maka ia akan dianggap sebagai penduduk di Negara dimana tempat
kedudukan manajemen yang efektif berada.
Pasal 5
BENTUK USAHA TETAP
1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah bentuk usaha tetap berarti
suatu tempat kedudukan tetap dimana seluruh atau sebagai usaha perusahaan
dijalankan.
2. Istilah bentuk usaha tetap terutama meliputi :
(a) suatu tempat kedudukan manajemen ;
(b) suatu cabang;
(c) suatu kantor;
(d) suatu pabrik;
(e) suatu bengkel; dan
(f) suatu pertambangan, suatu ladang minyak atau gas, suatu tempat
penggalian atau tempat penambangan sumber alam lainnya.
3. Istilah bentuk usaha tetap meliputi pula :
(a) suatu lokasi bangunan, proyek konstruksi, atau kegiatan-kegiatan
yang berhubungan dengan hal tersebut, dimana lokasi, proyek atau kegiatan-kegiatan
berlangsung untuk periode lebih dari enam bulan;
(b) suatu proyek perakitan atau instalasi yang dilakukan lebih dari
enam bulan.
(c) pemberian jasa-jasa termasuk jasa konsultasi, oleh perusahaan melalui
karyawannya atau personil lainnya yang ditunjuk oleh perusahaan untuk tujuan
itu, tetapi hanya apabila kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung (untuk
proyek yang sama atau yang ada kaitannya) di Negara itu dalam masa atau
masa-masa lebih dari tiga bulan dalam jangka waktu 12 bulan.
4. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan terdahulu dalam pasal ini, istilah
bentuk usaha tetap tidak dianggap meliputi :
(a) penggunaan fasilitas semata-mata untuk maksud menyimpan atau memamerkan
barang barang atau barang dagangan milik perusahaan;
(b) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan
milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan;
(c) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan
milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan
lainnya;
(d) pengurusan auatu tempat tetap semata-mata untuk maksud membeli
barang-barang atau barang dagangan, atau untuk mengumpulkan keterangan
untuk kepentingan perusahaan;
(e) pengurusan suatu tempat tetap semata-mata untuk tujuan menjalankan,
untuk kegiatan kegiatan yang bersifat persiapan atau penunjang bagi kepentingan
perusahaan.
5. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan pada ayat 1 dan 2, jika orang
atau badan selain dari agen yang berdiri sendiri dimana berlaku ayat 7
bertindak di Negara pihak pada Persetujuan atas nama perusahaan dari Negara
pihak pada Persetujuan lainnya, maka perusahaan tersebut akan dianggap
mempunyai bentuk usaha tetap di Negara pihak pada Persetujuan yang disebut
pertama berkenaan dengan setiap kegiatan yang dilakukan oleh orang atau
badan tersebut untuk kepentingan perusahaan, jika orang atau badan itu:
(a) Memiliki kuasa dan biasa melaksanakannya untuk menutup kontrak
di Negara tersebut atas nama perusahaan, kecuali jika kegiatan orang atau
badan itu dibatasi pada hal-hal yang diatur pada ayat 4, yang meskipun
dilakukan melalui suatu tempat tetap tidak akan menjadikan tempat tetap
itu suatu bentuk usaha tetap berdasarkan ketentuan dalam ayat tersebut;
atau
(b) Tidak memiliki kuasa semacam itu, tetapi mempunyai kebiasaan untuk
mengurus persediaan barang-barang atau barang dagangan di Negara yang disebut
pertama dan secara teratur menyerahkan barang-barang atau barang dagangan
itu atas nama perusahaan tersebut;
6. Suatu perusahaan asuransi dari Negara pihak pada persetujuan, kecuali
dalam hal reasuransi, akan dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Negara
pihak pada Perusahaan lainnya jika perusahaan tersebut memungut premi di
wilayah Negara pihak pada Persetujuan lainnya itu atau menanggung resiko
yang terjadi disana melalui seorang pegawai atau melalui suatu perwakilan
yang merupakan agen yang berdiri sendiri seperti dimaksud ayat 7.
7. Suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan tidak akan
dianggap mempunyai suatu bentuk usaha tetap di Negara pihak pada Persetujuan
lainnya semata-mata karena perusahaan itu menjalankan usaha di Negara pihak
pada persetujuan lainnya tersebut melalui makelar, komisioner umum atau
agen lainnya yang berdiri sendiri sepanjang orang dan badan tersebut bertindak
dalam rangka kegiatan usahanya yang lazim.
Walaupun demikian, bilamana kegiatan agen dimaksud seluruhnya
atau hampir seluruhnya dilakukan atas nama perusahaan itu, maka ia tidak
akan dianggap sebagai agen yang berdiri sendiri dalam arti ayat ini.
8. Jika suatu perseroan yang merupakan wajib pajak dalam negeri suatu
Negara pihak pada Persetujuan menguasai atau dikuasai oleh perseroan yang
merupakan penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya, atau menjalankan
usaha di Negara pihak pada persetujuan lainnya (baik melalui suatu bentuk
usaha tetap ataupun dengan cara lainnya) maka hal itu tidak dengan sendirinya
menyatakan bahwa salah satu dari perseroan itu merupakan bentuk usaha tetap
dari perseroan lainnya.
Pasal 6
PENGHASILAN DARI HARTA TAK GERAK
1. Penghasilan yang diperoleh seorang penduduk dari suatu Negara pihak
pada Persetujuan dari harta tak gerak (termasuk penghasilan yang diperoleh
dari lahan pertanian atau kehutanan) yang berada di Negara pihak pada Persetujuan
lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
2. Istilah harta tak gerak mempunyai arti sesuai dengan perundang-undangan Negara pihak pada Persetujuan dimana harta yang bersangkutan berada. Namun demikian istilah tersebut meliputi benda-benda yang menyertai harta tak gerak, ternak dan peralatan yang digunakan dalam usaha pertanian dan kehutanan, hak-hak dimana ketentuan-ketentuan hukum perdata mengenai tanah berlaku, hak memetik hasil atas harta tak gerak serta hak atas pembayaran pembayaran tetap ataupun tidak tetap sebagai balas jasa untuk pekerjaan atau hak untuk mengerjakan penggalian-penggalian tambang, sumber-sumber dan sumber-sumber kekayaan alam lainnya; kapal-kapal, perahu dan pesawat udara tidak dianggap sebagai harta tak gerak.
3. Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 berlaku juga terhadap penghasilan yang diperoleh dari penggunaan secara langsung, penyewaan, atau penggunaan harta tak gerak dalam bentuk apapun.
4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 3 akan berlaku pula terhadap penghasilan
dari harta tak gerak suatu perusahaan dan terhadap penghasilan dari harta
tak gerak yang digunakan dalam melaksanakan pekerjaan bebas.
Pasal 7
LABA USAHA
1. Laba suatu perusahaan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada
Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara itu, kecuali jika perusahaan
itu menjalankan usaha di Negara pihak pada Persetujuan lainnya melalui
suatu bentuk usaha tetap. Apabila perusahaan itu menjalankan usaha seperti
tersebut diatas, maka laba perusahaan itu dapat dikenakan pajak di Negara
lainnya tetapi hanya atas bagian laba yang dianggap berasal dari bentuk
usaha tetap, atau atas penjualan barang atau barang dagangan yang sejenis
seperti yang dijual, atau transaksi usaha lainnya yang sejenis yang dilakukan,
melalui bentuk usaha tetap.
2. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat 3, jika suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Perusahaan menjalankan usaha di Negara pihak pada Persetujuan lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada disana, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap itu dimasing-masing Negara pihak pada Persetujuan ialah laba yang dianggap berasal dari bentuk usaha tetap tersebut, seandainya bentuk usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan lain yang terpisah dan berdiri sendiri yang melakukan kegiatan kegiatan yang sama atau sejenis dalam keadaan yang sama atau serupa dan mengadakan hubungan yang sepenuhnya bebas dari perusahaan yang mempunyai bentuk usaha tetap itu.
3. Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap, dapat dikurangkan
biaya- biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan usaha bentuk usaha tetap
itu, termasuk biaya-biaya pimpinan dan biaya-biaya administrasi umum, baik
yang dikeluarkan di Negara di mana bentuk usaha tetap itu berada
ataupun di tempat lain. Namun demikian, tidak diperkenankan untuk dikurangkan
ialah pembayaran-pembayaran yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap kepada
kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya (selain dari
penggantian biaya yang benar-benar dikeluarkan) berupa royalti, biaya atau
pembayaran-pembayaran serupa lainnya karena penggunaan paten atau hak-hak
lain, atau komisi untuk jasa-jasa khusus yang dilakukan atau untuk manajemen
atau, kecuali dalam usaha perbankan, berupa bunga atas uang yang dipinjamkan
kerpada bentuk usaha tetap.
Sebaliknya tidak akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha
tetap jumlah-jumlah yang dibayarkan (selain dari penggantian biaya yang
benar-benar dikeluarkan) oleh kantor pusatnya, atau kantor-kantor lain
milik kantor pusatnya, berupa royalti, biaya atau pembayaran lainnya yang
serupa karena penggunaan paten atau penggunaan hak-hak lainnya, atau berupa
komisi untuk jasa-jasa khusus yang dilakukan atau untuk manajemen atau,
kecuali dalam usaha perbankan, berupa bunga atas uang yang dipinjamkan
kepada kantor pusat atau kantor-kantor lainnya.
4. Untuk kepentingan ayat-ayat sebelumnya, besarnya laba yang dianggap
berasal dari bentuk usaha tetap harus ditentukan dengan cara yang sama
dari tahun ke tahun kecuali jika terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk
menyimpang.
5. Jika di dalam jumlah laba terhadap penghasilan-penghasilan lain yang diatur secara tersendiri pada pasal-pasal lain, maka ketentuan pasal-pasal tersebut tidak akan terpengaruh ketentuan ketentuan Pasal ini.
6. Laba yang semata-mata berasal dari pembelian barang-barang atau barang
dagangan yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap untuk perusahaan tidak
akan dihitung sebagai laba dari bentuk usaha tetap.
Pasal 8
PERKAPALAN DAN PENGANGKUTAN UDARA
1. Laba yang diperoleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada
Persetujuan dari pengoperasian kapal laut atau pesawat udara dalam jalur
lintas internasional hanya akan dapat dikenakan pajak di Negara tersebut.
2. Ketentuan ayat 1 akan berlaku pula terhadap laba yang diperoleh dari penyertaan dalam suatu gabungan perusahaan, suatu usaha patungan, atau dari suatu perwakilan usaha internasional.
3. Dalam hubungannya dengan pengoperasian kapal-kapal atau pesawat udara
di dalam lalu lintas internasional yang dijalankan oleh suatu perusahaan
dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, perusahaan tersebut, jika perusahaan
itu adalah perusahaan Indonesia akan dibebaskan juga dari pajak pertambahan
nilai di Korea dan, jika perusahaan itu adalah perusahaan Korea, akan dibebaskan
dari pajak yang serupa dengan pajak pertambahan nilai di Korea yang dapat
dikenakan di Indonesia.
Pasal 9
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG MEMPUNYAI
HUBUNGAN ISTIMEWA
1. Apabila :
(a) suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, baik
secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam manajemen, pengawasan
atau modal suatu perusahaan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya,
atau
(b) orang dan badan yang sama baik secara langsung maupun tidak langsung
turut serta dalam manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan dari
suatu Negara pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan dari Negara pihak
pada Persetujuan lainnya,
dan dalam kedua hal itu antara perusahaan dimaksud dalam hubungan dagangnya
atau hubungan keuangannya diadakan atau diterapkan syarat-syarat yang menyimpang
dari yang lazim berlaku antara perusahaan-perusahaan yang sama sekali bebas
satu sama lain, maka setiap laba yang seharusnya diterima oleh salah satu
perusahaan jika syarat-syarat itu tidak ada, namun tidak diterima adanya
syarat-syarat tersebut, dapat ditambahkan pada laba perusahaan itu dan
dikenakan pajak.
2. Jika laba suatu perusahaan dari negara pihak pada Persetujuan yang
telah dikenakan pajak di Negara itu termasuk laba perusahaan dari Negara
pihak pada Persetujuan lainnya, yang memang seharusnya diperoleh perusahaan
dari Negara lainnya itu seandainya syarat-syarat yang dibuat antara kedua
perusahaan tersebut adalah syarat-syarat yang berdiri sendiri, maka Negara
yang disebutkan pertama akan membuat penyesuaian yang seharusnya atas jumlah
pajak yang dikenakan pada laba tersebut di Negara yang disebut pertama
tadi. Dalam menentukan penyesuaian tersebut, harus diperhatikan ketentuan-ketentuan
lainnya dalam Persetujuan ini sehubungan dengan sifat dari penghasilan
dan untuk kepentingan ini, apabila perlu yang berwenang dari kedua Negara
pihak pada Persetujuan akan saling berkonsultasi.
Pasal 10
D I V I D E N
1. Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang berkedudukan di
suatu Negara pihak pada Persetujuan kepada penduduk Negara pihak pada Persetujuan
lainnya dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan lainnya
tersebut.
2. Namun demikian, dividen itu dapat dikenakan pajak di Negara pihak
pada Persetujuan di mana perseroan yang membayarkan dividen tersebut berkedudukan
dan sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut, akan tetapi apabila
penerima dividen adalah pemilik saham yang menikmati dividen itu, maka
pajak yang dikenakan tidak akan melebihi.
(a) 10 persen dari jumlah kotor dividen apabila pemilik saham yang
menikmati dividen tersebut adalah perseroan (selain persekutuan) yang memiliki
paling sedikit 25 persen dari modal perusahaan yang membayar dividen;
(b) 15 persen dari jumlah kotor dividen dalam hal lainnya.
Ayat ini tidak akan mempengaruhi pengenaan pajak atas laba suatu
perseroan yang menjadi dasar pembayaran dividen.
3. Istilah dividen sebagaimana digunakan dalam pasal ini berarti penghasilan
dari saham saham atau hak-hak lainnya yang bukan merupakan surat-surat
piutang, namun berhak atas pembagian laba, demikian pula penghasilan dari
hak-hak dari perseroan lainnya yang diperlakukan sama dalam pengenaan pajaknya
sebagai penghasilan dari saham-saham oleh undang-undang Negara pihak pada
Persetujuan dimana perusahaan yang membagikan dividen berkedudukan.
4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila pemilik saham yang menikmati dividen yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan, menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di Negara pihak pada Persetujuan lainnya di mana perseroan yang membayarkan dividen berkedudukan, atau menjalankan pekerjaan bebas di negara lainnya melalui suatu tempat yang berada disana, dan pemilikan saham-saham atas nama dividen itu dibayarkan mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14.
5. Apabila suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan memperoleh laba atau penghasilan dari Negara pihak pada Persetujuan lainnya, Negara lain tersebut tidak boleh mengenakan pajak apapun juga atas dividen yang dibayarkan oleh perseroan kecuali apabila dividen itu dibayarkan kepada penduduk negara lainnya atau apabila penguasaan saham yang menghasilkan dividen itu mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap yang berada di Negara pihak pada Persetujuan lainnya itu, demikian pula tidak boleh mengenakan pajak atas laba perseroan yang tidak dibagikan, meskipun dividen yang dibayarkan atau laba yang tidak dibagikan tersebut seluruhnya atau sebagaian berasal dari laba atau penghasilan yang diperoleh di Negara pihak pada Persetujuan lainnya tersebut.
6. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dari Persetujuan ini, perseroan yang merupakan penduduk dari Negara pihak pada Persetujuan mempunyai bentuk usaha tetap di Negara pihak pada Persetujuan lainnya, laba dari bentuk usaha tetap dapat dikenakan pajak tambahan di Negara lainnya sesuai dengan undang-undang Negara tersebut, tetapi tambahan yang dikenakan tidak akan melebihi 10 persen dari jumlah laba setelah dikurangi pajak penghasilan dan pajak-pajak lainnya yang dikenakan atas laba itu di Negara lainnya tersebut.
7. Ketentuan-ketentuan ayat 6 Pasal ini tidak akan mempengaruhi ketentuan-ketentuan
yang terdapat dalam suatu kontrak bagi hasil dan kontrak karya (atau kontrak-kontrak
lainnya yang serupa) berkenaan dengan sektor minyak dan gas atau sektor
pertambangan lainnya yang disetujui oleh Pemerintah Indonesia yang menjadi
perantaranya, perusahaan minyak dan gas Negaranya atau kesatuan lainnya
dengan orang atau badan yang merupakan penduduk Korea pada atau sebelum
tanggal 31 Desember 1983.
Pasal 11
B U N G A
1. Bunga yang berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan
dibayarkan kepada penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya dapat
dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
2. Namun demikian, bunga itu dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana bunga itu berasal dan sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut akan tetapi apabila penerima bunga adalah pemberi pinjaman yang menikmati bunga itu, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 10 persen dari jumlah kotor bunga.
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 2, bunga yang timbul di Negara pihak pada Persetujuan dan diperoleh oleh pemerintah dari Negara pihak pada Persetujuan lainnya termasuk bagian ketatanegaraan, pemerintah daerahnya, Bank Sentral atau lembaga keuangan yang sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah, atau oleh seorang penduduk dari Negara pihak pada Persetujuan dalam hubungannya dengan tagihan piutang yang dijamin atau secara tidak langsung dibiayai oleh Pemerintah dari Negara pihak pada Persetujuan termasuk bagian ketatanegaraan dan pemerintah daerahnya, Bank Sentral dari Negara pihak pada Persetujuan atau suatu lembaga keuangan yang sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah tersebut akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara yang disebut pertama.
4. Untuk kepentingan ayat 3, istilah Bank Sentral dan lembaga keuangan
yang sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah berarti :
(a) dalam hal Korea :
(i) the Bank of Korea;
(ii) the Korea Export - Import Bank;
(iii) the Korea Exchange Bank;
(iv) lembaga keuangan lainnya yang modalnya dimiliki sepenuhnya oleh
Pemerintah Republik Korea, yang dimufakati dari waktu ke waktu antara kedua
Negara pihak pada Persetujuan;
(b) dalam hal Indonesia :
(i) Bank Indonesia ; dan
(ii) lembaga keuangan lainnya yang modalnya dimiliki oleh Pemerintah
Republik Indonesia, yang dimufakati dari waktu ke waktu antara kedua Negara
pihak pada Persetujuan.
5. Istilah bunga seperti yang dipergunakan dalam Pasal ini berarti
penghasilan dari semua jenis tagihan piutang, baik yang dijamin dengan
hipotik ataupun tidak, dan baik yang berhak maupun tidak atas bagian laba
debitur dan pada khususnya penghasilan dari surat-surat berharga pemerintah
dan penghasilan dari obligasi atau surat-surat hutang, termasuk premi dan
hadiah-hadiah yang terikat pada surat-suarat berharga, obligasi maupun
surat-surat hutang tersebut, demikian pula penghasilan yang oleh undang-undang
perpajakan dari Negara di mana penghasilan itu timbul dipersamakan dengan
panghasilan dari peminjaman uang.
6. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila pemberi pinjaman yang menikmati bunga yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara pihak pada Persetujuan lainnya dimana bunga itu berasal melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, dan menjalankan pekerjaan bebas di Negara lainnya melalui suatu tempat tetap yang berada disana, dan tagihan piutang atas mana bunga itu dibayar mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap, Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan pasal 7 atau pasal 14.
7. Bunga dianggap berasal dari suatu Negara pihak pada persetujuan apabila yang membayar bunga adalah Negara itu sendiri, bagian dari ketatanegaraan atau pemerintah daerah, atau penduduk Negara pihak pada Persetujuan tersebut. Namun demikian, apabila orang dan badan yang membayar bunga itu, tampa memandang apakah ia penduduk Negara pihak pada Persetujuan dalam hubungan mana hutang yang menjadi pokok pembayaran bunga itu telah dibuat, dan bunga itu dianggap berasal dari Negara pihak pada Persetujuan di mana bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu berada.
8. Jika karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar bunga
dengan penerima yang menikmati bunga atau antara kedua-duanya dengan orang
atau badan lain, dengan memperhatikan besarnya tagihan piutang, bunga yang
dibayarkan melebihi jumlah yang telah disetujui antara pembayar dengan
penerima yang menikmati bunga tersebut seandainya hubungan istimewa itu
tidak ada, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini hanya akan berlaku atas jumlah
yang disebut kemudian.
Dalam hal demikian, jumlah kelebihan yang dibayarkan akan tetap
dikenakan pajak sesuai dengan perundang-undang masing-masing Negara pihak
pada Persetujuan, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lain dalam Persetujuan
ini.
Pasal 12
R O Y A L T I
1. Royalti yang berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan
dibayarkan kepada penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya dapat
dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
2. Namun demikian, royalti tersebut dapat juga dikenakan di Negara pihak pada Persetujuan di mana royalti itu berasal dan sesuai dengan perundang-undangan negara tersebut, tetapi apabila penerima royalti adalah pemilik hak yang menikmati royalti, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 15% dari jumlah kotor royalti.
3. Istilah royalti sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti pembayaran dalam bentuk apapun yang diterima sebagai balas jasa karena penggunaan atau hak untuk menggunakan, hak cipta kesusasteraan, karya seni atau karya ilmiah, termasuk film-film sinematografi, atau film-film atau pita-pita yang digunakan untuk siaran radio atau televisi, paten, merek dagang, pola atau model, rencana, rumus, atau cara pengolahan yang dirahasiakan, atau untuk penggunaan, atau hak untuk menggunakan perlengkapan industri, perniagaan atau ilmu pengetahuan, atau ketentuan menyangkut pengalaman di bidang industri, perniagaan dan ilmu pengetahuan.
4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 berlaku apabila penerima royalti yang berhak menikmatinya, yang merupakan penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara pihak pada Persetujuan lainnya di mana royalti itu berasal, melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, atau melakukan suatu pekerjaan bebas di Negara lain itu melalui suatu tempat tetap yang berada di sana, dan hak atau milik sehubungan dengan royalti itu dibayarkan mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan Pasal 7 atau 14.
5. Royalti akan dianggap berasal dari Negara pihak pada Persetujuan apabila pembayar royalti adalah negara itu sendiri, bagian ketatanegaraan, pemerintah daerahnya, atau penduduk dari Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang dan badan yang membayarkan royalti itu, tanpa memandang apakah ia penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan atau bukan, mempunyai suatu bentuk usaha tetap atau tempat tetap di suatu Negara pihak pada Persetujuan dimana kewajiban untuk membayar royalti itu timbul, dan royalti tersebut menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut, maka royalti tersebut dianggap berasal dari negara dimana bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu berada.
6. Jika karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar royalti
dengan pemilik hak yang menikmati royalti itu atau antara kedua-duanya
dengan orang atau badan lain, jumlah royalti yang dibayarkan, dengan memperhatikan
penggunaan, hak atau keterangan yang mengakibatkan pembayaran royalti itu,
melebihi jumlah yang seharusnya akan disepakati oleh pembayar dengan pemilik
hak yang menikmati royalti seandainya hubungan istimewa tersebut tidak
ada, maka ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini hanya akan berlaku bagi jumlah
yang disebut kemudian. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran
tersebut akan tetap dikenakan pajak sesuai dengan perundang-undangan masing-masing
Negara pihak pada Persetujuan, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan
lain dalam Persetujuan ini.
Pasal 13
KEUNTUNGAN DARI PEMINDAHTANGANAN HARTA
1. Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan harta tak bergerak
seperti yang dimaksud dalam ayat 2 Pasal 6 dapat dikenakan pajak di Negara
dimana harta tersebut terletak.
2. Keuntungan dari pemindahtanganan harta gerak yang merupakan bagian kekayaan suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh perusahaan dari suatu negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya atau dari harta gerak suatu tempat tetap yang tersedia bagi penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya untuk maksud melakukan pekerjaan bebas, termasuk keuntungan dari pemindahtanganan bentuk usaha tetap (tersendiri atau dengan seluruh perusahaan) atau pemindahtanganan tempat tetap, dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
3. Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan kapal-kapal laut atau pesawat-pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas internasional atau harta gerak yang berkenaan dengan pengoperasian kapal-kapal laut atau pesawat-pesawat udara tersebut, hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada persetujuan dimana perusahaan tersebut berkedudukan.
4. Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan harta selain dari
yang telah disebutkan pada ayat 1, 2 dan 3 hanya akan dikenakan pajak di
Negara pihak pada Persetujuan dimana yang memindahtangankan berkedudukan.
Pasal 14
PEKERJAAN BEBAS
1. Penghasilan yang diperoleh orang pribadi yang menjadi penduduk dari
suatu Negara pihak pada Persetujuan sehubungan dengan pekerjaan bebas yang
dilakukan atau kegiatan-kegiatan lainnya yang serupa, hanya akan dikenakan
pajak di Negara pihak pada Persetujuan tersebut kecuali ia mempunyai suatu
tempat tetap yang tersedia secara teratur baginya untuk menjalankan kegiatan-kegiatan
di Negara pihak pada Persetujuan lainnya atau ia berada di Negara lainnya
tersebut untuk suatu masa atau masa-masa yang jumlahnya melebihi 90 hari
dalam suatu tahun takwim. Jika ia mumpunyai suatu tempat tetap atau berada
di Negara pihak pada Persetujuan lainnya tersebut untuk masa atau masa-masa
seperti tersebut dimuka, penghasilan dapat dikenakan pajak di Negara pihak
pada Persetujuan lainnya tetapi hanya bagian penghasilan yang dianggap
berasal dari tempat tetap tersebut atau yang diperoleh dari Negara pihak
pada Persetujuan lainnya selama masa atau masa-masa tersebut.
2. Istilah pekerjaan bebas meliputi khususnya pekerjaan bebas di bidang
ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, kegiatan pendidikan atau pengajaran,
demikian pula pekerjaan pekerjaan bebas oleh para dokter, ahli hukum, ahli
teknik, arsitek, dokter gigi dan akuntan.
Pasal 15
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA
1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal 16, 18, 19, 20 dan
21, gaji, upah dan balas jasa lain yang serupa yang diperoleh penduduk
suatu Negara pihak pada Persetujuan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukannya
dalam hubungan kerja, hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali
jika pekerjaan itu dilakukan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya.
Dalam hal demikian, maka balas jasa yang diperoleh dari pekerjaan itu dapat
dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, balas jasa yang diperoleh
seorang penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dalam suatu hubungan
kerja yang dilakukan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya, hanya akan
dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama, apabila :
(a) penerima balas jasa berada di Negara itu dalam suatu masa atau
masa-masa yang jumlahnya tidak melebihi 183 hari dalam tahun pajak bersangkutan;
dan
(b) balas jasa itu dibayarkan oleh, atau atas nama majikan yang bukan
merupakan penduduk Negara lain tersebut; dan
(c) balas jasa itu tidak menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat
tetap yang dimiliki oleh majikan itu di Negara lain tersebut.
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan terdahulu dalam Pasal ini, balas
jasa yang berkenaan dengan suatu hubungan kerja yang dilakukan di atas
kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas
internasional oleh perusahaan dari Negara pihak pada persetujuan hanya
akan dikenakan pajak di negara tersebut.
Pasal 16
PENGHASILAN PARA DIREKTUR
1. Penghasilan-penghasilan para direktur dan pembayaran-pembayaran
serupa yang diperoleh penduduk Negara pihak pada Persetujuan dalam kedudukannya
sebagai anggota Dewan Komisaris dari perusahaan yang berkedudukan di Negara
pihak pada Persetujuan lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lainnya
tersebut.
Pasal 17
PARA SENIMAN DAN OLAHRAGAWAN
1. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal-pasal 14 dan 15, penghasilan
yang diperoleh penduduk dari Negara pihak pada Persetujuan
sebagai seniman, seperti artis teater, film, radio atau televisi, atau
pemain musik, atau sebagai olahragawan, dari kegiatan-kegiatan pribadi
mereka, dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan lainnya
dimana kegiatan tersebut dilakukan.
Penghasilan seperti itu akan dibebaskan dari pengenaan pajak
di Negara pihak pada Persetujuan lainnya apabila kegiatan-kegiatan oleh
seseorang yang menjadi penduduk Negara pihak pada Persetujuan tersebut,
dilakukan berdasarkan suatu program khusus pertukaran kebudayaan yang dimufakati
oleh kedua Negara pihak pada Persetujuan.
2. Apabila penghasilan sehubungan dengan kegiatan-kegiatan pribadi
yang dilakukan oleh seniman atau olahragawan tersebut diterima bukan oleh
seniman atau olahragawan itu sendiri tetapi oleh orang atau badan lain,
maka menyimpang dari ketentuan-ketentuan pada Pasal pasal 7, 14 dan 15,
penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan
dimana kegiatan-kegiatan seniman atau olahragawan itu dilakukan.
Penghasilan itu dibebaskan dari pengenaan di Negara pihak pada
Persetujuan tersebut jika kegiatan-kegiatan oleh seseorang yang merupakan
penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya dilakukan berdasarkan suatu
program khusus pertukaran kebudayaan yang dimufakati oleh Pemerintah kedua
Negara pihak pada Persetujuan dan diterima orang lain yang merupakan penduduk
Negara pihak pada persetujuan lainnya itu.
Pasal 18
P E N S I U N
Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat 2 Pasal 19, setiap pensiun
atau balas jasa lainnya yang sejenis yang dibayarkan pada penduduk Negara
pihak pada Persetujuan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa pada masa
yang lampau dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan tersebut.
Namun demikian, pensiun tersebut dapat pula dikenakan pajak di negara
pihak pada Persetujuan lainnya jika pembayaran itu dilakukan oleh penduduk
dari Negara tersebut atau dari bentuk usaha tetap yang berkedudukan di
Negara tersebut.
Pasal 19
JABATAN PEMERINTAH
1. (a) Balas jasa, selain pensiun, yang dibayarkan oleh Negara pihak
pada Persetujuan, atau bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya
kepada seseorang sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara
tersebut atau bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya hanya akan
dikenakan pajak di Negara itu.
(b) Namun demikian, balas jasa tersebut hanya akan dikenakan
pajak di Negara pihak pada Persetujuan lainnya apabila jasa-jasa tersebut
diberikan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya tersebut dan orang itu
adalah penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya itu yang :
(i) memiliki kewarganegaraan Negara itu; atau
(ii) tidak menjadi penduduk Negara itu semata-mata karena bermaksud
untuk memberikan jasa-jasanya.
2. (a) Pensiun yang dibayarkan oleh, atau dari dana-dana yang dibentuk
oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraan atau
pemerintah daerahnya kepada seseorang sehubungan dengan jasa-jasa
yang diberikan kepada negara itu atau bagian ketatanegaraan atau pemerintah
daerahnya hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan itu.
(b) Namun demikian, pensiun tersebut hanya akan dikenakan di
Negara pihak pada Persetujuan lainnya bilamana orang tersebut adalah penduduk
dan warga negara Negara pihak Persetujuan lainnya tersebut.
3. Ketentuan-ketentuan dalam Pasal-pasal 15, 16, 17 dan 18 akan berlaku
terhadap balas jasa dan pensiun dari jasa-jasa yang diberikan sehubungan
dengan usaha yang dijalankan oleh negara pihak pada Persetujuan atau bagian
ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya.
4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 dari Pasal ini akan berlaku seperti
halnya dalam hubungannya dengan balas jasa atau pensiun yang dibayarkan,
dalam hal Korea, oleh Bank of Korea, Export-Import Bank of Korea, Korea
Exchange Bank, Badan Promosi Perdagangan Korea dan badan-badan lain milik
Pemerintah yang akan dimufakati dari waktu ke waktu oleh kedua Negara pihak
pada Persetujuan dan, dalam hal Indonesia, oleh Bank Indonesia, Bank Pembangunan
Indonesia, Bank Tabungan Negara dan badan-badan lain milik Pemerintah yang
telah dimufakati dari waktu ke waktu oleh kedua Negara pihak pada Persetujuan.
Pasal 20
G U R U
Professor atau guru yang mengadakan kunjungan sementara ke Negara pihak
pada Persetujuan untuk masa tidak melebihi dua tahun semata-mata untuk
tujuan mengajar atau memimpin penelitian pada universitas, akademi, sekolah
atau lembaga pendidikan yang diakui dan yang segera sebelum kunjungan
dilakukan, adalah penduduk dari Negara pihak pada Persetujuan lainnya,
hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan lainnya atas
balas jasa mengajar atau penelitian tersebut.
Pasal 21
S I S W A
Pembayaran yang diterima siswa atau karya siswa yang pada saat
atau sebelum mengadakan kunjungan ke suatu Negara pihak pada Persetujuan,
adalah penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya dan kehadirannya
di Negara yang disebut pertama semat-mata untuk tujuan pendidikan atau
latihannya, untuk membiayai keperluan hidupnya, pendidikan atau latihannya,
tidak akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama sepanjang pembayaran
yang diberikan kepada mereka berasal dari sumber-sumber di luar Negeri
tersebut.
Pasal 22
PENGHASILAN YANG TIDAK SECARA TEGAS DIATUR
1. Jenis-jenis penghasilan dari manapun asalnya yang tidak diatur di
Pasal-pasal terdahulu dalam Persetujuan ini, yang diterima penduduk suatu
Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak
pada Persetujuan tersebut.
2. Ketentuan-ketentuan ayat 1 tidak berlaku terhadap penghasilan, selain
penghasilan dari pemindahtanganan harta tak gerak sebagaimana diatur dalam
Pasal 6 ayat 2, jika penerima penghasilan tersebut yang merupakan penduduk
Negara pihak pada Persetujuan, yang menjalankan usaha di Negara pihak pada
Persetujuan lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada disana,
atau melakukan pekerjaan bebas di Negara pihak pada Persetujuan lainnya
melalui tempat tetap yang berada di sana, dan hak atau harta yang memberikan
penghasilan itu mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap atau
tempat tetap itu. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku
ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14.
Pasal 23
PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
1. Bagi penduduk Korea, penghindaran pengenaan pajak berganda akan
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Tunduk pada ketentuan-ketentuan Undang-undang Pajak Korea sehubungan
dengan pemberian kredit pajak terhadap pajak Korea yang terhutang di setiap
negara kecuali Korea (yang tidak akan mempengaruhi prinsip umum disini),
pajak Indonesia yang terhutang (tidak termasuk dividen, pajak yang terhutang
atas laba yang menimbulkan pembayaran dividen) menurut Undang-undang Indonesia
dan sesuai dengan Persetujuan ini, baik langsung atau melalui pengurangan,
sehubungan dengan penghasilan yang berasal dari Indonesia diperkenankan
untuk dikreditkan terhadap pajak Korea yang terhutang sehubungan
dengan penghasilan tersebut. Namun demikian, kredit pajak itu tidak boleh
melebihi bagian dari pajak Korea yang diterapkan terhadap penghasilan yang
berasal dari Indonesia, terhadap seluruh penghasilan yang dikenakan pajak
Korea.
2. Sebagai penjelasan untuk ayat 1, istilah pajak Indonesia yang terhutang
dianggap meliputi jumlah pajak Indonesia yang seharusnya terhutang berdasarkan
Undang-undang perpajakan Indonesia tetapi untuk pembebasan atau pengurangan
pada dividen dari pajak Indonesia sehubungan dengan perundang-undangan
Indonesia dalam hubungannya dengan insentif untuk promosi pembangunan ekonomi
di Indonesia yang telah dilaksanakan pada saat Persetujuan ini ditandatangani
atau ketentuan-ketentuan lain yang mungkin diintrodusir oleh Indonesia
sebagai modifikasi dari, atau tambahan untuk, perundang-undangan tersebut
sepanjang disetujui oleh para pejabat yang berwenang dari Negara pihak
pada Persetujuan menjadi yang sifatnya betul-betul sejenis sepanjang jumlah
pajak yang disebutkan dalam ayat ini akan menjadi suatu jumlah 10 persen
dari jumlah kotor dari dividen tersebut.
3. Dalam hal Indonesia, pengenaan pajak Berganda akan dihindarkan sebagai
berikut :
(a) Indonesia, jika mengenakan pajak kepada penduduk Indonesia, dapat
memasukkan pos-pos penghasilan yang berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam
Persetujuan ini dapat dikenakan pajak di Korea ke dalam dasar pengenaan
pajaknya.
(b) Apabila penduduk Indonesia memperoleh penghasilan dari Korea, dimana
penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Korea berdasarkan ketentuan-ketentuan
dalam Persetujuan ini, maka jumlah pajak Korea yang terutang atas penghasilan
itu diperkenankan untuk dikurangkan dari pajak Indonesia yang dikenakan
pada penduduk tersebut. Namun demikian, jumlah pajak yang boleh dikurangkan
itu tidak akan melebihi bagian dari pajak Indonesia yang memadai untuk
penghasilan tersebut.
4. Menunjuk ayat 1, istilah pajak Korea yang terhutang akan dianggap
meliputi jumlah pajak Korea yang akan telah dibayar sehubungan dengan Undang-undang
perpajakan Korea tetapi untuk pembebasan atau pengurangan pada dividen
dari pajak Korea sehubungan dengan perundang-undangan Korea dalam
hubungannya dengan insentif untuk promosi pembangunan ekonomi di Korea
yang telah dilaksanakan pada saat Persetujuan ini ditandatangani atau ketentuan-ketentuan
lain yang mungkin diintrodusir oleh Korea sebagai modifikasi dari, atau
tambahan untuk, perundang-undangan tersebut sepanjang disetujui oleh para
pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan menjadi yang
sifatnya betul-betul sejenis sepanjang jumlah pajak yang disebutkan dalam
ayat ini akan menjadi suatu jumlah 10 persen dari jumlah kotor dari dividen
tersebut.
Pasal 24
NON-DISKRIMINASI
1. Warganegara dari suatu Negara pihak pada Persetujuan tidak akan
dikenakan pajak atau kewajiban yang berkaitan dengan pengenaan pajak tersebut
di Negara pihak pada Persetujuan lainnya, yang berlainan atau lebih memberatkan
dari pada pengenaan pajak dan kewajiban kewajiban yang berkaitan dengan
itu, yang dikenakan atau yang mungkin akan dikenakan terhadap warganegara
dari Negara pihak pada Persetujuan lainnya dalam keadaan yang sama.
2. Pengenaan pajak atas bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh suatu perusahaan dari Negara pihak Persetujuan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya, tidak akan dilakukan dengan cara yang kurang menguntungkan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya tersebut, jika dibandingkan dengan pengenaan pajak terhadap perusahaan-perusahaan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya yang menjalankan kegiatan yang sama.
3. Perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, yang seluruhnya atau sebagian modalnya dimiliki atau dikuasai baik secara langsung maupun tidak langsung oleh satu atau lebih penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya, tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun yang berhubungan dengan itu di Negara pihak pada Persetujuan yang disebut pertama, yang berkaitan dengan itu, jika dibandingkan dengan pengenaan pajak terhadap perusahaan yang sejenis dari Negara pihak pada Persetujuan yang disebut pertama.
4. Dalam Pasal ini istilah pajak berarti pajak-pajak yang dicakup dalam
Persetujuan ini.
Pasal 25
TATA CARA PERSETUJUAN BERSAMA
1. Apabila seseorang atau suatu badan menganggap bahwa tindakan-tindakan
salah satu atau kedua Negara pihak pada Persetujuan mengakibatkan atau
akan mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan aturan-aturan
yang ada didalam Persetujuan ini, maka terlepas dari cara-cara penyelesaian
yang diatur oleh perundang-undangan nasional dari masing masing Negara,
ia dapat mengajukan masalahnya pada pejabat yang berwenang Negara pihak
pada Persetujuan di mana ia menjadi penduduk Negara itu atau, jika masalahnya
mengenai ayat 1 Pasal 24, kepada Negara dimana ia menjadi warganegara.
Masalah tersebut harus diajukan dalam waktu tiga tahun sejak tanggal diterimanya
pemberitahuan mengenai tindakan yang menimbulkan pengenaan pajak yang tidak
sesuai dengan Persetujuan ini.
2. Pejabat yang berwenang akan berusaha, apabila keberatan yang diajukan itu beralasan dan apabila ia tidak dapat menemukan suatu penyelesaian yang tepat, untuk menyelesaikan masalah itu melalui persetujuan bersama dengan Negara pihak pada Persetujuan lainnya, dengan maksud untuk menghindarkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini. Setiap Persetujuan yang telah disepakati akan diterapkan terlepas dari batas waktu yang ada dalam perundang-undangan nasional di kedua Negara pihak pada Persetujuan.
3. Para pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan berusaha untuk menyelesaikan setiap kesulitan atau keragu-raguan yang timbul dalam penafsiran atau penerapan Persetujuan ini melalui suatu Persetujuan bersama. Mereka dapat juga berkonsultasi satu sama lain untuk mencegah pengenaan pajak berganda dalam hal-hal yang tidak diatur dalam Persetujuan ini.
4. Para pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan berhubungan langsung satu sama lain untuk mencapai suatu Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat ayat terdahulu.
5. Para pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan
melalui persetujuan bersama dapat menetapkan cara pelaksanaan Persetujuan
ini dan khususnya, syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh keringanan
atau pembebasan pajak yang diperoleh seorang penduduk dari salah satu Negara
pihak pada Persetujuan, atas penghasilan yang disebut pada Pasal-pasal
10,11, dan 12, dari Negara pihak pada Persetujuan lainnya.
Pasal 26
PERTUKARAN INFORMASI
1. Para pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan
akan melakukan tukar-menukar informasi yang diperlukan untuk melaksanakan
ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini atau untuk mencegah tindak pidana
fiskal atau pengelapan pajak atau untuk pengadministrasian ketentuan-ketentuan
formal yang menyangkut pencegahan pengelapan pajak yang dicakup oleh Persetujuan
ini.
Setiap informasi yang dipertukarkan akan diperlukan secara rahasia
dan tidak akan diungkapkan kepada setiap orang atau badan atau yang berwenang
selain yang telah disebutkan di atas, termasuk pengadilan, sehubungan dengan
penetapan dan penagihan pelaksanaan, atau keputusan sehubungan dengan pajak-pajak
tersebut atau penentuan dari banding dalam kaitannya dengan itu orang atau
badan yang mempunyai hubungan dengan informasi itu.
2. Ketentuan-ketentuan ayat 1 sama sekali tidak akan ditafsirkan untuk
mewajibkan suatu Negara pihak pada Persetujuan :
(a) untuk melaksanakan tindakan-tindakan administrasi yang bertentangan
dengan perundang-undangan atau praktek administrasi di Negara tersebut
atau di Negara pihak pada Persetujuan lainnya;
(b) untuk memberikan informasi yang tidak dapat diperoleh berdasarkan
perundangundangan atau dalam pelaksanaan administrasi yang lazim di Negara
tersebut atau di Negara pihak pada Persetujuan lainnya;
(c) untuk memberikan informasi yang akan mengungkapkan setiap rahasia
di bidang perdagangan, usaha, industri, perniagaan atau keahlian, atau
tata cara perdagangan atau informasi yang pengungkapannya akan bertentangan
dengan kebijaksanaan umum.
Pasal 27
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini tidak akan ditafsirkan sebagai
pembatasan apapun terhadap setiap pengecualian, pembebasan, pengurangan,
potongan, atau hak-hak lainnya yang diberikan sekarang atau di kemudian
hari:
(a) oleh undang-undang salah satu Negara pihak pada Persetujuan dalam
menetapkan pajak yang dikenakan oleh Negara tersebut.
atau
(b) oleh setiap pengaturan khusus terhadap perpajakan dalam hubungan
kerja sama ekonomi atau tehnik antara Negara pihak pada Persetujuan.
Pasal 28
PEJABAT DIPLOMATIK DAN KONSULAT
Persetujuan ini tidak akan mempengaruhi hak-hak istimewa dibidang perpajakan
dari para pejabat diplomatik dan konsuler berdasarkan peraturan umum dalam
hukum internasional atau berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam suatu persetujuan
khusus.
Pasal 29
SAAT BERLAKUNYA PERSETUJUAN
1. Persetujuan ini akan diratifikasi dan instrumen ratifikasi akan
dipertukarkan di Seoul secepat mungkin. Persetujuan ini akan diberlakukan
setelah pertukaran instrumen ratifikasi dilakukan.
2. Persetujuan ini akan berlaku :
(i) sehubungan dengan pajak yang dipungut di sumbernya atas jumlah
yang harus dibayar atau yang dikreditkan pada atau setelah hari pertama
bulan Januari pada tahun takwim berikutnya, pada saat Persetujuan ini diberlakukan;
dan
(ii) sehubungan dengan pajak-pajak lainnya untuk tahun-tahun
pajak mulai pada atau setelah hari pertama bulan Januari pada tahun takwim
berikutnya pada saat Persetujuan ini diberlakukan.
Pasal 30
BERAKHIRNYA PERSETUJUAN
Persetujuan ini akan tetap berlaku tanpa batas waktu, tetapi kedua
Negara pihak pada Persetujuan dapat menyampaikan pemberitahuan untuk tidak
memberlakukan Persetujuan ini secara tertulis kepada Negara pihak pada
Persetujuan lainnya melalui saluran diplomatik, pada tanggal 30 Juni atau
sebelumnya dalam tahun takwim dari tahun yang ke lima setelah pertukaran
instrumen ratifikasi, dan dalam hal demikian, Persetujuan ini akan tidak
berlaku lagi:
(a) sehubungan dengan pajak yang dipungut di sumbernya atas jumlah
yang harus dibayar atau yang dikreditkan pada atau setelah hari pertama
bulan Januari pada tahun takwim berikutnya saat pemberitahuan penghentian
itu diberikan; dan
(b) sehubungan dengan pajak-pajak lainnya untuk tahun-tahun pajak mulai
pada atau setelah hari pertama bulan Januari pada tahun takwim berikutnya
saat pemberitahuan penghentian itu diberikan.
SEBAGAI BUKTI para penandatangan di bawah ini, yang telah diberi kuasa
yang sah oleh masing-masing Pemerintah, telah menandatangani Persetujuan
ini
DIBUAT dalam rangkap dua di Jakarta, tanggal 10 Nopember tahun seribu
sembilan ratus delapan puluh delapan dalam Bahasa Inggeris.
UNTUK PEMERINTAH UNTUK PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK KOREA
Mr. Ali Alatas Mr. Kwang Soo Choi
Menteri Luar Negeri Menteri Luar Negeri
Republik Indonesia Republik Korea