Blog Tools
Edit your Blog
Build a Blog
RSS Feed
View Profile
« February 2004 »
S M T W T F S
1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19 20 21
22 23 24 25 26 27 28
29
You are not logged in. Log in
Entries by Topic
All topics  «
Tax News
Wednesday, 18 February 2004
Usulan terbaru Ditjen Pajak PPh 21 tertinggi 52,5%
Mood:  irritated
13/2/2004, Sumber Bisnis Indonesia
Usulan terbaru Ditjen Pajak PPh 21 tertinggi 52,5%

JAKARTA (Bisnis): Ditjen Pajak tetap mengusulkan membedakan tarif PPh Pasal 21 berdasarkan kepemilikan nomor pokok wajib pajak, namun lapisan tarif dibuat lebih kompleks dan lebih tinggi hingga mencapai 52,5%.

Dalam pokok-pokok pikiran RUU Perpajakan yang diperoleh Bisnis sebelumnya, Ditjen Pajak mengusulkan empat lapisan tarif PPh Pasal 21 yaitu di atas Rp 1 juta hingga Rp 5 juta; di atas Rp 5 juta hingga Rp 9 juta; di atas Rp 9 juta hingga Rp18 juta; dan di atas 18 juta per bulan.

Masing-masing lapisan pajak tersebut dikenakan PPh Pasal 21 sebesar 10%, 15%, 25% dan 25% jika wajib pajak memiliki NPWP dan 20%, 25%, 35%, dan 45% jika wajib pajak tidak mempunyai NPWP. (Bisnis, 16 Desember 2003)

Namun dalam draf terbaru, Ditjen Pajak mengusulkan enam lapisan tarif dengan tarif maksimal 52,5%. (lihat tabel)

"Pembedaan tarif PPh Pasal 21 ini dimaksudkan agar setiap wajib pajak orang pribadi yang mempunyai penghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) mempunyai NPWP. Bayangkan dari 220 juta penduduk Indonesia, hanya sekitar 2 juta yang telah ber-NPWP. Kemana yang lainnya?" ujar sumber Bisnis di Departemen Keuangan tadi malam.

PPh Pasal 21 dikenakan atas penghasilan yang berkaitan dengan pekerjaan, kegiatan atau jasa yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi.

Penghasilan tersebut dapat berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan.

Dia menjelaskan pengenaan PPh Pasal 21 atas karyawan yang berlaku saat ini tidak dibedakan antara mereka yang mempunyai NPWP atau tidak mempunyai NPWP.

"Jika pada akhir tahun ternyata pajak penghasilan yang dipungut melebihi utang pajak yang seharusnya dibayar, maka atas kelebihan pembayaran tersebut dapat dilakukan restitusi sederhana," katanya.

Kriteria WP

Dalam RUU itu juga diatur kriteria karyawan yang wajib ber-NPWP. Pertama, karyawan yang mempunyai penghasilan bruto hingga Rp1 juta per bulan tidak wajib mempunyai NPWP dan tidak dikenakan PPh Pasal 21.

Kedua, karyawan dengan penghasilan bruto di atas Rp 1 juta hingga Rp 2 juta per bulan wajib mempunyai NPWP namun tidak wajib mengisi surat pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh orang pribadi.

Ketiga, karyawan dengan penghasilan bruto di atas Rp 2 juta hingga Rp 4 juta per bulan, wajib NPWP dan cukup menyampaikan Formulir 1721 A1 atau A2, daftar harta/kewajiban dan daftar PPh final sebagai pengganti SPT Tahunan PPh orang pribadi.

Keempat, karyawan dengan penghasilan bruto di atas Rp 4 juta per bulan diwajibkan mengisi SPT form 1770 normal (SPT Tahunan).

Tarif umum PPh bagi orang pribadi sendiri tidak mengalami perubahan dibanding undang-undang yang berlaku saat ini, yaitu penghasilan hingga Rp 25 juta per tahun dikenakan PPh 5%.

Sedangkan penghasilan di atas Rp 25 juta hingga Rp 50 juta dikenakan 10%, di atas Rp50 juta hingga Rp100 juta kena 15%, di atas Rp 100 juta hingga Rp 200 juta dikenakan 25% dan di atas Rp 200 juta per tahun dikenakan 35%.

Dipertanyakan

Namun pengamat masalah perpajakan menilai rencana penerapan tarif pajak penghasilan progresif semestinya memperhatikan kemampuan administrasi perpajakan dan kondisi masyarakat 'marginal' yang baru mengenal NPWP.

Menurut Muchtar Tumin, Sekjen Ikatan Akuntan Pajak, usulan pentarifan pajak penghasilan progresif yang ditawarkan pemerintah dalam RUU Perpajakan tersebut tidak mengakomodasi kondisi obyek pajak dan kemampuan Ditjen Pajak sendiri.

"Sejauh yang saya tahu, model pajak penghasilan seperti itu hanya diterapkan di Indonesia. Tapi, tolong dicek dulu apakah administrasi [Kantor Pajak] mampu mengatasi. Dan lihat masyarakat kita adalah masyarakat marginal baru tahu NPWP," paparnya kepada Bisnis di Jakarta tadi malam.

Pilihan tarif 35% bagi yang ber-NPWP, sambungnya, menunjukkan Ditjen Pajak kurang percaya diri teradap target meningkatkan objek pajak itu.

Dia melihat pemerintah memaksa masyarakat untuk memiliki NPWP dan bukannya didorong atas kesadaran wajib pajak.

Karena itu dia menduga, rencana pengenaan tarif pajak penghasilan tersebut kurang efektif untuk kondisi masyarakat dan kemampuan administrasi seperti saat ini. Apalagi jika Ditjen Pajak tidak mampu menyederhanakan sistem SPT pajak yang masuk. (08/luz/par)




Posted by budiarta at 12:28 PM
Post Comment | Permalink

View Latest Entries