Pajak & jamuan untuk relasi
Mood:
lucky
13/2/2004, Sumber Bisnis Indonesia
Pajak & jamuan untuk relasi
Bagi warga Jakarta, apalagi mereka yang berkantong tebal, tentu tidak akan pusing bila harus menjamu atau men-entertain relasi. Di setiap pelosok Jakarta tersedia tempat-tempat bersantai untuk melemaskan kepenatan.
Anda senang, relasi Anda bahagia. Yang pusing adalah kepala bagian keuangan di perusahaan Anda. Dia kadang bingung bagaimana membukukan pengeluaran entertain tersebut.
Apalagi ketika petugas pajak datang melakukan pemeriksaan. Bukan hanya biaya entertain yang sering membuat pusing pengusaha. Pengeluaran lain seperti biaya riset, pelatihan, perjalanan dinas, promosi dan sebagainya juga sering membuat perselisihan karena ketidakjelasan aturan pajak.
Inilah salah satu poin yang dikeluhkan oleh Sofjan Wanandi, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), dalam dengar pendapat dengan DPR belum lama ini.
Entertainment
Pada prinsipnya, semua pengeluaran perusahaan yang digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara (3M) penghasilan dapat dikurangkan terhadap penghasilan bruto. Tentu, jika benar-benar dikeluarkan dan ada bukti-bukti pendukungnya.
Biaya entartainment juga dapat dibiayakan. Ini diatur dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. 27/PJ.22/1986 tentang Biaya Entertainment dan Sejenisnya, yang diteken Salamun AT pada 14 Juni 1986.
Dalam SE itu dinyatakan: biaya entertainment, representasi, jamuan tamu dan sejenisnya jika benar digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan dapat dibiayakan.
Syaratnya, WP harus dapat membuktikan biaya tersebut benar telah dikeluarkan (formal) dan berhubungan dengan kegiatan perusahaan untuk keperluan 3M tadi (material).
Oleh karena itu, dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) harus dilampirkan daftar nominatif yang berisi: tanggal entertainment, nama, alamat, dan jenis tempat entertainment, dan jumlah (rupiah) yang dikeluarkan.
Identitas relasi yang mendapat entertainment juga harus jelas, siapa namanya, posisi/jabatannya, perusahaannya, dan jenis usahanya.
Litbang
Ketentuan pajak atas pengeluaran perusahaan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan juga sudah jelas aturan mainnya.
Dalam Kepmenkeu No. 769/KMK.04/1990 jo SE Dirjen Pajak No. 22/PJ.31/1990, dinyatakan semua biaya litbang yang nyata-nyata dikeluarkan perusahaan yang didukung bukti-bukti pembukuan dan terkait langsung dengan kegiatan usaha pada saat ini maupun di masa datang dapat dikategorikan sebagai biaya.
Termasuk dalam kategori biaya litbang adalah biaya untuk mengembangkan produk baik jenis maupun mutu, serta biaya untuk meningkatkan efisiensi, termasuk teknologi untuk mengembangkan proses produksi.
Biaya litbang-dalam kacamata pajak-dapat dibagi menjadi tiga kategori. Pertama, biaya-biaya yang harus disusutkan atau diamortisasi, seperti biaya untuk pembangunan gedung laboratorium. Biaya ini tidak dapat dikurangkan seketika, tapi harus disusutkan berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Kedua, biaya litbang sehari-hari. Ini dapat dikurangkan seketika, misalnya biaya untuk karyawan litbang dan biaya untuk membeli bahan-bahan penelitian.
Ketiga, biaya-biaya yang tidak masuk kedua kategori di atas. Misalnya biaya untuk konsultan. Jika biaya ini dianggap terlalu material sehingga jika dibebankan sekaligus akan membuat daya saing berkurang, perusahaan boleh membebankan secara amortisasi. Ketentuan pajak akan mengikutinya.
Pelatihan
Bagaimana dengan biaya pelatihan karyawan? Biaya ini, termasuk di dalamnya biaya pemagangan dan bea siswa, juga dapat dibiayakan.
Dasar hukumnya Kepmenkeu No. 770/KMK. 04/1990 tentang Perlakukan PPh atas biaya pelatihan karyawan, pemagangan dan bea siswa.
Semua biaya pelatihan dengan bukti yang sah dapat dikurangkan sebagai biaya. Pelatihan dapat dilakukan di dalam perusahaan maupun di luar perusahaan. Bahkan pelatihan karyawan di luar negeri dapat dikurangkan sebagai biaya.
Biaya pemagangan juga dapat digunakan untuk mengurangi penghasilan bruto. Baik pemagangan bagi calon karyawan maupun pemagangan untuk memenuhi anjuran pemerintah dapat dijadikan biaya.
Uang saku dan imbalan yang diterima para pemagang secara bulanan diperlakukan sama dengan honorarium tenaga lepas sehingga memperoleh pengurangan PTKP (penghasilan tidak kena pajak) sebelum dikenakan PPh Pasal 21.
Promosi
Khusus bagi perusahaan rokok, Ditjen Pajak membuat aturan-tepatnya batasan-berapa pengeluaran promosi yang dapat dijadikan biaya.
Bagi perusahaan rokok dengan peredaran di bawah Rp 100 miliar, biaya promosi maksimal yang diizinkan adalah 5%. Sedangkan perusahaan dengan peredaran di atas Rp100 miliar maksimal 2% (SE Dirjen Pajak No. 29/PJ.42/1990).
Mengapa untuk perusahaan rokok biaya promosinya dibatasi? Perusahaan rokok adalah perusahaan padat promosi dan padat sumbangan. Kadang mereka tidak bisa memisahkan antara pengeluaran murni promosi dan pengeluaran sumbangan, karena keduanya digabungkan.
Namun, bagi perusahaan lain tidak ada batasan yang bersifat kuantitatif. Berapa pun biaya promosi yang dikeluarkan dapat dibiayakan sepanjang dilengkapi bukti sah dan benar-benar dikeluarkan dalam rangka 3M.
Meski tidak ada batasan kuantitatif, jika angkanya tidak wajar juga akan dilakukan koreksi. Misalnya, perusahaan dengan omzet Rp 100 miliar, namun biaya promosinya sampai Rp 15 miliar. Apakah itu wajar?
Dibandingkan dengan ketentuan lain, aturan perpajakan sebenarnya paling lengkap.
Sama saja dengan biaya perjalanan dinas. Jika biaya tersebut benar-benar dikeluarkan untuk mendapat, menagih dan memelihara penghasilan pasti dapat dibiayakan.
Yang tidak bisa dibiayakan adalah pengeluaran perjalanan dinas bukan karyawan. Misalnya, pengeluaran untuk membiayai istri seorang direktur yang ikut pergi bersama suaminya yang sedang melakukan perjalanan tugas.
Demikian pula dengan biaya entertainment. Jika benar untuk entertainment, boleh-boleh saja. Tapi pemberian mobil, rumah atau cincin berlian untuk relasi jelas bukan entertainment. Itu adalah hadiah atau gift.
Oleh Parwito
Wartawan Bisnis Indonesia
Posted by budiarta
at 12:01 PM