1
|
|
2
|
- Pengamanan Penerimaan
- Netral dan minimum distrosi
- Keadilan (fairness)
- Kesederhanaan (simplicity)
- Stabil dan mudah diprediksi
- Kepastian hukum
- Transparan
- Konsisten dan persisten
|
3
|
- 1. Subjek Pajak diperluas dan dipertegas
- 2. Objek Pajak diperluas dan dipertegas
- 3. Pengurangan Penghasilan Bruto diselaraskan
- 4. PTKP ditingkatkan
- 5. Norma Penghitungan Penghasilan UMKM
- 6. Tarif diubah dan diturunkan
- 7. Pemotongan Pemungutan PPh diperluas dan tarif di bedakan antara WP
yang ber-NPWP dan tidak ber-NPWP
- 8. Pembayaran Angsuran Pajak Tahun Berjalan diperluas dan disesuaikan
- 9. Pemotongan PPh pasal 21 atas penghasilan pekerja disederhanakan
(withholding system)
- 10.Ketentuan pencegahan penghindaran pajak dipertegas
- 11.SPT tahunan PPh Pasal 21 ditiadakan
- 12.Penghasilan pekerja s.d. Rp 12.500.000,00 tidak dikenakan PPh
- 13.Permohonan tidak perlu izin, tidak ada SPT sementara
|
4
|
- 1. Pengenaan PPh Pasal 25 atas WP yg melakukan pembelian barang yang
tergolong mewah.
- 2. Setiap WP OP yang tempat usahanya berbeda dengan domisili wajib PPh
Pasal 25 lokasi.
- 3. Pengertian BUT dipertegas khususnya untuk bidang usaha pertambangan
migas yang menganut ring-fencing policy.(Pasal 2 ayat 5 hurup g).
- 4. Pengertian BUT juga meliputi yang oleh Wajib Pajak Luar Negeri
digunakan tidak semata-mata sebagai tempat menyimpan dan memamerkan
barang.
- 5. Kontrak Investasi Kolektif (KIK) perlakuan perpajakannya disamakan
dengan firma / kongsi.
|
5
|
- 1. Transaksi derivatif tertentu (Swap, option, futures, warrant,
forward) dikenakan perlakuan perpajakan khusus berdasarkan ketentuan
pasal 4 ayat (2)
- 2. Memperluas cakupan pengalihan harta sehingga mencakup pengalihan
hak/interest di bidang pertambangan termasuk panas bumi sebagai objek
PPh (Capital Gain dari Farm in farm out / sales and purchases of
interest pertambangan minyak dan panas bumi) (Pasal 4 ayat 1 huruf d)
|
6
|
- 3. Bunga Obligasi yang diterima perusahaan reksadana sebagai objek
- (Pasal 4 ayat 3 hurup j)
- 4. Laba selisih kurs berdasarkan realisasi (Pasal 4 ayat 1 hurup l;Pasal
- 6 ayat 1 huruf e)
- 5. Penghitungan pemotongan PPh atas bunga didasarkan pada saat
- pembayaran atau saat jatuh
tempo (Pasal 23 ayat 1 dan Pasal 26)
- 6. Pembebasan objek Pemotongan atas penghasilan bang dan badan
- usaha sejenis yang menjalankan
pungsi bank dibatasi hanya dari
- bunga pinjaman (Pasal 23 ayat
4 huruf a)
- 7. Surplus penerimaan yang diperoleh organisas / lembaga nirlaba,
- termasuk Surflus Bank
Indonesia sebagai objek pajak;
- 8. Penghasilan yang diperoleh investor KIK Efek Beragun Aset (KIK
- EBA) arus kas tidak tetap
dikecualikan sebagai objek pajak (Pasal 4
- ayat 3 huruf m)
|
7
|
- Segmentasi kompensasi kerugian : dipisahkan antara kerugian operasional
dan non-perasioanal, dan antara kerugian dari dalam negeri dengan
kerugian dari luar negeri (Pasal 6 ayat 2)
- Rugi selisih kurs diakui realisasi (Pasal 6 ayat 1 huruf e)
- Biaya-biaya dan pengeluaran tertentu (cost recovery) yang berkenaan
dengan kegiatan usaha kontrak bagi hasil di bidang pertambangan migas
cara pembebanannya yang di atur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah.
- Pembentukan Dana Cadangan Piutang Tak Tertagih diperluas bagi badan
usaha selenis yang menjalankan fungsi bank, anjak piutang dan pembiayaan
konsuman (Pasal 9 ayat 1 huruf c)
|
8
|
- Wajib Pajak Orang Pribadi
- Untuk WP yang bersangkutan dinaikkan 100 %
- a. RP 5.760.000 untuk diri Wajib Pajak OP
- b. Rp 1.440.000 untuk WP kawin
- c. Rp 5.760.000 untuk Istri berusaha
- d. Rp 1.440.000 untuk setiap tanggungan (maks K/2 = Rp840.000/bulan/Rp
10.080.000 per tahun)
|
9
|
- Wajib Pajak yang memenuhi kriteria peredaran bruto dan modal tertentu,
dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto (fasilitas)
(Pasal 14 ayat (1)) Diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keungan
- Wajib Pajak yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 28 dan atu Pasal 29 UU
KUP dan tidak memenuhi kewajiban sebagaimana di maksud dalam Pasal 14
ayat (5) dikenakan Norma Penghitungan Penghasilan yang di atur lebih
lanjut oleh Menteri Keuangan (sanksi)
|
10
|
- Taripf PPh Pasal 17 dibedakan menjadi sebagai berikut;
- Tarif yang diterapkan atas PKP WP OP
- Tarif yang dikenakan atas PKP WP
Badan
- Tarif yang diterapkan atas Penghasilan Neto WP yang tergolong dalam UMKM
|
11
|
- Tarif yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak WP OP tetap:
- Lapisan Penghasilan Kena Pajak
|
12
|
- Tarif umum yang diterapkan atas PKP WP Badan adalah single rate, yaitu
sebesar 28 %
- Dengan peraturan Pemerintah, dapat diturunkan sampai dengan 25 %
- Tarif khusus diterapkan atas Penghasilan Neto WP Badan dengan kriteria tertentu yang
diatur dengan Peraturan Pemerintah, adalh single rate, yaitu sebesar 15
%
|
13
|
- PPh Pasal 21
- Mengembalikan PPh Pasal 21 menjadi withholding murni yang berbasis
perhitungan bulanan (Pasal 21 ayat 3 dan ayat 4 dihapus)
- Dalam mekanisme pemotongannya digunakan threshold (batas penghasilan
yang tidak dikenakan pemotongan) sebesar Rp 1.000.000,- sebagai
pengganti biaya jabatan, iuran
pensiun dan PTKP
- Tarif pemotongan disesuaikan dengan tarif progresif Pasal 17
- SPT Tahunan PPh Pasal 21 ditiadakan
|
14
|
- 0 s.d Rp 1.000.000,- tidak dipotong PPh
- > RP 1.000.000,- s.d . Rp 2.000.000,- Wajib NPWP tetapi tidak wajib
spt Tahunan PPh OP
- > Rp 2.000.000,- s.d. Rp 4.000.000,- Wajib NPWP dan SPT Tahunan PPh
OP (cukup 1721 A1 atau A2 dan Daftar Harta / Kewajiban dan PPh Final)
- Diatas RP 4.000.000,- diwajibkan
mengisi spt 1770 Normal
|
15
|
|
16
|
- b. PPh Pasal 23:
- Tarif pemotongan PPh Pasal 23 dibedakan menjadi 15% (untuk WP ber- NPWP)
dan 25% (untuk WP yang tidak ber-NPWP)
- Mempertegas definisi saat terutang pada penjelasan Pasal 23 ayat (1)
yaitu saat jatuh tempo
- Mempertegas Objek pasal 23 ayat (1) huruf c tidak termasuk Sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenakan
PPh Pasal 4 ayat (2).
- Membatasi Objek Penghasilan Bank dan badan usaha sejenis yang
menjalankan fungsi bank yang tidak dikenakan pemotongan hanya pada
penghasilan bunga. (Pasal 23 ayat (4) huruf a)
|
17
|
- C. PPh Pasal 26
- Premi SWAP bukan merupakan bunga peminjaman uang tetapi sebagai Objek
PPh Pasal 26 dengan kelompok tersendiri
- Penghasilan dari pengalihan harta /saham perusahaan boneka
(conduit/dummy company) di negara bebas pajak (tax haven cauntry) yang
memiliki hubungan istemewa dengan Wajib Pajak dalam negeri, yang
diperoleh Wajib Pajak luar negeri di potong PPh Pasal 26 (Pasal 26 ayat
(2))
|
18
|
- PPh Pasal 25
- Penghitungan PPh Pasal 25 untuk perusahaan masuk bursa (go public) dan
perusahaan yang diwajibkan membuat laporan triwulan mengikuti laporan
triwulanannya
- Setiap gerai (outlet) usaha dari WP OP tertentu wajib PPh Pasal 25 untuk
masing-masing gerai
- WP yang membeli barang tergolong mewah wajib membayar PPh Pasal 25
sebagai angsuran pajak tahun berjalan
|
19
|
- Kekurangan Pajak yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya pada
batas akhir pemasukan SPT Tahunan,sebelum SPT Tahunan dimasukan.
- Penghasilan Pekerja sampai dengan Rp12.000.000,00 setahun dan tidak
memiliki penghasilan lain tidak dikenakan PPh
- Penundaan tidak perlu izin
|
20
|
- Direktur Jenderal Pajak berwenang menetapkan besarnya Pajak minimum
alternatif (alternative minimum tax) bagi Wajib Pajak, kecuali Wajib
Pajak yang baru berdiri, yang mengalami kerugian fiskal yang
mengakibatkan Wajib Pajak selama empat tahun berturut-turut tidak
membayar pajak (Pasal 18 ayat 2a)
- Direktur Jenderal Pajak berwenang menetapkan Wajib Pajak yang sebenarnya
melakukan penjualan atau pembelian saham atau aktiva perusahaan melalui
pihak lain (Special Purpose Vihicle/Company) yang mempunyai hubungan
istemewa terdapat ketidakwajaran, sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
(Pasal 18 ayat 3b)
- Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan transaksi pengalihan
harta/saham perusahaan boneka (conduit/dummy company) di negara bebas
pajak (tax haven country) yang memiliki saham dalam hubungan istemewa
pada Perusahaan Wajib Pajak dalam
negeri, yang dilakukan oleh Wajib Pajak Luar negeri, sebagai pengalihan
saham perusahaan Wajib Pajak dalam negeri (Pasal 26 ayat (2))
|
21
|
- 4. Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya
penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang di bayar oleh
pemberi kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan lain
dalam hal pemberi kerja mengalihkan seluruh atau sebagian penghasilan
Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut ke dalam bentuk biaya lainnya. (Pasal
18 ayat 3c)
|
22
|
- Pasal 31B dihapus karena Prakarsa Jakarta telah berakhir tahun 2002
|