UNDANG-UNDANG
NOMOR 7 TAHUN 1991
Ditetapkan tanggal 30 Desember 1991
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa dengan Undang-undang Nomor 7 Tahunn 1983 tentang Pajak Penghasilan,
telah diatur mengenai kewajiban perpajakan sehubungan dengan penghasilan
yang diterima atau diperoleh Subyek Pajak perseorangan maupun badan guna
mewujudkan semangat kegotong-royongan nasional dalam pembiayaan Negara
dan pelaksanaan pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Garis-garis
Besar Haluan Negara;
b. bahwa untuk menampung perkembangan perekonomian nasional pada umumnya
dan perkembangan dunia usaha pada khususnya, dipandang perlu untuk mengadakan
perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 23 ayat (2) Undang-undang
Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran
Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR
7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN
Pasal I
Mengubah beberapa ketentuan Undang-undang Nomor 7 Tahunn 1983 tentang
Pajak Penghasilan, sebagai berikut :
1. Ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf b diubah sehingga berbunyi
sebagai berikut:
"a penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun dan/atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-undang ini;"
b. hadiah undian dan penghargaan;"
2. Ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf d diubah sehingga berbunyi :
"d. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Pemerintah
atau Wajib Pajak menurut Undang-undang ini, dengan ketentuan bahwa bagi
pemberi kerja imbalan tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan
bruto kecuali untuk daerah terpencil yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah;"
3. Ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf g diubah sehingga berbunyi :
"g. dividen atau bagian keuntungan yang diterima atau diperoleh Perseroan
Terbatas dalam negeri, Koperasi, atau Badan Usaha Milik Negara atau Daerah
dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan di Indonesia sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;"
4. Ketentuan Pasal 4 ayat (3) ditambah huruf l dan m, yang berbunyi
:
"l. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan Reksa Dana
yang berasal dari investasi untuk kepentingan pemodal, berupa :
1) dividen dari Perseroan Terbatas yang didirikan di Indonesia,
2) bunga obligasi, dan
3) keuntungan dari penjualan atau pengalihan sekuritas, sepanjang
seluruh penghasilan bersih yang diterima atau diperolehnya dibagikan kepada
para pemodal sebagai bagian keuntungan atau dividen;
m. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan Modal Ventura
yang berupa bagian keuntungan dari badan usaha yang didirikan di Indonesia
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan keuntungan
dari penjualan atau pengalihan penyertaannya, dengan persyaratan :
1) penyertaan modal dari perusahaan Modal Ventura tersebut dilakukan
pada badan usaha yang melakukan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang
ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, dan
2) penghasilan tersebut berasal dari badan usaha yang sahamnya
tidak diperdagangkan di Bursa Efek."
5. Ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a diubah sehingga berbunyi :
"a. biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, meliputi
biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk
upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan
dalam bentuk uang, penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan atau
kenikmatan tertentu di daerah terpencil yang diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih, premi asuransi, biaya administrasi, dan
pajak kecuali Pajak Penghasilan;"
6. Ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf d diubah sehingga berbunyi :
"d. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan kecuali penggantian atau
imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan tertentu di daerah terpencil
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (1) huruf a dan bagi penerima imbalan dimaksud bukan merupakan penghasilan
sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf d;"
7. Ketentuan Pasal 11 ditambah dengan ayat (15) dan ayat (16) yang berbunyi
:
"(15) Wajib Pajak yang menanamkan modalnya di daerah terpencil dapat
melakukan penyusutan atas harta yang dimiliki dan dipergunakan untuk kegiatan
usaha di daerah terpencil dengan menggunakan metode penyusutan :
a. metode garis lurus yang masa penyusutannya dapat kurang dari
20 (dua puluh) tahun, atau
b. metode menurun secara berimbang, dengan ketentuan untuk Golongan
Bangunan tetap menggunakan metode garis lurus yang masa penyusutannya dapat
kurang dari 20 (dua puluh) tahun, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut
oleh Menteri Keuangan.
(16) Biaya untuk memperoleh harta tak berwujud tertentu dalam bidang
pertambangan umum yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun dalam
rangka penanaman modal di daerah terpencil, dapat diamortisasi dengan tarif
sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) huruf b, yang pelaksanaannya diatur
lebih lanjut oleh Menteri Keuangan."
8. Ketentuan Pasal 13 ditambah ayat (3) yang berbunyi :
"(3) Bagi perusahaan dalam rangka penanaman modal asing, Kontrak Karya,
dan Kontrak Bagi Hasil, disamping dalam Bahasa Indonesia dan mata uang
rupiah, atas ijin Menteri Keuangan pembukuan atau pencatatannya dapat menggunakan
bahasa asing dan mata uang selain rupiah untuk kepentingan perpajakan dengan
ketentuan bahwa Surat pemberitahuan harus diisi dalam bahasa Indonesia
dan mata uang rupiah termasuk kewajiban pembayaran pajaknya, yang pelaksanaannya
diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan."
9. Ketentuan Pasal 23 ayat (1) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut
:
"(1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam
bentuk apapun, yang dibayarkan atau yang terhutang oleh Badan Pemerintah,
Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,
atau Wajib Pajak Badan dalam negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri
selain bank dan lembaga keuangan lainnya, dipotong pajak oleh pihak yang
berwajib membayarkan :
a. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas :
1) dividen dari perseroan dalam negeri, dengan memperhatikan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf g, huruf l,
dan huruf m Undang-undang ini;
2) bunga, termasuk imbalan karena jaminan pengembalian hutang,
dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(3) huruf l Undang-undang ini;
3) sewa, royalti, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
b. sebesar 9% (sembilan persen) dari jumlah bruto atas imbalan
yang dibayarkan untuk jasa teknik dan jasa manajemen yang dilakukan di
Indonesia."
Pasal II
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1992.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 1991
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 1991
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1991 NOMOR 93
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1991 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983
TENTANG PAJAK PENGHASILAN
UMUM
Bahwa dengan Undang-undang Nomor 7 Tahunn 1983 tentang Pajak Penghasilan
telah diatur mengenai pengenaan Pajak Penghasilan, yang pada dasarnya menyangkut
subyek pajak, obyek pajak, tarif pajak dan cara menghitung jumlah pajak
yang terutang.
Sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan
perkembangan dunia usaha pada khususnya, serta dengan memperhatikan jiwa
Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945, perlu dilakukan perubahan atas beberapa
ketentuan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, agar
dapat menampung perkembangan dimaksud.
Pasal 4 ayat (3) huruf g Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 menetapkan
bahwa dividen yang diterima atau diperoleh suatu perseroan dari penyertaannya
pada perseroan lain bukan merupakan obyek Pajak Penghasilan, sepanjang
penyertaan tersebut meliputi minimal 25% (dua puluh lima persen) dari nilai
saham yang disetor serta kedua badan tersebut mempunyai hubungan ekonomis
dalam jalur usahanya.
Ketentuan ini mendorong terjadinya integrasi vertikal yang kurang sesuai
dengan semangat pemerataan kesempatan berusaha. Oleh karena itu terhadap
ketentuan di atas perlu diadakan perubahan dengan tetap menjaga prinsip
progresivitas dalam pengenaan Pajak Penghasilan.
Bentuk-bentuk usaha berupa Perusahaan Reksa Dana (Investment Fund)
dan perusahaan Modal Ventura (Venture Capital) merupakan wahana pembiayaan
yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana dalam pemerataan kesempatan usaha
terutama bagi para pemodal kecil dan pengusaha kecil dan menengah termasuk
koperasi.
Selain itu kedua wahana pembiayaan tersebut juga dapat dimanfaatkan
untuk menunjang investasi yang pada gilirannya akan membantu perkembangan
perekonomian nasional. Oleh karena itu dipandang perlu untuk diberikan
insentif perpajakan.
Untuk mendorong perkembangan perekonomian di daerah terpencil termasuk
di Indonesia bagian Timur, perlu diberikan insentif di bidang perpajakan
berupa perlakuan perpajakan atas imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan
tertentu yang dapat lebih menarik orang bekerja di daerah terpencil.
Selain itu untuk meningkatkan penanaman modal di daerah tersebut perlu
diberikan kemudahan berupa keluwesan dalam menggunakan metode penyusutan
dan amortisasi agar lebih menarik bagi para penanam modal.
Guna meningkatkan penanaman modal yang berasal dari luar negeri yang
gilirannya akan meningkatkan kesempatan kerja maka kepada para penanam
modal dari luar negeri perlu diberikan kemudahan dalam penyelenggaraan
pembukuan dengan tetap berpegang pada ketentuan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku.
PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Angka 1
Pasal 4 Ayat (1) Huruf a
Termasuk dalam penghasilan adalah semua imbalan atau pembayaran
dari pekerjaan dalam hubungan kerja yang dapat berupa upah, gaji, dan sebagainya,
termasuk premi asuransi jiwa dan asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi
kerja. Pemberian imbalan dalam bentuk natura tidak dimasukkan dalam pengertian
penghasilan bagi penerima seperti misalnya perumahan, kendaraan bermotor,
dan sebagainya. Bagi pihak pemberi kerja, terkecuali yang dilakukan di
daerah terpencil, pengeluaran tersebut tidak boleh dikurangkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d.
Pasal 4 Ayat (1) Huruf b
Hadiah undian mencakup juga pengertian hadiah yang diberikan
tanpa diundi.
Angka 2
Pasal 4 Ayat (3) Huruf d
Bila seorang pemberi kerja yang merupakan Wajib Pajak
menurut pengertian Undang-undang ini memberi imbalan berupa natura dan/atau
kenikmatan kepada karyawan atau orang lain yang ada hubungan pekerjaan,
maka kenikmatan tersebut bukan merupakan penghasilan bagi pihak penerima.Yang
dimaksud dengan kenikmatan dalam bentuk natura ialah tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh tidak dalam bentuk uang, seperti
kenikmatan mempergunakan mobil perusahaan dengan cuma-cuma, kenikmatan
mendiami rumah yang disewa oleh perusahaan atau rumah milik perusahaan,
pemberian beras dengan cuma-cuma, dan sebagainya. Bagi pihak pemberi kerja,
pengeluaran-pengeluaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan
bruto, kecuali yang berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan
di daerah terpencil.
Pengertian daerah terpencil antara lain ditentukan oleh mudah tidaknya
dijangkau oleh transportasi umum baik darat, laut maupun udara, dan keadaan
prasarana ekonomi dan sosialnya sangat terbatas sehingga penanam modal
yang menanamkan modal di daerah tersebut harus membangun sendiri prasarana
yang dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan usahanya, seperti jalan lingkungan,
jembatan, pelabuhan, rumah sakit, sekolah. Kenikmatan pemakaian rumah yang
diberikan oleh Pemerintah kepada pegawai Pemerintah, Pejabat Negara dan
Pejabat Lembaga Pemerintah Non Departemen lainnya, tidak merupakan penghasilan
bagi pihak yang bersangkutan. Dalam Pengertian Pemerintah termasuk Perusahaan
Jawatan. Apabila yang memberi imbalan berupa natura dan/atau kenikmatan
tersebut bukan Wajib Pajak menurut pengertian undang-undang ini, maka kenikmatan
tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerima atau memperolehnya.
Contoh : Seorang pegawai bangsa Indonesia yang bekerja
di salah satu perwakilan diplomatik, memperoleh kenikmatan menempati rumah
yang disewa oleh perwakilan diplomatik tersebut atau kenikmatan-kenikmatan
lainnya, maka kenikmatan-kenikmatan tersebut harus dimasukkan sebagai penghasilan
bagi pegawai tersebut, sebab perwakilan diplomatik yang bersangkutan tidak
merupakan Subyek Pajak.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendorong pembayaran oleh pemberi kerja
kepada pegawai atau karyawannya dilakukan dalam bentuk uang, sehingga dengan
demikian mempermudah pengenaan pajaknya.
Angka 3
Pasal 4 Ayat (3) Huruf g
Dengan ketentuan ini, dividen atau bagian keuntungan yang
diterima atau diperoleh Perseroan Terbatas dalam negeri, Koperasi, Badan
Usaha Milik Negara atau Daerah (BUMN/BUMD), dari penyertaannya pada badan
usaha lainnya yang didirikan di Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku, tidak termasuk sebagai Obyek Pajak Penghasilan. Yang dimaksud
dengan BUMN dalam ayat ini adalah Perusahaan Perseroan (PERSERO), Bank
Pemerintah, dan Pertamina. Perlu ditegaskan bahwa dalam hal ini penerima
dividen atau bagian keuntungan adalah Wajib Pajak selain badan-badan tersebut
di atas, seperti perseorangan baik dalam negeri maupun luar negeri, Firma,
Perseroan Komanditer (Comanditaire Venootschap) dan sebagainya, maka penghasilan
berupa dividen atau bagian keuntungan tersebut tetap dikenakan Pajak Penghasilan.
Angka 4
Pasal 4 Ayat (3) Huruf l
Perusahaan Reksa Dana (Investment Fund) adalah perusahaan
yang kegiatan utamanya melakukan investasi, investasi kembali, atau penjualan
sekuritas. Bagi pemodal khususnya pemodal kecil, perusahaan Reksa Dana
merupakan salah satu pilihan yang aman untuk menanamkan modalnya. Penghasilan
yang diterima atau diperoleh perusahaan Reksa Dana dari investasinya adalah
berupa dividen, bunga obligasi atau keuntungan dari penjualan sekuritas.
Dengan ketentuan ini, maka dividen dan bunga obligasi serta keuntungan
dari penjualan sekuritas yang diterima atau diperoleh perusahaan Reksa
Dana tidak termasuk obyek Pajak Penghasilan.Perlakuan perpajakan tersebut
dimaksudkan untuk mendorong perkembangan perusahaan Reksa Dana yang pada
gilirannya dapat meningkatkan penghasilan pemodal kecil, sekaligus dapat
mendorong pengembangan perusahaan Reksa Dana dan perkembangan Pasar Modal.
Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan Reksa Dana dari
sumber-sumber di atas bukan merupakan obyek Pajak Penghasilan sepanjang
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. penghasilan te rsebut berupa dividen yang berasal
dari perseroan yang didirikan di Indonesia dan/atau bunga dari obligasi
yang diperdagangkan di Pasar Modal di Indonesia serta keuntungan dari penjualan
sekuritas yang diperdagangkan di Pasar Modal di Indonesia, dan
b. seluruh penghasilan bersih yang diterima atau diperoleh perusahaan
Reksa Dana tersebut dibagikan sebagai dividen kepada para pemodal.
Apabila perusahaan Reksa Dana yang bersangkutan tidak memenuhi
kedua persyaratan tersebut, misalnya dengan menahan sebagian labanya, maka
atas seluruh penghasilannya akan dikenakan Pajak Penghasilan. Demikian
pula penghasilan dari sumber-sumber penghasilan selain yang memenuhi persyaratan
tersebut, dikenakan Pajak Penghasilan.
Mengingat bahwa penghasilan berupa dividen, bunga obligasi dan keuntungan
karena penjualan sekuritas tidak dikenakan Pajak Penghasilan, maka dalam
hal terdapat kerugian pada suatu tahun, kerugian tersebut tidak dapat dikompensasikan
baik dengan penghasilan dari sumber penghasilan lainnya maupun dengan penghasilan
tahun-tahun berikutnya (kompensasi vertikal dan horizontal).
Dividen dan bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan
Reksa Dana tidak dikenakan pemotongan pajak berdasarkan Pasal 23.
Namun demikian dividen yang dibagikan kepada para pemodal dikenakan
pemotongan pajak berdasarkan Pasal 23 oleh perusahaan Reksa Dana.
Huruf m
Perusahaan Modal Ventura (Ventura Capital Company) adalah
suatu perusahaan yang kegiatan usahanya membiayai perusahaan pasangan usaha
dalam bentuk penyertaan modal untuk suatu jangka waktu tertentu.
Dengan ketentuan ini, bagian keuntungan yang diterima atau diperoleh
dari perusahaan pasangan usaha serta keuntungan yang diterima atau diperoleh
dari penjualan atau pengalihan penyertaannya tidak termasuk sebagai obyek
Pajak Penghasilan, sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. perusahaan pasangan usaha dari perusahaan Modal
Ventura berusaha dalam sektor-sektor usaha tertentu, termasuk perusahaan
menengah dan kecil, dan
b. perusahaan pasangan usaha tersebut bukan perusahaan yang telah
menjual sahamnya di Bursa Efek di Indonesia.
Mengingat perusahaan Modal Ventura memperoleh fasilitas
perpajakan, agar kegiatan perusahaan Modal Ventura dapat diarahkan kepada
sektor-sektor kegiatan ekonomi yang memperoleh prioritas, misalnya untuk
meningkatkan kegiatan ekspor non migas, maka kegiatan dari perusahaan pasangan
usaha dimana perusahaan Modal Ventura memiliki penyertaan tersebut dipandang
perlu diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Mengingat pula bahwa
perusahaan Modal Ventura merupakan alternatif pembiayaan dalam bentuk penyertaan
modal, maka penyertaan modal yang akan dilakukan oleh perusahaan Modal
Ventura diarahkan pada perusahaan-perusahaan yang belum mempunyai akses
ke Pasar Modal. Oleh karena itu adalah tepat apabila perusahaan Modal Ventura
yang melakukan penyertaan pada perusahaan yang telah "go public" tidak
memperoleh fasilitas perpajakan.
Sebagai akibat dari adanya ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf m ini,
maka atas dividen atau bagian keuntungan yang diterima atau diperoleh perusahaan
Modal Ventura yang memenuhi persyaratan tersebut tidak dilakukan pemotongan
pajak berdasarkan Pasal 23 oleh pihak yang wajib membayarkan.
Angka 5
Pasal 6 Ayat (1) Huruf a
Penghasilan Kena Pajak diperoleh dengan jalan menjumlahkan
semua penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak
dan menguranginya dengan biaya-biaya atau pengurangan yang diperbolehkan
oleh Pasal ini. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
adalah biaya atau pengeluaran yang ada hubungan langsung dengan penghasilan
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak. Dalam pengertian biaya untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan dari usaha, termasuk pemberian
imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan tertentu di daerah terpencil.
Pembayaran premi asuransi jiwa dan asuransi kesehatan oleh pemberi
kerja untuk pegawai dapat dikurangkan sebagai biaya perusahaan sedangkan
bagi pegawai yang bersangkutan, premi tersebut merupakan penghasilan.
Gaji kepada pegawai yang juga merupakan pemegang saham, apabila berlebih-lebihan,
yaitu melampaui gaji pegawai lain yang bukan pemegang saham yang melakukan
pekerjaan, tugas atau jabatan yang kurang lebih sama dengan pemegang saham
itu, maka kelebihannya tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi
kerja.
Dalam biaya ini termasuk pula bunga yang dibayarkan sehubungan dengan
hutang perusahaan, kecuali apabila jumlahnya melampaui jumlah yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1). Dalam
menentukan besarnya bunga yang dapat dikeluarkan dari penghasilan bruto
perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan tentang pengeluaran atau biaya bunga
yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (2).
Bunga yang dibayarkan sehubungan dengan hutang pribadi tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto, sebab bunga semacam ini merupakan penggunaan
dari penghasilan.
Angka 6
Pasal 9 Ayat (1) Huruf d
Semua pemberian imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan
yang diberikan kepada karyawan atau pemberi jasa, tidak boleh dikurangkan
dari penghasilan bruto pemberi kerja, kecuali pemberian penggantian atau
imbalan berupa natura dan/atau kenikmatan tertentu yang berkenaan dengan
pekerjaan atau jasa yang dilakukan di daerah terpencil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a.
Angka 7
Pasal 11 Ayat (15)
Untuk mendorong investasi di daerah terpencil, maka kepada para
penanam modal yang menanamkan modalnya di daerah terpencil perlu diberikan
insentif dalam menggunakan metode penyusutan. Kepada para penanam modal
tersebut diberikan pilihan dalam menerapkan metode penyusutan yaitu metode
garis lurus (straight line) yang masa penyusutannya dapat kurang dari 20
(dua puluh) tahun, atau metode menurun secara berimbang (declining balance)
atas harta yang dimiliki dan dipergunakan untuk kegiatan usaha di daerah
terpencil, diluar golongan bangunan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Dalam hal metode penyusutan yang digunakan dalam metode
garis lurus meskipun dapat kurang dari 20 (dua puluh) tahun tetapi tidak
boleh lebih pendek dari masa manfaat harta yang disusutkan;
b. Dalam hal metode penyusutan yang digunakan adalah metode
menurun secara berimbang, maka penyusutan harus dilakukan berdasarkan ayat
(9);
c. Metode penyusutan harus diterapkan secara taat asas.
Atas harta Golongan Bangunan tetap disusutkan dengan menggunakan
metode garis lurus yang masa penyusutannya dapat kurang dari 20 (dua puluh)
tahun tetapi tidak boleh lebih pendek dari masa manfaatnya.
Pengertian Golongan Bangunan dalam ayat ini meliputi pula prasarana,
seperti jalan lingkungan, jembatan, pelabuhan, rumah sakit, sekolah, yang
dimiliki dan digunakan dalam kegiatan usaha Wajib Pajak di daerah terpencil.
Keluwesan dalam menggunakan metode penyusutan ini hanya diberlakukan
terhadap harta yang diperoleh dan digunakan sejak tanggal 1 Januari 1992.
Pengertian daerah terpencil dalam Pasal ini adalah sama dengan pengertian
daerah terpencil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d dan
Pasal 6 ayat (1) huruf a.
Ayat (16)
Bagi perusahaan-perusahaan dalam bidang pertambangan umum yang
menanamkan modalnya di daerah terpencil diberikan perlakuan amortisasi
yang berbeda dengan ketentuan amortisasi sebagaimana diatur dalam ayat
(10), ayat (11) dan ayat (12). Biaya untuk memperoleh harta tak berwujud
tertentu dimaksud dapat amortisasi dengan metode menurun secara berimbang
dengan tarif 25% (dua puluh lima persen).
Dalam hal perusahaan telah menerapkan ayat (10),ayat (11) dan ayat
(12), maka perusahaan tersebut tidak boleh menerapkan amortisasi berdasarkan
ayat ini.
Angka 8
Pasal 13 Ayat (3)
Ketentuan ini memberikan kemungkinan bagi penanaman modal asing,
Kontrak Karya, dan Kontrak Bagi Hasil di samping menggunakan bahasa Indonesia
dan satuan mata uang rupiah, dalam menyelenggarakan pembukuan atau pencatatannya
dapat pula menggunakan bahasa asing dan satuan mata uang selain rupiah
atas ijin Menteri Keuangan. Sedangkan Surat Pemberitahuan (SPT) tetap harus
diisi dengan menggunakan bahasa Indonesia dan dalam satuan mata uang rupiah,
demikian pula pembayaran kewajiban pajaknya harus dilakukan dalam satuan
mata uang rupiah.
Angka 9
Pasal 29 Ayat (1)
Dengan ketentuan ini, maka terhadap penghasilan berupa imbalan
atas jasa teknik dan jasa manajemen yang dilakukan di Indonesia oleh Wajib
Pajak dalam negeri, dipotong pajak sebesar 9% (sembilan persen) dari jumlah
bruto oleh pihak yang wajib membayarkannya.
Sedangkan atas penghasilan lainnya sebagaimana dimaksud dalam angka
1), angka 2) dan angka 3) huruf a ayat ini tetap dipotong pajak sebesar
15% (lima belas persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkannya.
Pasal II
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3459